1 Definisi
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebakan oleh radang akut
dan radang kronis, benda asing, trauma, iatrogenik, tumor laring, dan kelumpuhan nervus
rekuren bilateral
2.2 Etiologi
2.2.1 Kelainan Konginetal
A. Laringomalasia
Laringomalasia merupakan suatu kelainan dimana terjadi kelemahan struktur
supraglotik sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran nafas. Sedangkan pada
trakeomalasia, kelemahan terjadi pada dinding trakea.
Laringomalasia merupakan penyebab utama stridor pada bayi.1,3-5 Etiologi
laringomalasia masih belum diketahui secara pasti. Tetapi karena tingginya insiden
gangguan neuromuskuler pada bayi dengan laringomalasia, beberapa peneliti
mempercayai bahwa gangguan ini merupakan bentuk hipotonia laring.6,7 Peneliti lain
berpendapat bahwa penyakit refluks gastroesofageal yang ditemukan pada 63% bayi
dengan laringomalasia, mungkin berperan, karena menyebabkan edema supraglotis
dan mengubah resistensi aliran udara, sehingga menimbulkan
obstruksi nafas. 8
Laringomalasia merupakan suatu proses jinak yang dapat sembuh spontan
pada 70% bayi saat usia 1-2 tahun.2,4,6,7 Gejala stridor inspirasi kebanyakan timbul
segera setelah lahir atau dalam usia beberapa minggu atau bulan ke depan. Stridor
dapat disertai dengan retraksi sternum, interkostal, dan epigastrium akibat usaha
pernafasan.5,23
Pada beberapa bayi tidak menimbulkan gejala
sampai anak mulai aktif (sekitar 3 bulan) atau dipicu oleh infeksi saluran nafas.
Stridor yang terjadi bersifat bervibrasi dan bernada tinggi. Stridor akan bertambah
berat sampai usia 8 bulan, menetap sampai usia 9 bulan dan bersifat intermitten dan
hanya timbul bila usaha bernafas bertambah seperti saat anak aktif, menangis, makan,
kepala fleksi atau posisi supinasi. Setelah itu keadaan makin membaik. Rata-rata
stridor terjadi adalah selama 4 tahun 2 bulan. Tidak ada korelasi antara lama
berlangsungnya stridor dengan derajat atau waktu serangan.5,23,24
B. Trakeomalasia
Sumbatan jalan napas bisa berupa sumbatan napas total maupun parsial.
Tabel 1. Gejala sumbatan jalan napas. (Gavin Joynt, 1996)
Komplit
Kejadian progresif dan cepat
Pasien tidak bisa bernafas, bicara, dan
batuk
Gelisah, cemas. Retraksi intercostal dan
supraclavicular. HR dan TD meningkat.
Sianosis
Upaya untuk bernapas berkurang,
kehilangan kesadaran, bradikardi dan
hipotensi, serangan jantung
Kematian dalam 2-5 menit jika tanpa
penanganan yang cepat
Parsial
Kejadian lambat, progresif, dan stabil
Gejala semakin lama makin buruk:
Batuk, stridor inspiratoar, suara
respirasi tambahan (crowing, dst),
disfonia, afonia, tersedak, hipersalivasi.
Upaya untuk bernapas meningkat,
dispneu, repiratory distress, gejala
hipoksemia dan hiperkarbia. Sianosis
jika makin memburuk.
Butuh penanganan untuk menjaga jalan
napas tetap adekuat.
2.4 Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis pasien terutama pasien dengan
sumbatan jalan napas total. Beberapa pemeriksaan fisik dan penunjang dapat dilakukan untuk
melihat dengan jelas penyebab dari sumbatan jalan napas.
a) Laringoskopi direct, laringoskopi indirect, dan bronkoskopi:
- Edema
- Hematoma
- Mukosa dan tulang rawan yang bergeser
- Paralisis pita suara.
b) Rontgen foto leher dan dada:
- Fraktur laring
- Trauma trakea.
c) Diagnosis luka pada laring
- Luka terbuka: gelembung-gelembung udara pada daerah luka, oleh karena udara
-
Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu dilakukan
eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan observasi saja. (Soepardi &
Iskandar, 2012; Jacob,1994)
2.5 Tatalaksana
A. Intubasi Endotrakea
Trakeotomi dilakukan setidaknya dibawah 1-2 cincin cricoid. Biasanya trakea masuk
di antara cincin kartilago ke 2 dan 3 atau 3 dan 4. Jika trakeostomi dilakukan terlalu
tinggi (dekat cricoid), maka resiko terjadinya stenosis subglotik akan meningkat,
dimana hal tersebut dangat susah untuk ditangani. Jika trakeostomi terlalu rendah,
resiko pendarahan dari komplek barchiocephalic menjadi lebih tinggi.
Teknik:
- Surgical Trakeostomi (ST)
Prosedur:
Komplikasi:
a) Komplikasi awal
- Hemorhage
Biasanya hanya sedikit dan bisa dikontrol dengan baik. Jika ada pendarahan yang
banyak biasanya membutuhkan operasi ulang.
- Infeksi luka
Jarang terjadi, biasanya trakeostomi merupakan operasi bersih yang steril. Jarang
digunakan antibiotik profilaksis.
- Emfisema subkutan
Biasanya disebabkan oleh ventilasi tekanan positif. Namun, akan teratasi spontan
dalam beberapa hari.
- Obstruksi selang intubasi
Biasanya oleh karena mukus, gumpalan darah, soft tissue dll.
a) Komplikasi lambat
- Gangguan menelan
- Stenosis trakea
- Fistula arteri tracheo-innominate
- Fistula trakeaesofageal
- Pembentukan granulasi
- Stoma persisten
Gambar Stenosis
C. Krikotirotomi
D. Heimlich Manuver