TEV Urban Farming
TEV Urban Farming
NIM
: 10610009
Kota yang telah menerapkan program urban farming (pertanian kota) di Indonesia
adalah Kota Surabaya. Program ini telah dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan
sejak tahun 2008 dengan kegiatan budidaya ikan dan untuk bidang holtikutura mulai
serius dikembangkan pada tahun 2010. Setelah Surabaya, masih ada kota-kota lain di
Indonesia yang menerapkan program urban farming dengan komunitas sebagai
penggerak utamanya program ini, seperti Kota Bandung dan Kota Jakarta. Maka dari itu
tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengevaluasi program urban farming ini
berdasarkan dengan pendekatan evaluasi semu.
Menurut Dunn (2000), Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan
yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan.
Dunn (2000) menyatakan bahwa bentuk-bentuk utama dari evaluasi semu
mencakup berbagai pendekatan untuk pemantauan, yaitu akuntansi sosial, eksperimentasi
sosial, pemeriksaan sosial dan sintesis riset dan praktek. Berikut ini merupakan
pendekatan-pendekatan pemantauan dari evaluasi semu.
2.1 Akuntansi Sosial
Akuntansi sistem sosial (social system accounting) adalah suatu pendekatan metode
yang memungkinkan analis memantau perubahan kondisi sosial yang obyektif dan
subyektif dari waktu ke waktu (Dunn, 2000) . Unsur analitis yang penting dari
akuntansi sistem sosial adalah indikator sosial. Indikator adalah statistik yang
mengukur kondisi perubahan sosial dari waktu ke waktu untuk berbagai segmen
populasi.
Pada program urban farming, ada beberapa indikator untuk mengukur perubahan
akibat dampak dari program tersebut. Indikator yang digunakan adalah indeks
polusi udara, nilai estetika kota dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagai
contoh adalah Kota Surabaya, karena kota ini telah mengimplementasikan program
urban farming, tingkat polusi udara di Kota Surabaya pada tahun 2011 sebesar
5.269.460 ton CO2/tahun Dari indikator nilai estetika, Kecamatan-Kecamatan yang
melaksanakan program urban farming di Kota Surabaya memiliki estetika yang
lebih baik dibandingkan dengan Kecamatan yang tidak melaksanakan program
urban farming ini. Sedangkan dari indikator kesejahteraan masyarakat, program
3. Kesimpulan
Hasil evaluasi semu dari program urban farming yang ada di Indonesia, khususnya Kota
Surabaya yang dijadikan contoh karena telah melaksanakan program urban farming ini,
maka ada beberapa indikator dalam pelaksanaan program urban farming tersebut, yaitu
indeks polusi udara, nilai estetika kota dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat
polusi udara di Kota Surabaya pada tahun 2011 sebesar 5.269.460 ton CO 2/tahun Dari
indikator nilai estetika, Kecamatan-Kecamatan yang melaksanakan program urban
farming di Kota Surabaya memiliki estetika yang lebih baik dibandingkan dengan
Kecamatan yang tidak melaksanakan program urban farming ini. Sedangkan dari
indikator
kesejahteraan
masyarakat,
program
urban
farming
telah
telah
dalam
Kota
(Urban
Farming).