Anda di halaman 1dari 2

Nama : Pande Nyoman Frans Wirawan

No/Kelas : 27/8B DIV Akuntansi Reguler


Thin Capitalization Rules di Indonesia setelah 31 Tahun Ditangguhkan
Praktek tax avoidance semakin hari semakin marak dilakukan oleh para
usahawan demi memaksimalkan keuntungan mereka, selain dengan melakukan
profit shifting, salah satu bentuk lain dari tax avoidance adalah praktek thin
capitalization. Karakteristik utama dari perusahaan yang menerapkan thin
capitalization

adalah

perusahaan

multinasional

yang

dalam

pembiayaan

operasionalnya dimana utang menjadi instrumen yang lebih diutamakan dalam


struktur keuangan (capital structure) karena biaya bunga pinjaman menjadi
pengurang penghasilan kena pajak, berbeda dengan dividen yang tidak menjadi
pengurang penghasilan kena pajak. Menanggapi perkembangan tersebut,
banyak negara memperkenalkan thin capitalization rules, yang membatasi
jumlah pembayaran bunga kepada entitas dengan hubungan istimewa yang
dapat dikurangkan dari dasar pengenaan pajak perusahaan (Haufler & Runkel,
2008).
Amerika

Serikat

merupakan

salah

satu

negara

yang

pertama

kali

memperkenalkan earnings stripping rule pada tahun 1989 dan pada tahun 1997
mengubahnya

dengan

memfasilitasi

penggunaan

internal

debt

sebagai

instrument penghematan pajak, kemudian diikuti oleh negara-negara Uni-Eropa


pada tahun 2002, namun bagaimana dengan Indonesia? Indonesia pun
sebenarnya

telah

menerbitkan

KMK

Nomor

1002/KMK.04/1984

tentang

Penentuan Perbandingan Utang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan


Pajak Penghasilan pada tahun 1984, namun pelaksanaan peraturan tersebut
ditunda

melalui

KMK

Nomor

254/KMK.01/1985

dikarenakan

terdapat

kekhawatiran dapat menghambat perkembangan dunia usaha pada saat itu. 31


tahun berselang, akhirnya melalui PMK 169/PMK.010/2015 (selanjutnya PMK169/2015) mengenai Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal
Perusahaan

untuk

Keperluan

Perhitungan

Pajak

Penghasilan

pemerintah

Indonesia memastikan sikapnya melalui thin capitalization rules tersebut. Namun


apakah penerapan PMK-169 tepat untuk diterapkan di Indonesia?
Thin capitalization rules tipically limit interest deduction if the debt-capital
ratio related to shareholders is above a certain threshold, (Buettner et all.,
2007). Pada PMK-169/2015, ambang batas debt to equity ratio (DER) yang
berupa fixed ratio adalah 4:1, hal ini berarti pemerintah mengijinkan jumlah

utang adalah empat kali dari jumlah modal. Pendekatan DER ini cocok digunakan
di Indonesia dibandingkan pendekatan arms length transaction (dengan meneliti
kewajaran) dikarenakan kapasitas sistem administrasi perpajakan di Indonesia
yang masih tergolong lemah. Namun pendekatan ini memiliki kelemahan dimana
pendekatan fixed ratio tidak mempertimbangkan kenyataan bisnis.
Batas maksimal DER yang digunakan pada umumnya di berbagai negara
adalah 3:1, sedangkan batas maksimal yang disebutkan pada PMK-169/2015
adalah 4:1. Angka ini seolah menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia
memberikan sedikit kelonggaran bagi Wajib Pajak untuk memiliki pinjaman yang
lebih besar. Namun hal ini dapat berimplikasi positif karena dapat mendorong
ekspansi

dan

perkembangan

usaha,

sehingga

dapat

memperluas

basis

penerimaan pajak selain pajak penghasilan, contohnya PPN.


Menurut hasil penelitian Andreas Haufler dan Marco Runkel pada tahun
2011, menunjukkan salah satunya bahwa negara dengan jumlah populasi yang
kecil, tidak hanya memilih tarif pajak perusahaan yang lebih rendah, tapi juga
memilih thin capitalization rules yang lebih longgar. Sehubungan dengan hasil
penelitian tersebut, menilik jumlah populasi Indonesia yang besar, dan faktorfaktor yang telah dijelaskan sebelumnya, penerapan thin capitalization rules
melalui PMK-169/2015 merupakan langkah yang tepat.
DAFTAR REFERENSI
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169.PMK.010/2015 tentang Penentuan
Besarnya

Perbandingan

Antara

Utang

dan

Modal

Perusahaan

Untuk

Keperluan

Penghitungan Pajak Penghasilan.


Darussalam dan B. Bawono Kristiaji. 2015. Telaah Konstruktif Debt to Equity Ratio di Indonesia.
Haufler Andreas dan Marco Runkel. 2008. Multinationals Capital Structures, Thin Capitalization
Rules, and Corporate Tax Competition. University of Munich & University of Magdeburg.
Haufler Andreas dan Marco Runkel. 2011. Firms Financial Choices and Thin Capitalization Rules
Under Corporate Tax Competition. University of Munich & University of Magdeburg.

Anda mungkin juga menyukai