Anda di halaman 1dari 28

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien :

An. M

Tanggal Lahir :

16 September 2014

Usia

1 bulan 8 hari

Jenis Kelamin :

Laki-laki

Agama

Islam

Alamat

Cicurug

Tanggal Masuk RS : 24 Oktober 2014


IDENTITAS ORANG TUA
Orang tua
Nama
Usia
Suku Bangsa
Agama
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
ANAMNESIS

Ayah
Tn. H
36 tahun
Sunda
Islam
Cicurug
SMA
Buruh

Ibu
Ny. Y
32 tahun
Sunda
Islam
Cicurug
SMA
Ibu rumah tangga

Anamnesis dilakukan dengan metode alloanamnesis pada kedua orang tua pada tanggal 29
Oktober 2014 pada pukul 14.00, serta mendapatkan data primer melalui data rekam medis
Rumah Sakit Syamsudin SH, Sukabumi.
KELUHAN UTAMA
Kejang sebanyak dua kali saat 13 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

KELUHAN TAMBAHAN
Buang air besar cair sejak 14 hari SMRS, Muntah sejak 3 hari SMRS, Demam sejak 2 hari
SMRS, Lemas sejak 2 hari SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1

Pasien datang ke unit gawat darurat(UGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Syamsudin Sukabumi atas rujukan dari klinik Bakti Medicare karena ditemukannya kejang
sebanyak dua kali selama perawatan rawat inap. Kejang dikatakan pertama kali terjadi saat 13
jam SMRS, sebanyak dua kali dengan selang waktu antara kejang pertama dan kejang berikutnya
adalah 7 jam. Kejang pertama berdurasi 10 menit, sedangkan yang kedua selama 7 menit. Segera
setelah serangan kejang, bayi langsung menangis keras. Diantara periode kejang, pasien tampak
sadar namun cenderung tertidur. Kejang ini merupakan kejang pertama kali seumur hidup pasien
dan kejang diikuti dengan periode demam.
Pasien juga mengalami demam yang terjadi secara mendadak sejak 2 hari SMRS, suhu
selama di rumah tidak diukur oleh kedua orang tua, berlangsung sepanjang hari. Demam hanya
membaik sesaat setelah diberikan obat penurun panas dan kemudian kembali demam kurang
lebih setelah setengah jam. Dikatakan pasien tidak batuk pilek, tidak pernah keluar cairan dari
telinga, tidak ada gangguan berkemih, tidak pernah menangis setiap kepalanya diangkat, tidak
pernah terlihat adanya gerakan aneh pada pasien, dan tidak terlihat kelemahan di suatu sisi
tertentu.
Pasien tampak terlihat semakin lemas semenjak demam ini. Mata cenderung menutup,
hanya dapat terbuka sesaat ketika dirangsang nyeri. Anak cenderung tidak menangis karena
tertidur, namun ketika digendong, anak masih dapat menangis lemah. Pasien juga tidak lagi
dapat berinteraksi aktif seperti layaknya anak sehat, ia hanya terbaring lemas pada ranjangnya.
Sejak 2 hari SMRS ini pasien cenderung tidak nafsu minum susu lagi.
Sebelum terjadinya demam, pasien mengalami muntah-muntah sejak 3 hari SMRS,
muntah dikatakan berjumlah 3 kali setiap harinya, berwarna putih susu, muntah tidak
menyemprot, kurang lebih terjadi setiap sekitar 1 jam setelah minum susu. Muntah dikatakan
berjumlah banyak setiap kalinya, kurang lebih berjumlah 4-5 sendok teh. Orang tua pasien
mengaku tidak ada peningkatan atau penurunan nafsu minum susu, berkurangnya jumlah
kencing juga disangkal.
Selain muntah, pasien juga dikeluhkan memiliki tinja yang berkonsistensi lembek,
dengan frekuensi buang air besar 3 kali setiap harinya sejak kurang lebih 14 hari SMRS. Tinja
juga terkadang memiliki bercak berwarna kemerahan gelap yang tercampur di dalam popok bayi.
Orang tuanya tidak mengingat betul kapan tinja pasien tidak berbercak darah lagi dan juga tidak
mengingat apakah bayi menjadi tampak pucat di kemudian hari.
2

Pasien telah dirawat selama 5 hari dan telah dilakukan serangkaian pemeriksaan
laboratorium, pemberian pengobatan, vitamin K, cairan, dan transfusi darah. Dikatakan sejak
saat hari rawat pertama di ruang rawat Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Syamsudin,
pasien sudah kehilangan kesadaran. Di awal masa perawatan, keadaan hemodinamik pasien
cenderung belum stabil dan baru dapat terkoreksi di hari keempat perawatan. Pasien juga masih
mengalami kejang sebanyak 3 kali di hari pertama perawatan, dan sebanyak 1 kali di hari ketiga.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien dikatakan selalu bugar dari semenjak lahir sampai sakit ini, dan pasien tidak

pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya.


Pasien tidak pernah mengalami perdarahan luar atau muncul memar kulit, tidak pernah

tampak sesak, tidak pernah kuning ataupun tampak pucat dari semenjak lahir.
Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya.
Riwayat penggunaan obat-obatan atau terminumnya obat disangkal.
Riwayat trauma pada anak disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pasien merupakan anak kedua. Pasien memiliki kakak perempuan berusia 9 tahun dan

dikatakan kakaknya selalu bugar dan tidak pernah mengeluhkan keluhan serupa.
Riwayat sakit kuning atau tampak pucat di keluarga tidak ada.
Riwayat kejang dari keluarga tidak ada.
Riwayat alergi, asma, atau gatal-gatal pada keluarga disangkal.
Riwayat kebutuhan transfusi dan kelainan darah disangkal.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Pasien dilahirkan dari ibu dengan G2P1A0 dengan bantuan asisten bidan di puskesmas.
Lahir secara partus spontan pervaginam dengan durasi kala 1 hingga kala 2 berakhir kurang lebih
2 jam. Usia gestasi kurang lebih 39 minggu. Sebelumnya, ibu pasien teratur memeriksakan
kandungannya sebanyak 9 kali di puskesmas Cicurug. Riwayat keputihan, nyeri berkemih saat
mendekati kelahiran, kencing manis, ketuban pecah dini, tekanan darah tinggi, dan demam

selama kehamilan seluruhnya disangkal. Riwayat pemakaian obat-obatan, penggunaan jarum


suntik, merokok, minum minuman keras juga disangkal.
Saat lahir, pasien dapat menangis kuat dan langsung diizinkan untuk inisiasi menyusui
dini, warna ketuban dikatakan jernih, dan tidak ada kesulitan selama proses kehamilan dan
kelahiran. Berat badan lahir 3800 gram, panjang badan lahir 50 cm. Setelah lahir, diberikan tetes
mata kloramfenikol di kedua mata, namun tidak diberikan suntikan vitamin K.
RIWAYAT MAKANAN
Sejak lahir hanya diberikan asupan ASI. Dikatakan ASI dapat diproduksi banyak dan
pasien dapat minum ASI tanpa keluhan.
RIWAYAT IMUNISASI
Pasien mendapatkan imunisasi Hepatitis B saat usia 12 jam dan BCG saat usia 1 bulan 6
hari. Pasien belum pernah mendapatkan imunisasi polio.
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Anak sudah dapat memutar arah kepala ke kiri dan ke kanan, juga dapat bereaksi terhadap suara
yang dikenal.
PEMERIKSAAN UMUM (Ruang PICU : 29 Oktober 2014, pukul : 11.00)
Keadaan Umum : tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen.
GCS : E1M4V2 (7)
Tanda-Tanda Vital
Nadi: 132 kali/menit (teratur, kuat, penuh)
RR: 48 kali/menit (teratur)
Suhu : 36,7oC
SpO2 : 94%
Status Gizi menurut WHO
Berat badan: 4,9 kg
Tinggi badan: 56 cm
WFA: 2-3 SD
HFA: 2-3 SD
WFH: 1-2 SD
Kesan : Status pertumbuhan baik menurut WHO
4

Pemeriksaan Fisik
Kepala:
Normocephali, ubun-ubun cembung tegang (+)
Mata :
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil anisokor 1mm/3mm,
Hidung:
Telinga:
Mulut:
Tenggorokan :
Leher :
Thorax
Paru:
I:
P:
A:
Jantung
I:
P:
A:
Abdomen
I:
P:

refleks cahaya normal / melambat


Septum nasi di tengah, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Meatus akustikus eksternus lapang +/+, sekret -/Mukosa oral dan bibir basah, sianosis (-)
Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, kripta melebar (-), detritus (-)
Trakea di tengah, massa (-), pembesaran KGB (-)

gerak napas tampak simetris dalam keadaan statis dan dinamis,retraksi (-)
gerak napas teraba simetris dalam keadaan statis dan dinamis
bunyi napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/ictus cordis tidak terlihat
ictus cordis teraba di ICS IV linea midklavikularis sinistra
bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

tampak datar
supel, hepar teraba 2cm di bawah arcus costae, tepi tumpul
Lien teraba pada schuffner 2
P:
timpani pada seluruh regio abdomen
A:
bising usus (+) 4-5 kali/menit
Punggung : ginjal tidak teraba, alignment vertebra baik
Genitalia : Phimosis (+), hidrokel (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT >2 detik, edema (+) di kedua tangan dan kaki.
Kulit
: turgor kulit baik, hematom subkutan (-)
Pemeriksaan Neurologis
Tonus otot baik
Spastisitas (-), rigiditas (-), chorea (-)
Rangsang meningeal
Kaku kuduk
Brudzinski 1
Brudzinski 2
Kernig
Refleks fisiologis
Refleks biceps +/+ normal
Refleks triceps +/+ normal
Refleks patella +/+ normal
Refleks achilles +/+ normal
5

Refleks patologis : Refleks babinski -/- , klonus -/Refleks primitif : Moro +, Rooting +, Grasping palmar +. Grasping plantar +
Pemeriksaan refleks cranial :
Nervus I

: kemampuan menghidu tidak dapat dinilai

Nervus II

: tes visualisasi tidak dapat dinilai, pupil anisokor 1mm/3mm,

refleks cahaya normal / melambat.


Nervus III,IV, VI

: strabismus -, ptosis

Nervus V

: bayi menangis saat dirangsang di ketiga bagian wajah, refleks

masseter +
Nervus VII

: bibir kiri tertinggal saat bayi menangis

Nervus VIII

: bayi dapat merespon terhadap suara

Nervus IX

: refleks muntah +

Nervus X

: suara tangisan bayi tidak serak, palatum mole simetris

Nervus XI

: otot sternocleidomastoid dan trapezius tidak atrofi

Nervus XII

: lidah simetris, atrofi -, fasikulasi -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1.

Pemeriksaan Darah di Klinik Cicurug (23 Oktober 22:55)

Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah leukosit
Jumlah trombosit
Eritrosit
Tabel 2.
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah leukosit
Jumlah trombosit
Eritrosit
MCV
MCH

Hasil
6.2 g/dl
19%
13.1 ribu/ L
335 ribu/L
2.0 juta/ L

Nilai Normal
10.5-14 g/dl
32-42 %
6-12 ribu/L
150400 ribu/L
4.5-5.5 juta/ L

Keterangan
RENDAH
RENDAH
TINGGI
NORMAL
RENDAH

Pemeriksaan Darah di UGD (24 Oktober 14:53)


Hasil
5,2 g/dl
14%
13,6 ribu/ L
349 ribu/L
1,6 juta/L
87
33

Nilai Normal
9-16.6 g/dl
32-42 %
4-10 ribu/L
150450 ribu/L
3.5-4.5 juta/L
81-125 fL
24-30 pg

Keterangan
RENDAH
RENDAH
TINGGI
NORMAL
RENDAH
NORMAL
TINGGI
6

MCHC
GDS
Na
K
Cl
Ca

38
26-34 g/dL
113
60-100 mg/dL
ELEKTROLIT (24 Oktober 22:05)
139 mmol/L
129-143 mmol/L
5.77 mmol/L
3.6-5.8 mmol/L
100 mmol/L
96-111 mmol/L
9.10 mg/dL
9-11 mg/dL

Tabel 3.
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah leukosit
Jumlah trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC

TINGGI
NORMAL
NORMAL
NORMAL
NORMAL
NORMAL

Pemeriksaan Darah di ruang PICU


26/10 06:02
6.8 g/dl
19%
12.7 ribu/ L
352 ribu/L
2.1 juta/L
87
32
36

26/10 23:55
7.7 g/dl
23%
5.8 ribu/ L
295 ribu/L
2.6 juta/L
87
30
34

28/10 05:35
13.1 g/dl
38%
7.2 ribu/ L
394 ribu/L
4.5 juta/L
85
29
35

RESUME
Pasien anak laki-laki usia 1 bulan 8 hari datang dengan keluhan utama kejang sebanyak 2
kali sejak 13 jam dan 7 jam SMRS. Kejang generalized, tonic, berdurasi 10 menit dan 7 menit.
Terdapat demam mendadak sejak 2 hari SMRS, turun dengan pemberian obat penurun panas,
tidak ditemukan sumber infeksi. Tiga hari SMRS pasien muntah sebanyak 2 kali, warna putih,
kurang lebih 25 cc tiap muntah. Keluhan lain yaitu diare dengan bercak darah dengan frekuensi 3
kali sejak 14 hari SMRS. Selama perawatan di ruang PICU RSUD Syamsudin, pasien masih
sempat kejang meski tidak demam, hemodinamik telah terkoreksi, kesadaran koma. Pasien tidak
mendapatkan vitamin K saat lahir dan sejak lahir mendapatkan ASI eksklusif.
Pemeriksaan fisik mendapatkan :
Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada demam.
Ubun-ubun membonjol lembut, pupil anisokor, refleks cahaya normal/melambat, bibir
kiri tertinggal, splenomegali schuffner 2, edema di kedua tangan dan kaki.
Hasil Pemeriksaan darah menunjukkan adanya Hb yang rendah namun sudah terkoreksi,
leukositosis yang juga sudah terkoreksi.
7

DIAGNOSA KERJA
1. Seizure et causa Intracranial Hemorrhage et causa Acquired Prothrombin Complex
Deficiency
2. Anemia et causa Intracranial Hemorrhage
3. Parese N II dan N VII et causa Space Occupying Lession intrakranial
DIAGNOSA BANDING
1.
2.
3.
4.

Meningits
Ensefalitis
Sepsis
Space Occupying Lession intrakranial lainnya

SARAN PEMERIKSAAN

Bleeding time, Clotting time, Prothrombin time, APTT


MRI kepala
Lumbal pungsi saat tekanan intrakranial sudah menurun.

TATALAKSANA UMUM

Rawat di PICU
O2 2 lpm via nasal kanul
IVFD KaenMg3 450 cc (4 tetes per menit)
ASI 8 x 5 cc per NGT

TATALAKSANA KHUSUS

Amikasin 3 x 35mg IV
Cefotaxim 3 x 250mg IV
Ranitidin 2 x 5 mg IV
Phenitoin 2 x 20 mg IV
Phental 2 x 20 mg IV
Paracetamol 70 mg IV p.r.n suhu >38C dapat diulang setiap 4 jam.
Vitamin K 2 mg IM

FOLLOW UP

Tg

25/10/2014

l
S

Kejang

sebanyak

26/10/2014

27/10/2014

3x, Pasien tertidur sepanjang Pasien kejang sebanyak 1x,

siang dan sore. Kejang hari, tidak menangis dan durasi

menit,

<15 menit, generalized

tidak kejang.
generalized.
BAB + 1x, hijau, darahTensi sempat drop
KESAN : kondisi pasien
KESAN : kondisi pasien
loading RL 100cc
menetap
KESAN : kondisi pasien membaik
O

memburuk
Kes : coma, GCS : 3
Kes : coma, GCS : 3
N: 110-180x/menit
N: 135-160x/menit
RR: 30-50x/menit
RR: 20-54x/menit
S: 36,5-39,0oC
S: 36,5-36,8oC
TD = 60-100/30-55
TD = 55-100/30-65
SaO2 = 86-99%
SaO2 = 88-94%
Balance = -2 cc
Balance = +57 cc
Rawat dalam PICU
Rawat dalam PICU
Puasakan
Puasakan
O2 2 lpm
O2 7 lpm
IVFD Kaen Mg3 IVFD Kaen Mg3

433cc
PRC 75cc
NaCl 0,9% 40cc
Ampisilin 4 x 250 mg

IV H1D1-4
Amikasin 3x35mg IV

H1D1-3
Ranitidin 2x6mg IV
Phental 2x15mg IV
Phenitoin 75mg IV
Furosemid 5mg
Paracetamol 2x70mg

IV prn
Diazepan 1,5mg IV
prn kejang

Kes : coma, GCS : 3


N: 120-145x/menit
RR: 20-42x/menit
S: 35,5-37,0oC
TD = 70-100/36-55
SaO2 = 90-94%
Balance = +5 cc
Rawat dalam PICU
Puasakan,
pasang

NGT terbuka
O2 5 lpm
IVFD Kaen

365cc
Whole Blood 60cc
NaCl 0,9% 40cc
Ampisilin 4 x 250 mg

Mg3

627cc
Whole Blood 50cc
Plasma 50cc
NaCl 0,9% 40cc
Ringer Laktat 100cc
Ampisilin x 250 mg

IV H2D5-8
Amikasin 3x35mg

IV H3D9-12
Amikasin 3x35mg IV

IV H2D4-6
Ranitidin 2x6mg IV
Phental 2x15mg IV
Phenitoin 2x20mg

H3D7-9
Cefotaxime 3x250mg

IV
Vitamin K 2mg IM
Paracetamol

IV H1D1-2
Ranitidin 2x5mg IV
Phenitoin 2x10mg IV
Furosemid 2mg
Vitamin K 2mg IM
Paracetamol 2x70mg

2x70mg IV prn

IV prn

Tg

28/10/2014

l
S

Bayi tampak tertidur sepanjang hari, Pasien dapat menangis lemah, frekuensi

30/10/2014

tidak menangis, kejang


nangis meningkat. Kesadaran mengalami
BAB + ampas, kuning
perbaikan.
KESAN : kejang membaik, namun
KESAN : kondisi umum pasien membaik
kesadaran tetap
Kes : coma,
Kes : somnolen
GCS : E1M1V1 (3)
GCS : E2M4V2 (8)

Rawat dalam PICU


Puasakan
O2 2 lpm
IVFD Kaen Mg3 433cc
PRC 75cc
NaCl 0,9% 40cc
Amikasin 3x35mg IV H4D10-12
Cefotaxim 3x250mg IV H2D3-5
Ranitidin 2x5mg IV
Phenitoin 2x20mg IV
Phenitoin 50mg IV loading
Paracetamol 2x70mg IV prn
Vit K 2mg IM

ALBUMIN = 3.1
Rawat dalam PICU
ASI 8x5cc perNGT
O2 2 lpm
IVFD Kaen Mg3 400cc
Albumin 50cc
Amikasin 3x35mg IV H6D16-18
Cefotaxim 3x250mg IV H4D9-11
Ranitidin 2x5mg IV
Phenitoin 2x20mg IV
Phental 2x20 mg IV
Paracetamol 2x70mg IV prn
Vit K 2mg IM

Tg

4/11/2014

10/11/2014

l
S

Bayi tampak sudah dapat kontak dengan Bayi sudah kembali dapat berinteraksi namun
keluarga. Sering menangis kuat, tonus tetap
otot

masih

belum

kuat.

cenderung

iritabel.

Sudah

dapat

Toleransi menyusu lewat jalur oral, toleransi sudah

terhadap ASI belum baik. Muntah (-), baik. Refleks hisap kuat. Muntah (-)
refleks hisap belum kuat, demam (-),

KESAN : kondisi pasien membaik

kejang (-), BAB (+) ampas dan tak

berdarah
KESAN : kondisi pasien membaik
Kes : Apatis

Kes : Apatis
10

GCS : E3M5V4 (12)


BB = 5350 gram (naik 400 gram)

GCS : E3M6V5 (14)


BB = 5420 gram

Ubun-ubun datar (+)


Pupil anisokor 1mm/2mm
Refleks cahaya normal/melambat
Mata kiri masih tidak dapat terbuka
Edema ekstremitas (-)
Splenomegali (-)
Rawat dalam HCU
ASI 8 x 40cc per NGT
O2 2 lpm
IVFD Kaen Mg3 300cc
Amikasin 3x35mg IV H11D33-15
Cefotaxim 3x250mg IV H9D26-28
Phental 2x10 mg IV

Ubun-ubun datar (+)


Pupil isokor 2mm/2mm
Refleks cahaya normal/normal

Pasien boleh pulang


ASI sebanyaknya
Obat pulang diberikan Asam valproat 2 x

50mg
Nasehat : kontrol 1 bulan. Bila terdapat
gejala kejang atau ubun-ubun membonjol
lagi harap segera kontrol.

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam


Quo ad functionam

: malam

11

BAB 2
ANALISA KASUS
Pada pasien ini :
Pasien anak laki-laki usia 1 bulan 8 hari datang dengan keluhan utama kejang sebanyak 2 kali
sejak 13 jam dan 7 jam SMRS. Kejang generalized, tonic, berdurasi 10 menit dan 7 menit.
Terdapat demam mendadak sejak 2 hari SMRS, turun dengan pemberian obat penurun panas,
tidak ditemukan sumber infeksi. Tiga hari SMRS pasien muntah sebanyak 2 kali, warna putih,
kurang lebih 25 cc tiap muntah. Keluhan lain yaitu diare dengan bercak darah dengan frekuensi 3
kali sejak 14 hari SMRS. Selama perawatan di ruang PICU RSUD Syamsudin, pasien masih
sempat kejang meski tidak demam, hemodinamik telah terkoreksi, kesadaran koma. Pasien tidak
mendapatkan vitamin K saat lahir dan sejak lahir mendapatkan ASI eksklusif.
Pemeriksaan fisik mendapatkan :
Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada demam.
Ubun-ubun membonjol lembut, splenomegali schuffner 2, edema di kedua tangan dan
kaki.
Hasil Pemeriksaan darah menunjukkan adanya Hb yang rendah namun sudah terkoreksi,
leukositosis yang juga sudah terkoreksi.
Diagnosis : Seizure et causa perdarahan intrakranial et causa Acquired Phrotrombin Complex
Deficiency (APCD)
No
1.
2.

Temuan Klinis
Makna dalam diagnosa
Onset kelainan pada usia 1 bulan
Bukan merupakan penyakit kongenital.
Saat lahir pasien tidak mendapat Faktor risiko untuk perdarahan intrakranial

3.

vitamin K
akibat kekurangan vitamin K.
Pasien pernah mendapat serangan Penyerapan vitamin K dapat terganggu

4.
5.
6.
7.

diare
karena terganggunya flora usus.
Pasien hanya mendapat susu ASI
Kandungan vitamin K pada ASI rendah.
Tidak adanya riwayat penggunaan Menyingkirkan diagnosis kejang akibat
obat pada pasien dan ibu pasien.
penggunaan obat.
Tidak
ditemukannya
riwayat Menyingkirkan

diagnosis

gangguan

keluarga dengan kelainan darah pembekuan darah yang diturunkan.


12

lainnya.
Adanya riwayat diare berdarah 14 Keluarnya darah dapat disebabkan karena
hari SMRS, sembuh spontan dalam infeksi bakterial ataupun karena kurangnya
8.

5 hari. Darah hanya sedikit.

vitamin K. Darah yang keluar dari diare ini


mungkin tidak cukup untuk menyebabkan

9.
10.
11.

12.
13.

Pasien mengeluh muntah sejak 3 penurunan Hb menjadi 6.


Muntah dapat disebabkan oleh peningkatan
hari SMRS, jumlah 25cc/ muntah.
tekanan intrakranial, jumlah muntah tidak
Tanda-tanda
dehidrasi
tidak
cukup banyak untuk menyebabkan defisit
ditemukan
Demam sejak 2 hari SMRS. Tidak elektrolit.
Demam mungkin disebabkan karena adanya
tampak sumber infeksi dari saluran
perdarahan intrakranial ataupun infeksi pada
nafas, pencernaan ataupun kemih.
Ditemukan adanya ubun-ubun otak seperti meningitis/sepsis.
Tanda-tanda ini merupakan tanda adanya
menonjol lembut, konjungtiva
perdarahan intrakranial yang mungkin
anemis pada awalnya, CRT>2 detik
Pada anamnesis dan PF tidak disebabkan karena kekurangan vitamin K.
Mungkin menyingkirkan diagnosis banding
ditemukan
tanda
rangsang
meningitis dan ensefalitis. Diperlukan
meningeal dan gejala spesifik lain
CT/MRI otak ataupun lumbal pungsi yang
dari infeksi susunan saraf pusat.
tidak dilakukan pada pasien ini.
Leukositosis hanya pada hari
pertama rawat.
Ditemukan splenomegali

Terdapat proses pemecahan sel darah merah


yang berlebihan. Karena adanya eritrosit

Perbaikan klinis terjadi setelah ekstravaskular pada jaringan intrakranial.


Menguatkan diagnosis kejang akibat
ditransfusikan darah dan pemberian
perdarahan otak karena kekurangan vitamin
vitamin K.
K.
Ada banyak sekali penyebab dari kejang pada anak usia 1 bulan, namun pada kesempatan kali ini
akan dibahas beberapa penyebab tersering dari kejang pada pasien ini.
A. Perdarahan intrakranial. Dapat terjadi secara spontan pada rongga sub-araknoid,
periventrikuler, intraventrikuler. Perdarahan pada intrakranial dapat menyebabkan
kejang karena mekanisme hipoksia pada jaringan otak sehingga terjadi kerusakan

13

pompa neuron dan terjadi eksitasi kejang. Perdarahan subdural atau epidural juga
dapat terjadi akibat adanya riwayat trauma.
1. Perdarahan sub-araknoid. Dapat terjadi secara spontan dalam hari-hari
pertama kehidupan. Kejang terjadi secara spontan dihari kedua setelah
terjadinya perdarahan. Setelah kejang bayi akan cenderung tampak baik.
2. Perdarahan periventrikel atau intraventrikel. Kejang pada perdarahan ini
biasanya bersifat generalized tonic. Postur tubuh cenderung deserebrasi atau
dekortikasi tergantung dari tingkat keparahannya
3. Perdarahan subdural. Kejang umumnya bersihat fokal dan terdapat tandatanda fokal sisa.
B. Gangguan metabolik.
1. Hipoglikemia. Sering terjadi pada anak dengan riwayat ibu memiliki kencing
manis atau anak dengan riwayat intra-uterine growth retardation. Kejang
umumnya bersifat umum dan akan segera terkoreksi saat kondisi
hipoglikeminya juga terkoreksi.
2. Hipokalsemia. Sering sekali terjadi pada anak yang berat badan lahirnya
kecil, memiliki ibu dengan riwayat diabetes, asfiksia saat lahir, atau memiliki
ibu dengan hiperparatiroid.
3. Hiponatremia. Dapat disebabkan karena kondisi dehidrasi dari pasien atau
dalam gangguan syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
4. Hipernatremia. Dapat karena dehidrasi lama, asi yang tidak adekuat,
penggunaan sodium bikarbonat.
5. Penyebab metabolik lainnya. Misalnya pada defisiensi piridoksin yang pada
umumnya juga memiliki riwayat kejang intrauterin, ataupun karena gangguan
asam amino seperti hiperamonemia atau asidosis.
C. Infeksi. Infeksi intrakranial karena bakteri ataupun nonbakterial juga dapat
menyebabkan kejang. Kejang pada ensefalitis dapat berupa kejang fokal kemudian
menjadi umum, kemudian terdapat gejala fokal neurologis. Sedangkan pada
meningitis kejang lebih bersifat umum dan terdapat tanda rangsang meningeal.
D. Penggunaan obat. Empat jenis obat yang sekarang diketahui memiliki efek
peningkatan potensial terhadap terjadinya kejang pada anak bila obat tersebut
digunakan ibu saat mengandung ataupun langsung dikonsumsikan pada anak. Obatobatan tersebut yaitu golongan alkohol, hipnotik sedatif, analgesik, ataupun SSRI.

14

E. Kejang demam. Kejang yang terjadi hanya dikarenakan oleh demam dengan suhu
lebih dari 38 derajat secara rektal. Seluruh penyebab kejang lain harus disingkirkan
untuk mendiagnosis kelainan ini.
F. Epilepsi. Adalah kejang lebih dari satu kali yang penyebabnya tidak diketahui.
Diagnosis
Perdarahan
intrakranial1,2
- Arterivenous
-

malformation
Kavernoma
Tumor

intrakranial
Aneurisma
Gangguan
koagulasi

Kelainan metabolik1,3
- Hipoglikemia
- Hipokalsemia
- Hiponatremia
- Hipernatremia

Anamnesis
Riwayat trauma,
Riwayat kelainan
pembekuan darah pada
keluarga,
Riwayat tumor/ kelainan
pembuluh darah
keluarga,
Tidak diberikannya

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan

Demam,

Penunjang
CT-scan kepala,
MRI kepala,

Tampak pucat,
Peningkatan CRT > 2
detik,
Penurunan kesadaran,
Muntah-muntah,
Ubun membonjol

menunjukkan
adanya campuran
darah pada cairan
serebro spinal

vitamin K
Riwayat ibu diabetes,
Riwayat ibu
hiperparatiroid,
Riwayat dehidrasi,
Riwayat penggunaan
obat-obatan

Letargik,
Gangguan irama jantung,
Adanya tanda-tanda
cekung, demam, hilangnya
air mata, mata cowong,
turgor melambat
Adanya kelainan

Onset kejang sesaat

otak1,4
- Hidrosefalus
- Ensefalokel
- Porensefali

setelah lahir/ saat lahir,


+,

kongenital pada otak,


Defisit neurologis +

Infeksi1,5
- Ensefalitis
- Meningitis

Riwayat trauma kepala,


Riwayat penyakit

(chorea)
Demam,
Penurunan kesadaran,
Tanda rangsang meningeal

Gangguan perkembangan

terdahulu,
Defisiensi imun

Riwayat penggunaan

Elektrolit darah
Gula darah
EKG

dehidrasi seperti ubun

Kelainan kongenital

Medikamentosa

Lumbal pungsi

kongenital lain,
Tampak jelas dari kelainan

CT scan kepala,
MRI kepala,

CT scan kepala,
MRI kepala,
Pungsi lumbal

+,
Gejala fokal pada
ensefalitis.
Gejala bergantung pada
15

obat-obatan + pada ibu

obat yang digunakan

atau anak.

(SSRI, alkohol, analgesik,


sedatif)

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi
Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic

Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex
Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan
karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan
X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih
dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.6
3.2

Etiologi
Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase yaitu

fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul aktifitas trombosit),
fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah)
dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat proses ini
16

terganggu, maka akan timbul gangguan pada proses hemostasis yang manifestasi klinisnya
adalah perdarahan.6
Secara umum gangguan pembekuan darah masa anak disebabkan oleh beberapa keadaan
seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Etiologi gangguan pembekuan darah masa anak7

1. Kekurangan faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K


2. Penyakit hati
3. Percepatan penghancuran faktor koagulasi
a. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
b. Fibrinolisis (penyakit hati, agen trombolitik, pasca pembedahan)
3.3

4. Inhibitor terhadap faktor koagulasi


a. Inhibitor spesifik
b. Antibodi antifosfolipid
c. Lain-lain : antitrombin, paraproteinemia
5. Lain-lain
a. Setelah transfusi masif
b. Setelah mendapatkan sirkulasi ekstrakorporal
c. Penyakit jantung bawaan, amiloidosis, sindroma nefrotik

Epidemiologi
Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak
mendapat vitamin K profilaksis. Di Amerika Serikat, frekuensi VKDB dilaporkan bervariasi
antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun menjadi 0-0,44% pada 10 tahun terakhir dengan
adanya program pemberian profilaksis vitamin K. Di Jepang, insiden VKDB mencapai 20 25
per 100.000 kelahiran.16 Danielsson pada tahun 2004 melaporkan bahwa insidens VKDB di
Hanoi Vietnam sangat tinggi, sebesar 116 per 100.000 kelahiran. Angka kematian akibat VKDB
di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. Angka kejadian tersebut ditemukan lebih
tinggi, mencapai 1:500 kelahiran, di daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K
secara rutin pada bayi baru lahir.7,8
Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004
17

didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU
Dr Soetomo Surabaya.
3.4

Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-obatan yang

mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama kehamilan, seperti


antikonvulsan (karbamasepin, fenitoin, fenobarbital), antibiotika (sefalosporin), antituberkulostik
(INH, rifampicin) dan antikoagulan (warfarin). Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis
vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati
(koletasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI ekslusif, serta
malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.7,9

3.5

Klasifikasi
Meskipun terdapat beberapa kontroversi mengenai rentang waktu antara kelahiran sampai

terjadinya perdarahan awal, vitamin K deficiency bleeding diklasifikasi menjadi tiga periode
waktu setelah kelahiran, antara lain9:
1.Vitamin K deficiency bleeding dini
Awal-awal vitamin K perdarahan kekurangan biasanya terjadi selama 24 jam pertama
setelah lahir. Hal ini terlihat pada bayi yang lahir dari ibu mengambil antikonvulsan atau obat
antituberkulosis. Komplikasi perdarahan yang serius dapat terjadi dalam jenis perdarahan.
Mekanisme yang antikonvulsan dan antituberkulosis obat menyebabkan perdarahan kekurangan
vitamin K pada neonatus tidak dimengerti dengan jelas, tetapi penelitian yang terbatas
menunjukkan bahwa perdarahan kekurangan vitamin K adalah hasil dari defisiensi vitamin K
dan dapat dicegah dengan pemberian vitamin K kepada ibu selama 2-4 minggu terakhir
kehamilan. Suplemen vitamin K diberikan setelah kelahiran untuk onset dini perdarahan
kekurangan vitamin K mungkin terlalu terlambat untuk mencegah penyakit ini, terutama jika
suplementasi vitamin K tidak disediakan selama kehamilan
Obat ibu banyak dan atau paparan racun selama kehamilan berhubungan dengan
perdarahan kekurangan vitamin K pada neonatus (misalnya, antikonvulsan: fenitoin, barbiturat,

18

karbamazepin, obat antitubercular: rifampisin, isoniazid, vitamin K antagonis: warfarin,


phenprocoumon).
2. Vitamin K deficiency bleeding klasik
Klasik vitamin K perdarahan kekurangan biasanya terjadi setelah 24 jam dan hingga
akhir minggu pertama kehidupan. Klasik vitamin K perdarahan kekurangan diamati pada bayi
yang belum menerima vitamin K profilaksis saat lahir. Insiden klasik berkisar defisiensi vitamin
K perdarahan 0,25-1,7 kasus per 100 kelahiran. Biasanya penyakit ini terjadi dari hari kedua
kehidupan sampai akhir minggu pertama, namun dapat terjadi selama bulan pertama dan kadangkadang tumpang tindih
dengan akhir-onset
perdarahan
Bayi yang
VKDB
VKDB
klasik kekurangan
VKDB vitamin K. Secondary
dini
lambat makan, atau
PCkeduanya.
memiliki Vitamin K deficiency
bleeding klasik sering sakit, menunda
Umur

< 24 jam

1-7 hari (terbanyak

2 minggu 6

Segala usia

Perdarahan biasanya terjadi pada umbilikus,


GI saluran (yaitu,
melena),, kulit hidung, situs
bulan
3-5
bedah (misalnya, sunat), dan, jarang, hari)
di otak.

(terutama

Penyebab
Obat yang
-Pemberian
-Intake Vit K
-obstruksi
diminum
inadekuat
& 3. Vitamin K deficiency bleedingmakanan
bilier
lambat (Acquaired prothrombin complex deficiency)
selama
-Kadar vit K
Faktor
terlambat
-penyakit
kehamilan
rendah
pada hati
-Intake
Vit
K
resiko
Hal ini biasanya terjadi antara usia 2-12 minggu, namun, akhir-onset vitamin K
ASI
inadekuat
perdarahan kekurangan dapat dilihat -Kadar
selama 6vit
bulan
setelah
kelahiran.
Penyakit ini malabsorbsi
paling sering
K rendah -Tidak dapat
profilaksis vit K -intake
padamenerima
ASI
terjadi pada bayi yang disusui yang tidak
vitamin K-gangguan
profilaksis saat lahir. Vitamin K
-Tidak
dapat
kurang
hati industri
konten rendah dalam ASI matang danprofilaksis
berkisar dari 1-4 mcg / L.fungsi
Kontaminan
dalam ASI
(nutrisi
vit
K
Frekuensi
<5% pada
0,01-1%
4-10
per
telah
terlibat dalam mempromosikan
vitamin
K perdarahan kekurangan.
Lebih
dari setengah dari
kelompok

(tergantung

pola

100.000
kelahiran
tinggi
bayi)
(terutama
Tabel
2. Perdarahan
akibat defisiensi vitamin
K pada anakdi9
Asia
Lokasi
Sefalhemat
GIT,
umbilikus, Intrakranial
perdaraha
om,
hidung,
(30n
umbilikus,
tempat
suntikan, 60%), kulit,
intrakranial
hidung, GIT,
bekas
tempat
,
sirkumsisi,
intraabdom
suntikan,
intrakranial
umbilikus,
inal, GIT,
intratorakal
UGT,
Pencegah
-Vit K profilaksis Vit
K
an
penghentia
(oral /
profilaksis
im)
(im)
n/
asupan
vit
K
yang
- asupan vit K
penggantia
adekuat
yang adekuat
n

bayi hadir dengan perdarahan


akut.
resiko intrakranial
makan

19

3.6

Patofisiologi dan Patogenesis

3.6.1 Proses Koagulasi


Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur
ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan jalur
ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya luka.7,11
Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu
dengan protein prekalikrein, High-Molecular Weight Kininogen (HMWK), ion kalsium dan
fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII
bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase
kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian
mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui
aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan (Gambar 1).7
Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca, faktor
VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada proses
koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktifasi faktor VIII menjadi faktor
VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan
memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif.7,11,12
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor
20

(TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak dengan
plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor VIIa akan
mempercepat aktifasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik.
Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata
juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur ekstrinsik dan
intrinsik.7

Gambar 1. Kaskade pembekuan darah.7


Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor
IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan kompleks
protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V
merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, faktor V
teraktivasi menjadi faktor Va dipivu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah
faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin polymer
yang lebih kuat.7
3.6.2 Perkembangan Hemostasis Selama Masa Anak
Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar protein
koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti protein prekalikrein, High
Molecular Weight Kininogen (HMWK), faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih rendah 15 20%
21

dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang bulan. Kadar inhibitor koagulasi
seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih rendah 50% dari normal. Sedangkan kadar factor
VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen setara dengan dewasa.8,13
Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat mencapai kadar
yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K
berangsur kembali ke normal pada usia 7-10 hari. Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir
rendah mungkin disebabkan oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora
normal usus yang mampu mensintesis vitamin K.8
Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat dalam 3 6 bulan pertama kehidupan
kecuali protein C yang masih rendah sampai usia belasan tahun. 7 Meskipun kadar beberapa
protein koagulasi lebih rendah, pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anak dan dewasa. Namun
didapatkan pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10 tahun, sehingga
interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara hati-hati.9,13
3.6.3 Defisiensi Vitamin K
Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang diperlukan dalam
sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K dependent protein ) atau GIa. Vitamin K
diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein C
dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul
faktor II, VII, IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk
prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor
pembekuan yang aktif.8
Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses koagulasi sehingga
menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency
Bleeding (VKDB).7
Gambar 2 menunjukkan terjadinya fase karbosilaksi dalam siklus metabolisme vitamin
K. Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari faktor koagulasi tergantung vitamin
K tetap terbentuk normal, namun fase karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino
terminal glutamic acid) tidak terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X
tidak mampu berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk aktif yang
22

diperlukan dalam proses koagulasi.7

Gambar 2. Siklus vitamin K dan reaksi karboksilasi.


Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu
formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula,
mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K. Sedangkan pada
bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat
memproduksi vitamin K.7
3.7

Diagnosis
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan, pola
pemberian makanan, serta riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan.
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada
tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya.7
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X
sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat pemanjangan waktu
pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT), sedangkan
23

Thrombin Time (TT) dan masa perdarahan normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau
MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan
intrakranial. Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis
VKDB.8,13
VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun
yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan gangguan
sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga memberikan manifestasi klinis perdarahan.
Tabel dibawah memperlihatkan gambaran laboratorium kedua kelainan tersebut.7
Tabel 3. Gambaran laboratorium VKDB dan penyakit hati7
Komponen

3.8

VKDB

Penyakit Hati

Morfologi eritrosit

Normal

Sel target

PTT

Memanjang

Memanjang

PT

Memanjang

Memanjang

Fibrin Degradation Product (FDP)

Normal

Normal/naik sedikit

Trombosit

Normal

Normal

Faktor koagulasi yang menurun

II,VII,IX,X

I,II,V,VII,IX,X

Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding antara lain seperti cryoglobulinemia, sindrom

cushing, disseminated intravascular coagulation, defisisensi faktor IX/V/VII/VIII/XI/XIII,


thrombotik thrombocytopenia purpura. 13
3.9

Pencegahan dan Penatalaksanaan


Penatalaksanaan

VKDB

terdiri

dari

penatalaksanaan

untuk

pencegahan

dan

penatalaksaan untuk mengobati kelainan ini.


3.9.1 Pencegahan VKDB
Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk vitamin K,
yaitu :
1. Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau,
2. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal
24

3. Vitamin K3 (menadione), vitamin K sintetis yang sekarang jarang diberikan karena dilaporkan
dapat menyebabkan anemia hemolitik.7
Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian intramuskular
dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif dalam mencegah timbulnya
VKDB lambat. Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan phytonadione, suatu sintesis
analog vitamin K1 yang larut dalam lemak, diberikan secara i.m. 7,14
Thailand sejak tahun 1988 merekomendasikan pemberian vitamin K 2 mg per oral untuk
bayi normal dan 0,5 1 mg i.m untuk bayi prematur atau tidak sehat. Ternyata mampu
menurunkan angka kejadian VKDB dari 30 70 menjadi 4 7 per 100.000 kelahiran. Sejak
tahun 1999 Vitamin K 1 mg i.m harus diberikan pada semua bayi baru lahir dan diberikan
bersama imunisasi rutin.10
Kanada sejak tahun 1997 merekomendasikan pemberian vitamin K1 intramuskular 0.5mg
(untuk bayi < 1500g) dan 1 mg (untuk bayi > 1500g) diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir.
Untuk orang tua yang menolak pemberian secara i.m., vitamin K1 diberikan per oral dengan
dosis 2mg segera setelah minum diulang pada usia 2-4 minggu dan 6-8 minggu. AAP pada tahun
2003 merekomendasikan pemberian vitamin K pada semua bayi baru lahir dengan dosis tunggal
0.5mg-1mg i.m. departemen kesehatan RI pada tahun 2003 mengajukan rekomendasi untuk
pemberian vitamin K1 pada semua bayi baru lahir dengan dosis 1mg i.m (dosis tunggal) atau
secara per oral 3 kali 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun.15
Untuk ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat profilaksis
vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg i.m pada 24 jam sebelum melahirkan.
Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg i.m dan diulang 24 jam kemudian.7
Meskipun ada penelitian yang melaporkan hubungan antara pemberian vitamin K i.m
dengan meningkatnya angka kejadian kanker pada anak, namun penelitian terbaru yang
dilakukan oleh Mc Kinney pada tahun 1998 tidak membuktikan adanya peningkatan resiko
terjadinya kanker pada anak yang mendapatkan profilaksis vitamin K i.m.11
Neo K ampul merupakan vitamin K yang sering digunakan pada bayi yang baru lahir
yang diberi secara i.m. untuk pencegahan dan pengobatan pada penyakit hemorragic pada bayi
baru lahir. Neo K ampul mempunyai kandungan Phytonadione, dengan kemasan 1 ampul 2 mg/
ml. Dosis pemberian 0,5 1 mg i.m, 1 6 jam setelah kelahiran. Efek samping Neo K ini apa
bila diberikan secara berlebihan akan menyebabkan Hiperbilirubinemia, dan terjadi reaksi
25

hipersensitif termasuk syok anafilaktik dan kematian.17


3.9.2 Pengobatan Defisiensi Vitamin K
Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan vitamin K1
dengan dosis 1 2 mg/hari selama 1 3 hari. Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara
intramuskular karena akan membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian dilakukan
secara subkutan karena absorbsinya cepat. Pemberian secara intravena harus dipertimbangkan
dengan seksama karena dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi.2
Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi dengan
perdarahan yang luas dengan dosis 10 15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor koagulasi
tergantung vitamin K sampai 0,1 0,2 unit/ml. Respon pengobatan diharapkan terjadi dalam
waktu 4 6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal hemostasis yang
membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus
dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati. Transfusi Packet Red Cell (PRC) berfungsi
untuk mengatasi anemia. Penatalaksanaan lain untuk perdarahan intrakranial dapat di berikan
anticonvulsan, dexamethasone iv, pemeriksaan cairan subdural setiap hari dengan cara
penekanan, dan pungsi lumbal pada saat keadaan membaik serta pencegahan komplikasi
neurologis dan stimulasi untuk kecacatan neurologis. 11
3.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada VKDB ini adalah perdarah intrakranial, dan komplikasi
pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis bila diberikan secara IV, anemia haemolitik,
hiperbilirubinemia dalam dosis tinggi, dan hematoma pada lokasi suntikan.17
3.11

Prognosis
Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan

membaik dalam waktu 24 jam.14 Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan
berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal sangat tinggi. Pada perdarahan
intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50 65%.13

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Gomela TL. Seizures. In : Gomella TL, editor. Neonatalogy : management, procedures,
on-call problems, disease, and drugs. 5th ed. United States of America: McGraw Hill
Companies ; 2004
2. Lori C. Jordan M.D. and Argye E. Hillis M.D. Hemorrhagic stroke in children. Pediatric
Neurology. Feb 2007; 36(2): halaman 73-80.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1847395/
3. Rachel S. Meyers, PharmD. Pediatric fluid and electrolyte therapy. Journal pediatric
pharmacology therapy. 2009 Oct-Dec; 14(4): halaman 204-211.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3460795/
4. Gregory S. Liptak, MD, MPH. Brain anomalies.
http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/congenital_neurologic_anomalies/
brain_anomalies.html
5. Miles H B and Steven L W. Acute community-acquired meningitis and encephalitis in
children. Medical journal of Australia 2002;176 (8): halaman 389-396.
https://www.mja.com.au/journal/2002/176/8/4-acute-community-acquired-meningitisand-encephalitis
6. Prof. DR. dr. Sudigdo Sastroasmoro Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K, Buku
Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2007: 279-281
7. Pansatiankul, B., Jitapunkul, S. 2008. Risk factors of Acquaired Prothrombin Complex
Deficiency Syndrome: A Case-Control Study. Journal Med Assoc Thai 91:S1-8. Available
from: http://www.medassocthai.org/journal Raspati, Harry., Reniarti, Lelani., Susanah,
Susi. 2010. Gangguan Pembekuan Darah didapat Defisiensi Vitamin K. Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
8. Hagstrom

JN,

2003.

Hypoprothrombinemia.

Available

from:

http://www.emedicine.medscape.com/article/956030
9. Nimavat, D.,dkk. 2009. Hemorrhagic Disease of Newborn. Medscape Reference.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/974489
10. Isarangkura P, Chuansumrit A. 1999. Vitamin K Deficiency in infant. 1999. Available
from: http://www.ishapd.org/1999/43.pdf
11. Johnson, Monco., J, Marilyn. 2007. Gangguan koagulasi. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol
2. Jakarta: EGC.
27

12. Corrigan, James J. 2000. Penyakit Perdarahan dan Trombosis. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol 2 Eds 15. Jakarta: EGC.
13. Schwartz,

Robert.

2011.

Factor

II.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/209742
14. Lee, Kimberley G., Dkk. 2010. Hemorrhagic Disease of The Newborn. MedlinePlus.
Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007320.htm
15. Tulchinsky, TH. 2007. Vitamin K Prophylaxis for Newborn: A Position Paper. Braun
School

of

Public

Health.

Available

from:

http://archives.who.int/eml/expcom/expcom16/COMMENTS/VitK.pdf
16. Media

Informasi

Obat

dan

Penyakit.

Neo

Ampul.

http://medicastore.com/obat/12095/NEO-K_AMPUL.html.
17. Kementerian kesehatan Anak, Pentingnya Pemberian Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir.

Direktorat Bina Kesehatan Anak. 2011. http://www.kesehatananak.depkes.go.id.

28

Anda mungkin juga menyukai