Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit kulit dindonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Berbeda dengan negara barat yang
banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Faktor lain penyakit kulit adalah
kebiasaan masyarakat dan lingkungan yang tidak bersih. (Safrina, 2008).
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat, salah satu nya adalah infeksi kulit. Adapun
jenis-jenis penyakit kulit akibat infeksi bakteri (erysipelas, furunkulosis,
impetigo dan lain-lain), infeksi jamur (tinea kapitis, tinea korporis, tinea
kruris, tinea vesikolor dan tinea pedis), infeksi virus (herpes zoster, varisela,
veruka vulgaris), penyakit kulit karena parasit (skabies, pedikulosis kapitis,
pedikulosis korporis. (siregar, 2015)
Maraknya bencana banjir di kota-kota besar membuat penyebaran
beragam penyakit berbahaya semakin cepat dan luas. Anak-anak dan orang tua
lanjut usia adalah korban terbanyak dari penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh banjir di Indonesia. Penyakit yang paling sering ditemui pada saat banjir
salah satunya adalah infeksi kulit. Bagian tubuh terluar manusia ini sering kali
harus bersentuhan dengan luapan air kotor pada saat banjir. Air kotor tersebut
sudah dipastikan mengandung banyak kuman dan bakteri yang berbahaya bagi
kulit dan organ tubuh lainnya yang bisa menjadi salah satu penyebab infeksi,
khususnya infeksi kulit. (Departement of public health, 2015)
Pada umumnya, pada saat musim banjir biasanya akan berdampak
pada kesehatan masyarakat, penyakit yang harus diwaspadai warga korban
banjir adalah diare dan penyakit kulit. Karena penyakit ini berkaitan pada
kondisi lingkungan yang kotor dan air bersih yang tercemar banjir, penyakit
ini biasanya disebabkan oleh bakteri yang mencemari air bersih, yang biasa
dikonsumsi masyarakat, karena susahnya air bersih pada saat banjir oleh sebab
itulah penyakit ini banyak menjangkit masyarakat korban banjir. (Riau, 2014)

Apabila kondisi banjir berlangsung terus, penyakit infeksi yang


muncul bukan hanya pada luar tubuh yang terkena air kotor, baik yang
disebabkan infeksi virus maupun bakteri. Karena penyakit-penyakit yang
terkait banjir cukup banyak gejala-gejalanya juga bervariasi, misalnya infeksi
kulit umumnya terasa gatal, perih, tampak luka atau kerusakan kulit. Kondisi
ini diperburuk pada kondisi penampungan pengungsi. Pengungsi berkumpul
dalam jumlah besar dalam satu ruangan, bahkan dalam tenda terbuka. Kondisi
di pengungsian ini menurunkan daya tahan tubuh pengungsi dan memudahkan
terkena penyakit infeksi. Dalam pengungsian yang serba terbatas, sulit sekali
mengatur penempatan orang yang sakit agar terpisah dengan orang yang sehat.
Kondisi ini memudahkan penularan penyakit infeksi, antara lain campak dan
cacar. (BSMI, 2013)
Setelah melalukan survei awal, peneliti sangat tertarik untuk meneliti
profil penyakit kulit pada masyarakat korban banjir di desa mabar di
kecamatan bangun purba kabupaten deli serdang.
1.2 Rumusan Masalah
Pada saat banjir banyak penyakit yang dijumpai salah satunya adalah
penyakit kulit, sehingga peneliti perlu meneliti profil penyakit kulit pada
masyarakat korban banjir.
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui profil penyakit kulit pada masyarakat korban banjir
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit infeksi kulit yang
disebabkan banjir
2. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit infeksi kulit akibat
Banjir

1.4 Manfaat Penelitian


1

Bagi Peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan dari hasil penelitian yang telah


dilakukan dan dapat menambah pengalaman nyata dalam melakukan
penelitian
2

Bagi Institusi pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan, referensi, dan rujukan
untuk tujuan pendidikan

Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya pada
penderita penyakit kulit yang disebabkan oleh bencana banjir. Dan
diharapkan dapat membantu mengatasi penyakit kulit dengan menjaga
kebersihan lingkungan.

Bagi penelitian Lain


Dapat mengembangkan penelitian ini dengan cara melakukan penelitian
dimasa yang akan datang serta mengembangkan penelitian ini menjadi
lebih baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit kulit


2.1.1

Definisi
Penyakit kulit dindonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan

oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Berbeda dengan negara barat yang
banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Faktor lain penyakit kulit
adalah kebiasaan masyarakat dan lingkungan yang tidak bersih. (Safrina,
2008).
2.1.2

Klasifikasi penyakit infeksi kulit


a. Infeksi virus
1. Veruka Vulgaris
2. Kondiloma Akuminatum
3. Moluskon Kontagiosum
4. Herpes Zoster Tanpa Komplikasi
5. Morbili Tanpa Komplikasi
6. Varisela Tanpa Komplikasi
7. Herpes Simpleks Tanpa Komplikasi
b. Infeksi Bakteri
1. Impetigo
2. Impetigo Ulserasif (ektima)
3. Folikulitis Superfisialis
4. Furunkel Karbunkel
5. Eritrasma
6. Erisipelas
7. Skrofuloderma
8. Lepra
9. Reaksi Lepra
10. Sifilis Stadium 1 dan 2
c. Infeksi Jamur
1. Tinea Kapitis

2. Tinea Barbe
3. Tinea Safialis
4. Tinea Korporis
5. Tinea Manus
6. Tinea Unguinum
7. Tinea Kruuris
8. Tinea Pedis
9. Pitiriasis Vesikolor
10. Kandidosis Mukokutan Ringan
d. Gigitan Serangga dan Infeksi Parasit
1. Cutaneus larva Migran
2. Filariasis
3. Pedikulosis kapitis
4. Pedikulosis Pubis
5. Skabies
6. Reaksi Gigitan Ringan (SKDI, 2012)
2.1.3

Ruam infeksi penyalit kulit


a. Makula : kkelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna
semata-mata.
b. Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh pelebaran
pembulluh darah kapiler yang reversibel,
c. Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran
kurang dari cm garis tengah, dan mempunyai dasar, vesikel
berisi nanah disebut vesikel hemoragik.
d. Pustul : vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di
bagian bawah vesikel disebut vesikel hipopion.
e. Bula : vesikel yang berukuran lebih besar.
f. Kista : ruangan yang berdinsing dan bertisi cairan, sel, maupun
sisa sel.
g. Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila
mengenai kulit berarti didalam kutis atau subkutis.

h. Papul : penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran


diameter lebih kecil dari cm, dan berisikan zat padat.
i. Nodul : massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan,
dapat menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1 cm di
sebut nodulus.
j. Plak : peninggian diatas permukaan kulut, permukaan nya rata
dan berisi zat padat (biasanya infiltrat), diameternya 2 cm atau
lebih.
k. Tumor : istilah untuk benjolan yang berdasarkan prtumbuhan sel
sel maupun jaringan.
l. Infiltrat : tumor terdiri atas kumpulan sel radang.
m. Vegetasi : pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang
menjadi satu.
n. Sikatriks : terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tak normal,
permukaan kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit.
o. Ulkus : hilangnya jaringan yang lebh dalam dari ekskoriasis.
p. Skuama : lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
q. Krusta : cairan badan yang mengering. (Budimulja, 2010)
2.1.4

Penyakit infeksi kulit akibat banjir


1) Disebabkan oleh bakteri
a. Erysipelas
Erysipelas merupakan radang kulit yang disertai eritem ,
edema serta cepat menjalar, terutama disebabkan oleh
streptokok beta hemolitik golongan A, kadang-kadang golongan
C. Radang ini menyebabkan kulit menjadi merah dan sembab.
Infeksi ini biasanya mulai pada kulit muka, hanya kadangkadang pada bagian tubuh lain, jarang terjadi supurasi.
(Setyawan , 1990),
Pengobatan dilakukan yaitu istirahat, tungkai bawah dan
kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), tingginya sedikit
tinggi dari pada letak kor. Pengobatan sistemik adalah

antibiotik, topikal diberikan kompres terbuka dengan larutan


antiseptik. Jika terdapat edema diberikan deuritika. (Djuanda,
2013)

Sumber: medicastore.com

b. Bisul (furunkulosis)
Furunkel biasanya ditemukan pada daerah kulit yang
terkena iritasi, lembab, dermatitis dan didaerah bekas cukuran.
Faktor-faktor ini memberikan Staphylococcus aureus degan
mudah masuk. Staphylococcus masuk dari penularan atau
autoinkulasi pada bawaan kronis S. aureus. Autoinocculation
berasal dari hidung, daerah intriginous, atau aksila. Dermatitis
atopik juga predisposisi sebagai karier. (Kerdel, 2003)
Kelainan berupa eritematosa berbentuk kerucut,
ditengah

berupa

nodus

eritematosa

berbentuk

kerucut,

ditengahnya terdapat pustul, kemudian melunak menjadi abses


yang berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah
membentuk fistel. (Djuanda, 2013)
Pengobatan untuk mengatasi gejala tersebut dapat
menggunakan

pengobatan

antibakteri

misalnya

dengan

menggunakan triklosan 2% dan pemberian flukloksasin.


(Safrina, 2008)

Sumber: medicastore.com

c. Impetigo krustosa
Impetigo krustosa (impetigo kontagiosa) adalah
penyakit

gabungan

infeksi

dari

Staphyllococcus

dan

Streptococcus yang ditandai dengan diskrit, vesikel berdinding


tipis yang cepat menjadi jerawat dan kemudian pecah.
(Andrews, 2000)
Penyebab dari impetigo krustosa Staphyllococcus
aureus koagulanse positif dan Streptococcus beta hemolyticus.
Faktor yang mempengaruhi adalah kebersihan yang kurang dan
higien yang buruk. (Siregar, 2015)
Pengobatan impetigo krusta menurut Djuanda (2010),
jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap antibiotik. Kalau
banyak diberikan pula antibiotik sistemik.

Sumber : milissehat.web.id

d. Ektima
Ektima

merupakan

pioderma

yang

menyerang

epidermis dan dermis, membentuk ulkus dangkal yang ditutupi


oleh krusta berlapis. (Siregar, 2015)
Penyebab ektima stafilokokus atau streptokokus
ulseratif, hampir selalu dari tulang kering atau kaki punggung.
Penyakit ini dimulai dengan vesikel atau vesiko pustule, yang
membesar dan dalam beberapa hari menjadi tebal berkulit.
Ketika kerak dihapus ada ulkus berbentuk piring dangkal
dengan basis baku dan tepi tinggi. (Andrews, 2000)
Pengobatan nya meliputi :
1. Membersihkan dengan sabun / air, menerapkan
antimikroba topikal salep b.i.d (mupirocin) dan
antibiotik

oral

meliputi

penicilin

semisintetik

patogen

atau

ditunjukkan

generasi

pertama

cephalosporin umumnya digunakan.


2. Mnganjurkan pemeriksaan kesehatan / luka yang
tepat pada pasien rentan terhadap trauma.
3. Lesi akan sembuh setelah beberapa minggu, tetapi
sering meninggalkan bekas luka. (Kerdel, 2003)

Sumber : www.pinterest.com

2) Disebabkan oleh virus


a. Herpes zoster

10

Herpes zoster merupakan bentuk reaktivasi penyakit


virus cacar air (Varisela) yang pernah diderita sebelumnya.
Bila seseorang terkena infeksi virus varisela zoster untuk
pertama kali maka akan timbul penyakit cacar air. (Radji,
2015)
Akan timbul eritema yang dalam waktu singkat
menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang
eritematosa dan edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian
menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan
krusta. (Handoko, 2010)
Pengobatan nya:
1. Istirahat
2. Untuk

mengurangi

neuralgia,

dapat

diberikan

analgetik
3. Usahakan vesikel tidak pecah untuk menghindari
infeksi sekunder, yaitu dengan bedak salisi 2%. Jika
terjadi infeksi sekunder, dapat diberikan antibiotik
lokal. Misalnya salep kloramfenikol 2%
4. Pengobatan spesifik belum ada. Beberapa penulis
menganjurkan vitamin B1, suntik hipofisis 0,5-1
cc/hari,

antibiotik

spektrum

luas,

misalnya

kloramfenikol atau tertrasiklin untuk mengurangi


infeksi sekunder. Untuk mengurangi neuralgia pasca
herpetika, dapat diberikan kortikosteroid seperti
prednison dan deksametason. (Siregar, 2015)

11

Sumber : emedicine.medscape.com

3) Disebabkan oleh Jamur


Penyakit infeksi kulit oleh jamur di bagi atas 2 yaitu
1. Non Dermatofitosis
a. Pitiriaris versikolor
b. Tinea nigra (Siregar, 2004)
2. Dermatofitosis
a. Tinea kapitis
b. Tinea barbe
c. Tinea kruris
d. Tinea pedis et manum
e. Tinea korporis (Budimulja, 2010)
A. Non Dermatofitosis
a. Pitiriasis vesikolor
Pitiriasis vesikolor disebabkan oleh Malassezia fulfur.
Pitiriasis versikolor adalah suatiu penyakit jamur kulit yang
kronik dan asimtomatik serta ditandai dengan bercak putih
sampai coklat yang bersisik. (Siregar, 2004)
Pada umumnya terdapat bercak/makula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan
rasa gatal ringan yang umumnya muncul pada saat berkeringat.
Ukuran dan bentuk lesi sangat bervariasi bergantung lama sakit
dan luas lesinya. (Radiono, 2004)
Pengobatan untuk Pitiriasis vesikolor :

12

1. Terapi yang efektif meliputi 1 sampai 2 % shampoo


ketoconazole. Sampo harus mudah diterapkan untuk
daerah yang terkena selama 10 sampai 15 menit,
kemudian dicuci dengan baik. Ini harus diulang
setiap dua kali seminggu selama 2 sampai 4
minggu. Selenium sulfida 2,5 % lotion diterapkan
selama 15 menit. Dan kemudian dicuci dengan baik,
setiap hari selama 3 hari.
2. Antijamur topikal azole (seperti ketoconazole,
ekonazol,

atau

axiconazole)

atau

allylamines

diterapkan dua kali sehari selama 2 minggu juga


efektif.
3. Untuk lesi yang luas atau berulang, terapi oral lebih
disukai: ketoconazole 200 mg foor sehari 5 sampai 7
hari, itraconazole dosis 200 mg setiap hari selama 3
sampai 5 kali berturut-turut. Griseofulvin lisan dan
terbinafine tidak pengobatan yang efektif.
4. Untuk

membantu

mencegah

kekambuhan,

khususnya dalam musim semi , musim panas , dan


musim gugur, penggunaan ketoconazole shampoo
sebagai sabun obat, diterapkan setidaknya satu
minggu sebelum, dapat membantu mencegah infeks.
5. Penderita juga perlu diperingatkan bahwa mungkin
diperlukan waktu berbulan-bulan untuk pigmentasi
kulit mereka untuk kembali ke normal, bahkan
setelah infeksi telah berhasil diobati. (Rodriguez,
2003)

13

Sumber : medicinenet.com

b. Tinea nigra
Tinea nigra merupakan penyakit infeksi jamur superfisial
yang biasanya menyerang kulit telapak kaki dan tangan dengan
memberikan warna hitam sampai coklat pada kulit. Penyebab
nya Cladosporium wenerckii yang menyerang anak-anak dengan
higien yang kurang baik dan orang-orang yang berkeringat.
(Siregar, 2004)
Kelainan kulit berupa makula tengguli menghitam dan sekalikali bersisik di daerah telapak tangan dan kaki (Budimulja,
2010)
Penatalaksanaan pada tinea nigra antara ain :
a. Obat topikal
1. Salap

whitfield

(=AAV II,

berisi

asidum

salisikum 6%, asidum benzoikum 12% dalam


vaselin album) dioleskan pagi dan malam. Salap
AAV I (half strengh whitfield ointment) tidak
efektif.
2. Imidazol krim : klotrimazol dioleskan 2X sehari.
Ketokonazol dioleskan 1 X sehari.
Obat topikal dioleskan selama 3 minggu untuk
mencegah kambuh. Dianjurkan dikerok/dikupas

14

dengan penempelan cellophane tape (selotip)


terlebih dahulu
b. Obat oral
Ketokonazole 200 mg/hari selama 3 minggu. Indikasi
obat oral bila setelah pengobatan topikal yang adekuat
tidak sembuh. (Suyoso, 2004)

Sumber : www.medicalrealm.net

B. Dermatofitosis
a. Tinea kapitis
Tinea kapitis atau kurap kulit kepala adalah penyakit
menular yang terjadi terutama pada anak-anak sekolah dan
kurang umum pada bayi dan orang dewasa. Anak laki-laki lebih
sering terkena tinea capitis perempuan. Namun, dalam wabah
yang disebabkan oleh Trichophyton tonsurans sering ada
frekuensi yang sama dalam jenis kelamin. (Andrews, 2000)
Efloresensi tergantung dari jenisnya
1. Gray patch ring worm : papula-papula miliar sekitar
muara rambut, rambut mudah putus, meninggalkan
alopesia yang berwarna coklat.
2. Black dot ring worm : infeksi jamur dalam rambut
(endotriks) atau diluar rambut (ektotriks), rambut putus
tepat pada permukaan kulit, meninggalkan makula
coklat berbintik-hitam, dan warna rambut sekitarnya
menjadi suram.

15

3. Kerion : pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil


dengan skuamasi akibat radang lokal, rambut putus dan
mudah di cabut.
4. Tinea favosa : bintik-bintik berwarna merah kuning
ditutupi oleh krusta yang berbentuk cawan (skutula).
(Siregar, 2015)
Penatalaksanaan pada tinea krurus adalah :
Pengobatan oral adalah obat yang paling efektif, walaupun
pada saat ini cukup banyak obat topikal dari derivat
imidazol yang mempunyai efek fungistatik.
1. Griseofulvin diberikan dosis tunggal 10-15 mg/kgBB,
sedangkan

microsize

15-25

mg/kgBB.

Lama

pengobatan minimal 6-8 minggu sampai 3-4 bulan.


2. Ketoconazole diberikan dosis 3,3-6,6 mg/kgBB
selama 3-6 minggu.
3. Itrakonazole dengan dosis 100 mg/kgBB selama 5
minggu (3-5 mg/kgBB)
4. Flukonazol tersedia dalam bentuk sirub yang cocok
untuk anak-anak.
5. Terbinafin diberikan dosis 62,5-250 mg/hari selama 6
minggu,

umumnya

cukup

dengan

dosis

3-6

mg/kgBB/hari selama 4 minggu. (rusmawardiana,


2004)

Sumber : www.jerawatkita.com

16

b. Tinea barbe
Tinea barbe bukanlah penyakit yang umum. biasanya
terjadi terutama pada mereka dalam kegiatan pertanian,
terutama yang berhubungan dengan hewan ternak. Keterlibatan
ini kebanyakan satu sisi pada leher atau wajah. Biasanya
disebabkan oleh T. mentagrophytes atau T verrucosum.
(Andrews, 2000)
Efloresensi pada tinea barbe rambut daerah yang
terkena menjadi rapuh dan tidak mengikat, tampak reaksi
radang pada folikel berupa kemerahan, edema, kadang-kadang
ada pustula. (Siregar, 2015)
Pengobatan dari tinea barbe adealah :
Pengobatan tinea barbae adalah mirip dengan tinea
capitis. Terapi antimikotik oral diperlukan. Oleh karena itu,
dalam sebagian besar kasus dikombinasikan pengobatan
dengan antimikotik sistemik dan topikal direkomendasikan.
Ketika rambut yang terlibat, mencukur atau pencabutan harus
dipertimbangkan.

Kompres

hangat

digunakan

untuk

menghilangkan kerak dan puing-puing, seperti perawatan tidak


spesifik. Biasanya dapat diterapkan Saat ini terbinafine 250 mg
diterapkan sekali sehari untuk jangka waktu minimal empat
minggu dianggap sebagai terapi pilihan. Dalam beberapa kasus
griseofulvin pada dosis paling sedikit 20mg / kg / hari (terapi
berlangsung

tidak

kurang

dari

minggu)

mungkin

dipertimbangkan. Itrakonazol 100 mg / hari selama 4-6 minggu


terapi juga bisa sangat efektif. Yang efektif diperlakukan
dengan itrakonazol 100 mg / hari (dua bulan terapi) seorang
petani yang terinfeksi oleh Trichophyton verrucosusm. Sebagai
agen topikal biasanya dua anti jamur kelompok yang digunakan
: azoles dan allylamines. (Schwartz, 2004)

17

Sumber : www.healthhype.com

c. Tinea Kruris
Tinea kruris menurut (Budimulja, 2013) adalah
dermatofitosis pada lipatan paha, daerah perineuim, dan sekitar
anus. Kelainan ini bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit
dapat dapat terbatas pada daerah geniko-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah, dan bagian tubuh yang lain.
Penyebab utamanya adalan Epidermophyton
Floccosum, Trichophyton rubrum, dan Trichophyton
mentagrophytes. (Siregar, 2004)
Eflorisensi ruam pada tinea krurus: lesi berbatas tegas,
tepi meninggi yang dapat berupa papulovesikel eritematosa,
atau kadang terlihat pustul. Bagian tengah menyembuh berupa
daerah coklat kehitaman berskuama. Garukan kronis dapat
menimbulkan gambaran likenifikasi. (Suwoto, 2004)
Pengobatan untuk tinea kruris :
a. Seperti pengobatan jamur lainnya.
b. Topikal: salep atau krim antimikotik. Lokasi ini
sangat peka nyeri, jadi konsalisilat, asam
benzoat, sulfur dan sebagainya.
c. Sistemik: diberikan jika lesi meluas dan kronik :
griseofulvin 500-1000mg selama 2-3 minggu

18

atau ketokonazol 100mg/hari selama 1 bulan.


(Siregar, 2015)

Sumber : alkhandery.weebly.com

d. Tinea pedis et manum


Tinea pedis adalan infeksi dermatofita pada kaki, terutama
disela jari dan telapak kaki. Penyebab yang paling sering adalah
Trichophyton rubrum yang sering memberikan kelainan menahun.
(Buditjahjono, 2004)
Efloresensi pada tinea pedis:
a. Fisura pada sisi kaki, beberapa milimeter sampai 0.5
cm.
b. Sisik halus putih kecoklatan
c. Vesikula miliar dan dalam
d. Vesikopustula miliar sampai lentikular pada telapak
kaki dan sela jari.
e. Hiperkeratotik biasanya pada telapak kaki. (Siregar,
2015)
Penatalaksanaan pada penyakit ini adalah
a. pengobatan dengan agen anti jamur tropis dan agen
antijamur oral dapat diberikan sebagai terapi tambahan.
Agen oral termasuk terbinafine 250 mg / hari selama 1
sampai 2 minggu dan itrakonazol 400 mg / hari 1 sampai 2
minggu,

griseofulvin

kurang

efektif.

Penggunaan

flukonazol juga efektif tetapi lebih banyak data yang


diperlukan untuk determibe dosis dan durasi.

19

b. beberapa tindakan dapat membantu untuk mencegah


infeksi ulang : penggunaan sabun antimikroba , kaki
pengeringan

secara

menyeluruh

setelah

mandi

menerapkan bubuk antijamur untuk kaki setelah mandi ,


mengenakan kaus kaki katun , dan mengenakan sepatu
pelindung di hotel , kamar ganti , gimnasium , dan fasilitas
umum lainnya. (Rodriguez, 2003)

Sumber : healthh.com

e. Tinea korporis
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit batang,
anggota badan, dan wajah, termasuk rambut dan kuku. Semua
dermatofit dapat menghasilkan lesi pada kulit. (Rodriguez,
2003)
Tinea

korporis

disebabkan

oleh

Trichophyton

concentricum disebut tinea imbrikata. Kelainan dapat dilihat


dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas
terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel
dan papul di tepi. (Budimulja, 2010)
Pengobatan pada tinea korporis di bagi dua, yaitu :
a. Umum
1. Meningkatkan kebersihan badan
2. Menghindari pakaian yang tidak menyerap
keringat.

20

b. Khusus : sistemik
1. Antihistamin
2. Griseofuvin, anak-anak : 15-20 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 500-1000 mg/hari
3. Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu.
4. Ketokonazol 200 mg/hari dalam 3 minggi.
(Siregar, 2015)

Sumber : www.pcds.org.uk

3. Disebabkan Oleh Parasit


a. Skabies
Skabies merupakan penyakit infestasi dan sensitisasi kulit ole
tungau sarcoptes scabei dan produknya. (Kemenkes, 2014)
Penyebab skabies adalah sarcoptes scabiei jenis manusia:
tergolong famili artropoda kelas araknida, orde akarina, famili
sarcoptes. Banyak menyerang anak-anak walaupun orang dewasa
dapat pula terkena dan frekuensi wanita dan pria sama. (Siregar,
2015)
Lesi erysipelas adalah selulitis superfisial yang melibatkan
limfatik, margin dari lesi dibangkitkan, berbatas tegas dari kulit
normal yang berdekatan. Lesi biasanya terlihat pada wajah, kaki
bagian bawah, dan

daerah yang

sudah ada

sebelumnya

lymphedema. (English III, 2003)


Faktor yang menunjang perkembangan penyakit sakbies adalah
sosial ekonomi yang rendah. Higine yang buruk, hubungan seksual

21

yang

bersifat

promiskuitas,

kesalahan

diagnosis,

dan

perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat


dimasukkan dalam P.H.S (penyakit akibat hubungan seksual).
(Handoko, 2013)
Pengobatan untuk skabies itu sendiri dibagi 2, yaitu:
-

Umum

lingkungan.

meningkatkan
,menghindari

kebersihan
orang-orang

perorangan
yang

dan

terkena,

mencuci/menjemur alat-alat tidur dan menghindari pemakaian


pakaian/handuk bersama.
- Khusus :
a. Sulfur presipuitatum 2-5% dalam bentuk salep atau krim.
Obat ini lebih efektif jika dicampur dengan asam salisilat
2%. Dioleskan diseluruh tubuh sesudah mandi, dan dipakai
3-4 hari berturut-turut.
b. Emulsi benzil benzoat 20-25% selama 24 jam
c. Gama benzen heksaklorida (Gameksan) 0,5-1%

dalam

salep atau krim, dioleskan selama 24 jam


d. Krotamiton 10% dalam bentuk salep atau krim dipakai
selam 24 jam
e. Krim permetrin 5% dapat memberi hasil yang baik.
(Siregar, 2015).

Sumber : medicastore.com

22

Penyaklit kulit pada saat banjir disebabkan karena kontak langsung


dengan air yang kotor, sehingga bakteri yang terkandung didalam air dapat
menyebabkan penyakit kulit. Biasanya lebih sering terkena di bagian kaki
dan tangan.
Apabila kondisi banjir berlangsung terus, penyakit infeksi yang
muncul bukan hanya pada luar tubuh yang terkena air kotor, baik yang
disebabkan infeksi virus maupun bakteri. Karena penyakit-penyakit yang
terkait banjir cukup banyak gejala-gejalanya juga bervariasi, misalnya
infeksi kulit umumnya terasa gatal, perih, tampak luka atau kerusakan
kulit.
2.2

Banjir

2.2.1

Definisi
Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering

seperti pada lahan pertanian, permukiman, pusat kota. Banjir dapat juga
terjadi karena debit/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau
saluran drainase melebihi atau diatas kapasitas pengalirannya. Luapan air
biasanya tidak menjadi persoalan bila tidak menimbulkan kerugian,
korban meninggal atau luka-2, tidak merendam permukiman dalam waktu
lama, tidak menimbulkan persoalan lain bagi kehidupan sehari-hari. Bila
genangan air terjadi cukup. (Rosyidie, 2013)
Menurut Isnugroho (2006), kawasan rawan banjir merupakan kawasan
yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai
karakteristik penyebab banjir, kawasan tersebut dapat dikategorikan
menjadi empat tipologi sebagai berikut :
a. Daerah Pantai.
Daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir karena daerah
tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih
rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (mean sea level)
dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai permasalahan
penyumbatan muara.
b. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area).

23

Daerah dataran banjir (Floodplain Area) adalah daerah di kanankiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga
aliran air menuju sungai sangat lambat yang mengakibatkan daerah
tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena
hujan local. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang
sangat subur sehingga merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan)
seperti

perkotaan,

pertanian,

permukiman

dan

pusat

kegiatan

perekonomian, perdagangan, industri, dll.


c. Daerah Sempadan Sungai.
Daerah ini merupakan kawasan rawan banjir, akan tetapi, di daerah
perkotaan yang padat penduduk, daerah sempadan sungai sering
dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha
sehingga apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana yang
membahayakan jiwa dan harta benda.
d. Daerah Cekungan.
Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di
dataran rendah maupun di dataran tinggi. Apabila penatan kawasan tidak
terkendali dan sistem drainase yang kurang memadai, dapat menjadi
daerah rawan banjir.
Wilayah-wilayah yang rentan banjir biasanya terletak pada daerah
datar, dekat dengan sungai, berada di daerah cekungan dan di daerah
pasang surut air laut. Sedangkan bentuklahan bentukan banjir pada
umumnya terdapat pada daerah rendah sebagai akibat banjir yang terjadi
berulang-ulang, biasanya daerah ini memiliki tingkat kelembaban tanah
yang tinggi dibanding daerah-daerah lain yang jarang terlanda banjir.
Kondisi kelembaban tanah yang tinggi ini disebabkan karena bentuklahan
tersebut terdiri dari material halus yang diendapkan dari proses banjir dan
kondisi drainase yang buruk sehingga daerah tersebut mudah terjadi
penggenangan air. (Pratomo, 2008)
2.2.2

Beberapa kota besar dan sungai

24

Diindonesia banyak kota yang selalu mengalami banjir dan


mengalami kerugian yang cukup besar, diantaranya adalah : semarang,
jakarta, surabaya, bandung dan salah satunya medan. Persoalan banjir
yang mendasari dari kota-kota tersebut akibat perkembangan kota yang
demikian cepat sehingga keseimbangan ligkungan terganggu. (Kodoatie,
2013)
2.2.3

Penyebab banjir
Secara umum permasalahan banjir disebabkan banyak faktor yang

dapat dibagi 3 kategori yaitu :


1. Peristiwa alam (Dinamis)
2. Kondisi fisik (statis)
3. Kegiatan manusia (dinamis)
Interaksi ketiga faktor tersebut yang dapat memunculkan banjir
apabila terdapat ketidak seimbangan ekologis dan sering kali dipicu oleh
kegiatan manusia yang terlalu mengeksploitasi semberdaya alam.
(Danapriatna, 2009)
2.2.4

Solusi

Berdasarkan penyebab banjir maka pada prinsipnya solusi secara umum


seperti berikut
1. Di daerah resapan air kedalam tanah perlu membangun wadah-wadah
air yang banyak berupa waduk (besar) atau embung serta perlu
vegetasi yang lebat untuk menahan run-off
2. Di daerah transisi perlu membuat sumur-sumur resapan, biopori dan
wadah-wadah air pada bangunan yang sudah ada.
3. Didaerah lepas air tanah (pantai) dilakukan adalah pembangunan
infrakstruktur keairan untuk mengalir banjir.
4. Di bagian hilir yang ada penurunan tanahnya di buat polder dan
pompa.
5. Apabila kapasitas polder kurang memadai ,aka didaerah yang terjadi
penurunan tanah dapat dilakukan konsep water front city.

25

6. Dapat meniru konsep kearifan local masyarakat betawi yang menbuat


situ-situ dan rawa. (Kodoatie. 2013)
2.3

Penyakit infeksi kulit akibat banjir


2.3.1 Patogenesis banjir menyebabkan penyakit infeksi kulit
penyakit yang paling sering ditemui pada saat banjir salah
satunya adalah infeksi kulit. Bagian tubuh terluar manusia ini sering
kali harus bersentuhan dengan luapan air kotor pada saat banjir. Air
kotor tersebut sudah dipastikan mengandung banyak kuman dan
bakteri yang berbahaya bagi kulit dan organ tubuh lainnya yang bisa
menjadi salah satu penyebab infeksi, khususnya infeksi kulit.
(Departement of public health, 2015)
2.3.2 Penyakit infeksi kulit akibat banjir
Pada pasca banjir penyakit kulit yang pada umumnya
menyerang tangan dan kaki. Hal ini berkaitan dengan kondisi tangan
dan kaki yang selalu basah oleh karena terendam air dan air kotor di
sekitarnya selama berhari-hari. penyakit kulit merupakan penyakit
utama yang diderita di daerah dengan kedalaman air lebih dari 2
meter. (Kusumaratna, 2003)

2.4

Kerangka konsep

Jenis-jenis
Penyebab

Penyakit kulit

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan deskriptif dengan metode survei dimana penulis
ingin melihat profil penyakit kulit pada masyarakat korban banjir didesa
Mabar Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.

26

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Mabar Kecamatan Bangun Purba
3.2.2

Kabupaten Deli Serdang.


Waktu Penelitian
Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan februari sampai

bulan maret 2016


3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat korban banjir
3.3.2

di desa Mabar Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang


Sampel
Pada penelitian ini pengambilan besar sampel ditentukan dengan
Total Sampling, yaitu semua anggota populasi di gunakan sebagai
sampel. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian masyarakan yang
terkena penyakit infeksi kulit.
3.3.2.1. Kriteria Inklusi
a. Warga desa mabar yang terkena dampak banjir
b. Warga yang terdaftar di desa mabar
3.3.2.2.
Kriteria Eksklusi
a. Warga desa mabar yang bersedia menjadi responden

3.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan Total Sampling, yaitu semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel.
3.5 Definisi Operasional
1. Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan)
2. Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua
makhluk sebagai betina dan jantan atau wanita dan pria
3. Tipe adalah model; contoh; corak
4. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik

27

5. Pekerjaan adalah penelaahan secara mendalam dan sistematis terhadap


suatu pekerjaan, yang dapat memberikan keterangan tentang tugas,
tanggung jawab, dan sifat pekerjaan, untuk dapat melaksanakan
pekerjaan tersebut dengan baik;
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini mendeteksi berdasarkan anamnesa dan
diagnosis klinis.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer yaitu
dengan cara wawancara (anamnesa), dan diagnosis klinis.
3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data
3.8.1 pengolahan Data
A. Editing
Hasil dari wawancara, angket, atau pengalaman dari lapangan harus
dilakukan penyumtingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum
editing adalah kegiatan untuk pengecekan dari rekam medik
tersebut.
B. Memasukkan data (Data Enrty) atau processing
Data, yakni catatan-catatan rekam medik dalam bentuk kode
(atau angka huruf) dimasukkan kedalam program atau software
komputer.
C. pembersihan data (cleaning)
Apabila semua data terdiri dari sumber data atau responden sesuai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan hanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan,
dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi,
3.8.2

proses ini disebut pembersihan data


Analisa Data
Analisis Univariat
Dilakukan untuk mendapatkan profil penyakit kulit didesa mabar
kecamatan bangun purba kabupaten deli serdang.

28

DAFTAR PUSTAKA
Andrews. 2000. Diseases of the Skin Clinical dermatology. 9th ed
Budimulja, u. Dkk. 2004. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: FKUI
Budimulja, U. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed ke-3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
BSMI. 2013. Menghadapi Masalah Kesehatan di Saat Banjir. Jakarta: BSMI
Departement of public health. 2015. Post Flood: Key Facts About Infectious
Disease. Available From: http://unu.edu/publications/articles/preventingand-controlling-infectious-diseases-after-natural-disasters.html#info
http://www.ct.gov/dph/cwp/view.asp?a=3136&Q=487186&PM=1

Djuanda, A. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed ke-3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kersel, Francisco. A. 2003. Dermatologi Just the facts. P. Cm
Kodoatie, Robert J. 2013. Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota. Yogyakarta:
C.V ANDI OFFSET

29

Rosyidie, A. 2013. Fakta dan Dampaknya, Serta Pengaruh dari Perubahan Guna
Lahan.
Riau. 2014. Korban Banjir Rawan Terkena Penyakit Kulit. Available
from : file:///D:/bahan%20proposal/Korban%20Banjir%20Rawan
%20Terkena%20Penyakit%20Kulit.htm
Safrina, 2008. Kajian swamedikasi pada penyakit kulit dimasyarakat mentawa
baru ketapang provinsi kalimantan tengah.
Stefphen, Ganong w.f. 2012. Patofisiologi penyakit. Ed ke-5. Jakarta: EGC
Surat Keputusan Dokter Indonesia. 2012
Siregar, R.S. 2015. Atlat Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed ke-3. Jakarta :
EGC
Price, S. A. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed ke-6.
Jakarta:EGC

Pratomo, A.J. 2008. Analisis Kerentanan Banjir Di Daerah Aliran Sungai


Sengkarang kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah dengan Bantuan
Sistem Informasi Geografis.

Anda mungkin juga menyukai