Anda di halaman 1dari 10

TAFSIR AYAT KHILAFAH

)

MUFRODAT
dan adalah dua huruf tauqiit (yang menetapkan waktu). Maka untuk masa lalu sedangkan
untuk masa yang akan datang.[1]
artinya penguasa, Tuan, Yang memperbaiki.[2]
bentuk jamak dari artinya adalah utusan . Kalau dikatakan : Artinya utuslah aku.
[3]
TAFSIR AYAT
Khalifah makna asalnya adalah mengganti, dari kata kholafa fulanun fulanan fi hadza al amri
idza qooma maqoomahu fiihi badahu. Si Fulan disebut menjadi khalifah bagi orang lain bila
dia menempati posisi orang tersebut setelahnya. Sebagaimana firman Allah : Kemudian Kami
jadikan kalian sebagai khalifah di bumi setelah mereka agar Kami melihat bagaimana kalian
beramal. Artinya Allah menjadikan kalian sebagai pengganti mereka setelahnya di muka bumi.
Oleh karena itu penguasa tertinggi disebut khalifah karena dia menggantikan orang yang
sebelumnya lalu menduduki posisi orang yang digantikannya.[4]
Para ulama ahli tafsir menafsirkan makna khalifah dalam ayat ini dengan versi yang
berbeda-beda. Setidaknya ada dua penafsiran penting.
Pertama, makna khalifah dalam ayat ini adalah pengganti makhluk sebelumnya dari
kalangan malaikat dimuka bumi atau makhluk lain selain malaikat.[5] Hal ini didasarkan
kepada beberapa riwayat. Diantaranya:
1. Telah berkata Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu:Makhluk yang pertama kali menghuni bumi
adalah jin, lalu mereka mengadakan kerusakan di muka bumi, mengalirkan darah, dan saling
membunuh satu sama lain. Lalu Allah mengutus Iblis kepada mereka berserta pasukan malaikat
lalu Iblis membunuh para jin tersebut sampai menggiring mereka ke beberapa pulau di lautan
serta ke lereng-lereng gunung.Lalu Allah menciptakan Adam dan menempatkannya di bumi,
maka inilah yang dimaksud firman Allah Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalaifah
(pengganti) bangsa jin di muka bumi, yang menggantikan mereka di dalamnya lalu tinggal di
dalamnya dan memakmurkannya.[6]

2. Telah berkata RobiBin Anas Radhiyallahu anhu : Sesungguhnya Allah menciptakan


malaikat pada hari Rabu, dan menciptakan jin pada hari Kamis, serta menciptakan Adam pada
hari Jumat. Lalu kafirlah satu kaum dari bangsa jin, maka para malaikatpun turun ke muka bumi
lalu memerangi mereka. Sebelumnya mereka suka menumpahkan darah dan mengadakan
kerusakan di muka bumi. Berkata yang lainnya tentang ayat ini : Artinya mereka saling
menggantikan satu sama lain. Mereka adalah anak-anak Adam yang menggantikan bapak mereka
yaitu Adam. Dan setiap generasi menggantikan generasi sebelumnya. Ini merupakan perdapat
yang dihikayatkan dari Hasan Basri.[7]
3. Telah berkata Ibnu Abbas : Iblis termasuk kelompok malaikat yang disebut jin yang
diciptakan dari api yang sangat panas. Dia bernama Harits. Dia termasuk penduduk jannah
( Surga). Sedangkan malaikat seluruhnya diciptakan dari cahaya kecuali kelompok Iblis tadi.
Adapun jin yang diceriterakan di dalam Al Quran diciptakan dari lidah api dan manusia
diciptakan dari dari tanah. Maka makhluk yang pertama menghuni bumi adalah jin lalu mereka
mengadakan kerusakan di dalamnya, menumpahkan darah, dan saling membunuh satu sama
lainnya. Lalu Allah mengutus Iblis di barisan malaikat. Iblis adalah golongan malaikat yang
disebut jin. Lalu Iblis dan malaikat memerangi jin sampai menggiring mereka ke lautan dan
gunung-gunung.
Maka ketika Iblis telah melakukan hal itu diapun menipu dirinya sendiri dan berkata :Aku telah
melakukan suatu hal yang tidak pernah dilakukan seorangpun, lalu Allah mengetahui hal itu dari
hatinya yang tidak diketahui oleh para malaikat yang bersama-sama Iblis. Lalu berfirmanlah
Allah kepada para malaikat yang sedang bersama Iblis : Sesungguhnya Aku akan menjadikan
khalifah di muka bumi. Maka malaikat menjawab : Apakah Engkau akan menjadikan makhluk
di dalamnya yang akan mengadakan kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah
sebagaimana yang telah dilakukan bangsa jin, padahal kami hanyalah diutus untuk memberantas
mereka? Maka Allah menjawab : Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kamu
ketahui. Artinya Aku mengetahui isi hati Iblis yang tidak kalian ketahui berupa ketakaburan dan
menipu diri sendiri. Lalu Allah memerintahkan Iblis untuk mengambil tanah lalu Allah
menciptakan Adam dari tanah yang lengket dari lumpur yang sangat bau. Lalu Adampun tinggal
selama 40 hari berupa jasad yang kosong, lalu Iblis mendatanginya dan memukulnya dengan
kakinya hingga bersuara, maka inilah yang dimaksud dengan firman Allah : Dan Allah telah
menciptakan manusia dari tanah seperti tembikar. Lalu Iblis masuk ke dalam mulutnya dan
keluar dari duburnya, kemudian masuk lagi ke dalam duburnya dan keluar dari mulutnya,
kemudian berkata : Kamu bukanlah apa-apa dan diciptakan bukan untuk apa-apa, seandainya
aku berkuasa atasmu pasti akan aku binasakan kamu dan seandainya kamu yang berkuasa atasku,
maka aku akan bermaksiat kepadamu. Maka ketika Allah meniupkan ruhnya masuklah ruh itu
dari arah kepalanya maka tidaklah ruh itu melalui bagian tubuhnya kecuali berubahlah tubuh itu
menjadi daging dan darah. Maka ketika ruh sampai di pusarnya, diapun melihat ke jasadnya lalu
diapun mengagumi apa yang dia lihat karena bagusnya, lalu diapun berusaha untuk bangkit tapi
tidak mampu. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah : Dan manusia itu punya sifat terburuburu. Artinya suka berkeluh kesah dan tidak sabar baik ketika senang ataupun ketika susah.

Maka ketika tiupan ruh telah sampai ke jasadnya diapun bersin lalu berkata Alhamdulillah
berdasarkan ilham dari Allah. Lalu Allah berkata : Yarhamukallah Ya Adam. Kemudian Allah
berkata secara khusus kepada para malaikat yang dulu bersama Iblis selain kepada malaikat yang
ada di langit, Sujudlah kalian kepada Adam ! Maka merekapun lalu sujud semuanya kecuali
Iblis dia enggan dan takabur karena memang sifat ini telah terdapat di dalam dirinya sebelumnya,
lalu dia berkata : Aku tidak akan sujud kepadanya. Aku lebih baik dari padanya, lebih tua
usianya, dan lebih kuat badannya. Engkau ciptakan aku dari api sedangkan dia Engkau ciptakan
dari tanah. Diapun mengatakan bahwa api lebih kuat dari tanah. Ketika Iblis enggan untuk
sujud, maka Allahpun membuatnya putus asa dari semua kebaikan dan Allahpun menjadikannya
sebagai syetan yang terkutuk sebagai hukuman bagi kemaksiatannya. Lalu Allah mengajari
Adam tentang semua nama, yaitu nama-nama yang dikenal oleh manusia sekarang seperti orang,
hewan, bumi, mudah, lautan, gunung, himar, dan lain-lain. Kemudian nama-nama tadi
disodorkan kepada para malaikat yang dulu bersama-sama Iblis yang diciptakan dari api yang
panas. Lalu Allah bertanya :Beritahukanlah kepada-Ku tentang nama-nama ini kalau kalian
termasuk yang benar bahwa kalian mengetahui bahwa Aku menjadikan khalifah di muka bumi.
Maka ketika para malaikat tahu hukuman Allah atas mereka tentang pembicaraan mereka tentang
hal yang gaib yang tidak ada ilmu pada mereka tentang hal itu, merekapun berkata : Maha Suci
Engkau Ini pensucian terhadap Allah dari anggapan bahwa ada seseorang yang mengetahui hal
yang gaib selain Dia.- Kami bertaubat kepada-Mu. Kami tidak mempunyai ilmu kecuali apa-apa
yang Engkau ajarkan kepada Kami sebagaimana yang telah Engkau ajarkan kepada Adam. Lalu
Allah berfirman : Hai Adam beritahukanlah tentang nama-nama itu kepada mereka.! Maka
ketika Adam memberitahukan tentang nama-nama itu kepada mereka, Allahpun berfirman :
Bukankah telah Aku katakan kepada kalian hai malaikat bahwa Aku mengetahui hal yang gaib
baik yang ada di langit ataupun yang ada di bumi di mana tak seorangpun yang mengetahuinya
selain Aku. Dan Akupun mengetahui apa-apa yang kamu tampakkan dan apa-apa yang kamu
sembunyikan.- Aku mengetahui hal-hal yang rahasia sebagaimana Aku mengetahui hal-hal yang
nampak, yakni apa-apa yang disembunyikan oleh Iblis di dalam hatinya berupa ketakaburan.
Riwayat dari Ibnu Abbas ini menerangkan bahwa fiman Allah : Sesungguhnya Aku akan
menjadikan khalifah dibumi. Merupakan ucapan Allah kepada para malaikat tertentu dan bukan
kepada seluruh malaikat. Dan ucapan ini ditujukan kepada para malaikat yang merupakan
kabilah Iblis secara khusus yang memerangi bangsa jin di muka bumi sebelum diciptakannya
Adam. Dan Allah mengkhususkan ucapan ini kepada mereka sebagai ujian bagi mereka agar
mereka mengetahui keterbatasan ilmu mereka dan keunggulan makhluk yang fisiknya lebih
lemah dari mereka, serta agar merekapun mengetahui bahwa kemulyaan tidak bisa didapat
dengan kekuatan badan dan kelebihan fisik sebagaimana yang diduga Iblis.[8]
Riwayat-riwayat yang senada dengan riwayat di atas sangat banyak yang intinya menerangkan
makna khalifah sebagai pengganti makhluk sebelumnya. Bagi pembaca yang ingin mengetahui
lebih jauh dipersilakan untuk merujuk tafsir At Thabari ketika menerangkan ayat ini.

Penafsiran kedua menyatakan bahwa yang dimaksud dengan khalifah dalam ayat ini
adalah pengganti Allah dalam menerapkan hukum-hukum dan perintah-Nya dimuka
bumi. Hal ini didasarkan kepada beberapa riwayat, diantaranya :
1. Perkataan Ibnu Masud dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ketika menafsirkan :
Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di bumi. Maksudnya adalah yang menggantikan
Aku dalam menghukumi makhluk-Ku. Dan khalifah tersebut adalah Adam Alaihi Sallam dan
orang-orang yang menduduki posisi tersebut dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah dan
menerapkan hukum dengan adil diantara makhluk-Nya. Adapun orang yang mengadakan
kerusakan dan pertumpahan darah tanpa alasan yang benar,maka itu bukanlah termasuk khalifahNya.[9]
2. Imam Al Qurthubi ketika menafsirkan ayat ini berkata : Dan makna khalifah di sini
berdasarkan ucapan Ibnu Masud, Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dan semua ahli tafsir- adalah
Adam Alaihi Sallam. Dia adalah khalifah Allah dalam menerapkan hukum-hukum dan perintahNya, karena dialah orang yang pertama diutus ke bumi sebagaimana hadis Abu Dzar, dia
berkata : Aku bertanya : Wahai rasulullah, apakah dia (Adam) adalah seorang nabi yang
diutus ? Beliau menjawab : Ya. Lalu ditanyakan lagi: Kepada siapakah dia diutus padahal
belum ada seorangpun dimuka bumi? Beliau menjawab : Dia diutus kepada anakanaknya,mereka semuanya 40 orang dalam 20 kali kelahiran. Setiap lahir terdiri dari laki-laki
dan wanita. Lalu merekapun melahirkan kembali sehingga banyak, sebagaimana firman Allah
Taala : Dia menciptakan kalian dari diri yang satu dan menciptakan dari diri yang satu itu
pasangannya dan tumbuhlah dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan. Lalu Allah
menurunkan kepada mereka pengharaman bangkai, darah, dan daging babi, lalu hidup selama
930 tahun. Demikianlah yang dijelaskan oleh ahli Taurat. Sedangkan menurut riwayat Wahb Bin
Munabbah, dia hidup selama seribu tahun. Wallahu Alam.[10]
Al Qurthubi dan yang lainnya berdalil dengan ayat ini tentang wajibnya
mengangkat khalifah untuk menghukumi manusia tentang apa-apa yang mereka
ikhtilafkan,memutuskan perselisihan mereka, menolong orang yang didhalimi, melaksanakan
hukum, memberi sanksi kepada orang yang melakukan kekejian, dan masalah penting lainnya
yang tidak mungkin bisa ditegakkan kecuali dengan imam. Maka kewajiban yang tidakbisa
dilaksanakan dengan sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatuitumenjadi wajib.[11]
Selanjutnya Al Qurthubi menyatakan :
Masalah keempat yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah bahwa ayat ini merupakan dalil asal
tentang harus diangkatnya imam dan khalifah yang wajib didengar dan ditaati agar
tercipta persatuan dan terlaksana hukum-hukum kekhalifahan. Tidak ada perbedaan
tentang wajibnya hal itu di kalangan ummat ataupun para imam. Kecuali apa yang
diriwayatkan dari Al Ashom[12] karena dia memang ashom (tuli) tentang syariat. Demikian pula
orang yang mengikuti pendapat dan mazdhabnya, mereka berkata : Khalifah tidaklah wajib di
dalam agama tetapi boleh (Mubah). Dan sesungguhnya ummat ketika mereka telah menunaikan
haji mereka dan jihad mereka, saling berbuat adil diantara mereka, mengorbankan diri demi

kebenaran, membagi ghanimah dan fai serta sodaqah kepada yang berhak, dan telah
melaksanakan hukum kepada yang wajib dihukum, maka cukuplah hal itu bagi mereka. Tidaklah
wajib bagi mereka untuk mengangkat imam yang mengurusi hal itu.
Dalil kami tentang wajibnya khalifah adalah firman Allah : Sesungguhnmya Aku akan
menjadikan khalifah di bumi. Dan firman Allah : Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman diantara kalian dan beramal shalih bahwa pasti Allah akan menjadikan mereka sebagai
khlifah di bumi. Dan ayat-ayat yang lainnya.
Para sahabatpun telah ijma dalam memilih Abu Bakar setelah ikhtilaf
yang terjadi antara Muhajirin dan Anshor di Saqifah Bani Saadah dalam pemilihan, sampaisampai bangsa Anshor berkata : Kami punya amir kalianpun (muhajirin) punya amir. Maka
Abu Bakar,Umar, serta golongan muhajirin menolak hal itu dan berkata kepada mereka :
Sesungguhnya bangsa Arab tidaklah mereka beragama kecuali karena suku Quraisy. Lalu
mereka meriwayatkan beberapa hadis tentang masalah itu, lalu merekapun (Anshor) rujuk dan
taat kepada bangsa Quraisy. Seandainya mengangkat imamah tidaklah wajib baik dari kalangan
Quraisy ataupun yang lainnya maka tidakmungkin terjadi perdebatan dan dialog tentang hal itu.
Dan pasti akan ada salah seorang (sahabat) yang berkata bahwa hal initidak wajib baik
darikalangan Quraisy ataupun yang lainnya, maka tidak ada faidahnya perdebatan kalian tentang
masalah yang tidakwajib.
Kemudian Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu anhu ketika datang saat kematiannya, dia
menyerahkan imamah kepada Umar dan tak ada seorangpun yang mengatakan bahwa hal ini
bukan urusan yang wajib.Maka semua itu menunjukan wajibnya khalifah dan termasuk salah
satu diantara rukun agama yang menyebabkan tegaknya urusan kaum muslimin. Walhamdulillahi
Robbil Alamiin.[13]
SYARAT-SYARAT IMAM
Imam Qurthubi menetapkan ada sebelas syarat yang harus dipenuhi oleh seorang imam.
1. Imam harus dari bangsa Quraisy. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam :
Imam-imam itu dari Quraisy. Dalam masalah ini para ulama ikhtilaf.
2. Imam harus dari kalangan yang pantas menjadi qadhi dari kalangan kaum muslimin, seorang
mujtahid yang tidak membutuhkan orang lain untuk meminta fatwa dalam kasusu-kasus yang
terjadi. Ini adalah hal yang disepakati.
3. Imam harus seorang yang berpengalaman, berwawasan luas tentang urusan perang dan
pengaturan angkatan bersenjata, mampu menutup celah-celah yang bisa di terobos musuh,
mampu memberi perlindungan kepada rakyat,mampu membalas orang yang dhalim dan
mengembalikan hakorang yang didhalimi.
4. Imam tidak boleh berperasaan lemah ketika melaksanakan hukum, tidak gentar dalam
memenggal kepala terhukum. Dalil tentang semua ini adalah ijma sahabat Radhiyallahu anhum

karena tidak ada ikhtilaf diantara mereka bahwa semua itu harus terkumpul dalam diri seorang
imam karena dia harus mengurusi para qadhi dan hakim. Dialah yang langsung mengadili dan
menghukum , dan memeriksa urusan kekhalifahan dan kehakiman. Tidaklah hal ini pantas
untukdiemban kecuali oleh seorang yang alim tentang semua itu. Wallahu Alam.
5. Imam harus orang yang merdeka. Dan tidaklah samar tentang disyaratkannya hal ini
6. Imam harus seorang muslim.
7. Imam harus seorang laki-laki. Para ulama telah ijma bahwa wanita tidak boleh menjadi imam
sekalipun mereka ikhtilaf tentang bolehnya wanita menjadi qodhi.
8. Imam harus sehat jasmani
9. Imam harus baligh dan berakal. Tidak ada ikhtilaf dalam hal ini.
10. Imam harus seorang yang adil karena tidak ada ikhtilaf diantara ummat bahwa tidak boleh
imamah diberikan kepada orang yang fasik. Dan wajib imam adalah seorang yang paling utama
dalah ilmunya berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam : Imam-imam kalian
adalah pemberi syafaat bagikalian maka perhatikanlah darisiapa kalian meminta syafaat. Juga di
dalam Al-Quran Allah menceritakan tentang sifat Thalut : Sesungguhnya Allah telah
memilihnya (Thalut) untuk kalian dan telah menambah kelebihan dalam ilmu dan fisik. Dalam
ayat ini Allah memulai dengan ilmu kemudian baru menyebutkan apa yang menunjukkan
kekuatan dan kesehatan fisik. Firman Allah : Allah telah memilih .. menunjukkan syarat
nasab.
Imam tidak disyaratkan masum (terpelihara) dari penyimpangan dan kesalahan, tidak harus
mengetahui yang ghaib, tidak harus orang yang paling tajam firasatnya dan paling berani. Tidak
pula harus dari Bani Hasyim saja, karena ijma telah menyatakan bahwa kepemimpinan Abu
Bakar, Umar, dan utsman bukanlah dari Bani Hasyim.[14]
CARA PENGANGKATAN IMAM
Imam Ibnu Katsir menerangkan bahwa imamah ditetapkan melalui nash sebagaimana yang
dikatakan oleh kalangan ahlu sunnah tentang Abu Bakar atau dengan isyarat terhadapnya seperti
yang dikatakan oleh sebagian yang lain, atau dengan menyerahkan imamah kepada orang
setelahnya seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Radhiyallahu anhu kepada Umar Bin
Khathab Radhiyallahu anhu , atau dengan menyerahkannya kepada dewan syuro dari
kalangan orang-orang shalih seperti yang dilakukan oleh Umar, atau dengan ijma Ahlul halli
wal aqdi dalam membaiat seseorang, maka menurut jumhur imam ini wajib ditaati, bahkan
imam al Haramain telah menceriterakan adanya ijma tentang hal ini.[15]
Imam Qurthubi menyatakan bahwa cara pemilihan imam ada tiga:

Pertama berdasarkan nash.


Inipun dikatakan kalangan Hanabilah, sekelompok ahlul hadis, Hasan Basri, Bakr bin Ukhti
Abdul Wahid dan para sahabatnya, serta sekelompok dari kalangan Khowarij. Hal ini didasarkan
kepada Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam yang menetapkan nash tentang Abu Bakar secara
tersirat.
Kedua penyerahan dari khalifah sebelumnya kepada seseorang
seperti apa yang dilakukan oleh Abu Bakar kepada Umar, atau diserahkan kepada satu jamaah
(dewan syuro) seperti yang dilakukan oleh Umar lalu dewan itu yang memilih imam seperti apa
yang dilakukan oleh para sahabat dalam memilih Utsman.
Cara ketiga adalah dengan ijma ahlul halli wal aqdi.
Yaitu jamaah dari negeri-negeri muslim apabila imam mereka mati dan si imam tersebut tidak
menyerahkan kepada orang lain, lalu orang-orang yang ada di sekeliling imam memilih imam
baru untuk mereka yang mereka sepakati dan mereka ridhoi, maka semua orang dari kalangan
kaum muslimin di setiap tempat harus mentaati imam tersebut selama imam bukan orang yang
terlaknat karena kefasikannya atau kerusakannya, tak boleh seorangpun menyalahi hal ini karena
adanya dua imam akan memecah belah persatuan dan merusak kehidupan. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda : Ada tiga perkara yang tidak akan dengki hati hati
seorang mukmin terhadapnya. Yaitu ikhlas beramal karena Allah, menetap dalam jamaah, dan
saling menasihati dengan ulil amri, karena dawah kepada mereka meliputi orang-orang yang di
belakang mereka.[16]
IMAMAH VERSI SYIAH
Hadis-hadis yang dijadikan hujjah oleh kalangan Imamiyah dalam
Menetapkan imamah terhadap Ali adalah sebagai berikut :
1. Siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya maka Ali adalah maula baginya. Ya Allah
tolonglah orang yang menolong Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya. Mereka (Syiah)
berkata : Al maula secara bahasa artinya aula (yang paling utama). Maka apabila Nabi
Shallallahu alaihi wa Sallam mengatakan Ali adalah maula bagi orang itu dengan
menggunakan huruf taqib maka diketahuilah bahwa makan maula adalah yang paling berhak
dan paling utama. Maka wajiblah maula di sana difahami imamah yang wajib ditaati.
2. Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali : Engkau bagiku seperti kedudukan
Harun bagi Musa akan tetapi tidak ada lagi nabi setelahku. Mereka (syiah) berkata bahwa
kedudukan Harun adalah maruf yaitu orang yang sama-sama menyandang predikat nubuwah,
tapi tidak demikian halnya dengan Ali. Harun adalah saudara bagi Musa, tapi Ali bukan saudara
Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam , dia hanyalah khalifahnya, maka jelaslah bahwa yang
dimaksud ucapan itu adalah khalifah. Dan hadis lainnya yang dijadikan dalil oleh mereka.

BANTAHAN
Imam Qurthubi ketika menjawab
hadis yang pertama mengatakan bahwa hadis itu bukanlah hadis yang mutawatir bahkan
diperselisihkan kesahihannya oleh para ahli hadis. Abu Dawud Sajastani dan Abu Hatim Ar
Rozi telah menerangkan kebatilah hadis ini dengan mengatakan bahwa Nabi Shallallahu alaihi
wa Sallam telah berkata : Muzainah, Juhainah, Ghifar, dan Aslam adalah maula-maulaku tidak
seperti orang lain, mereka semua tidak mempunyai maula kecuali Allah dan rasulnya.
Seandainya Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam pernah mengatakan : Siapa yang menjadikan
aku sebagai maulanya,maka Ali adalah maula baginya. Maka pasti salah satu dari dua hadis ini
dusta.
Jawaban kedua adalah sendainya hadis itu sahih, diriwayatkan oleh orang-orang yang
tsiqot,maka di dalamnya sama sekali tidak mengandung dalil imamah untuk Ali tapi hanya
menerangkan keutamaan Ali. Karena makna maula adalah wali (penolong), sehingga makna
hadis itu adalah : Siapa yang menjadikan aku sebagai walinya maka Ali adalah wali baginya.
Allah berfirman : Maka sesungguhnya Allah adalah maula baginya. Maksudnya Allah adalah
walinya. Jadi maksud hadis itu agar manusia mengetahui bahwa dhahir Ali seperti batinnya. Dan
ini merupakan keutamaan yang agung bagi Ali.
Jawaban ketiga, bahwa hadis ini ada asbabul wurudnya (sebab-sebab terucapkannya hadis
ini). Yaitu bertengkarnya Usamah dengan Ali, maka berkatalah Ali kepada Usamah : Engkau
maulaku. Usamah menjawab : Aku bukanlah maulamu, tapi aku adalah maula Rosulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam . Maka diceritakanlah hal ini kepada Nabi Shallallahu alaihi wa
Sallam maka beliau menyatakan : Siapa yang menjadikan aku sebagai Maulanya maka Ali
adalah maula baginya.
Jawaban keempat. Ketika tersebar fitnah tentang Aisyah Radhiyallahu anha maka Ali
berkata kepada Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam : Wanita selain dia (Aisyah) banyak. Maka
hal ini sangat berat dirasakan oleh Aisyah. Maka orang munafik pun mendapatkan peluang untuk
mencela Ali, lalu mereka mencelanya dan menampakkan sikap berlepas diri dari Ali. Maka Nabi
Shallallahu alaihi wa Sallam pun mengatakan perkataan tadi sebagai bantahan terhadap orangorang munafik dan mendustakan mereka tentang sikap berlepas diri dan celaan mereka terhadap
Ali. Oleh karena itu sekelompok sahabat menyatakan : Dulu kami tidak mengetahui orangorang munafik di zaman Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam kecuali karena kebencian mereka
kepada Ali.
[17]
Adapun hadis kedua maka tidak ada ikhtilaf bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam
tidak memaksudkan kedudukan Harun bagi Musa itu sebagai khalifah setelahnya. Tidak
ada perselisihan bahwa Harun meninggal sebelum Musa Alaihi Sallam dan tidak menjadi
khalifah setelah Musa. Justru yang menjadi khalifah setelah Musa adalah Yusya Bin Nun. Kalau

yang dimaksud dengan ucapan : Engkau bagiku seperti kedudukan Harun bagi Musa. Adalah
khilafah, maka pasti beliau Shallallahu alaihi wa Sallam akan mengatakan : Engkau bagiku
seperti Yusya bagi Musa. Maka ketika Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam tidak mengatakan
demikian maka hal ini menjadi dalil bahwa maksud beliau tidaklah demikian. Nabi Shallallahu
alaihi wa Sallam hanyalah memaksudkan bahwa aku menjadikanmu sebagai penggantiku
terhadap keluargaku dalam kehidupanku sebagaimana Harun menjadi pengganti (khalifah) bagi
Musa atas kaumnya ketika Musa Alaihi Sallam keluar (pergi) untuk menujat kepada Allah.
[18]
Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam pergi ke perang Tabuk, beliau Shallallahu alaihi wa
Sallam menyerahkan kekhalifahan kepada Ali di Madinah atau keluarga dan kaumnya. Maka
gegerla orang-orang munafik dan berkata : Ali ditinggalkan hanyalah karena Nabi Shallallahu
alaihi wa Sallam marah dan jengkel kepadanya. Maka Alipun keluar menysul Nabi Shallallahu
alaihi wa Sallam lalu berkata kepadanya bahwa orang-orang munafik telah berkata begini dan
begini. Maka berkatalah Rosulullah Shallallahu alaihi wa Sallam : Mereka telah dusta, bahkan
aku meninggalkanmu sebagaimana Musa meninggalkan Harun. Lalu beliau berkata : Ridhakah
kamu kalau kamu bagiku seperti kedudukan Harun bagi Musa ?
Seandainya hadis ini difahami seperti anggapan Syiah yakni khilafah maka ada sahabat lainnya
yang juga memperoleh kedudukan seperti ini karena Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam selalu
melimpahkan kekhalifahan kepada salah seorang diantara sahabatnya (selain Ali) setiap kali
pergi berperang. Diantaranya adalah : Ibnu Ummi Maktum, Muhammad Bin Maslamah, dan
sahabat yang lainnya.
[19]
Adapun tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar diterangkan dalam banyak riwayat,
diantaranya ketika Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam mengutus Muadz Bin Jabal ke Yaman.
Ada seorang yang berkata : Tidakkah engkau utus Abu Bakar dan Umar? Maka beliau
Shallallahu alaihi wa Sallam menjawab :Keduanya tidak ada yang menyamainya bagiku.
Sesungguhnya kedudukan keduanya bagiku seperti kedudukan pendengaran dan penglihatan
bagi kepala.: Dalam kesempatan lainnya beliau berkata : Keduanya merupakan dua wazirku di
muka bumi. Bahkan ada riwayat bahwa beliau Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda : Abu
Bakar dan Umar seperti kedudukan Harun bagi Musa. Perkataan ini diucapkan oleh Nabi
Shallallahu alaihi wa Sallam secara tiba-tiba sedangkan ketika mengucapkan hal itu kepada Ali
karena ada sebab yang melatarbelakanginya. Maka hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakar dan
Umar lebih utama untuk menjadi khalifah dari pada Ali. Wallahu Alam.
[20]
________________________
[1]Al Qurthubi 1/261.
[2]Ibid 1/262
[3]Ibid.
[4]Tafsir At Thabari 1/156.

[5]Tafsir Al Qurthubi 1/263.


[6]Tafsir At Thabari 1/157
[7]Ibid 158
[8]At Thabari 1/159
[9]Ibid 1/157
[10]Tafsir Al Qurthubi 1/264
[11]Tafsir Ibnu Katsir 1/77.
[12]Salah seorang tokoh besar Mutazilah. Nama aslinya adalah Abu Bakar.
[13]Al Qurthubi 1/264.
[14]Tafsir Al Qurthubi 1/270-271.
[15]Tafsir Ibnu Katsir 1/77.
[16]Tafsir Al Qurthubi 1/268-269.
[17]Ibid 267
[18]]Ibid 268.
[19]Ibid.
[20]Ibid

Anda mungkin juga menyukai