Anda di halaman 1dari 9

SIRKUMSISI

Diajukan Kepada :
dr. Hadi Pranoto SpB-KBD

Disusun Oleh :
Twindy Rarasati
1410221020

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA


KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH DALAM
RUMAH SAKIT PERSAHABATAN JAKARTA
PERIODE 24 NOVEMBER 2014 31 JANUARI 2014

SIRKUMSISI
Definisi
Sirkumsisi adalah membuang prepusium penis sehingga glans penis menjadi
terbuka(1).
Epidemiologi
Secara medis tidak ada batasan umur untuk melakukan sirkumsisi. Di
Indonesia menurut WHO umur yang paling sering adalah 5-12 tahun.dan banyaknya
anak laki-laki untuk melakukan sirkumsisi adalah 85% (8,7juta) dan Indonesia hanya
10,2 juta (12%)(2).
Tujuan
1. Menjaga higienitas penis dari smegma dan sisa urin
2. Mencegah terjadinya infeksi pada glans atau preputium penis (balanopostitis).
Resiko terjadinya infeksi saluran kemih pada anak-anak umur 1 tahun yang
belum disirkumsisi 10 kali lipat lebih tinggi daripada anak-anak yang sudah
disirkumsisi. Peningkatan resiko ini terjadi akibat kolonisasi kuman pathogen
dari urin di antara glans penis dan lapisan kulit preputium bagian dalam
3. Mencegah terjadinya kanker penis. Iritasi kronis glans penis dengan smegma
dan balanitis (infeksi) merupakan faktor predisposisi terjadinya kanker penis(3)
Indikasi
1. Fimosis
Fimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat di tarik ke
belakang (proksimal) / membuka. Kadang-kadang lubang pada prepusium
hanya sebesar ujung jarum, sehingga sulit untuk keluar (1).
Keadaan yang dapat menimbulkan fimosis :
-

2. Parafimosis

Kongenital
Peradangan (balanopostitis)

Parafimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat ditarik ke


depan (distal) / menutup. Pada keadaan ini, glan penis atau batang penis dapat
terjepit oleh prepusium yang bengkak.Keadaan ini paling sering oleh
peradangan.Pada

parafimosis

sebaiknya

dilakukan

reduksi

sebelum

disirkumsisi (3).
3. Kondiloma Akuminata
Kondiloma Akuminata adalah papiloma multipel yang tumbuh pada
kulit genitalia eksterna. Bentuknya seperti kulit, multiple dan permukaan
kasar. Faktor predisposisinya adalah perawatan kebersiahan genitalia yang
buruk. Bila lesi meliputi permukaan glans penis atau permukaan dalam
(mukosa) prepusium, maka tindakan terpilih adalah sirkumsisi untuk
mencegah perluasan dan kekambuhan. Lesi ringan dapat dicoba diobati
dengan pedofilin topikal (3).
4. Karsinoma Penis
Karsinoma penis terbagi menajdi dua tipe, yaitu papiliformis (bentuk
papil), dan ulseratif (bentuk ulkus) (3).
Kontraindikasi Mutlak
1. Hipospadia
Hipospadia adalah kelainan dimana muara meatus uretra berada di sisi
ventral penis, proksimal dari ujung glans penis. Hipospadia terjadi bia fusi
urethral folds inkomplet. Insidensi sebanyak 1 dari 300 anak laki-laki.
Estrogen dan progestin saat kehamilan ibu menyebabkan peningkatan
insidensi. Klasifikasi hipospadia :
-

Glandular Muaranya di proksimal glans penis


Koronal Muaranya di sulkus koronal
Batang penis
Penoskrotal
Perineal
Dengan 70 % kasus hipospadia adalah pada distal penis atau koronal(4).

2. Epispadia

Kelainan ini merupakan keadaan terbukanya uretra di sebelah ventral,


dapat meliputi leher kandung kemih (epispadia total) atau hanya uretra
(epispadia parsial). Insidensi 1 : 100.000 dan lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan. Pada epispadia parsial, tidak terdapat inkontinensia
karena hanya uretra dan atau sebagiannya terbelah. Biasanya pada lelaki, ada
penis pendek dan bengkak karena korda yang menjadikan gangguan pada
miksi dan koitus (5).
3. Kelainan hemostasis
Kelainan yang berhubungan dengan jumlah dan fungsi trombosit,
faktor-faktor pembekuan, dan vaskuler. Jika salah satu terdapat kelainan
dikhawatirkan akan terjadi perdarahan yang sulit diatasi selama atau setelah
sirkumsisi. Kelainan tersebut adalah hemofilia, trombositopenia dan penyakit
kelainan hemostasis lainnya (6).
Kontraindikasi Relatif
1. Infeksi lokal pada penis dan sekitarnya
2. Infeksi umum
3. Diabetes mellitus (3)
Persiapan Sirkumsisi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kain kassa steril


Cairan disinfektan (povidon yodium)
Kain steril untuk mempersempit daerah operasi
Semprit steril
Lidokain 0,5 1%
Minor Set (1)

Teknik Sirkumsisi
1. Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium
2. Daerah operasi ditutup kain steril
3. Pada anak yang lebih besar atau dewasa, pembiusan dilakukan dengan anastesi
lokal yaitu menyuntikkan anastesi pada basis penis (pada garis tengah dorsum
penis). Obat anastesi disuntikkan secara infiltrasi di bawah kulit dan
melingkari basis penis.

Gambar 1. Teknik Anastesi Infiltrasi pada Pangkal Penis (1)

4. Jika terdapat fimosis, dilakukan dilatasi dengan klem sehingga prepusium


dapat ditarik ke proksimal. Prepusium dibebaskan dari perlekatannya dengan
glans penis dan dibersihkan dari smegma atau kotoran lain.
5. Memotong prepusium penis dengan berbagai macam teknik, (1) diseksi
prepusium atau sleeve, (2) teknik gulotin, (3) teknik dorsal slit, (4) alat
plastibel atau Gomco
6. Setelah kulit prepusium terepas, dilakukan hemostasis untuk merawat
perdarahan. Perhatian utama ditujukan pada arteri yang terdapat di frenulum
penis. Kulit proksimal dan distal didekatkan dengan penjahitan menggunakan
benang absorbable (plain catgut) (1).
Teknik Diseksi Prepusium (Sleeve)
Prepusium diretraksi ke proksimal, dibuat dua buah insisi masing-masing
melingkar dan saling sejajar pada kulit prepusium. Insisi pertama berada 1 cm dari
sulkus koronarius dan yang kedua berada di beberapa cm proksimal insisi pertama.
Kedua sisi dihubungkan dengan insisi longitudinal dan selanjutnya kulit prepusium
dipisahkan dari jaringan subkutan hingga terlepas(1).

Gambar 2. Teknik Diseksi Prepusium atau Sleeve (1)

Teknik Gulotine
Prepusium ditegangkan di sisi ventral dan dorsal menggunakan klem lalu kulit
prepusium dijepit menggunakan klem dengan batas proksimal klem di distal glans
penis. Dilakukan pemotongan kulit prepusium dengan pisau hingga kulit terlepas (1).

Gambar 3. Teknik Gulotine (1)

Teknik Dorsal Slit


Kulit prepusium di kiri dan kanan ditegangkan ke lateral dengan klem, lalu
prepusium di dorsal dipotong memakai gunting pada garis midline, dari ujung distal
ke proksimal hingga sulkus koronarius. Dilakukan pemotongan secara melingkar
hingga kulit prepusium terlepas (1).

Gambar 4. Teknik Dorsal Slit (1)

Terapi Farmakologi Pasca Sirkumsisi


1. Antibiotik
Pemberian antibiotik hanya bersifat pencegahan dan pada keadaan
tertentu bersifat penyembuhan. Obat yang digunakan tetrasiklin adalah
ampisilin, amoksilin dan sebagainya.
2. Analgetik
Pemberian analgetik diberikan hari pertama dan kedua, terutama pagi
hari. Obat yang digunakan adalah antalgin, asam mefenamat, asam
asetilsalisilat.
3. Anti inflamasi
Bila ada terjadi radang maka bisa diberikan obat anti inflamasi
(serapeptase dan sebagainya). Dikatakan obat ini meningkatkan daya kerja
antibiotik
4. Roboransia
Dapat diberikan vitamin seperti vitamin B kompleks ditambah vitamin
C dosis tinggi untuk membantuk penyembuhan (3).

Komplikasi Sirkumsisi
Tindakan sirkumsisi seringkali timbul komplikasi, komplikasi yang sering
terjadi antara lain (7):
1. Nyeri
Nyeri adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Biasanya terjadi
pada saat efek anestesinya berakhir yang di dahului dengan rasa panas pada
daerah genitalia. Pada saat operatif pertimbangkan penambahan obat anestesi,
apabila terjadi post sirkumsisi untuk mengatasinya segera minum analgesik
setelah tindakan sirkumsisi berakhir.
2. Edema
Edema sering timbul setelah tindakan sirkumsisi, biasanya pada hari
kedua. Hal ini terjadi karena pemberian anestesi subkutan dengan konsentrasi
yang tinggi menyebabkan penarikan cairan didaerah subkutan yang longgar
atau juga dipicu oleh proses infeksi awal.
3. Perdarahan
Perdarahan kerap kali terjadi beberapa jam setelah sirkumsisi berakhir.
Hal ini terjadi karena ada pembuluh darah yang tidak diligasi atau ligasinya
lepas. Ditandai dengan perban yang basah kemerahan karena darah sampai
darah menetes dari perban tersebut.
4. Haematoma
Haematoma adalah perdarahan yang terjadi di bawah kulit atau
mukosa. Terjadi karena efek penyuntikan anestesi yang mengenai pembuluh
darah atau proses insisi.
5. Infeksi
Infeksi yang terjadi biasanya diawali tanda-tanda yaitu : kalor (panas),
dolor (Nyeri), rubor (kemerahan), tumor (benjolan atau pembengkakan) dan
functiolesa (gangguan fungsi). Pasien umumnya demam dan mengeluh nyeri
di sekitar genitalia, pada tempat luka biasanya didapatkan nanah (pus).

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta. Sagung
Seto
2. World Health Organization, 2007. Male Circumcision: Global Trends and
Determinants of Prevalence, Safety and Acceptability
3. Bachsinar, B, 1993. Sirkumsisi, Edisi Keempat. Jakarta. Hipokrates
4. Tanagho, Emil A dan McAninch, Jack W. 2008. Smiths General Urology 17th
Edition. McGraw Hill
5. Sjamsuhidajat R dan De Jong, Wim (Ed). 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
3. Jakarta. EGC
6. Hermana, A, 2000. Teknik Khitan Panduan Lengkap, Sistematis dan Praktis
Cetakan Pertama. Jakarta. Widya Medika
7. Tohari, Hamim. 2014. Informed Consent pada Pelayanan Sirkumsisi di
Puskesmas Waru, Kabupaten Pamekasan, Provinsi Jawa Timur, Periode 1
Januari 31 Desember 2013. Karya tulis ilmiah. Pendidikan Sarjana
Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai