Disusun oleh:
Andriany Chairunnisa
030.11.026
Pembimbing:
Dr. Slamet Widi S, Sp. A
Dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, Msi. Med
Dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A, Msi. Med
Dr. Neni Sumarni, Sp. A
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA
: Andriany Chairunnisa
NIM
: 030.11.026
UNIVERSITAS
JUDUL
Seorang
anak
dengan
Dengue
Shock
Syndrome,
PEMBIMBING
J
uli
2016
Pembimbing
BAB I
LAPORAN KASUS
I
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
An. PA
Umur
7 tahun 9 bulan
Jenis kelamin
Perempuan
Agama
Islam
Suku
Jawa
Alamat
Ruang
ICU - Bed 7
Nomor RM
3652xx
Masuk RS
15 Juni 2016
Nama ayah
Tn. L
Umur
32 tahun
Pendidikan
SD
Pekerjaan
Karyawan
Nama ibu
Ny. S
Umur
36 tahun
3
I.
Pendidikan
SD
Pekerjaan
DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di ruang ICU RSUD Kota
Semarang pada Kamis, 15 Juni 2016 dan didukung dengan catatan
medis.
a. Keluhan Utama : Demam sejak 5 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan : Lemas, kaki tangan dingin, sesak, mual
muntah, nyeri kepala, bintik merah di tangan dan kaki.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar ibunya dengan keluhan demam tinggi sejak 5
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam yang dirasakan
muncul mendadak, dirasakan terus menerus sepanjang hari, tetapi
ibu pasien mengatakan bahwa tidak mengukur suhunya dirumah.
Demam hanya turun jika diberi penurun panas tapi kemudian
kembali demam tinggi lagi. Demam yang dirasakan tidak disertai
rasa menggigil, kejang, ataupun penurunan kesadaran. Pada hari
dibawa di IGD, demam sudah tidak setinggi hari sebelumnya,
Pasien merasa sesak pada pagi hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak yang dirasakan tiba-tiba, dan tidak ada batuk dan pilek. Ibu
pasien mengatakan sejak pagi hari anak tampak gelisah dan kaki
tangan anaknya terasa dingin dan banyak keluar keringat. Ibu
pasien juga mengeluhkan anaknya merasa mual setiap mulai makan
dan sempat muntah berisi sisa makanan sebanyak 1x saat satu hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh sakit kepala
sejak pagi hari dan lemas, sehingga tidak bisa beraktifitas.
Menurut ibu pasien, anaknya tidak pernah mimisan, tidak pernah
mengalami gusi berdarah, tetapi muncul bintik-bintik merah di
kulit kaki dan tangan dan terdapat lebam-lebam kebiruan di tangan
kiri. Buang air besar agak sulit dan berwarna lebih gelap dari
biasanya, tetapi ibu pasien mengatakan buang air kecil masih sering
dan normal seperti biasanya.
Sehari sebelum ke IGD RSUD Kota Semarang, pasien
sudah datang berobat ke Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan
lab darah dan dianjurkan untuk pergi ke rumah sakit karena hasil
lab yang tidak baik. Keesokan harinya pasien dibawa ke IGD
RSUD Kota Semarang pukul 11.00 WIB. Di IGD anak terlihat
lemah, seluruh ujung ekstremitas terasa dingin, dengan suhu
37,20C, nafas 23x/menit dan nadi 178 x/menit kemudian diberi
oksigen 2lt/menit, dipasang infus RL 20cc/kgBB. Pada hasil
pemeriksaan laboratorium saat di IGD Hb15 gr%; Ht 42,10 %;
Leukosit 5200/uL; Trombosit 22.000/uL, kemudian pasien dirawat
di ICU.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2500 gram. Panjang badan lahir 50 cm.
Berat badan saat ini 30 kg, Tinggi badan saat ini120 cm.
Kesan : Pertumbuhan normal
Perkembangan :
-
Senyum
: 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap
: 5 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Berbicara 1 kata : 12 bulan
Menyusun kalimat : 2 tahun
Saat ini anak berusia 7 tahun 9 bulan.
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur.
k. Riwayat Makan dan Minum Anak :
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6bulan. Setelah usia 6
bulan, selain ASI anak juga mendapat diberikan makanan
pendamping ASI berupa pisang yang dilumat halus, bubur susu,
nasi tim, dan buah. Mulai usia 1 tahun sampai sekarang, anak
diberikan makanan padat seperti anggota keluarga yang lain. Anak
saat ini mengonsumsi nasi, daging, tahu, tempe, telur, sayur, dan
buah-buahan dengan frekuensi makan 3 kali sehari.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan baik
l. Riwayat Imunisasi :
BCG
: 1x (1 bulan)
DPT
: 3x (2, 4, 6 bulan)
Polio
: 3x (2,4, 6 bulan)
Hepatitis B
: 3x (2, 4, 6bulan)
Campak
: 1x (9 bulan)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 17 Juni 2016 pukul 15.30 WIB
Anak perempuan usia 7 tahun 9 bulan, berat badan 30 kg, tinggi badan 120
cm.
1. Keadaan Umum
gizi baik.
2. Tanda vital :
-
Nadi
Laju nafas
: 25x/ menit
Tekanan Darah
: 90/60 mmHg
3. Status Gizi
WAZ = BB - Median =
SD
1,9
4,4
1,5
c.
Hidung
: sekret (-/-), Perdarahan (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
d.
Telinga
h. Thorax
Paru
- Inspeksi
Hemithoraks
dextradan
Perkusi
Auskultasi
kanan
suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
medial
mid
clavicula
sinistra,
tidak
Auskultasi :BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
i. Abdomen :
-
Inspeksi
Auskultasi
: Datar
: BU (+) normal
9
Perkusi
Palpasi
:
Superior
Inferior
Akral Dingin
+/+
+/+
Akral Sianosis
-/-
-/-
Oedem
-/-
-/-
<2"
<2"
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hasil
Rujukan
Hb
12 g/Dl
11-15
Ht
Leukosit
42,10 %
5200
35-47
4-11rb
22.000
150-450rb
PT
11,2 detik
10-15
APTT
59,6 detik
24-36
Trombosit
Hemostasis
INR
IV.
0,97
RESUME
10
anak letargi,
tampak sakit berat, tampak sesak dan gizi baik. Tanda vital HR : 136x/
menit, RR : 35x/menit, suhu : 36.8 celcius. Pada pemereiksaan paru
didapatkan suara nafas paru kanan melemah dibanding paru kiri. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan dibagian hipokondriaka dan
regio epigastrium serta didapatkan hepatomegali. Pada ekstremitas
didapakan Ptekie di keempat ekstremitas dan terdapat purpura pada lengan
kiri berjumlah 2 berwarna merah keunguan.
-
V.
DIAGNOSIS BANDING
Febris <7 hari, DD :
- Dengue shock sindrom
- ISPA
11
VI.
ITP
DIAGNOSIS KERJA
Dengue Shock Sindrome
VII.
TERAPI
o Oksigen kanul 2lt/menit
o Infus Ringer laktat 7cc/kgBB dalam 2 jam
o Drip Dobutamin 5 mcq
o Inj Cefotaxim 3x500mg
o Inj Ranitidin 2x25mg
o PO Paracetamol 4x2cth
o PO Sucralfat 4x1cth
USUL
-
Pemeriksaan RLD
Non medikamentosa
-
Tirah baring
Pasang Kateter
Diet lunak
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
12
Tgl
Subjektif
16/6/16 Demam (-)
06.30
R. ICU
Objektif
CM, TSB
Diagnosa:
Sesak (+)
HR : 145x/m (reg,
Syndrome, DIC
Mimisan (-)
cukup)
Terapi:
Nyeri perut
- Oksigen kanul 2 lt
(+)
RR : 30x/m
- Inf. RL 3cc/kgBB/jam
Lemas (+)
T : 36,7oC
SpO2: 97%
- Transfusi
Dengue
FFP
(dengan
St. Generalis:
- SN melemah di
lapang paru kanan
Shock
premedikasi
Dexamethason)
- Inj Metil Prednisolon 2x25
mg
- Abdomen tegang,
- Trombopop Topical
NTE (+),
Program:
hepatomegali (+)
- Lebam di tangan
kiri, Ptekie (+), Akral
dingin (+)
kolf
Lab:
Hb: 14,8 g/dl
Ht: 40,90%
Tr: 9000/uL
Leu: 4600/uL
IgM dengue (+)
IgG dengue (+)
GDS: 125 mg/dL
Na: 135 mmol/L
K: 4,0 mmol/L
17/6/16 Demam (-)
08.00
Sesak (-)
Diagnosa:
- Dengue Shock Syndrome
- Ensefalopati Dengue
13
R.ICU
Mimisan (-)
cukup)
- DIC
Nyeri Perut
(+)
RR : 24x/m
Kejang 1x
T : 36,8oC
selama 5
SpO2: 99%
menit, saat
kejang tidak
St.Generalis:
sadar, mata
mendelik
- SN melemah di
keatas.
Terapi:
- O2 1-2 l/mnt
- Infus RL 2cc/kg/jam
- Drip Dobutamin 3mcq
- Inj Cefotaxim 3x500mg
- Inj
Metilprednisolon
2x12,5mg
- Bolus
lanjut
Midazolam
2mg,
maintenance
drip
Midazolam
0,1mg/kgBB/jam
- Trombopop topical
Program:
PEI: 30%
CM, TSS
Diagnosa:
Jam
Kejang (-)
T: 36 C
- Post DSS
07.00
Sesak (-)
N: 77x/mnt
R.ICU
Mimisan (-)
RR: 28x/m
- Ensefalopati
perbaikan
Lemas (+)
Pusing (+)
St Generalis
- SN melemah di
lapang paru kanan
dengue
Terapi:
- O2 2 l/mnt
- Infus KN3B 10tpm
14
- Abdomen tegang,
NTE (+),
hepatomegali (+)
- Lebam di tangan
kiri, Ptekie (-), Akral
dingin (-)
Program:
Cek elektrolit, DR
Lab:
Hb: 12,8 g/dl
Ht: 35,50%
Tr: 107.000/uL
Leu: 8100 /uL
PT: 12,0 detik
APTT: 33,2 detik
19/6/16 Kejang (-)
12.00
Sesak (-)
Lemas (+)
INR: 1,04
CM, TSS
Diagnosis:
S: 36,6 C
- Post DSS
N: 80x/m
S: 120/70 mmHg
- Ensefalopati
perbaikan
RR: 24x/m
dengue
SpO2 96%
St Generalis
- SN melemah di
lapang paru kanan
- Abdomen tegang,
NTE (-),
hepatomegali (-)
Terapi:
Infus KN3B 8 tpm
- Inj Ranitidin 2x25 mg
- Inj Cefotaxim 3x500mg
Program:
- Lebam di tangan
kiri (-), Ptekie (-),
Akral dingin (-)
15
Lab:
Hb: 11,9 g/dl
Ht: 33,40%
Tr: 265.000/uL
Leu: 7800/uL
Na: 135 mmol/L
K: 4,30 mmol/L
Ca: 1,19 mmol/L
CM, TSS
Diagnosa
Nyeri Perut
S: 36,5 C
- Pasca DSS
(-)
N: 88x/m
Mimisan (-)
S: 120/70 mmHg
perbaikan
Sesak (-)
RR: 20x/m
SpO2 99%
Ensefalopati
dengue
Program:
Rawat Jalan
St Generalis
PO Curvit 1x1cth
- SN simetris
PO Ulsafat 3x1C
- Abdomen tegang,
NTE (-),
hepatomegali (-)
- Lebam di tangan
kiri (-), Ptekie (-),
Akral dingin (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
INFEKSI VIRUS DENGUE
16
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis
yang
bervariasi
antara
penyakit
yang
paling
ringan
(mild
DEFINISI
Infeksi virus dengue ialah suatu infeksi virus akut, ditularkan oleh nyamuk
spesies Aedes, dan sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe di Indonesia, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. 2
Demam dengue adalah merupakan sindrom jinak yang disebabkan oleh
arbovirus dengan karakter demam bifasik, mialgi atau athralgia, rash,
leukopenia dan limfadenopati1,4.
Demam berdarah dengue dalah suatu demam berat bahkan sering fatal
yang disebabkan virus dengue dengan karakteristik yang timbul akibat
peningkatan permeabilitas kapiler, hemostasis yang abnormal, dan pada
beberapa kasus berat sindrom syok (DSS) akibat kehilangan protein yang
berhubungan dengan meningkatnya reaksi imunologis. Dengue shock
syndrome adalah demam berdarah dengue yang disertai renjatan3
III VEKTOR
Virus dengue berasal dari famili Flaviviridae ditularkan kepada manusia
terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu dapat juga
ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
17
spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes
aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32 OC dan
kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor
utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam
bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang 100
m 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi.
IV
CARA PENULARAN
Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui
gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ
targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi
sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi
dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik
4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus
yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain
yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi
dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali
kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10
hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk,
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
EPIDEMIOLOGI
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam
lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga disebut sebagai demam sendi
(knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan
kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita
menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini
18
banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahuntahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur
yang paling sering terkena ialah 5 14 tahun walaupun saat ini makin banyak
kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap
tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah
menurun bermakna < 2%.
VI
PATOFISIOLOGI
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diathesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma
pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin
sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan
penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada
masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit
meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok
menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma
ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui
kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya
berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema.5
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti
secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada
masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi
secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan
pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang
19
elektron
biopsy
kulit
pasien
DBD
pada
masa
akut
20
termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat
terjadi peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian
lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas
antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas
faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da
faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar
fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem
koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis
pada DBD dibuktikan dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan
penurunan aktivitas plasminogen.
Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa :
1 Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan
fibrinolysis
2 Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi
juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak
menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila
penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok
akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan
DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok
irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital
yang biasanya diakhiri dengan kematian.
3 Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan
fungsi
trombosit
dan
trombositopeni,
sedangkan
21
Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan
kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok
maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen
dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada
dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa
penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem
komplemen dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi
komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang
mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas
kapiler, pengurangan plasma dan syok hipovolemik.
Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel,
permukaan trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh
trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping
itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin
seperti tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan
IL-1).5
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita
DBD ialah
1
2
3 Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan.
Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi
memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada
22
PATOGENENIS
Mekanisme
sebenarnya
tentang
patofisiologi,
hemodinamika,
dan
23
antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi
yang dibedakan berdasarkan adanya virion determinant spesificity, yaitu:
a Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi
tetapi memacu replikasi virus
b Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus.
Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan
akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa
infeksi virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung
menimbulkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya
reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang
berlangsung sebagai berikut:
a
dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terkena infeksi.
Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan
sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya
mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. Limfosit T
juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat
mengeluarkan interferon dan . Pada infeksi sekunder oleh virus
24
MANIFESTASI KLINIK
Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari) 5,
kepustakaan lain 1-7 hari 1. awal penyakit biasanya mendadak, disetai gejala
prodromal meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia,
rasa menggigil dan malaise. Terdapat trias yaitu demam tinggi, nyeri
anggota badan dan timbul ruam5. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu
naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari,
kepustakaan lain menyebutkan 24-48 jam setelah timbul demam 1. Ruam
bersifat makulopapular, generalis dan menghilang pada tekanan1,5.
Pada lebih dari separuh pasien, gejala yang timbul mendadak disertai
kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung,
otot, sendi disertai rasa menggigil. Beberapa penderita dijumpai demam
bifasik atau menyerupai pelana kuda, tetapi tidak dianggap patognomonik
karena tidak dijumpai pada setiap pasien5.
Sering pula dijumpai anoreksia, obstipasi, rasa tak nyaman epigastrium
disertai nyeri kolik dan perut lembek. Dapat ditemui fotofobi, keringat
25
kadang-kadang
ditemukan.
Pada
masa
konvalesen
26
Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet (+) dan salah satu bentuk
perdarahan lain (ptekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
Pembesaran hati
Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi
menurun ( 20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik 80
mmHg), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis
disekitar mulut.
Dari Laboratorium adanya peningkatan permeabilitas kapiler dengan
27
DIAGNOSIS
Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih didasarkan atas patokan yang telah
dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2
kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah
minimal 2 kriteria klinik pertama, dengan ketepatan diagnosis 70-90% 2 atau
87%2345. Kriteria Klinik 2,3,4,5,9:
1
Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari,
dengan sebab tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh
antipiretik maupun surface cooling.
Manifestasi perdarahan :
a
Pembesaran hati
28
Syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak
teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol,
tekanan darah (sistolik) menurun menjadi 80 mmHg atau sampai nol,
disertai kulit yang teraba lembab dan dingin terutama pada ujung jari
tangan, kaki dan hidung, penderita menjadi lemah, gelisah sampai
menurunnya kesadaran dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Kriteria Laboratorik :
1
2
: Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala tidak khas dan satusatunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniket positif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a Pemeriksaan laboratorium
29
Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa
kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi
pleura, kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga
peritoneum, penebalan dinding vesica felia (WHO, 2011).
30
diterapkan dan meningkat ke titik antara sistolik dan diastolik tekanan darah
selama lima menit. Tes positif jika ada 10 atau lebih ptekia per inci persegi.
Pada penderita demam berdarah tes dengue biasanya memberikan hasil
positif yang pasti dengan 20 ptekia atau lebih. Dewasa ini rumple leed test
dianggap tes yang sudah usang atau tidak dapat diandalkan. Akan tetapi tes
ini tetap menjadi bagian penting dari penilaian seorang pasien yang
mungkin memiliki demam berdarah dengue.
d
Pemeriksaan lainnya :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi infeksi
virus dengue yaitu (WHO, 2011):
-
31
PENATALAKSANAAN
DBD derajat I
DBD derajat I tidak perlu dirawat inap, kalau orang tua bisa diajak
kerjasama. Prinsip penanganan adalah istirahat, diet TKTP, banyak minum,
kalau perlu antipiretik(parasetamol). Nasihat untuk kontrol, terutama bila
timbul tanda yang tak diinginkan atau panas tidak mau turun4.
DBD derajat II
DBD derajat II sebaiknya dirawat inap, mengingat kemungkinan
timbulnya perdarahan akut dan berkembangnya menjadi derajat III. 4 Demam
berdarah dengue tanpa disertai renjatan pengobatannya hanya bersifat
simptomatis dan suportif meliputi2:
1
4
5
dilaksanakan apabila:
32
2
c
Mengatasi renjatan.
Sebaiknya diberikan cairan kristaloid yang isotonis atau yang sedikit
hipertonis. Cairan yang dapat dipakai: Ringer Laktat(RL); Glukose 5%
dalam half strength NACL 0,9%; RL-D5, dibuat dengan menambahkan
6,25 cc RL dengan 6,25 cc D40%; atau NaCl 0,9% : D10% ditambahkan
Natrium bikarbonas 7,5% sebanyak 2 cc/kgBB.
Plasma/plasma ekspander. Diperlukan pada penderita renjatan berat
atau bila tidak segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid
diatas. Bila dapat cepat disiapkan , diberikan sebagai pengganti cairan
pertama lalu setelah itu cairan pertama dilanjutkan lagi. Bila setelah
pemberian cairan pertama nilai hematokrit masih tinggi dan hitung
trombosit masih rendah. Dosis 10-20 cc/kgBB dalam 1-2 jam. Bila
nadi/tekanan darah masih jelek atau Ht masih tinggi, dapat ditambahkan
plasma 10 cc/kgBB setiap jam sampai total 40 cc/kgBB. Yang digunakan
seperti Plasbumin (Human albumin 25%), Plasmanate (plasma protein
fraction 5%), plasmafuchsin, Dekstran L 40.
Dosis/kecepatan pemberian cairan kristaloid. Dosis yang biasa
diberikan ialah 20-40 cc/kgBB diberikan secepat mungkin dalam 1-2
jam. Untuk renjatan yang tidak berat, cairan diberikan dengan kecepatan
20 cc/kgBB/jam dan dapat diulang hingga 2 kali, bahkan bila vena kolaps
dimana pemberian yang diharapkan tidak dapat dicapai, maka dapat
33
Cairan maintenance 2
Jenis cairan yang dapat diberikan:
a
D5/10 : NaCl 0,9 = 3:1, untuk anak besar dan anak bayi 4:1
Tranfusi darah
Sebaiknya darah segar; pada perdarahan hebat baik hematemesis, melena
atau epistaksis yang memerlukan tamponade; bila setelah 24-48 jam setelah
34
Obat-obatan
a Antibiotik. Diberikan bila prolonged shock, ada infeksi sekunder, sebagai
profilaksis. Dapat digunakan : Ampisilin 400-800 mg/kgBB/hari IV atau
b
d
e
kurang mengesankan.
Kortikosteroid. Penggunaannya belum ada kesepakatan.
Dipyridamol dan asetosal. Maksud pemberian obat ini adalah untuk
mencegah adhesi dan agregasi trombosit dalam kapiler, pula mencegah
permulaan terjadinya DIC. Sumarmo (1983) tidak menganjurkan
35
Observasi penderita4
Pengawasan dan pemantauan ketat merupakan hal terpenting untuk
mencapai keberhasilan, meliputi :
akeadaan umum, tanda-tanda perdarahan (luar maupun organ dalam), rasa
lemas, keringat dingin, kesadaran.
bTTV dipantau tiap jam dengan chart
cAbdomen : hepatomegali, awasi nyeri epigastrium (awal syok)
dOrgan lain: jantung (takikardi supraventikular), paru (efusi pleura,
pernafasan kussmaul, edema paru akibat overhidrasi)
eUrin tampung untuk memantau perbaikan perfusi ginjal (keberhasilan
therapy)
f Laboratorium
36
Hematokrit stabil
XII
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas:
a
b
c Penyakit bacterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial
disease, Scarlet Fever
d Penyakit parasit : Malaria
37
Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding
meliputi infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama
halnya dengan diagnosis banding dari demam dengue. Adanya
trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi membedakan demam
berdarah dengue dengan penyakit yang lainnya. Hasil yang normal dari
ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat membedakan dengue
dengan infeksi bakteri dan syok septik.
XIII
terjadinya
peningkatan
tekanan
profilaksis
(kombinasi
ampisilin
100mg/kgbb/hari
Kelainan Ginjal
38
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal
akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis
belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemide 1 mg/kgbb dapat diberikan.
Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan
kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan
selanjutnya.
c
Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila
cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran
edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru (Novie Homenta,
2011).
XIV
PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD menurut WHO (2011) bersifat suportif simptomatik
dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan
timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah
Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan
hemostasis.
39
Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
selama <7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan,
disertai penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada
40
41
42
PROGNOSIS
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan,
kemungkinan sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan,
2008). Penyebab kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5
%. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara
jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak
ditemukanpada anak perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian
tersebut antara lain :2
a
b
c
d
Syok lama
Overhidrasi
Perdarahan masif
Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidak syok
ENSEFALOPATI DENGUE
Dalam dua dekade terakhir, makin banyak laporan tentang penderita DBD
yang disertai gejala ensefalopati dikemukakan dari berbagai negara di kawasan
Asia Tenggara dan Pasifik Barat. 10
43
GEJALA KLINIS
Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat
disertai kejang.5 Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang
dilaporkan, ternyata kadangkala para dokter sangat terpukau oleh kelainan
neurologis penderita sehingga apabila tidak waspada, diagnosis DBD/DSS
tidak akan dibuat. Data itu juga memberikan suatu keyakinan bahwa DBD
perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap penderita yang secara
klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus. Contoh kasus ensefalopati dengue
memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis penderita DBD dan bahwa
patokan klinis yang digariskan oleh WHO (1975) tidak selalu dijumpai. 10
II
PATOFISIOLOGI
Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan
metabolik, dan disfungsi hati. Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa
syok. Kecuali kejang, gejala ensefalopati lain tidak/jarang menyertai penderita
DBD.10
III
PENATALAKSANAAN
Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila
syok telah teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HCO3 dan jumlah cairan harus segera dikurangi.
Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk mengurangi
alkalosis, dexametason 0,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk mengurangi edema
otak (kontraindikasi bila ada perdarahan sal.cerna), vitamin K iv 3-10 mg
selama 3 hari bila ada disfungsi hati, GDS diusahakan > 60 mg, mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan
(bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan
nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi
amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. 5
44
Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100
mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila obat-obat tersebut
sudah menunjukkan tanda resistan, maka obat ini dapat diganti dengan obatobat yang masih sensitif dengan kuman-kuman infeksi sekunder, seperti
cefotaxime, cefritriaxsone, amfisilin+clavulanat, amoxilline+clavulanat, dan
kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan aminoglycoside. Usahakan tidak
memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya: antasid, anti muntah)
untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar
atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan
transfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai
pendek.5
45
DAFTAR PUSTAKA
1
Prober, Charles G, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Jilid 2, edisi bahasa Indonesia
,2003.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan
46