Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kecerdasan emosional

2.1.1

Definisi kecerdasan emosional


Para ahli banyak mengemukakan pendapat tentang pengertian kecerdasan

emosional. Istilah kecerdasan emosional ini pertama kali diperkenalkan oleh Peter
Salovey dan John Mayer pada tahun 1990 yang sering disebut dengan Emotional
Quotient. Mayer dan Salovey mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah
semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan
tindakan.12 Menurut Purba tahun 1999 kecerdasan emosional adalah kemampuan
di bidang emosi, yaitu semangat optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan
dengan orang lain atau empati.13
Reuven Bar-On mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah
serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non-kognitif yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat berhasil mengatasi tuntutan
dan tekanan lingkungan.14 Goleman pada tahun 2000 menyebutkan bahwa
kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of
emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian
diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.15

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan


emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan
orang lain.

2.1.2

Aspek-aspek kecerdasan emosional


Aspek-aspek kecerdasan emosional menurut Goleman adalah sebagai

berikut:16,17
1. Mengenali emosi diri (Selfs Awareness)
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar
dari kecerdasan emosional. Individu yang memiliki kesadaran emosi
menyadari apa yang ia rasakan dan pikirkan. Kesadaran diri terhadap
emosi merupakan inti dari kecerdasan emosi, apabila seseorang ingin
mengembangkan kecerdasan emosi, maka ia harus memulai dulu
meningkatkan kesadaran diri.
2. Mengelola emosi (Self Management)
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga emosi yang labil tetap stabil
merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Kemampuan ini mencakup
kemampuan untuk menghibur diri, melepaskan kecemasan, serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan yang menekan.
3. Memotivasi diri sendiri (Motivation)
Motivasi adalah kemampuan menggunakan

hasrat

untuk

setiap

membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih

baik serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak efektif, mampu


bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
4. Mengenali emosi orang lain (Emphathy)
Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang
orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk
mendengarkan orang lain. Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non
verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer,
lebih mudah bergaul, dan lebih peka.
5. Membina hubungan (Relationship Management)
Kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Keterampilan
komunikasi merupakan modal dasar dalam membina hubungan dengan
orang lain. Individu yang memiliki keterampilan membina hubungan
dengan orang lain akan sukses dalam segala bidang.
2.1.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional


Goleman pada tahun 1997 menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosi individu, yaitu:17


a. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama kali dalam
mempelajari emosi. Saat masih bayi kecerdasan emosi dapat diajarkan
melalui emosi. Pada masa anak-anak peristiwa emosional yang terjadi
akan melekat secara permanen sampai dewasa. Kehidupan emosional yang
dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari.
b. Lingkungan non keluarga

10

Lingkungan non keluarga terkait dengan lingkungan masyarakat dan


pendidikan. Kecerdasan emosional akan berkembang sejalan dengan
perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran kecerdasan emosioanl
ditujukan dalam suatu pelatihan seperti suatu aktivitas bermain peran
sebagai seseorang diluar dirinya.
Menurut Goleman tahun 2002 terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional, yaitu :18
1. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu
yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional
di pengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal
dan hal-hal yang berada pada otak emosional.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individu dan
mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu
dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi
kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui
perantara, misalnya media masa baik cetak maupun elektronik.
2.2

Stres

2.2.1

Definisi stres
Menurut kamus kedokteran

Dorland, stres adalah suatu keadaan

penjumlahan reaksi biologis terhadap setiap rangsangan yang merugikan fisik,


mental atau emosional, internal atau eksternal yang cenderung mengganggu
homeostasis organisme, juga rangsangan yang mendatangkan reaksi.19

11

Setiap pakar psikologi memiliki pendapat sendiri tentang definisi stres.


Menurut Lazarus stres merupakan suatu keadaan atau bentuk interaksi antara
individu dengan lingkungannya yang dianggap individu sebagai sesuatu yang
membebani dan melampaui kemampuan individu untuk mengatasinya, serta
mengancam kesejahteraannya.20
Menurut Atkinson bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan
membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi / peristiwa
yang dirasakan membahayakan kesejahteraan individu disebut sebagai penyebab
stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini disebut sebagai respon stres.20
Maramis berpendapat bahwa stres adalah segala masalah atau tuntutan
penyesuaian diri dan sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita. 21 Taylor juga
berpendapat bahwa stres itu merupakan suatu kondisi perasaan yang tidak
menyenangkan, tekanan atau ketegangan yang dialami oleh individu.5
Hans Selye mendefinisikan stres sebagai tanggapan atau reaksi tubuh
terhadap berbagai tuntutan atau beban yang diterimanya yang bersifat non
spesifik. Menurut Hans Selye stres diawali dengan fase waspada (alarm reaction)
terhadap adanya ancaman. Fase ini ditandai oleh proses tubuh secara otomatis,
seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti reaksi penolakan
terhadap stressor dan akan mencapai fase kehabisan tenaga (exhaustion) jika
merasa tidak mampu untuk terus bertahan.2,21,22
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan
respon tubuh yang bersifat non-spesifik yang membebani dan melampaui
kemampuan individu untuk mengatasinya, serta mengganggu kesejahteraan fisik
dan psikologis seseorang.

12

2.2.2

Penggolongan stres
Menurut Hans Selye stres digolongkan menjadi dua golongan.

Penggolongan ini didasarkan persepsi individu terhadap stres yang dialaminya : 21


1. Distres (stres negatif)
Selye menyebutkan distres adalah stres yang merusak atau bersifat tidak
menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah, sehingga individu
mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan
untuk menghindarinya.21
2. Eustres (stres positif)
Selye menyebutkan bahwa eustres bersifat menyenangkan dan merupakan
pengalaman yang memuaskan. Hanson mengemukakan fresh joy of stress untuk
mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres.
Eustres dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan
performasi individu untuk meciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya
seni.21
2.2.3

Sumber-sumber stres
Menurut Greenberg sumber stres atau stresor adalah suatu stimulus yang

memiliki potensi untuk memacu timbulnya respon stres. 3 Lazarus membagi


sumber stres berdasarkan sifatnya, yaitu :2,23
1. Sumber stres yang bersifat fisik
Atwater menyebutkan sumber stres yang bersifat fisik ini sebagai stres
biologis. Stres biologis dapat mempengaruhi daya tahan tubuh dan emosi,
misalnya menderita penyakit tertentu.
2. Sumber stres yang bersifat psikososial

13

Sumber stres yang bersifat Psikososial suatu kejadian penimbul stres yang
berasal dari kondisi lingkungan tertentu. Terdapat empat macam sumber
stres yang bersifat psikososial, yaitu :
a. Tekanan
Menurut Maramis tekanan dapat datang dari dalam maupun dari luar
individu. Tekanan yang berasal dari dalam seperti cita-cita yang terlalu
tinggi yang kita tetapkan untuk diri pribadi. Sedangkan tekanan dari
luar dapat datang dari tuntutan orang tua atau orang-orang di sekitar
kita. Semakin besar tekanan yang dirasakan semakin besar
kemungkinan ia menderita stres.
b. Krisis
Krisis adalah keadaan yang mendadak menimbulkan stres pada
seseorang atau sekelompok orang, seperti kematian, masuk sekolah
pertama kali, namun tidak semua orang yang mengalami peristiwaperistiwa di atas akan mengalami stres karena tiap orang mempunyai
tingkat adaptasi yang berbeda.
c. Frustasi
Frustasi merupakan emosi negatif yang timbul sebagai akibat
terhambatnya atau tidak terpuaskannya tujuan atau keinginan individu.
Frustasi dapat timbul apabila ada hal yang menghalangi kita dengan
tujuan yang ingin kita raih. Apabila seseorang sudah merasa frustasi
maka dapat mencetuskan terjadinya stres.
d. Konflik
Konflik adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya dua atau
lebih pilihan yang bertentangan, sehingga pemenuhan suatu pilihan
akan menghalangi tercapainya pilihan yang lain.

14

2.2.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap stresor


Reaksi individu terhadap stres berbeda-beda. Adanya perbedaan dampak

stres pada individu disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik masingmasing individu. Perbedaan karakteristik tersebut akan menentukan respon
terhadap stimulus yang menjadi sumber stres, sehingga respon setiap individu
akan berbeda-beda walaupun stimulus yang menjadi sumber stresnya sama.
Menurut Fleming, Bann dan Singer, suatu situasi dianggap dapat menimbulkan
stres tergantung pada pandangan dan interpretasi individu terhadap situasi
tersebut.6,23
Menurut Lahey dan Ciminero, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
reaksi individu terhadap stres, yaitu :23
1. Intensitas dan lama stres
Semakin besar intensitas dan semakin lama seseorang mengalami
stres, maka semakin serius reaksi stresnya.
2. Adanya stresor lain
Suatu sumber stres tidak hanya menyebabkan individu mengalami
stres tetapi juga akan membuat individu tersebut lebih rentan terhadap
stresor lain.
3. Pengalaman terdahulu dan peringatan akan adanya sumber stres
Pada umumnya reaksi stres akan lebih kecil bila individu pernah
mengalami hal yang sama sebelumnya, dan bila ia telah mengetahui
dahulu akan adanya stres yang harus dihadapi.
4. Karakteristik individu
Beberapa karakteristik dan keadaan tertentu membuat individu
mengalami stres yang berbeda intensitasnya.
5. Dukungan sosial
Adanya hubungan yang jelas antar besarnya reaksi stres dengan adanya
dukungan sosial, antara lain berupa hubungan baik dengan teman dan
atau keluarga. Dukungan sosial yang diterima individu dapat
membantu menurunkan stres.

15

6. Kontrol personal
Kemampuan individu untuk dapat meramalkan atau mengontrol
kejadian stres sangat mempengaruhi besarnya reaksi stres. Jika ia
sudah tahu bahwa stimulus tertentu dapat menjadikannya stres, maka
ia dapat mempersiapkan dirinya untuk benar-benar menghadapi situasi
tersebut.
7. Tingkah laku koping
Tingkah laku koping merupakan perantara dalam hubungan penyebab
dan reaksi stres. Sebagian individu bereaksi kuat terhadap penyebab
stres yang ringan dan yang lain bereaksi ringan terhadap penyebab
stres yang berat.
8. Tingkat perkembangan
Dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada
setiap individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap
seseorang maupun stresor, karena perkembangan cukup menentukan
kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan.
Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme
respons stres, yaitu:24
1. Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor
yang mengurangi intensitas respons stres.
2. Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres
yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat
diprediksi.
3. Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini
dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.
4. Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat
ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres.
2.2.5

Respon terhadap stres


Atkinson mengatakan bahwa saat individu dihadapkan pada situasi stres

maka individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis.25

16

1. Respon fisiologi
Saat terjadi stres fisik maupun psikologis akan mengaktivasi hipotalamus
yang selanjutnya akan mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem
simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespon secara
menyeluruh terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu peningkatan curah
jantung dan ventilasi serta pengalihan darah dari daerah-daerah vasokontriksi
yang aktivitasnya ditekan seperti saluran pencernaan dan ginjal, ke otot rangka
dan jantung yang lebih aktif dan mengalami vasodilatasi untuk mempersiapkan
tubuh melalui respon fight or flight.25
Selain epinefrin, sejumlah hormon terlibat dalam respon stres. Hormon
predominan yaitu pengaktifan CRH (Cortico Releasing Hormon)-ACTH (Adeno
Corticotropin Hormon)-kortisol oleh hipotalamus yang teraktivasi. Kortisol
berperan dalam respon stres karena efek metaboliknya yang menguraikan
simpanan lemak, glukosa dan protein untuk meningkatkan kadar glukosa darah,
guna mempertahankan nutrisi otak dan sebagai zat pembangun bagi jaringan yang
rusak.25
2. Respon psikologis
Respon psikologis terhadap stres dapat meliputi sebagai berikut:21
1. Kognisi
Stres dapat melemahkan daya ingat dan perhatian dalam aktivitas kognitif.
2. Emosi
Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering menggunakan
keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian kognitif
dapat mempengaruhi stres dan pengalaman emosional. Reaksi emosional
terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih
dan marah.
3. Perilaku sosial

17

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu


dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Stres yang diikuti
dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung
meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.
2.2.6

Reaksi tubuh terhadap stres


Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi secara fisiologis

maupun psikologis pada tubuh.25,26 Reaksi-reaksi tersebut antara lain sebagai


berikut:25
a. Warna rambut
Perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat
mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam.
b. Mata
Perubahan ketajaman mata menjadi turun karena kekenduran pada
otot-otot mata sehingga akan mempengaruhi fokus lensa mata.
c. Telinga
Pada telinga terjadi gangguan seperti adanya suara berdenging.
d. Daya pikir
Pada daya pikir sering kali ditemukan adanya penurunan konsentrasi
dan keluhan sakit kepala dan pusing.
e. Ekspresi wajah
Ekspresi wajah tampak tegang, mulut dan bibir terasa kering.
f. Kulit
Reaksi yang dapat dijumpai sering berkeringat dan kadang-kadang
panas, dingin dan juga akan dapat menjadi kering atau gejala lainnya
seperti urtikaria.
g. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan dapat dijumpai gangguan seperti terjadi sesak
karena penyempitan pada saluran pernapasan.
h. Sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar,
pembuluh darah melebar atau menyempit kadang-kadang terjadi

18

kepucatan atau kemerahan pada muka dan terasa kedinginan dan


kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer seperti pada jari-jari
tangan atau kaki
i. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan akan mengalami gangguan seperti lambung terasa
kembung, mual, perih, karena peningkatan asam lambung.
j. Sistem perkemihan
Sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya frekuensi buang air
kecil yang sering.
k. Sistem otot dan tulang
Pada otot dan tulang terjadi ketegangan dan terasa ditusuk-tusuk,
khususnya pada persendian dan terasa kaku.
l. Sistem endokrin dan hormon
Pada sistem endokrin dan hormonal sering kali dijumpai adanya
peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan
kegairahan pada seksual.
2.2.7

Tahapan stres
Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena

perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan jika
tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Robert
dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :24
Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
1. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
2. Penglihatan menjadi lebih tajam tidak sebagaimana biasanya
3. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun
tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

19

Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan menghilang, dan
timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi
cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat dan
tidur yang cukup bermanfaat untuk memulihkan cadangan energi yang mengalami
defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada
pada stress tahap II adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar


Merasa mudah lelah sesudah makan siang
Merasa capek menjelang sore hari
Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort)
Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)
Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
Tidak bisa santai

Stres tahap III


Apabila

seseorang

tetap

memaksakan

diri

dalam

pekerjaannya

tanpa

menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan


keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu
1. Gangguan lambung dan usus semakin nyata ; misalnya keluhan maag
(gastritis), diare
2. Ketegangan otot-otot semakin terasa
3. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat
4. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur
(early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat
kembali tidur (Late insomnia)
5. Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa goyang dan seperti mau
pingsan).

20

Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk
memperoleh terapi atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh
memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang
mengalami defisit.
Stres tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul keluhan:
1. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit
2. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan
menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
3. Mulai kehilangan kemampuan untuk merespons situasi secara memadai
(adequate)
4. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan yang sederhana
5. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi buruk
6. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada semangat dan
kegairahan
7. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
8. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya
Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka akan muncul keluhan sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan
psychological exhaustion)
2. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan
dan sederhana
3. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)
4. Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah
bingung dan panik.
Stres tahap VI

21

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, individu mengalami serangan panik


(panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres
tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU (Intensive
Care Cardiac Unit), meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan
kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Debaran jantung teramat keras


Susah bernapas
Seluruh badan terasa gemetar, dingin dan berkeringat
Kehilangan tenaga untuk melakukan hal-hal yang ringan
Pingsan atau kolaps (collapse)

Keluhan yang digambarkan di atas didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang


disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor
psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

2.2.8

Mekanisme koping
Menurut Lazarus dan Folkman mekanisme koping adalah suatu perubahan

yang konstan dari usaha kognitif dan tingkah laku untuk mengatasi tuntutan
internal dan eksternal yang dinilai sebagai hal yang membebani atau melebihi
sumber daya individu. Koping antara individu satu dengan yang lain berbedabeda. 23,27,28
Lazarus dan Folkman membagi koping menjadi 2 bentuk yaitu :28
a. Koping yang berfokus pada masalah (Problem focused coping)
Usaha untuk mengurangi atau menghilangkan stres dengan mempelajari
cara-cara atau keterampilan-keterampilan baru untuk memodifikasi
permasalahan

yang

mendatangkan

stres.29

Individu

cenderung

menggunakan strategi ini, bila situasi tersebut yakin bisa diubah oleh
dirinya. Strategi yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah antara

22

lain: menentukan masalah, menciptakan pemecahan alternatif, memilih


salah satunya dan mengaplikasikan alternatif yang dipilih.28,29
b. Koping yang berfokus pada emosi (Emotional focused coping)
Usaha untuk mengatur respon emosional terhadap stres dengan merubah
cara dalam merasakan permasalahan atau situasi yang mendatangkan
stres.28 Contohnya dengan menjauh dari permasalahan yang dialami ,
2.2.9

melakukan relaksasi, dukungan dan simpati dari orang lain.28,29


Penanganan stres
Berbagai strategi penanganan stres dapat dilakukan dengan banyak cara.

Satu hal yang penting dalam penanganan stres yang efektif adalah bahwa
mahasiswa dapat menggunakan lebih dari satu strategi untuk membantu mereka
menghadapi stres.30 Penanganan yang tepat dapat membantu mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat stres. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres
antara lain:30
1. Mengembangkan sikap percaya
2. Mengurangi kemarahan
3. Meningkatkan self-efficacy
4. Menggunakan berbagai strategi coping
5. Menyisihkan waktu untuk bermain dan relaksasi
6. Meyakinkan diri bahwa ia memiliki teman yang bisa ia percaya
7. Olahraga rutin
8. Menggunakan strategi pemecahan masalah yang berfokus pada masalah
9. Mengembangkan gambaran diri yang lebih positif

2.2.10 Stres pada mahasiswa Kedokteran

23

Secara umum, Yusoff dan Rahim mengelompokkan stresor


pada mahasiswa kedokteran dalam 6 kategori, yaitu stresor
terkait akademik, stresor terkait hubungan intrapersonal dan
interpersonal, stresor terkait hubungan belajar-mengajar, stresor
terkait

hubungan

sosial,

stresor

terkait

keinginan

dan

pengendalian, dan stresor terkait dengan aktivitas kelompok.31,32

1. Stresor terkait akademik


Stresor yang berkaitan dengan akademik berhubungan
dengan

pendidikan,

universitas,

pelajaran

atau

kompetisi

diantara mahasiswa yang bisa menjadi penyebab stres pada


mahasiswa. Diantara penyebab stres tersebut adalah sistem
ujian, metode penilaian, jadwal kuliah, aktivitas mahasiswa yang
berhubungan dengan kegiatan akademik seperti mendapat nilai
buruk dalam ujian, tingginya keinginan untuk menjadi yang
terbaik dalam belajar, jumlah mata kuliah yang banyak, sulit
untuk mengerti pelajaran, menyelesaikan tugas tidak sesuai
dengan

rencana,

mahasiswa

merasa

kurangnya

waktu

adanya

kompetisi

mengulang

pelajaran,

dan sulit

menjawab

pertanyaan yang diberikan dosen.


2. Stresor terkait hubungan intrapersonal dan interpersonal
Stresor

yang

terkait

hubungan

intrapersonal

pada

umumnya berhubungan dalam diri individu sendiri, termasuk


motivasi yang kurang untuk belajar dan koflik diri sendiri.

24

Sedangkan stresor yang terkait hubungan interpersonal berupa


konflik dengan personal, teman sejawat, dosen dan staff.
3. Stresor yang terkait hubungan belajar-mengajar
Pada umumnya yang menyebabkan stres terkait hubungan
belajar-mengajar adalah kelayakan pemberian tugas oleh dosen
kepada mahasiswa, feedback dari dosen kepada mahasiswa,
dukungan oleh dosen kepada mahasiswa, penjelasan yang
diberikan dosen kepada mahasiswa, kecakapan dosen dalam
mengawasi dan mengajar mahasiswa.
Pada penelitian Yusoff et al (2010) ini menunjukkan
hubungan

belajar-mengajar

merupakan

stres

utama

pada

mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa kurang harmonis dalam


hubungan belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa. Oleh
karena itu, hubungan proses belajar-mengajar menentukan
penyebab stres pada mahasiswa.
4. Stresor terkait hubungan sosial
Umumnya
yang
menjadi
berhubungan

dengan

sosial

adalah

penyebab
waktu

stres
luang

yang

bersama

keluarga dan teman-teman, hubungan dengan masyarakat,waktu


untuk diri sendiri, hubungan sosial mahasiswa dengan orang lain.
5. Stresor terkait dengan keinginan dan pengendalian
Stresor terkait dengan keinginan dan pengendalian berasal
dari internal maupun eksternal yang mempengaruhi sikap,
emosi, pikiran dan perilaku yang kemudian menyebabkan stres.
Tekanan dari keluarga untuk menjadi lebih baik dan memilih
fakultas kedokteran bisa menjadi stresor bagi mahasiswa.
6. Stresor terkait dengan aktivitas kelompok

25

Secara

umum

yang

menjadi

stresor

terkait

dengan

aktivitas kelompok adalah partisipasi dalam diskusi kelompok,


presentasi kelompok, dan keinginan menjadi terbaik diantara yg
lainnya.
2.3 Hubungan kecerdasan emosional dengan tingkat stres
Menurut Lazarus dan Cohen dalam Sarafino, bahwa situasi dapat dinilai
ancaman atau sebagai tantangan tergantung pada pengalaman individu tersebut
berdasarkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya yaitu:
mekanisme koping, kepribadian dan kecerdasan emosional. Sedangkan faktor
eksternal yaitu jenis stres, kehadiran stres lain dan dukungan sosial.33
Mangkunegara juga mengemukakan tentang hubungan kecerdasan emosi
dan stres kerja dalam program pengembangan manajemen stres melalui
kecerdasan emosi antara lain :9
a. Mengelola hubungan dengan orang lain, yaitu dengan mengembangkan
hubungan yang tulus dan cerdas secara emosional serta memberikan
dukungan kepada mereka
b. Mengelola lingkungan, yaitu menggunakan pikiran positif dan mencermati
perubahan yang terjadi pada tingkat stres
c. Mengelola gaya hidup, yaitu dengan menghilangkan penyebab-penyebab
stres, manajemen waktu secara efektif
d. Mengolah sikap dan reaksi, yaitu bersikap positif terhadap kondisi dan situasi
apapun dan kendalikan reaksi yang akan menambah stres.
Collen dan Wills menyebutkan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan
sosial hidup lebih lama dan kurang rentan terhadap stres dibandingkan orang
sedikit memiliki kontak sosial suportif. Stres lebih mudah ditoleransi jika

26

penyebab stres diceritakan kepada orang lain. Dukungan emosional dapat


menjadikan stres lebih dapat diatasi.34

2.4 Kerangka teori


Berdasarkan teori di atas, maka dapat dibuat kerangka teori sebagai
berikut:
Kecerdasan Emosional
Kesadaran diri
Pengendalian diri
Motivasi diri
Mengenali emosi
orang lain
Keterampilan sosial

Manajemen Stres

Tingkat stres
Stres ringan
Stres sedang
Stres berat
Stres sangat berat

Stresor pada Mahasiswa Kedokteran


Stresor
terkait
akademik

Stresor
terkait
hubungan
intrapersonal
dan
interpersonal

Stresor
Stresor
terkait
terkait
hubungan
hubungan
belajarsosial
mengajar
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Stresor
terkait
keinginan
dan
pengendalian

Stresor
terkait
aktivitas
kelompok

27

2.5 Kerangka konsep


Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep
sebagai berikut:

Kecerdasan Emosional
- Kesadaran diri
- Pengendalian diri
- Motivasi diri
- Mengenali emosi
orang lain
- Keterampilan Gambar
sosial 2.2 Kerangka Konsep

Tingkat stres
- Stres ringan
- Stres sedang
- Stres berat
- Stres sangat berat

Anda mungkin juga menyukai