Anda di halaman 1dari 5

Nama

: Selfa Septiani Aulia

NIM

: 10610009

Mata Kuliah : Teknik Evaluasi Perencanaan

Evaluasi Semu Program Urban Farming (Pertanian Kota)


1. Identifikasi Program Urban Farming (Pertanian Kota)
Menurut Wikipedia the free encyclopedia bahwa Pertanian Kota adalah praktek
pertanian (meliputi kegiatan tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan) di
dalam atau di pinggiran kota yang dilakukan di lahan pekarangan, balkon, atau atap-atap
bangunan, pinggiran jalanan umum, atau tepi sungai dengan tujuan untuk menambah
pendapatan atau menghasilkan bahan pangan.
Sedangkan menurut UNDP (1996), Pertanian Kota memiliki pengertian satu
kesatuan aktivitas produksi, proses, dan pemasaran makanan dan produk lain, di air dan
di daratan yang dilakukan di dalam kota dan di pinggiran kota, menerapkan metodemetode produksi yang intensive, dan daur ulang (reused) sumber alam dan sisa sampah
kota, untuk menghasilkan keanekaragaman peternakan dan tanaman pangan.
Selain itu, menurut Luc Mougeot (1999) Pertanian Kota sebagai suatu industri
yang terletak di dalam kota (intra-urban) atau di pinggiran kota (peri urban) dari suatu
kota kecil atau kota besar, yang tumbuh dan berkembang, distribusi dan proses
keanekaragaman makanan dan produk bukan makanan (non food product) yang sebagian
besar menggunakan sumber daya alam dan manusia (lahan, air, genetika, energi matahari
dan udara), jasa dan produk-produk yang tersedia di dalam dan di sekitar wilayah kota,
dan pada gilirannya sebagai penyedia sumberdaya material dan manusia, sebagian jasa
dan produk untuk wilayah perkotaan itu sendiri.
Tujuan dari program urban farming (pertanian kota) adalah mengembangkan
tanaman hortikultura di wilayah yang terbatas lahan pertaniannya seperti di kota-kota
besar. Selain itu juga, tujuan dari program urban farming ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan pangan, khususnya sayur mayur dan buah-buahan masyarakat perkotaan serta
menambah pendapatan masyarakat perkotaan dengan menjual hasil panen tanaman
hortikulura tersebut.
2. Evaluasi Semu Program Urban Farming (Pertanian Kota)

Kota yang telah menerapkan program urban farming (pertanian kota) di Indonesia
adalah Kota Surabaya. Program ini telah dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan
sejak tahun 2008 dengan kegiatan budidaya ikan dan untuk bidang holtikutura mulai
serius dikembangkan pada tahun 2010. Setelah Surabaya, masih ada kota-kota lain di
Indonesia yang menerapkan program urban farming dengan komunitas sebagai
penggerak utamanya program ini, seperti Kota Bandung dan Kota Jakarta. Maka dari itu
tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengevaluasi program urban farming ini
berdasarkan dengan pendekatan evaluasi semu.
Menurut Dunn (2000), Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan
yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan.
Dunn (2000) menyatakan bahwa bentuk-bentuk utama dari evaluasi semu
mencakup berbagai pendekatan untuk pemantauan, yaitu akuntansi sosial, eksperimentasi
sosial, pemeriksaan sosial dan sintesis riset dan praktek. Berikut ini merupakan
pendekatan-pendekatan pemantauan dari evaluasi semu.
2.1 Akuntansi Sosial
Akuntansi sistem sosial (social system accounting) adalah suatu pendekatan metode
yang memungkinkan analis memantau perubahan kondisi sosial yang obyektif dan
subyektif dari waktu ke waktu (Dunn, 2000) . Unsur analitis yang penting dari
akuntansi sistem sosial adalah indikator sosial. Indikator adalah statistik yang
mengukur kondisi perubahan sosial dari waktu ke waktu untuk berbagai segmen
populasi.
Pada program urban farming, ada beberapa indikator untuk mengukur perubahan
akibat dampak dari program tersebut. Indikator yang digunakan adalah indeks
polusi udara, nilai estetika kota dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagai
contoh adalah Kota Surabaya, karena kota ini telah mengimplementasikan program
urban farming, tingkat polusi udara di Kota Surabaya pada tahun 2011 sebesar
5.269.460 ton CO2/tahun Dari indikator nilai estetika, Kecamatan-Kecamatan yang
melaksanakan program urban farming di Kota Surabaya memiliki estetika yang
lebih baik dibandingkan dengan Kecamatan yang tidak melaksanakan program
urban farming ini. Sedangkan dari indikator kesejahteraan masyarakat, program

urban farming telah telah menghasilkan/memberi tambahan pendapatan rata-rata


>Rp. 90.000 (26,3%) dan rata-rata tambahan pendapatan <Rp. 10.000 (24,1%)
setiap panen.
2.2 Eksperimentasi Sosial
Eksperimentasi sosial adalah proses memanipulasi tindakan kebijakan secara
sistematis sedemikian rupa sehingga memungkinkan diperolehnya jawaban yang
cukup tepat terhadap persoalan sumber daya mana yang mengubah hasil kebijakan
(Dunn, 2000).
Eksperimentasi sosial berguna untuk memperlihatkan penilaian yang cermat apakah
tindakan kebijakan kebijakan tertentu membuahkan suatu hasil. Pada program
urban farming, khususnya program urban farming yang telah dilaksanakan di Kota
Surabaya, Dinas pertanian menyatakan bahwa 76 sukses membantu masyarakat
miskin yang berada di perkotaan untuk menambah penghasilannya dengan
menyesuaikan pada terbatasnya lahan perkotaan serta menjaga kualitas makanan
yang dikonsumsi. Sedangkan 24 gagal dalam program urban farming ini karena
program ini bersifat memaksa padahal lahan perkotaan yang ada tidak mencukupi
dan lemahnya pengawasan pihak-pihak yang berwenang.
2.3 Pemeriksaan Sosial
Pemeriksaan sosial secara eksplisit memantau hubungan antara masukan, proses,
keluaran dan dampak sebagai usaha untuk mengikuti masukan kebijakan (Dunn,
2000).
Pada program urban farming, masukannya adalah masyarakat perkotaan, lahan
kosong, tanaman hortikultura, dan ukuran sumberdaya urban farming lainnya.
Keluaran yang dikaji adalah tingkat polusi dan kesejahteraan masyarakat perkotaan
setelah adanya program urban farming ini.
2.4 Sintesis Riset dan Praktek
Sintesis riset dan praktek merupakan pendekatan pemantauan yang menerapkan
kompilasi, perbandingan dan pengujian secara sistematis terhadap hasil-hasil dari
implementasi kebijakan publik di masa lampau (Dunn, 2000).
Pada program urban farming yang ada di Indonesia, khususnya Kota Surabaya
yang telah mengimplementasikan program urban farming ini, telah dilakukan
penelitian sebelumnya terkait dengan evaluasi kebijakan urban farming tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Bagian Kesejahteraan Rakyat pemerintah Kota


Surabaya (2010) berjudul Evaluasi pelaksanaan Urban Farming memiliki
kesimpulan bahwa pelaksanaan urban farming bermanfaat bagi masyarakat sebesar
71,4%. Tingkat keberhasilan juga ditandai dengan keberhasilan panen yang
mencapai 64,7% dengan pemanfatan 38,3% dikonsumsi sendiri, 2,3% dijual, serta
kombinasi dijual dan dikonsumsi sendiri mencapai 38,3% dengan rata-rata waktu
perawatan 3-4 bulan. Meski urban farming tidak ditujukan untuk produksi masal,
namun dari pogram tersebut telah menghasilkan/memberi tambahan pendapatan
rata-rata >Rp. 90.000 (26,3%) dan rata-rata tambahan pendapatan <Rp. 10.000
(24,1%) setiap panen.
Penelitian Nuhfil Hanani AR yang berjudul ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
(2010) menunjukkan bahwa di Amerika pertanian kota mempunyai peranan dalam
pengurangan kemiskinan, kerawanan pangan dan mengatasi permasalahan sampah.
Pertanian kota dapat menjamin ketersediaan pangan yang segar dan bergizi,
sehingga meningkatkan asupan sayuran dan buah dan dapat menghemat
pengeluaran 15-30 persen anggaran pada pangan. Dari perbandingan kedua
penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya urbanisasi merupakan tantangan pada masa mendatang. Oleh karena
itu, pertanian kota di Indonesia perlu dipikirkan untuk dikembangkan dalam rangka
mengantisipasi permasalahan kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, banjir,
penurunan panas kota, efesiensi energi, kualitas udara, perubahan iklim, hilangnya
habitat, dan pencegahan kejahatan.

3. Kesimpulan
Hasil evaluasi semu dari program urban farming yang ada di Indonesia, khususnya Kota
Surabaya yang dijadikan contoh karena telah melaksanakan program urban farming ini,
maka ada beberapa indikator dalam pelaksanaan program urban farming tersebut, yaitu
indeks polusi udara, nilai estetika kota dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat
polusi udara di Kota Surabaya pada tahun 2011 sebesar 5.269.460 ton CO 2/tahun Dari
indikator nilai estetika, Kecamatan-Kecamatan yang melaksanakan program urban
farming di Kota Surabaya memiliki estetika yang lebih baik dibandingkan dengan

Kecamatan yang tidak melaksanakan program urban farming ini. Sedangkan dari
indikator

kesejahteraan

masyarakat,

program

urban

farming

telah

telah

menghasilkan/memberi tambahan pendapatan rata-rata >Rp. 90.000 (26,3%) dan rata-rata


tambahan pendapatan <Rp. 10.000 (24,1%) setiap panen. Sehingga dari hasil indikator
tersebut dapat disimpulkan bahwa program urban farming ini harus dilakukan perbaikan
secara terus-menerus agar program urban farming ini menjadi program yang
berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Dunn, William. 2000. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Biondy, Brian. 2011. Evaluasi Program Urban Farming di Kota Surabaya.
http://brianbiondy.blogspot.com/2011/06/evaluasi-program-urban-farming-diArya,

kota.html (tanggal akses 21 April 2013)


Romy Pradhana. 2011. Pertanian

dalam

Kota

(Urban

Farming).

http://romypradhanaarya.wordpress.com/2011/05/11/pertanian-dalam-kota-urbanfarming/ (tanggal akses 21 April 2013)

Anda mungkin juga menyukai