Anda di halaman 1dari 4

Kasus vaksin palsu yang saat ini sedang hangat diperbincangkan, sukses menjadi sorotan publik

seantero Indonesia bahkan dunia. Hadirnya vaksin palsu membuat resah masyarakat terlebih bagi
para orang tua. Serangkaian pengusutan terhadap kasus ini dimulai dari badan yang berwenang
mengawasi obat hingga tempat pelayanan kesehatan pun terus dilakukan untuk menemukan titik
terang.
Menjadi hal yang perlu dikaji dan ditelusuri lebih lanjut oleh semua pihak berwenang, selain
profesi kesehatan atau tenaga medis, ada pula Kementrian Kesehatan yang menjadi payung
penanggung jawab kesehatan di Indonesia, serta BPOM yang berperan mengawasi peredaran
obat, hingga Bareskrim Porli dalam melakukan penyidikan langsung ke lokasi kejadian yang
sampai saat ini telah diketahui 14 rumah sakit yang melakukan praktik pemberian vaksin palsu
dengan 23 tersangka terlibat sebagai produsen vaksin palsu.
Vaksin adalah sebuah produk farmasi yakni bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan
kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh
infeksi. Dalam pembuatan vaksin, kewenangan sepenuhnya jatuh kepada Apoteker dimulai dari
bahan baku, produk, distribusi, sarana pelayanan, memberikan kepada pasien serta informasi
khasiat, efek samping, hingga interaksinya dimana hal ini termaktub dalam UU 36 Tahun 2009
pasal 108 tentang praktik kefarmasian.
Santer terdengar adanya berita TV swasta terkait produsen vaksin palsu yang disebutkan bahwa
oknum yang terlibat didalamnya banyak lulusan apoteker. Berita tersebut tidaklah benar adanya,
tidak ada satupun lulusan apoteker yang terlibat dalam kasus ini. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker
Indonesia (PP IAI) merasa keberatan akan pemberitaan ini yang dirasa sangat merugikan nama
baik profesi apoteker sehingga PP IAI meminta klarifikasi terkait pemberitaan TV swasta
tersebut.
Melalui surat nomor B1.176/PP-IAI/1418/VII/2016 yang ditujukan kepada Dewan redaksi TV,
berisi 2 poin penting yakni:
1.
2.

Pemberitaan sangat tidak akurat sehingga merugikan nama baik profesi apoteker
Informasi yang tidak benar tersebut, sangat merugikan nama baik profesi Apoteker dan
organisasi IAI. Kondisi itu diperparah dengan pemberitaan yang berulang-ulang di media,
sehingga berita tidak akurat tersebut semakin tersebar luas di tengah masyarakat. Salah satu
dampaknya adalah terjadinya salah persepsi di masyarakat atas prodesi mulia dari apoteker
yang menjadi penjaga gawang peredaran obat selama ini.
Surat ini ditandatangani oleh Ketua Umum PP IAI, Drs. Nuruh Falah Eddy Pariang, Apt. dan
Sekjen PP IAI Noffendri, S.Si, Apt., pada 16 Juli 2016. Kemudian pada tanggal 18 Juli 2016
Sekjen Pengurus Pusat IAI Noffendri, S.Si, Apt. menegaskan kembali dalam stasiun TV tersebut
bahwa tidak ada satupun lulusan apoteker yang terlibat kasus vaksin palsu dan menegaskan pula
bahwa tugas dan wewenang apoteker adalah menjamin bahan baku, produk, distribusi, pelayanan
konseling kepada pasien.
Menurut Ketua PP IAI Pusat Nurul Falah Eddy dalam acara ILC yang berjudul Vaksin Palsu
Terbongkar Bagaimana dengan Obat? disebutkan bahwa sumber utama dari maraknya
pemalsuan vaksin adalah tidak dilakukannya pembelian vaksin ke distributor utama yang resmi
diakui pemerintah dan dalam pengadaan ketersediaan vaksin tersebut sistemnya tidak dilakukan
oleh ahli yang mempunyai kompetensi di bidang kefarmasian, dalam hal ini adalah apoteker.

Apoteker (berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004) adalah


sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai Apoteker, sedangkan Pekerjaan Kefarmasian (menurut Peraturan Pemerintah
No. 51 tahun 2009) adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.
Disini sudah jelas bahwa bagaimana peran spesifik seorang apoteker terhadap sediaan farmasi
termasuk vaksin bila dibandingkan dengan profesi kesehatan lain seperti bidan, perawat bahkan
dokter sekali pun. Berdasarkan beberapa berita yang beredar, disebutkan bahwa tenaga medis
bidan dan dokter melengkapi peredaran vaksin palsu di salah satu rumah sakit di Jakarta Timur
seperti yang diungkapkan oleh Ibu Menteri Kesehatan Nila F Moeloek saat rapat dengar
pendapat dengan Komisi IX DPR RI. Keadaan tersebut sangat miris, bagaimana oknum
paramedis tak bertanggung jawab yang mengambil alih peran apoteker sehingga fungsi apoteker
sungguhan menjadi terabaikan.
Selain peran apoteker yang tidak berfungsi, vaksin palsu dapat tersebar ke beberapa rumah sakit
diakibatkan karena tidak berjalannya Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dalam mengawasi
peredaran obat di rumah sakit, hal ini diduga karena ketiadaan anggaran dana dari pemerintah
sehingga keberadaannya diabaikan, padahal sejatinya memiliki peran yang strategis. Kemudian
adanya pengadaan vaksin selain dari instalasi farmasi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya
terdapat oknum paramedik lain yang terlibat. Misalnya saja ketika stok vaksin kosong, ada
pihak-pihak yang mencoba menangkap peluang lantas kemudian menawarkan ke dokter. Jelasjelas bahwa di rumah sakit telah diatur sistem pengadaan obat dan alat kesehatan melalui
instalasi farmasi yang tertera dalam UU No 44 Tahun 2009 pasal 15. Jadi seharusnya sistem
pegadaan kefarmasian di rumah sakit adalah satu pintu, tidak ada pengadaan lain selain instalasi
farmasi. Dengan adanya sistem pengadaan melalui instalasi farmasi maka akan mencegah
masuknya produk palsu karena sudah menjadi tugas apoteker menjaga kualitas, keamanan
produk, berkhasiat atau tidak. Jadi, lagi-lagi fungsi apoteker lah yang akan menjaga produk yang
aman digunakan dirumah sakit untuk meminimalisir adanya produk palsu.
Di pihak lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai yang bertanggung jawab
atas keamanan mutu mengakui ada kelemahan dalam pengawasan atas peredaran vaksin palsu,
yang diperkirakan sudah terjadi sejak tahun 2003 lalu. Dalam pertanyaan pers di Jakarta,
pelaksana Tugas Kepala Badan POM Tengku Bahdar Johan Hamid mengatakan pihaknya
sebenarnya telah menindaklanjuti keberadaan vaksin palsu di sarana kesehatan masyarakat sejak
tahun 2008, namun tetap saja ada yang lolos.
Serangkaian penyelidikan dan pembuktian terkait kasus ini masih terus dilakukan, guna
mengetahui pihak manakah yang paling berpengaruh besar dalam peredaran vaksin palsu.
Masyarakat farmasi mungkin bersyukur karena tidak adanya keterlibatan apoteker dalam kasus
vaksin palsu, namun menjadi sebuah evaluasi besar untuk para apoteker agar memaksimalkan
profesionalismenya dimulai pada saat dibangku perkuliahan dengan program IPE
(Interprofesional education) dimana mahasiswa profesi kesehatan melakukan kuliah bersama
untuk membangun kolaborasi tenaga kesehatan hingga pada saat praktik dengan menerapkan
pharmaceutical care yang berorientasi pada pasien, serta tetap teguh dengan integritasnya sesuai

dengan sumpah profesinya dan yang menjadi solusi terbesar saat ini yakni meningkatkan peran
apoteker secara komprehensif di rumah sakit agar kasus vaksin palsu tidak terulang kembali.

Referensi
Daries, Azwar. 2014. Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang: Duwo Okta.
Hakim, Saifudin. 2015. Imunisasi: Lumpuhkan Generasi? Menjawab Tuduhan Ummu Salamah.
Yogyakarta: Pustaka Muslim
Tersedia di: http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2016/07/16/stok-kosong-bukanalasan-rs-terima-sembarang-vaksin-374878 (diakses tanggal 24 Juli 2016)
Tersedia di: http://ikatanapotekerindonesia.net/news/berita-organisasi/ketua-pp-iaidi-ilc (diakses tanggal 24 Juli 2016)
Tersedia di: http://nasional.sindonews.com/read/1124253/15/jangan-sepenuhnyasalahkan-dokter-dan-rs-terkait-vaksin-palsu-1468830806 (diakses tanggal 24 Juli
2016)
Tersedia di: http://indopos.co.id/cegah-vaksin-palsu-dokter-bidan-diminta-pembelianjadi-satu-pintu/ (diakses tanggal 24 Juli 2016)
Tersedia di: http://www.kompasiana.com/kusnoharyanto/vaksin-palsu-akibatmereka-bermain-apoteker-apotekeran_5788aef2c022bdb8083e2af (diakses tanggal
24 Juli 2016)

Sumber:
http://farmasetika.com/2016/07/17/pp-iai-berita-metro-tv-terkait-produsen-vaksin-palsumerugikan-profesi-apoteker/

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160628_indonesia_vaksin_bpom

Anda mungkin juga menyukai