BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit kulit dindonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Berbeda dengan negara barat yang
banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Faktor lain penyakit kulit adalah
kebiasaan masyarakat dan lingkungan yang tidak bersih. (Safrina, 2008).
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat, salah satu nya adalah infeksi kulit. Adapun
jenis-jenis penyakit kulit akibat infeksi bakteri (erysipelas, furunkulosis,
impetigo dan lain-lain), infeksi jamur (tinea kapitis, tinea korporis, tinea
kruris, tinea vesikolor dan tinea pedis), infeksi virus (herpes zoster, varisela,
veruka vulgaris), penyakit kulit karena parasit (skabies, pedikulosis kapitis,
pedikulosis korporis. (siregar, 2015)
Maraknya bencana banjir di kota-kota besar membuat penyebaran
beragam penyakit berbahaya semakin cepat dan luas. Anak-anak dan orang tua
lanjut usia adalah korban terbanyak dari penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh banjir di Indonesia. Penyakit yang paling sering ditemui pada saat banjir
salah satunya adalah infeksi kulit. Bagian tubuh terluar manusia ini sering kali
harus bersentuhan dengan luapan air kotor pada saat banjir. Air kotor tersebut
sudah dipastikan mengandung banyak kuman dan bakteri yang berbahaya bagi
kulit dan organ tubuh lainnya yang bisa menjadi salah satu penyebab infeksi,
khususnya infeksi kulit. (Departement of public health, 2015)
Pada umumnya, pada saat musim banjir biasanya akan berdampak
pada kesehatan masyarakat, penyakit yang harus diwaspadai warga korban
banjir adalah diare dan penyakit kulit. Karena penyakit ini berkaitan pada
kondisi lingkungan yang kotor dan air bersih yang tercemar banjir, penyakit
ini biasanya disebabkan oleh bakteri yang mencemari air bersih, yang biasa
dikonsumsi masyarakat, karena susahnya air bersih pada saat banjir oleh sebab
itulah penyakit ini banyak menjangkit masyarakat korban banjir. (Riau, 2014)
Bagi Peneliti
Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya pada
penderita penyakit kulit yang disebabkan oleh bencana banjir. Dan
diharapkan dapat membantu mengatasi penyakit kulit dengan menjaga
kebersihan lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Penyakit kulit dindonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Berbeda dengan negara barat yang
banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Faktor lain penyakit kulit
adalah kebiasaan masyarakat dan lingkungan yang tidak bersih. (Safrina,
2008).
2.1.2
2. Tinea Barbe
3. Tinea Safialis
4. Tinea Korporis
5. Tinea Manus
6. Tinea Unguinum
7. Tinea Kruuris
8. Tinea Pedis
9. Pitiriasis Vesikolor
10. Kandidosis Mukokutan Ringan
d. Gigitan Serangga dan Infeksi Parasit
1. Cutaneus larva Migran
2. Filariasis
3. Pedikulosis kapitis
4. Pedikulosis Pubis
5. Skabies
6. Reaksi Gigitan Ringan (SKDI, 2012)
2.1.3
Sumber: medicastore.com
b. Bisul (furunkulosis)
Furunkel biasanya ditemukan pada daerah kulit yang
terkena iritasi, lembab, dermatitis dan didaerah bekas cukuran.
Faktor-faktor ini memberikan Staphylococcus aureus degan
mudah masuk. Staphylococcus masuk dari penularan atau
autoinkulasi pada bawaan kronis S. aureus. Autoinocculation
berasal dari hidung, daerah intriginous, atau aksila. Dermatitis
atopik juga predisposisi sebagai karier. (Kerdel, 2003)
Kelainan berupa eritematosa berbentuk kerucut,
ditengah
berupa
nodus
eritematosa
berbentuk
kerucut,
pengobatan
antibakteri
misalnya
dengan
Sumber: medicastore.com
c. Impetigo krustosa
Impetigo krustosa (impetigo kontagiosa) adalah
penyakit
gabungan
infeksi
dari
Staphyllococcus
dan
Sumber : milissehat.web.id
d. Ektima
Ektima
merupakan
pioderma
yang
menyerang
oral
meliputi
penicilin
semisintetik
patogen
atau
ditunjukkan
generasi
pertama
Sumber : www.pinterest.com
10
mengurangi
neuralgia,
dapat
diberikan
analgetik
3. Usahakan vesikel tidak pecah untuk menghindari
infeksi sekunder, yaitu dengan bedak salisi 2%. Jika
terjadi infeksi sekunder, dapat diberikan antibiotik
lokal. Misalnya salep kloramfenikol 2%
4. Pengobatan spesifik belum ada. Beberapa penulis
menganjurkan vitamin B1, suntik hipofisis 0,5-1
cc/hari,
antibiotik
spektrum
luas,
misalnya
11
Sumber : emedicine.medscape.com
12
atau
axiconazole)
atau
allylamines
membantu
mencegah
kekambuhan,
13
Sumber : medicinenet.com
b. Tinea nigra
Tinea nigra merupakan penyakit infeksi jamur superfisial
yang biasanya menyerang kulit telapak kaki dan tangan dengan
memberikan warna hitam sampai coklat pada kulit. Penyebab
nya Cladosporium wenerckii yang menyerang anak-anak dengan
higien yang kurang baik dan orang-orang yang berkeringat.
(Siregar, 2004)
Kelainan kulit berupa makula tengguli menghitam dan sekalikali bersisik di daerah telapak tangan dan kaki (Budimulja,
2010)
Penatalaksanaan pada tinea nigra antara ain :
a. Obat topikal
1. Salap
whitfield
(=AAV II,
berisi
asidum
14
Sumber : www.medicalrealm.net
B. Dermatofitosis
a. Tinea kapitis
Tinea kapitis atau kurap kulit kepala adalah penyakit
menular yang terjadi terutama pada anak-anak sekolah dan
kurang umum pada bayi dan orang dewasa. Anak laki-laki lebih
sering terkena tinea capitis perempuan. Namun, dalam wabah
yang disebabkan oleh Trichophyton tonsurans sering ada
frekuensi yang sama dalam jenis kelamin. (Andrews, 2000)
Efloresensi tergantung dari jenisnya
1. Gray patch ring worm : papula-papula miliar sekitar
muara rambut, rambut mudah putus, meninggalkan
alopesia yang berwarna coklat.
2. Black dot ring worm : infeksi jamur dalam rambut
(endotriks) atau diluar rambut (ektotriks), rambut putus
tepat pada permukaan kulit, meninggalkan makula
coklat berbintik-hitam, dan warna rambut sekitarnya
menjadi suram.
15
microsize
15-25
mg/kgBB.
Lama
umumnya
cukup
dengan
dosis
3-6
Sumber : www.jerawatkita.com
16
b. Tinea barbe
Tinea barbe bukanlah penyakit yang umum. biasanya
terjadi terutama pada mereka dalam kegiatan pertanian,
terutama yang berhubungan dengan hewan ternak. Keterlibatan
ini kebanyakan satu sisi pada leher atau wajah. Biasanya
disebabkan oleh T. mentagrophytes atau T verrucosum.
(Andrews, 2000)
Efloresensi pada tinea barbe rambut daerah yang
terkena menjadi rapuh dan tidak mengikat, tampak reaksi
radang pada folikel berupa kemerahan, edema, kadang-kadang
ada pustula. (Siregar, 2015)
Pengobatan dari tinea barbe adealah :
Pengobatan tinea barbae adalah mirip dengan tinea
capitis. Terapi antimikotik oral diperlukan. Oleh karena itu,
dalam sebagian besar kasus dikombinasikan pengobatan
dengan antimikotik sistemik dan topikal direkomendasikan.
Ketika rambut yang terlibat, mencukur atau pencabutan harus
dipertimbangkan.
Kompres
hangat
digunakan
untuk
tidak
kurang
dari
minggu)
mungkin
17
Sumber : www.healthhype.com
c. Tinea Kruris
Tinea kruris menurut (Budimulja, 2013) adalah
dermatofitosis pada lipatan paha, daerah perineuim, dan sekitar
anus. Kelainan ini bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit
dapat dapat terbatas pada daerah geniko-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah, dan bagian tubuh yang lain.
Penyebab utamanya adalan Epidermophyton
Floccosum, Trichophyton rubrum, dan Trichophyton
mentagrophytes. (Siregar, 2004)
Eflorisensi ruam pada tinea krurus: lesi berbatas tegas,
tepi meninggi yang dapat berupa papulovesikel eritematosa,
atau kadang terlihat pustul. Bagian tengah menyembuh berupa
daerah coklat kehitaman berskuama. Garukan kronis dapat
menimbulkan gambaran likenifikasi. (Suwoto, 2004)
Pengobatan untuk tinea kruris :
a. Seperti pengobatan jamur lainnya.
b. Topikal: salep atau krim antimikotik. Lokasi ini
sangat peka nyeri, jadi konsalisilat, asam
benzoat, sulfur dan sebagainya.
c. Sistemik: diberikan jika lesi meluas dan kronik :
griseofulvin 500-1000mg selama 2-3 minggu
18
Sumber : alkhandery.weebly.com
griseofulvin
kurang
efektif.
Penggunaan
19
secara
menyeluruh
setelah
mandi
Sumber : healthh.com
e. Tinea korporis
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit batang,
anggota badan, dan wajah, termasuk rambut dan kuku. Semua
dermatofit dapat menghasilkan lesi pada kulit. (Rodriguez,
2003)
Tinea
korporis
disebabkan
oleh
Trichophyton
20
b. Khusus : sistemik
1. Antihistamin
2. Griseofuvin, anak-anak : 15-20 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 500-1000 mg/hari
3. Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu.
4. Ketokonazol 200 mg/hari dalam 3 minggi.
(Siregar, 2015)
Sumber : www.pcds.org.uk
daerah yang
sudah ada
sebelumnya
21
yang
bersifat
promiskuitas,
kesalahan
diagnosis,
dan
Umum
lingkungan.
meningkatkan
,menghindari
kebersihan
orang-orang
perorangan
yang
dan
terkena,
dalam
Sumber : medicastore.com
22
Banjir
2.2.1
Definisi
Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering
seperti pada lahan pertanian, permukiman, pusat kota. Banjir dapat juga
terjadi karena debit/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau
saluran drainase melebihi atau diatas kapasitas pengalirannya. Luapan air
biasanya tidak menjadi persoalan bila tidak menimbulkan kerugian,
korban meninggal atau luka-2, tidak merendam permukiman dalam waktu
lama, tidak menimbulkan persoalan lain bagi kehidupan sehari-hari. Bila
genangan air terjadi cukup. (Rosyidie, 2013)
Menurut Isnugroho (2006), kawasan rawan banjir merupakan kawasan
yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai
karakteristik penyebab banjir, kawasan tersebut dapat dikategorikan
menjadi empat tipologi sebagai berikut :
a. Daerah Pantai.
Daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir karena daerah
tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih
rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (mean sea level)
dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai permasalahan
penyumbatan muara.
b. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area).
23
Daerah dataran banjir (Floodplain Area) adalah daerah di kanankiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga
aliran air menuju sungai sangat lambat yang mengakibatkan daerah
tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena
hujan local. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang
sangat subur sehingga merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan)
seperti
perkotaan,
pertanian,
permukiman
dan
pusat
kegiatan
24
Penyebab banjir
Secara umum permasalahan banjir disebabkan banyak faktor yang
Solusi
25
2.4
Kerangka konsep
Jenis-jenis
Penyebab
Penyakit kulit
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan deskriptif dengan metode survei dimana penulis
ingin melihat profil penyakit kulit pada masyarakat korban banjir didesa
Mabar Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.
26
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Andrews. 2000. Diseases of the Skin Clinical dermatology. 9th ed
Budimulja, u. Dkk. 2004. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: FKUI
Budimulja, U. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed ke-3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
BSMI. 2013. Menghadapi Masalah Kesehatan di Saat Banjir. Jakarta: BSMI
Departement of public health. 2015. Post Flood: Key Facts About Infectious
Disease. Available From: http://unu.edu/publications/articles/preventingand-controlling-infectious-diseases-after-natural-disasters.html#info
http://www.ct.gov/dph/cwp/view.asp?a=3136&Q=487186&PM=1
Djuanda, A. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed ke-3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kersel, Francisco. A. 2003. Dermatologi Just the facts. P. Cm
Kodoatie, Robert J. 2013. Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota. Yogyakarta:
C.V ANDI OFFSET
29
Rosyidie, A. 2013. Fakta dan Dampaknya, Serta Pengaruh dari Perubahan Guna
Lahan.
Riau. 2014. Korban Banjir Rawan Terkena Penyakit Kulit. Available
from : file:///D:/bahan%20proposal/Korban%20Banjir%20Rawan
%20Terkena%20Penyakit%20Kulit.htm
Safrina, 2008. Kajian swamedikasi pada penyakit kulit dimasyarakat mentawa
baru ketapang provinsi kalimantan tengah.
Stefphen, Ganong w.f. 2012. Patofisiologi penyakit. Ed ke-5. Jakarta: EGC
Surat Keputusan Dokter Indonesia. 2012
Siregar, R.S. 2015. Atlat Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed ke-3. Jakarta :
EGC
Price, S. A. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed ke-6.
Jakarta:EGC