Anda di halaman 1dari 20

BEBAN PENYUSUTAN

Disusun oleh:
KELOMPOK VIII:
Boston Hatorangan Manurung (11)
Dewi Nikmal Maula Handayani (13)
Irvan Pratama Putra (21)
Pande Nyoman Frans Wirawan (31)
Yunis Kripsiawan Watu Aji (40)

154060006507
154060006509
154060006517
154060006527
154060006536

KELAS 7D
DIPLOMA IV REGULER
JAKARTA, 2015

DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Pembahasan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Pengakuan Pendapatan dan Belanja.............................................................................3
1. Pengakuan Pendapatan sesuai Prinsip Akrual.......................................................3
2. Pengakuan Pendapatan sesuai Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia......3
3. Pengakuan Belanja/Beban sesuai Prinsip Akrual.................................................5
4. Pengakuan Belanja sesuai Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia............6
5. Pembahasan Penelitian Sebelumnya.....................................................................8
B. Kontorversi Pengakuan Pendapatan dan Belanja antara Prinsip Akrual dengan
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia..............................................................8
1. Kontroversi Pengakuan Pendapatan antara prinsip akrual dengan peraturan
perundang-undangan di Indonesia........................................................................8
2. Kontroversi Pengakuan Pendapatan antara prinsip akrual dengan peraturan
perundang-undangan di Indonesia......................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................................13
A. Simpulan.....................................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................................14
Daftar Pustaka........................................................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
...
B. Rumusan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian kali
ini adalah sebagai berikut:
A. Penyusutan Aset Tetap Pemerintah Pusat / Barang Milik Negara (BMN)
1. Pengertian Penyusutan
2. Tujuan dan Arti Penting Penyusutan
3. Prasyarat Penyusutan
4. Metode Penyusutan
5. Penghitungan dan Pencatatan Penyusutan
6. Penyajian dan Pengungkapan Penyusutan
B. Hal-hal khusus Terkait dengan Penyusutan dan Permasalahannya
1. Penyusutan Pertama Kali
2. Pemanfaatan Aset Tetap yang Seluruh Nilainya Sudah Disusutkan
3. Penjualan Aset Tetap yang Seluruh Nilainya Sudah Disusutkan
4. Tukar Menukar Aset Tetap
5. Perbaikan Aset Tetap yang Menambah Masa Manfaat atau Kapasitas Manfaat
6. Penyusutan Aset Tetap Secara Berkelompok
7. Penyusutan Aset Tetap yang diperoleh di Tengah Tahun
8. Perubahan Estimasi dan Konsekuensinya
9. Perhitungan Penyusutan Aset Tetap yang Dilepaskan di Tengah Periode Akuntansi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyusutan Aset Tetap Pemerintah Pusat / Barang Milik Negara (BMN)
1. Pengertian Penyusutan
Menurut Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 PSAP Nomor 07 Paragraf 53
Penyusutan didefinisikan sebagai alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap
yang dapat disusutkan selama masa manfaat yang bersangkutan.
PSAP 07 mengatur penyusutan pada bagian pengukuran aset tetap dan penyajiannya.
Paragraf 52 hingga 58 PSAP 07 menguraikan perihal penyusutan sebagai berikut:
52. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut
dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan
penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada
masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas.
53. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang
dapat disusutkan selama masa manfaat aset yang bersangkutan.
54. Niai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang
nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan dalam laporan
operasional.
55. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang
sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode yang digunakan harus dapat
menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan jasa yang akan
mengalir ke pemerintah.
56. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara
periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya,
penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan
penyesuaian.
57. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain: (a) metode garis
lurus (straightline method), (b) metode saldo menurun ganda (double
declining method), (c) metode unit produksi (unit of production method).
58. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan seluruh aset tetap
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
2. Tujuan dan Arti Penting Penyusutan
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.06/2013 tentang Penyusutan
Barang Milik Negara berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat sebagaimana
telah diubah dua kali dengan PMK Nomor 90/PMK.06/2014 dan PMK

247/PMK.06/2014

(yang

selanjtunya

disebut

PMK

Tahun

2013

dan

Perubahannya), dijelaskan dalam pasal 3 bahwa tujuan penyusutan yaitu untuk:


a. menyajikan nilai Aset Tetap secara wajar sesuai dengan manfaat ekonomi aset
dalam laporan keuangan pemerintah pusat;
b. mengetahui potensi BMN dengan memperkirakan sisa Masa Manfaat suatu BMN
yang masih dapat diharapkan dapat diperoleh dalam beberapa tahun ke depan;
c. memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam
menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal untuk mengganti atau
menambah Aset Tetap yang sudah dimiliki.
Adapun arti penting penyusutan menurut Buletin Teknis Standar Akuntansi
Pemerintah Nomor 18 tentang Akuntansi Penyusutan Berbasis Akrual (yang
selanjutnya diebut Bultek SAP Nomor 18), dijelaskan beberapa arti penting
penyusutan sebagai berikut:

a. menyajikan informasi tentang nilai aset tetap secara memadai agar dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan asset
b. memungkinkan pemerintah untuk setiap tahun memperkirakan sisa manfaat suatu
aset tetap yang diharapkan dapat diperoleh dalam masa beberapa tahun ke depan.
c. memungkinkan pemerintah mendapat suatu informasi tentang keadaan potensi
aset yang dimilikinya. Hal ini akan memberi informasi kepada pemerintah suatu
pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam menganggarkan berbagai
belanja pemeliharaan atau bahkan belanja modal untuk mengganti atau menambah
aset tetap yang sudah dimiliki.
3. Prasyarat Penyusutan
Menurut Bultek SAP Nomor 18, permasalahan dalam akuntansi penyusutan asset
tetap pada umumnya adalah penentuan jenis asset yang disusutkan, jumlah yang dapat
disusutkan, metode penyusutan dan penentuan masa manfaat keekonomian. Dengan
menyadari permasalahan tersebut maka prasyarat penyusutan yang harus dipenuhi
sebagai berikut:
a. Identitas Aset yang Kapasitasnya Menurun
Aset tetap harus dapat diidentifikasi sehingga dapat dibedakan antara aset
tetap yang dapat menurun kapasitas dan manfaatnya dengan aset yang tidak
menurun kapasitas dan manfaatnya. Aset yang kapasitas dan manfaatnya menurun
adalah peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan
sebagainya. Sedangkan asset yang tidak menurun kapasitas dan manfaatnya atau
bahkan bertambah nilainya adalah tanah dan konstruksi dalam pengerjaan. Aset
tetap yang dapat menurun kapasitas dan manfaatnya akan memerlukan
3

penyesuaian nilai, sehingga perlu disusutkan. Sebaliknya, aset tetap yang tidak
menurun kapasitas dan manfaatnya tidak perlu disusutkan.
Identitas asset yang kapasitasnya menurun dapat dikatakan juga sebagai objek dari
penyusutan. Penjelasan identitas asset yang kapasitasnya menurun dalam Bultek
SAP Nomor 18 sejalan dengan Pasal 4 PMK Nomor 1 Tahun 2013 dan
Perubahannya yang menjelaskan bahwa objek penyusutan terdiri dari:
1) Gedung dan bangunan;
2) Peralatan dan Mesin;
3) Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
4) Aset Tetap lainnya berupa Aset Tetap renovasi dan alat musik modern;
5) Aset Tetap yang direklasifikasikan sebagai Aset Lainnya dalam neraca berupa
Aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga dan Aset Idle.
Adapun yang bukan merupakan objek penyusutan menurut pasal 4 ayat (3) PMK
Nomor 1 Tahun 2013 dan Perubahannya yaitu:
1) Aset tetap yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah dan
telah diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusannya
2) Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan/atau usang yang telah diusulkan
kepada Pengelola Barang untuk dipindahtangankan, dimusnahkan, atau
dihapuskan.
b. Nilai yang dapat Disusutkan
Menurut Bultek SAP Nomor 18, PSAP menganut nilai historis. Nilai aset tetap
yang diakui secara umum adalah nilai perolehannya, kecuali karena kondisi yang
tidak memungkinkan perolehan nilai historis. Tanpa mengetahui nilai perolehan
aset tetap, maka nilai aset tetap yang dapat disusutkan tidak dapat dihitung. Selain
itu, nilai perolehan pun menjadi faktor penentu besarnya nilai buku. Nilai buku
diperoleh dari pengurangan nilai perolehan dengan nilai akumulasi penyusutan.
Sebelum penerapan SAP, entitas pemerintah mencatat nilai aset tetap dengan
pengukuran yang berbeda dengan berbagai acuan. Dengan berlakunya SAP maka
penilaian aset tetap harus disesuaikan dengan pedoman yang diatur dalam Buletin
Teknis Penyusunan Neraca Awal. Nilai wajar yang sesuai dengan SAP akan
menjadi dasar dalam menentukan nilai aset tetap yang dapat disusutkan.
Lebih teknis lagi, Pasal 9 PMK Nomor 1 Tahun 2013 dan perubahannya mengatur
mengenai nilai yang dapat disusutkan sebagai berikut:
1) Nilai yang dapat disusutkan pertama kali merupakan nilai buku per 31
Desember 2012 untuk Aset Tetap yang diperoleh sampai dengan 31 Desember
2012;
2) Nilai buku sebagaimana dimaksud pada poin 1) di atas merupakan nilai yang
tercatat dalam pembukuan;
4

3) Untuk Aset Tetap yang diperoleh setelah 31 Desember 2012, nilai yang dapat
disusutkan merupakan nilai perolehan
4) Dalam hal nilai perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
diketahui, digunakan nilai wajar yang merupakan nilai estimasi.
c. Masa Manfaat dan Kapasitas Aset Tetap
Menurut Bultek SAP Nomor 18 suatu aset disebut sebagai aset tetap karena
manfaatnya dapat dinikmati lebih dari satu tahun atau satu periode akuntansi.
Ukuran manfaat itu sendiri berbeda-beda. Ada yang dapat diukur dengan indikator
yang terkuantifikasi dan ada yang tidak. Aset tetap yang manfaatnya dapat diukur
dengan indicator yang terkuantifikasi atau indicator total unit manfaat potensial
perhitungan

penyusutannya

secara

individual

atau

secara

berkelompok

membutuhkan ketetapan prakiraan tentang total unit manfaat potensial. Manfaat


aset dengan indikator manfaat yang spesifik ini secara teknis akan bergantung
pada karakteristik fisik atau teknologi, cara pemanfaatan, atau intensitas
pemanfaatannya juga. Oleh karena itu, untuk jenis asset tetap seperti ini dapat
menggunakan metode penyusutan unit produksi. Adapun asset tetap yang
manfaatnya tidak dapat diukur dengan indicator yang terkuantifikasi atau tidak
mempunyai unit manfaat yang dapat dihitung dengan spesifik, dipakailah
indikator pengganti seperti prakiraan potensi masa manfaat. Untuk tipe asset tetap
yang menggunakan indicator prakiraan potensi masa manfaat maka perhitungan
penyusutannya secara individual atau secara berkelompok membutuhkan
ketetapan prakiraan tentang masa manfaatnya. Masa manfaat ini secara teknis
akan bergantung dari karakteristik fisik atau teknologi, cara pemanfaatan, atau
intensitas pemanfaatannya. Terhadap aset tetap seperti ini, yang indikasi potensi
manfaatnya dikaitkan dengan panjang masa manfaat, dapat dipilih metode
penyusutan garis lurus atau saldo menurun berganda. Dalam hal ini, masa manfaat
akan menjadi dasar perhitungan penyusutan.
Dalam pasal 13 ayat (1) PMK Nomor 1 Tahun 2013 dan Perubahannya
dijelaskan bahwa dalam menentukan masa manfaat haru memperhatikan faktorfaktor prakiraan sebagai berikut:
1) daya pakai;
2) tingkat keausan fisik dan/atau keusangan; dan
3) ketentuan hukum atau batasan sejenis lainnya atas pemakaian asset.
Pasal 13 ayat (4) PMK yang sama juga menjelaskan bahwa masa manfaat
dapat dilakukan perubahan dalam hal:
1) terjadi perubahan karakteristik fisik/penggunaan Aset Tetap;
5

2) terjadi perbaikan Aset Tetap yang menambah Masa Manfaat; atau


3) terdapat kekeliruan dalam penetapan Masa Manfaat Aset Tetap yang baru
diketahui di kemudian hari.
Penentuan masa manfaat untuk Aset Tetap Pemerintah Pusat / BMN telah
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/KM.6/2013 tentang Tabel
Masa Manfaat dalam Rangka Penyusutan BMN berupa Aset Tetap pada
Pemerintah Pusat. Dengan adanya KMK ini maka satker/entitsd pada pemerintah
pusat berpedoman kepada keputusan ini dalam menetapkan masa manfaat asset
tetapnya untuk keperluan perhitungan penyusutan.
4. Metode Penyusutan
Metode penyusutan, menurut PSAP 07 Paragraf 57, yang dapat digunakan yaitu
metode garis lurus, saldo menurun ganda, dan unit produksi. Namun dalam peraturan
lebih teknis yaitu PMK Nomor 1 Tahun 2013 dan Perubahannya pada pasal 18
dijelaskan bahwa metode penyusutan Barang Milik Negara (BMN) berupa Aset Tetap
pada entitas Pemerintah Pusat memilih menggunakan metode garis lurus di mana
menggunakan nilai disusutkan tanpa nilai sisa. Rumus penyusutan menggunakan
metode garis lurus dapat digambarkan sebagai berikut:

5. Penghitungan dan Pencatatan Penyusutan


Berdasarkan Bultek SAP Nomor 18, terdapat beberapa langkah dalam melakukan
perhitungan dan pencatatan penyusutan sebagai berikut:
a. Hitung dan catat porsi penyusutan untuk tahun berjalan dengan menggunakan
rumus untuk metode yang dipilih/ditetapkan;
b. Lakukan perhitungan dan pencatatan penyusutan aset tetap tersebut secara
konsisten sampai pada akhir masa manfaat aset dengan mendebit akun Beban
Penyusutan dan mengkredit Akumulasi Penyusutan;
c. Susun Daftar Penyusutan guna memfasilitasi perhitungan penyusutan tahun-tahun
berikutnya.
Dalam makalah ini, kami hanya akan membahas penghitungan dan pencatatan
penyusutan menggunakan metode garis lurus karena metode garis lurus merupakan
metode yang digunakan oleh pemerintah pusat untuk menghitung beban penyusutan
sesuai PMK Nomor 1 Tahun 2013 dan Perubahannya. Berdasarkan metode garis
6

lurus, penyusutan nilai aset tetap dilakukan dengan mengalokasikan beban penyusutan
secara merata selama masa manfaatnya. Persentase penyusutan yang dipakai dalam
metode ini dipergunakan sebagai pengali nilai yang dapat disusutkan untuk mendapat
nilai penyusutan per tahun. Contoh di bawah kami ambil dari Bultek SAP Nomor 18.
Contoh perhitungan:
Dari Kartu Inventaris Barang (KIB) diketahui:
a. Nilai peralatan berupa mesin fotokopi menurut sub buku besar yang telah sesuai
dengan KIB adalah sebesar Rp10.000.000.
b. Mesin fotokopi tersebut pertama kali dihitung penyusutannya.
c. Kondisi aset tetap dalam keadaan baik.
d. Kebijakan Akuntansi mengenai masa manfaat peralatan dan mesin menetapkan
mesin fotokopi tersebut mempunyai masa manfaat 5 tahun dan disusutkan dengan
menggunakan metode garis lurus.
Dari informasi tersebut di atas, perhitungan dan pencatatan penyusutan tahun pertama
hingga kelima adalah sebagai berikut:
a. Nilai aset tetap yang dapat disusutkan sebesar Rp10.000.000.
b. Penyusutan tahun pertama adalah Rp10.000.000,00 : 5 = Rp2.000.000.
c. Catatan tahun pertama adalah:
Jurnal
Beban Penyusutan
Akumulasi Penyusutan

Dr
Rp2.000.000

Cr
Rp2.000.000

d. Catatan tahun kedua hingga kelima adalah


Jurnal
Beban Penyusutan
Akumulasi Penyusutan

Dr
Rp2.000.000

Cr
Rp2.000.000

PMK Nomor 1 Tahun 2013 dan Perubahannya juga mengatur secara lebih teknis
mengenai penghitungan dan pencatatan penyusutan asset tetap untuk entitas
pemerintah pusat. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 21 sebagai berikut:
a. Penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap dilakukan setiap akhir
semester tanpa memperhitungkan adanya nilai residu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1).
b. Penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap dilakukan dalam satuan mata
uang Rupiah dengan pembulatan hingga satuan Rupiah terkecil.
c. Penghitungan Penyusutan Aset Tetap dilakukan sejak diperolehnya Aset Tetap
sampai dengan berakhirnya Masa Manfaat Aset Tetap.

d. Pencatatan Penyusutan Aset Tetap dalam Neraca dilakukan sejak diperolehnya


Aset Tetap sampai dengan Aset Tetap tersebut dihapuskan.
e. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin c dan d, sepanjang
Aset Tetap diperoleh sebelum Tahun 2005, maka sebagai tindak lanjut dari hasil
inventarisasi dan penilaian:
1) penghitungan Penyusutan dilakukan sejak Semester II Tahun 2010 sampai
dengan berakhirnya Masa Manfaat Aset Tetap;
2) pencatatan Penyusutan dalam Neraca dilakukan sejak penghitungan
penyusutan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan Aset Tetap
tersebut dihapuskan.
Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa praktik penerapan penghitungan dan
pencatatan penyusutan pada pemerintah pusat di Indonesia memliki perlakuan khusus
untuk asset tetap yang diperoleh sebelum tahun 2005.
6. Penyajian dan Pengungkapan Penyusutan
Dalam Bultek SAP Nomor 18 dijelaskan bahwa besarnya penyusutan setiap
tahun disajikan dalam Neraca dan Laporan Operasional. Penyusuan disajikan dalam
neraca dengan akun akumulasi penyusutan yang mengurangi nilai perolehan aset
tetap. Penyusutan disajikan dalam Laporan Operasional sebagai beban penyusutan.
Neraca menyajikan Akumulasi Penyusutan sekaligus nilai perolehan aset tetap
sehingga nilai buku aset tetap sebagai gambaran dari potensi manfaat yang masih
dapat diharapkan dari aset yang bersangkutan dapat diketahui.
Terkait pengungkapan PSAP 07 menyatakan bahwa informasi penyusutan yang
harus diungkapkan dalam laporan keuangan adalah :
a. Nilai penyusutan.
b. Metode penyusutan yang digunakan.
c. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan.
d. Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
B. Hal-hal khusus Terkait dengan Penyusutan dan Permasalahannya
1. Penyusutan Pertama Kali
Karena penyusutan baru diterapkan efektif sejak tahun 2013 untuk seluruh entitas
pemerintah pusat, sementara laporan keuangan telah disusun sejak tahun-tahun
sebelumnya, maka dimungkinkan akan timbul permasalahan dalam menerapkan
penyusutan pertama kali tersebut. Berdasarkan Bultek SAP Nomor 18, permasalahan
yang mungkin dihadapi pada saat penyusutan pertama kali yaitu permasalahan
penetapan sisa masa manfaat dan masa manfaat yang sudah disusutkan, karena asetaset tetap sejenis yang akan disusutkan kemungkinan diperoleh pada tahun-tahun
8

yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, Satker X menyusun neraca awal per 31
Desember 2005. Pada tahun 2013 untuk pertama kalinya Satker X menerapkan
akuntansi berbasis akrual dan penyusutan aset tetap untuk pertama kali. Salah satu
jenis aset yang dimiliki adalah mobil dengan rincian sebagai berikut:
Tahun Perolehan
2003
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Nilai di Neraca per 31 Desember 2013


(sebelum penyusutan)
90.000.000
125.000.000
150.000.000
160.000.000
90.000.000
125.000.000
150.000.000
160.000.000
180.000.000

Umur atau masa manfaat mobil ditetapkan 5 (lima) tahun. Perhitungan penyusutan
asset tersebut untuk pertama kalinya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Aset yang Diperoleh Pada Tahun Dimulainya Penerapan Penyusutan
Aset tersebut sudah disajikan dengan nilai perolehan. Perhitungan penyusutannya
adalah untuk tahun 2013 (1 tahun) saja, yaitu:
Tahun
Nilai di Neraca
Perolehan
(Sebelum
(Awal Tahun)
Penyusutan)
1
2
2013
180.000.000
Jurnalnya sebagai berikut:

Umur (Masa
Manfaat)

Penyusutan

3
5 Tahun

4 (20% x 2)
36.000.000

Jurnal
Beban Penyusutan
Akumulasi Penyusutan

Dr
36.000.000

Cr
36.000.000

b. Aset yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal hingga satu tahun sebelum
dimulainya penerapan penyusutan
Aset tersebut sudah disajikan dengan nilai perolehan. Penyusutannya terdiri
dari penyusutan tahun berjalan dan koreksi penyusutan tahun-tahun sebelumnya,
yaitu:

Tahun
Peroleha
n (Awal
Tahun)

Nilai di
Neraca
(Sebelum
Penyusutan)

Masa
Manfaat
yang
sudah
dilalui
s.d. 1 Jan
2013
3

1
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah

Penyusutan
per Tahun

Penyusutan Tahun 2013 (tahun pertama)


Koreksi
Tahun 2013
Jumlah
Tahun-tahun
Sebelumnya

4 (20% x 2)

5 (3 x 4)

7 (5+6)

125.000.000
150.000.000
160.000.000
90.000.000
125.000.000
150.000.000
160.000.000

> 5 Thn
> 5 Thn
> 5 Thn
4 Thn
3 Thn
2 Thn
1 Thn

25.000.000
30.000.000
32.000.000
18.000.000
25.000.000
30.000.000
32.000.000

125.000.000
150.000.000
160.000.000
72.000.000
75.000.000
60.000.000
32.000.000
674.000.000

0
0
0
18.000.000
25.000.000
30.000.000
32.000.000
105.000.00
0

125.000.000
150.000.000
160.000.000
90.000.000
100.000.000
90.000.000
64.000.000
779.000.000

Jurnal untuk mencatat penyusutan tahun-tahun sebelum tahun 2013:


Jurnal
Dr
Ekuitas
674.000.000
Akumulasi Penyusutan
Jurnal untuk mencatat penyusutan pada tahun 2013:
Jurnal
Beban Penyusutan
Akumulasi Penyusutan

Cr
674.000.000

Dr
105.000.000

Cr
105.000.000

c. Aset yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal


Berdasarkan Buletin Teknis SAP Nomor 01, untuk aset-aset yang diperoleh
lebih dari 1 tahun sebelum saat penyusunan neraca awal, maka aset tersebut
disajikan dengan nilai wajar pada saat penyusunan neraca awal tersebut. Misal
Aset Satker X yang diperoleh pada tahun 2003 tersebut sudah disajikan
berdasarkan nilai wajar di neraca awal yang disusun pada tahun 2005. Nilai aset
adalah sebesar Rp90.000.000, dengan sisa umur ditetapkan 3 tahun. Perhitungan
penyusutannya adalah sebagai berikut:
Tahun
Neraca
Awal
(Akhir
Tahun)
1

Nilai di
Neraca

Penyusutan
per Tahun

Sisa Masa
Manfaat
saat
Neraca
Awal
3

2005

Penyusutan Tahun 2013 (tahun pertama)


Koreksi
Tahun 2013
Jumlah
Tahun-tahun
Sebelumnya

4 (1/3 x 2)

5 (3 x 4)

90.000.000

3 Thn

30.000.000

90.000.000

7 (5+6)
0

90.000.000

Jurnal Tahun 2013:


Jurnal
Ekuitas
Akumulasi Penyusutan

10

Dr
90.000.000

Cr
90.000.000

2. Pemanfaatan Aset Tetap yang Seluruh Nilainya Sudah Disusutkan


Permasalahan selanjutnya yang mungkin timbul terkait penyusutan asset tetap
yaitu adanya asset tetap yang sudah disusutkan seluruhnya namun masih
dimanfaatkan oleh entitas pemerintah pusat karena mungkin secara teknis masih dapat
dimanfaatkan. Untuk lebih ringkasnya, penulis menyebut asset tetap seperti ini
sebagai Aset Zombie. Bultek SAP Nomor 18 mengatur terkait hal tersebut, di mana
aset tetap tersebut tetap disajikan dengan menunjukkan baik nilai perolehan maupun
akumulasi penyusutannya. Aset tersebut tetap dicatat dalam kelompok aset tetap yang
bersangkutan dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap yang
telah habis masa penyusutannya dapat dihapuskan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa Buletin Teknis SAP
mengizinkan asset tetap yang sudah disusutkan seluruhnya (book valuenya Rp0) dapat
tetap dimanfaatkan asalkan dijelaskan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
Menurut kami, pengaturan seperti ini dapat menimbulkan potensi biasnya catatan nilai
asset tetap pada laporan keuangan. Pencatatan asset tetap yang sudah habis disusutkan
namun tetap dimanfaatkan oleh entitas, tidak cukup berhenti hanya sampai penjelasan
pada laporan keuangan. Sebaiknya penelusuran lebih lanjut perlu dilakukan terhadap
Aset Zombie. Adanya Aset Zombie seperti ini mengindikasikan terdapat perbedaan
antara estimasi masa manfaat asset tetap yang ditentukan sebelumnya dengan masa
manfaat asset tetap sesungguhnya. Dalam rangka melakukan penelusuran lebih lanjut
terhadap Aset Zombie, beberapa hal perlu diketahui mulai dari penyebab munculnya
Aset Zombie, pengaruhnya terhadap laporan keuangan, perlunya koreksi laporan
keuangan, hingga solusi menghadapi adanya Aset Zombie. Berikut adalah
penjelasannya yang penulis ambil dari berbagai sumber di internet.
a. Penyebab Munculnya Aset Zombie
Aset Zombie muncul ketika ada asset tetap yang sudah habis disusutkan (book
value-nya Rp0) namun tetap dimanfaatkan oleh entitas. Beberapa hal yang
mungkin menyebabkan munculnya Aset Zombie yaitu:
1) Kesalahan dalam melakukan perhitungan penyusutan.
2) Perbedaan penentuan estimasi masa manfaat dengan masa manfaat asset
yang sesungguhnya di mana estimasi masa manfaat lebih kecil dari masa
manfaat asset yang sesungguhnya.
3) Pengeluaran dalam rangka pemeliharaan asset tetap yang seharusnya
dikapitalisasi sehingga menambah nilai asset dan/atau masa manfaat
namun sering kali dicatat hanya sebagai beban.
11

b. Pengaruh Aset Zombie terhadap Laporan Keuangan


Keberadaan Aset Zombie dapat membuat laporan keuangan menjadi tidak
mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Book Value sudah Rp0 namun asset
masih memberikan manfaat, sehingga:
Pada sisi Aset, nilai Aset Tetap (Jangka Panjang) terlalu kecil diakui
Pada Sisi Ekuitas, nilai Ekuitas entitas terlalu kecil diakui
Beban Penyusutan diakui terlalu besar
Surplus diakui terlalu kecil
c. Perlunya Koreksi Laporan Keuangan karena Aset Zombie
Berdasarkan artikel dengan judul Perlakuan Akuntansi Aset Zombie yang
bersumber dari internet, perlunya koreksi laporan keuangan karena adanya
Aset Zombie bergantung pada tingkat materialitas. Artikel tersebut
menjelaskan jika aset zombie sedikit dan nilainya kecil maka salahsaji yang
ditimbulkan tidak material, sehingga tidak perlu melakukan tindakan apa-apa.
Namun bila nilainya besar, salahsaji yang ditimbulkan sudah pasti bersifat
material dan bisa menyesatkan pengguna Laporan Keuangan (internal dan
eksternal), sehingga harus dikoreksi.
d. Solusi Menghadapi Aset Zombie
Dengan melihat penyebab dan pengaruh Aset Zombie di atas, berikut beberapa
solusi yang dapat dilakukan dalam mencegah maupun menghadapi adanya
Aset Zombie:
1) Melakukan pencatatan asset pada kelompok yang benar dan melakukan
perhitungan penyusutan secara akurat. Penyebab munculnya asset zombie
karena kesalahan perhitungan penyusutan merupakan penyebab yang
jarang ditemui karena perhitungan peyusutan sudah menggunakan aplikasi
yang terotomatisasi. Kesalahan yang mungkin timbul yaitu karena
kesalahan pengelompokan asset tetap sehingga masa manfaatnya tidak
sesuai dengan estimasi masa manfaat yang sudah ditentukan. Kesalahan
tersebut dapat diminimaslisasi dengan melakukan internal control yang
efektif.
2) Melakukan review masa manfaat asset tetap secara berkala sehingga masa
manfaat dapat disesuaikan dengan kondisi asset tetap yang sesungguhnya.
Kendala dalam melakukan perubahan masa manfaat yaitu entitas tidak
diberikan fleksibilitas dalam menentukan masa manfaat asset tetap. Masa
manfaat untuk setiap kelompok asset tetap sudah ditentukan melalui
Keputusan

Menteri

Keuangan.

12

Kementerian

Keuangan

sebagai

regulatorlah bertanggungjawab untuk melakukan review masa manfaat


secara berkala.
3) Melakukan kapitalisasi atas biaya pemeliharaan yang menambah nilai
dan/masa manfaat asset tetap. Kapitalisasi biaya yang menambah nilai
dan/atau masa manfaat asset tetap perlu dilakukan agar nilai asset tetap
dapat mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Dengan begitu beban
penyusutan tidak dicatat terlalu besar dari yang seharusnya dan book value
asset tetap tidak habis terlalu cepat. Tidak jarang entitas membebankan
biaya pemeliharaan, yang memenuhi kriteria kapitalisasi asset tetap, hanya
sebagai beban dengan alasan kepraktisan. Pengawasan dan audit internal
yang lebih intensif tentu akan sangat medukung ketepatan dalam
melakukan kapitalisasi asset tetap atas biaya pemeliharaan.
3. Penjualan Aset Tetap yang Seluruh Nilainya Sudah Disusutkan
Aset tetap yang telah disusutkan seluruhnya atau memiliki nilai buku Rp0,-,
selain masih dapat digunakan sebagai Aset Zombie, aset tetap tersebut juga dapat
dijual. Dalam hal dilakukan penjualan, maka hasil penjulan tersebut dicatat sebagai
surplus/defisit penjualan aset tetap pada Laporan Operasional. Contoh: suatu
kendaraan bermotor mempunyai nilai perolehan sebesar Rp350.000.000 dan telah
disusutkan seluruhnya. Kendaraan bermotor tersebut dijual sebesar Rp30.000.000.
Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah:

Jurnal
Kas
Surplus/defisit penjualan aset tetap

Dr
Rp30.000.000

Cr
Rp30.000.000

Jurnal pembalikan aset dan akumulasi penyusutannya :


Jurnal
Akumulasi penyusutan Peralatan dan
Mesin
Aset Tetap Peralatan dan Mesin

Dr
Rp350.000.000

Cr
Rp350.000.000

4. Tukar Menukar Aset Tetap


Tukar menukar aset tetap dapat dilakukan antar pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pertukaran dapat dilakukan atas aset tetap yang
sejenis dan dapat juga antar atas aset tetap yang tidak sejenis. Contoh barang yang
sejenis adalah kendaraan dengan kendaraan, bangunan dengan bangunan dan
13

seterusnya. Contoh pertukaran barang yang tidak sejenis misalnya komputer dengan
mobil, gedung dengan tanah.
Pertukaran aset yang tidak sejenis diatur dalam paragraf 42 PSAP 07. Dalam
paragraf tersebut dinyatakan bahwa nilai aset yang diperoleh dicatat sebesar nilai
tercatat aset yang diserahkan setelah disesuaikan dengan jumlah kas yang diserahkan.
Artinya nilai perolehan dan akumulasi penyusutan aset tetap yang diserahkan harus
diketahui. Misalkan sebuah kendaraan dengan harga perolehan Rp70.000.000 dan
masa manfaat 7 tahun telah disusutkan 5 tahun dengan menggunakan metode garis
lurus. Nilai tercatatnya atau nilai bukunya adalah sebesar Rp20.000.000, Aset tersebut
ditukar dengan satu unit genset. Diasumsikan bahwa masih terdapat penyerahan uang
kas sebesar Rp2.500.000 maka nilai aset tetap yang diperoleh adalah sebesar
Rp22.500.000. Manfaat aset tetap yang diterima ditentukan kembali agar dapat
ditentukan perhitungan penyusutan untuk tahun berikutnya.
Pertukaran aset tetap yang sejenis diatur dalam paragraf 43 PSAP 07. Menurut
paragraf tersebut, dalam pertukaran aset tetap yang sejenis tidak diakui adanya laba
rugi. Dalam keadaan demikian, nilai aset tetap yang diperoleh dicatat sebesar nilai
tercatat asset yang diserahkan. Akan tetapi tetap masih ada penentuan masa manfaat
agar dapat ditentukan penyusutan aset yang diperoleh.
5. Perbaikan Aset Tetap yang Menambah Masa Manfaat atau Kapasitas Manfaat
Perbaikan yang dilakukan atas suatu aset tetap dapat menambah masa manfaat
atau menambah kapasitas aset tetap yang bersangkutan. Pengeluaran yang dilakukan
untuk perbaikan semacam ini disebut pengeluaran modal (capital expenditure).
Pengeluaran seperti ini akan mempengaruhi nilai yang dapat disusutkan, perkiraan
output dan bahkan masa manfaat aset tetap yang bersangkutan.
Menurut paragraf 49 PSAP 07 pengeluaran seperti ini ditambahkan ke nilai
tercatat aset tetap yang bersangkutan. Artinya, pengeluaran modal seperti ini
ditambahkan pada nilai buku aset tetap yang bersangkutan. Nilai buku aset ditambah
dengan pengeluaran modal akan menjadi nilai baru yang dapat disusutkan selama sisa
masa manfaat aset yang bersangkutan. Misalkan suatu aset yang memiliki harga
perolehan sebesar Rp50.000.000 dengan masa manfaat 10 tahun telah disusutkan
selama 6 tahun. Pada awal tahun ketujuh dilakukan perbaikan dengan pengeluaran
modal sebesar Rp12.200.000. Pengeluaran tersebut akan menambah masa manfaat
aset tetap 3 tahun. Akumulasi penyusutan sampai dengan tahun ke-6 adalah sebesar
Rp30.000.000 sehingga nilai bukunya adalah sebesar Rp20.000.000. Perbaikan
sebesar Rp 12.200.000 ditambahkan ke nilai buku sehingga nilai yang disusutkan
14

yang baru adalah sebesar Rp32.200.000 dan akan disusutkan selama 7 tahun. Dengan
demikian penyusutan per tahun selama 7 tahun berikutnya adalah sebesar
Rp4.600.000.
Jika aset tetap yang bersangkutan tidak bertambah masa manfaatnya akan
tetapi bertambah efisiensi dan kapasitasnya maka masa manfaat untuk menghitung
besarnya penyusutan pertahun adalah 4 tahun. Dengan demikian penyusutan selama
sisa umur asset 4 tahun adalah sebesar Rp8.050.000 per tahun.
6. Penyusutan Aset Tetap Secara Berkelompok
Penyusutan aset tetap secara berkelompok merupakan salah satu cara untuk
memudahkan penghitungan penyusutan aset-aset yang jumlahnya banyak namun
nilainya relatif kecil. Aset yang akan dikelompokkan untuk disusutkan harus memiliki
persamaan atribut misalnya masa manfaat yang sama. Dengan adanya persamaan
atribut dan maka penyusutan dihitung dengan menerapkan persentase penyusutan
dengan metode garis lurus terhadap rata-rata aset tetap yang bersangkutan. Misalnya
saldo awal perlengkapan kantor awal tahun Rp200.000.000 dan saldo akhir tahun
Rp300.000.000. Maka rata-rata nilai perlengkapan kantor adalah Rp250.000.000.
Dengan persamaan masa manfaat perlengkapan kantor misalnya 4 tahun maka
besarnya persentase penyusutan 25%. Dengan demikian besarnya penyusutan untuk
tahun yang bersangkutan adalah sebesar Rp62.500.000.
7. Penyusutan Aset Tetap yang diperoleh di Tengah Tahun
Perolehan di tengah tahun akan mempengaruhi besarnya penyusutan untuk
tahun perolehan yang bersangkutan dan untuk tahun akhir masa manfaat. Aset tetap
yang disusutkan berdasarkan aktivitas misalnya aset tetap yang disusutkan menurut
metode unit produksi tidak mengalami masalah. Penyusutan ditentukan berdasarkan
jumlah output sehingga tidak menjadi masalah apakah output tersebut dihasilkan awal
tahun, tengah tahun atau akhir tahun. Penentuan besarnya penyusutan dilakukan
berdasarkan cut-off output.
Beberapa pendekatan untuk menentukan waktu yang akan digunakan dalam
perhitungan penyusutan asset yang diperoleh di tengah tahun, yaitu :
a. Hari penggunaan
Dalam pendekatan ini digunakan hari aktual penggunaan aset tetap sebagai dasar
perhitungan. Misalnya, jika suatu aset diperoleh tanggal 1 Oktober 20x1 maka
beban penyusutan tahun yang bersangkutan dihitung 92 hari yaitu dari tanggal 1
Oktober ke 31 Desember 20x1.
b. Bulan penggunaan
Dengan pendekatan bulan penggunaan maka waktu penyusutan ditentukan
berdasarkan bulan saat aset tersebut digunakan. Dalam contoh nomor 1 maka
15

perolehan aset tetap tersebut dihitung tiga bulan yaitu bulan Oktober, November,
dan Desember. Meskipun aset tetap tersebut diperoleh tanggal 30 Oktober maka
waktu yang digunakan tetap tiga bulan.
c. Semester (tengah tahunan)
Pendekatan tengah tahunan menggunakan waktu enam bulan sebagai titik
penentuan waktu untuk menghitung besarnya penyusutan. Jika suatu aset
diperoleh di semester pertama maka penyusutannya dihitung penuh satu tahun
akan tetapi jika diperoleh pada semester kedua maka penyusutannya dihitung
setengah tahun. Akan tetapi perhitungan semester di awal masa penyusutan
diperhitungkan dengan semester di akhir tahun masa penyusutan.
d. Penyusutan dapat dihitung satu tahun penuh meskipun baru diperoleh satu atau
dua bulan atau bahkan dua hari. Pendekatan ini disebut pendekatan tahunan.
Entitas pemerintah yang akan memperoleh aset tetap di tengah tahun dapat memilih
pendekatan-pendekatan yang disebut di atas dalam menghitung besarnya penyusutan.
Akan tetapi kebijakan yang manapun yang dipilih harus ditetapkan dalam kebijakan
akuntansi.
8. Perubahan Estimasi dan Konsekuensinya
9. Perhitungan Penyusutan Aset Tetap yang Dilepaskan di Tengah Periode
Akuntansi

16

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
...
B. Saran
...

17

DAFATAR PUSTAKA

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah, Buletin Teknis SAP Nomor 18 tentang Akuntansi
Penyusutan Berbasis Akrual
Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.06/2013 tentang
Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat
Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.06/2013 tentang
Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat
Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.06/2014 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.06/2013 tentang
Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat
Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/KMK.06/2013 tentang
Tabel Masa Manfaat dalam Rangka Penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap
pada Entitas Pemerintah Pusat
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2014/01/perlakuan-akuntansi-aset-zombie-nilai-bukunol-masih-dipakai/
http://www.warungkopipemda.com/perlakuan-atas-aset-tetap-yang-memiliki-nilai-buku-nol/

18

Anda mungkin juga menyukai