Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Hipertensi emergensi merupakan keadaan tekanan darah tidak terkontrol yang
berhubungan dengan gagal organ akut.1,2,3 Adanya keadaan gagal organ akut ini yang
membedakan dengan keadaan hipertensi urgensi bukan pada nilai tekanan darah 1. Tidak
ada batas tekanan darah dalam mendiagnosis hipertensi emergensi, meskipun demikian
kebanyakan gagal organ akhir terjadi ketika tekanan darah sistolik melebihi 220mmHg
atau tekanan diastolik melebihi 120mmHg2. Keadaan hipertensi emergensi dan urgensi
harus dapat dibedakan karena tatalaksana yang berbeda4. Penatalaksanaan dari
hipertensi emergensi harus dilakukan sesegera mungkin dengan menggunakan obatobatan parenteral1.
Kejadian hipertensi pada orang dewasa mencapai 20-30% di negara-negara
berkembang. Diperkirakan satu milyar orang mengidap hipertensi dan kematian yang
berhubungan dengan hipertensi diperkirakan mencapai angka 7,1 juta per tahun5.
Tekanan darah cendrung meningkat sesuai dengan pertambahan umur. Hipertensi lebih
sering terjadi pada populasi pria dibanding wanita, khususnya pada dewasa muda dan
usia pertengahan1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Terdapat perbedaan beberapa penulis mengenai terminologi peningkatan darah
secara akut. Terminologi yang paling sering dipakai adalah :
1. Hipertensi emergensi (darurat), yaitu peningkatan tekanan darah sistolik >180
mmHg atau diastolik >120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ
target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu
jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada
hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada
keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan antihipertensi oral.
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain :
1. Hipertensi refrakter : respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan
darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi : peningkatan tekanan darah diastolik >120 mmHg
disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut
ke fase maligna.
3. Hipertensi Maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah
diastolik >120-130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai
papiledema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari
vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapatkan
pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat
hiperetensi essensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang
4.

sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.


Hipertensi ensefalopati : kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai
dengan keluhan sakit kepala yang hebat, perubahan kesadaran dan keadaan ini
dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.5

2.2 ETIOLOGI
Penyabab dari hipertensi emergensi adalah semua yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Tingkat kenaikan tekanan darah berbanding lurus dengan resiko
terjadinya hipertensi emergensi. Keadaan hipertensi kronik menurunkan
kemungkianan terjadinya hipertensi emergensi. Sebaiknya pada individu tanpa
riwayat hipertensi sebelumnya, hipertensi emergensi dapat terjadi pada nilai
tekanan darah yang lebih rendah4. Penyebab dari hipertensi emergensi dapat
dilihat pada tabel 1.
Hipertensi Primer
Penyakit Parenkim Ginjal

Glomerulonefritis

Akut,

Vaskulitis,

Sindrom Uremik Hemolitik, Trombotik


Penyakit Vaskular Renal
Kehamilan
Endokrin

Trombositopenik Purpura
Stenosis Arteri Renal
Eklampsia
Pheokromositoma, Sundrom
Renin-Secreting

Obat-obatan

Tumor,

Hipertensi

meneralokortikoid
Kokain, simpatomimetik,

eritropoietin,

siklosporin,
Hipereaktivitas autonomik
Penyakit suasuanan Saraf Pusat

Cushing,

withdrawal

antihipertensi,

MAOi, Amfetamin, lead intoxication.


GBS, Porphyria Itermittent akut.
Injuri serebral, infark/pendarahan serebral,
tumor otak.

2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya hipertensi emergensi sampai saat ini belum diketahui
secara jelas. Teori yang berkembang menghubungkan kejadian hipertensi
emergensi dengan kenaikan resistensi vaskular secara mendadak. Peningkatan
resistensi vaskular dapat dipicu oleh beberapa agen vasokonstriktor seperti

angiotensi II atau norepinefrin atau dapat terjadi karena hasil dari keadaan
hipovolemia relatif. Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa aktivasi dari
renin-angiotensi-aldosterin merupakan bagian yang penting dari proses terjadinya
hipertensi emergensi.4
Selama terjadinya kenaikan tekanan darah, endothelium berkompensasi dengan
keadaan resistensi vaskular dengan meningkatkan pengeluaran dari molekul
vasodilator seperti nitric oxide. Hipertensi yang bertahan atau parah, respon
kompensasi dari vasodilator tidak lagi mampu mengatasi keadaan tersebut,
mengakibatkan terjadinya dekompensasi endothelial yang nantinya akan
menyebabkan peningkatan yang lebih parah lagi dari tekanan darah dan terjadinya
kerusakan endotel. Kejadian lanjutan yang terjadi adalah siklus kegagalan
homeostasis yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskular dan kerusakan
endotel yang lebih jauh. Mekanisme pasti dari kerusakan fungsi endotel belum
dapat dijelaskan. Mekanisme yang dipertimbangkan adalah respon proinflamasi
yang dipicu oleh mechanical stretching seperti pengeluaran sitokin-sitokin dan
monocyte chemotatic protein 1, peningkatan konsentrasi endothelial cell cytosolic
calcium, pengeluaran vasokonstriktor endothelin 1 dan peningkatan ekspresi dari
endothelial adhesion molecule. Peningkatan ekspresi dari vaskular adhesion
molecule seperti P-selectin, E-selectine atau intracellular adhesion molecule 1
oleh sel endothel memicu inflamasi lokal dan menyebabkan kerusakan tambahan
dari fungsi endotel.4
Semua kejadian molekular ini pada akhirnya akan memicu terjadinya penigkatan
permeabilitas endotel, menghambat fibrinolitik lokal dari endothel dan
meningkatkan jalur koagulasi. Agregasi trombosit, dan degranulasi pada
endothelium yang telah rusak, dapat memicu terjadinya inflamasi yang lebih
parah, trombosis dan vasokonstriksi.4
2.4 DIAGNOSIS
Anamnesis yang dilakukan harus melingkupi durasi secara detail dan
keparahan dari hipertensi sebelumnya dan juga adanya kegagalan organ yang
terjadi sebelumnya. Obat-obatan antihipertensi derajat pengontrolan tekanan darah
dan obat-obatan yang memicu naiknya tekanan darah seperti kokain harus ditanya

secara detail. Gejala khusus pada organ terminal harus ditanya dengan lengkap. 1,4
Beberapa gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Nyeri dada4
Menggambarkan adanya iskemia myocardial atau miokardia infark atau
diseksi aorta
2. Nyeri punggung4
Menggambarkan adanya diseksi aorta
3. Sesak napas4
Adanya edema paru atau gagal jantung kongestif
4. Gejala neurologis seperti kejang atau penurunan kesadaran4
Menggambarkan ensefalopati hipertensi
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pertama kali adalah apakah terdapat
kerusakan organ. Tekanan darah dilakukan jika memungkinkan pada dua posisi
untuk mencari tahu apakah ada deplesi volume dalam intravaskular. Tekanan
darah juga sebaiknya dilakukan pada kedua tangan, apabila terdapat perbedaan
yang signifikan, dapat memunculkan kecurigaan terjadinya diseksi aorta.
Pemeriksaan kardiovaskular harus berfokus pada adanya kegagalan jantung
seperti adanya peningkatan tekanan vena jugularis, adanya crakles, atau gallop.
Pemeriksaan neurologis harus dapat menilai tingkat kesadaran, gejala iritasi
meningen, lapang pandang dan gejala-gejala fokal.4
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan segera adalah
konsentrasi urea, elektrolit, kreatinin serum, pemeriksaan darah lengkap, EKG,
foto Toraks, dan analisa urin.4

2.5 MANIFESTASI KLINIS


1. Emergensi Neurologis
Hipertensi neurologis merupakan hipertensi emergensi yang disertai kerusakan
pada sistem saraf. Manifestasi yang sering terjadi adalah ensefalopati hipertensi,
stroke iskemik akut, pendarahan intrakranial, emboli otak, dan pendarahan
subaraknoid. Emergensi neurologis sangat susah dibedakan satu sama lain.
Ensefalopati emergensi dapat ditegakkan setelah yang lain dapat disingkirkan.
Stroke baik yang disebabkan oleh trombosis atau pendarahan dapat didiagnosis
dengan melihat adanya defisit neurologis fokal atau dengan menggunakan
5

pemeriksaan penunjang seperti MRI. Pendarahan subaracnoid dapat didiagnosis


dengan pungsi lumbar6. Perbedaan dan persamaan dari emergensi neurologis
dapat dilihat pada tabel

Infark

Pendarahan

Pendarahan

serebral akut

Ensefalopati
hipertensi

Retinopati
Defisit

subaracnoid
intraparenkim
Anamnesis
Akut
Akut
Akut
Bervariasi
Parah
Bervariasi
Pemeriksaan Fisik
0-IV
0-IV
0-IV
Sesuai lokasi Bervariasi
Sesuai lokasi

neurologi

infark

bervariasi

Durasi
Nyeri kepala

pendarahan

fokal

Sub-akut
Parah
II-IV
Jarang,
sesuai tekanan
darah

Pungsi

Biasanya

Laboratorium
Xanthocromic

Lumbar
CT-Scan

normal
Dapat

atau berdarah
Biasanya

atau berdarah
Terkadang

normal
Biasanya

menunjukkan

normal

dapat

normal

daerah infark

Xanthocromic

Biasanya

menunjakkan
daerah
pendarahan

2. Hipetensi Kardiak
Manifestasi hipertensi emergensi yang pada sistem kardiak yang paling sering
terjadi adalah infark atau iskemi miokard akut, edema paru dan diseksi aorta.
Pasien dengan kenaikan tekanan darah yang signifikan seharusnya dilakukan
pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi adanya iskemia kardiak, auskultasi
pada paru dan pemeriksaan lain untuk mencari apakah ada gagal jantung.
Pemeriksaan lainnya adalah dilakukan foto toraks untuk melihat vaskularisasi
pada paru-paru dan diameter dari aorta.6
3. Emergensi vaskular

Emergensi vaskular meskipun jarang terjadi, tetap harus diwaspadai. Manifestasi


dari hipertensi vaskular adalah epistaksis yang parah yang tidak responsif
dengan pemberian tampon anterior maupun posterior.6
4. Hipertensi Emergensi dengan Hematuria dan/atau Gangguan Fungsi Ginjal
Pasien dengan hipertensi emergensi sering mengalami hematusia mikroskopik
atau penurunan fungsi ginjal akut. Pemeriksaan urinalisis dan penilaian kadar
serum kreatinin seharusnya dilakukan pada semua pasien dengan tekanan darah
yang tinggi. Riwayat sebelumnya harus digali apakah kadar kreatinin serum
yang tinggi sekarang merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyakit ginjal
terdahulu.6
Keadaan ginjal pada pasien dengan hipertensi emergensi dengan
gangguan ginjal biasanya mengalami fungsi ginjal yang lebih buruk meskipun
tekanan darah telah diturunkan dengan benar. Teori yang berkembang yang
dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena tekanan darah yang tinggi
merupakan respon tubuh ubtuk menjaga perfusi yang tepat ke ginjal, dengan
penurunan tekanan darah, memperburuk keadaan dari ginjal. Beberapa kejadian
membutuhkan hemodialisis karena disebabkan oleh penurunan tekanan darah
tersebut.6
5. Hipertensi Emergensi dalam Kehamilan
Hipertensi emergensi pada kehamilan biasa terjadi pada keadaan tekanan darah
ysng lebih rendah dibandingkan dengan keadaan tidak hamil karena pada saat
hamil, tekanan darah biasanya menurun. Masalah terbesar dari hipertensi
emergensi dalam kehamilan adalah karena banyak obat-obatan untuk hipertensi
yang penggunaannya kontraindikasi pada masa kehamilan. Contoh obat-obatan
tersebut adalah Nitroprusside yang dimetabolisme menjadi sianida yang toksik
pada janin. ACE inhibitor dan angiotensin II reseptor bloker juga kontraindikasi
pada trimester kedua dan ketiga dari kehamilan karena sifatnya yang nefrotoksik
dan efek sampingnya pada janin.1,6
2.6 TATALAKSANA
Prinsip Umum
Hingga sekarang belum ditemukan terapi yang optimal untuk menangani
hipertensi emergensi. Prinsip dari terapi hipertensi emergensi tidak semata-mata
7

hanya bergantung pada nilai tekanan darah, tetapi bergantung pada terjadinya
kegagalan organ.4
Pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU dengan tekanan darah
yang selalu diperhatikan. Tetapi antihipertensi parenteral harus diberikan secara
langsung tanpa menunggu. Disarankan sebaiknya penurunan mean arterial
pressure tidak lebih dari 20-25% untuk mencapai tekanan darah 160/100 mmHg
dalam dua sampai enam jam atau penurunan tekanan darah diastolik 10%-15%
atau hingga mencapai 100-110 mmHg dalam 30-60 menit. Penurunan tekanan
darah yang lebih cepat harus dihindari karena dapat menyebabkan hipoperfusi dari
organ vital yang dapat menyebabkan iskemia dan infark yang memperburuk
keadaan.4,7,8

Terapi Spesifik
Terapi pada hipertensi emergensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah
dengan terkontrol, terprediksi dan aman. Beberapa obat parenteral sesuai dengan
tujuan terapi seperti yang terdapat pada tabel 3. Terapi akan tergantung pada organ
tujuan yang mengalami kerusakan. Beberapa obat tertentu mungkin akan menjadi
lebih tepat atau kurang tepat bergantung dari organ yang mengalami kerusakan.4
1. Clevidipine
Clevidipine merupakan obat yang bekerja dengan menghambat kanal kalsium
yang telah disetujui oleh FDA pada agustus 2008 untuk digunakan dalam
tatalaksana hipertensi akut setelah menunjukkan tingkat keamanan dan
khasiat yang baik dalam uji coba klinis. Obat ini menurunkan tekanan darah
dengan bergantung pada dosis dengan waktu paruh yang sangat singkat yaitu
1-2 menit, bekerja dengan menurunkan resistensi vaskular dan tidak
mempengaruhi kapasitas pembuluh darah atau tekanan pengisian jantung. 7
2. Sodium Nitroprusside
Sodium nitroprusside dapat digunakan dalam berbagai situasi. Obat ini
bekerja sebagai dilator dari arteri dan vena yang bekerja secara cepat. Obat ini
hanya diberikan dengan infus intravena yang kontinyu dengan pengawasan

terhadap tekanan darah intra-arterial. Komplikasi dari penggunaan obat ini


adalah hipotensi. Komplikasinya adalah kemungkinan terjadinya keracunan
cyanate atau thiocyanate pada pemakaian jangka panjang, khususnya pada
pasien dengan penurunan fungsi liver dan ginjal. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa sodium nitroprusside dapat meningkatkan tekanan
intrakranial, tetapi dengan efek penurunan resistensi vaskular tidak terlalu
berpengaruh banyak terhadap peningkatan tekanan intrakranial oleh sebab itu
obat ini direkomendasi sebagai terapi untuk hipertensi emergensi termasuk
hipertensi ensefalopati.4,9
3. Labelatol
Labelatol juga merupakan obat yang dipakai dalam kebanyakan situasi
hipertensi emergensi. Labelatol merupakan penghambat dan reseptor dan
sebagai kanal kalsium antagonis. Efek penghambat dari labelatol hanya
seperlima dari propanolol. Efek anti-hipertensif dari labelatol adalah dengan
menurunkan laju jantung dan menurunkan resistensi vaskular obat ini dapat
diberikan dengan menggunakan bolus intravena atau dengan infus kontinyu.
Efek hipotensi dari labelatol biasanya muncul dalam dua sampai lima menit.
Setelah bolus dan mencapai puncaknya pada lima sampai lima belas menit
dan efek dapat bertahan selama dua sampai empat jam. Labelatol tidak
mempunyai efek penghambat yang murni sehingga curah jantung dapat
dipertahankan. Resistensi vaskular yang terjadi adalah efek dari penghambat
reseptor , keadaan ini tidak mengurangi aliran darah perifer. Obat ini
digunakan pada saat-saat khusus seperti iskemia miokard akut, diseksi aorta,
hipertensi post operatif akut, stroke iskemik akut, ensefalopati hipertensi, preeklampsia, dan eklampsia. Efek samping penggunaan labelatol antara lain
mual, muntah, flushing, bradikardi, bronkospasme, dan gagal jantung.4,7
4. Esmolol
Esmolol merupakan obat selektif penghambat reseptor yang mempunyai
waktu kerja yang cepat dan singkat sehingga membuat dosis obat ini mudah
untuk di titrasi. Obat ini menurunkan tekanan darah melalui pengurangan
tekanan atrial dengan mengurangi kecepatan dan kontraktilitas dari jantung
dengan menghambat reseptor .7
5. Nitroglyserin
9

Nitroglyserin yang diberikan secara intravena merupakan vasodilator yang


kuat. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menurunkan afterload dan
preload jantung. Efek ini tidak diharapkan pada pasien dengan gangguan
perfusi ginjal dan otak. Nitroglyserin tidak digunakan sebagai terapi lini
pertama meskipun memiliki karakteristik farmakokinetik yang mirip dengan
sodium nitroprusside. Hal ini disebabkan karena efek sampingnya yang
berupa takikardi dan takifilaksis.7
6. Nicardipine
Nicardipine merupakan obat intravena penghambat kanal kalsium derivat dari
dihydropiridine yang menghasilkan efek antihipertensinya dengan vasodilasi
dari arteri koroner dan relaksasi otot polos. Obat ini mempunyai tingkat
selektivitas yang tinggi dan vasodilator pembuluh darah otak dan koroner
yang kuat.7
7. Fenoldopam mesylate
Fenoldopan mesylate telah disetujui untuk digunakan dalam tatalaksana
hipertensi emergensi. Obat ini bekerja sebagai agonis dari reseptor 1 dopamin
di perifer. Anti hipertensi terjadi karena kombinasi dari reaksi vasodilatasi
langsung dan dilatasi arteri dan natruiresis.4,7
8. Ace inhibitor dan Hydralazine
Obat-obatan golongan ACE inhibitor dan hydralazine juga dapat digunakan
untuk beberapa kondisi. Penggunaan ACE inhibitor dalam kondisi akut
membutuhkan pertimbangan yang khusus karena dengan cara kerjanya obat
ini dapat menyebabkan tekanan darah yang turun sangat drastis pada pasien
dengan hipovolemik atau pada pasien dengan keadaan stenosis arteri renal.
Obat-obatan diuretik sebaiknya dihindari pada kasus hipertensi emergensi
kecuali didaptkan adanya kegagalan ventrikel kiri dan edema paru. Sebagian
besar pasien mengalami keadaan hipovolemik disebabkan pleh natriuresis
yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi.4

10

BAB III
STATUS PASIEN
3.1 IDENTITAS
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Alamat
Pekerjaan
Status Pernikahan
Tanggal Masuk RS

: Tn. AS
: Laki-laki
: 50 th
: Islam
: Ds. Woja-Dompu
: Petani
: Menikah
: 27 Oktober 2015

3.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autonamnesis
Keluhan Utama :
Sakit Kepala sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit
Keluhan Tambahan :
Mengalami mual dan muntah 1 kali sebelum masuk rumah Sakit. Os juga
mengeluhkan pandangan mata dirasa kabur dan berkunang-kunang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os mengeluh sakit kepala dirasa sekitar 1 minggu terakhir dan memberat 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala dirasa berdenyut dan kepala dirasa
berat. Os mengatakan badan dirasa lemas, namun masih dapat melakukan
aktivitas sehari-hari. Os juga mengatakan merasa mual. Os mengalami muntah
saat dirumah sebanyak 1 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Os mengatakan memiliki riwayat hipertensi.
Riwayat pengobatan :
Os mengatakan mengkonsumsi obat antihipertensi, namun os jarang minum obat
dan jarang memeriksakan tekanan darahnya.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis

11

Kesan sakit

: tampak sakit sedang

Tanda Vital

Tekanan Darah

: 240/150 mmHg

Nadi

: 100 x/menit

Suhu

: 36,6 oC

Pernafasan

: 20 x/menit

Status Generalis
Kulit
Warna
Lesi

: Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik.


: Tidak terdapat lesi primer seperti makula, papula vesikula,

pustula.
Rambut
Turgor

: Tumbuh rambut pada permukaan kulit


: Baik

Kepala
Ekspresi wajah

: Normal

Simetris wajah

: Simetris

Rambut

: Hitam, lebat, tidak mudah dicabut

Deformitas

: Tidak terdapat deformitas

Kulit kepala

: Tidak terdapat memar di kepala

Mata
Bentuk
Eksoftalmus
Endoftalmus
Gerakan
Kelopak
Pupil
Konjungtiva
Kornea
Lensa
Visus

: Simetris
: Tidak ada
: Tidak ada
: Normal
: Hematom -/: OD dan OS isokor, refleks cahaya +/+
: Anemis +/+
: Normal
: Tidak dilakukan pemeriksaan
: Tidak dilakukan pemeriksaan
12

Lapang pandang

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Telinga
Daun telinga

: Normal

Liang telinga

: Tidak terdapat serumen, darah (-)

Gendang telinga

: Intak

Proc. Mastoideus

: Tidak nyeri tekan

Pendengaran

: Normal

Hidung
Bagian luar

: Normal, tidak terdapat deformitas

Septum

: Terletak di tengah dan simetris

Mukosa hidung

: Hiperemis (-/-)

Cavum nasi

: Perdarahan (-/-)

Mulut dan tenggorok


Bibir

: Pucat (-), Sianosis (-), sedikit kering

Gigi geligi

: Jumlah lengkap.

Langit- langit

: Normal

Lidah

: Warna kemerahan , papil (+)

Tonsil

: ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis.

Faring

: Tenang , tidak hiperemis

Leher
JVP

: ( 5 -2 ) cm H20

Bendungan vena

: Tidak terdapat bendungan vena

Tumor

: Tidak terdapat tumor

Kelenjar tiroid

: Tidak membesar

Trakea

: Terletak ditengah

Nyeri tekan

: Tidak terdapat nyeri pada leher kanan maupun kiri

13

Kelenjar getah bening


Leher

: Tidak terdapat pembesaran kgb di leher

Aksila

: Tidak terdapat pembesaran kgb di aksila

Inguinal

: Tidak terdapat pembesaran kgb di inguinal

Thorax
Cor : Inspeksi

: Ictus cordis tak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis pada ICS 4 garis midklavikularis kiri

Perkusi

: Redup

Batas atas

: ICS 2 garis parasternal kiri

Batas kanan

: ICS 3-5 garis parasternal kanan

Batas kiri

: ICS 5, 1 cm medial garis midclavicular kiri

Auskultasi
Pulmo : Inspeksi

: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


: Pergerakan nafas simetris.

Palpasi

: Vocal fremitus sama di kedua paru.

Perkusi

: Sonor di kedua paru.

Auskultasi

: Suara napas vesikuler di kedua paru, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen
Inspeksi

: Abdomen simetris,tidak membuncit, tidak terdapat kelainan kulit,

Palpasi

maupun pelebaran vena.


: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan(-), hepar& lien tidak

teraba membesar, ballotemen (-/-)


Perkusi
: Timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/mnt
Punggung

Tidak terdapat kelainan bentuk pada tulang punggung pasien

Tidak terdapat skoliosis, lordosis, dan kifosisi

Pergerakan vertebra simetris


14

Tidak terdapat hematom pada punggung.

Tidak terdapat nyeri pada perabaan vertebra dan panggul

Tidak terdapat nyeri ketok sudut costovertebra


Ekstremitas atas :
Akral hangat (+/+), Oedem (-/-), Deformitas (-/-), Hematom (+/+), Nyeri (-/-)
Ekstremitas bawah :
Akral hangat (+/+), Oedem (-/-), Deformitas (-/-), Hematom (+/+), Nyeri (-/-)
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah

Jenis Pemeriksaan
Gula Darah
Sewaktu
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin

Hasil

Satuan

Nilai Normal

122

Mg/dl

< 170

48
2,4

Mg/dl
Mg/dl

10-50
Pria : 0,9-1,5
Wanita : 0,7-1,4

3.5 DIAGNOSIS KERJA


- Hipertensi Emergensi
- CKD stage IV
3.6 MASALAH DAN PENGKAJIAN MASALAH
Hipertensi emergensi
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah berat
(180/120 mmHg) dengan komplikasi disfungsi organ target yang akan terjadi
atau bersifat progresif. Perlu dilakukan penurunan tekanan darah secara
segera (tidak perlu mencapai nilai normal) untuk mencegah atau membatasi
kerusakan organ target. Pada pasien didapatkan keluhan sakit kepala sekitar 3
hari sebelum masuk rumah sakit, tekanan darah yang meningkat, yaitu
240/150 mmHg, memiliki riwayat darah tinggi.
Pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU dengan
tekanan darah yang selalu diperhatikan. Pasien diberikan terapi antihipertensi
parenteral. Disarankan sebaiknya penurunan MAP tidak lebih dari 20-25%
untuk sistolik dalam waktu 2-6 jam, atau 10-15% untuk diastolik dalam

15

waktu 30-60 menit. Penurunan tekanan darah yang lebih cepat harus dihindari
karena dapat menyebabkan hipoperfusi dari organ vital yang dapat

menyebabkan iskemia dan infark yang memperburuk keadaan.


CKD
Chronic kidney disease (CKD) adalah kerusakan ginjal (renal
damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi : kelainan patologis, terdapat tanda kelainan ginjal,
termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau dengan kelainan
pada tes pencitraan, LFG kurang dari 60ml/mnt/1,73m2. Pada pasien ini
didapatkan nilai ureum 48 mg/dl dan nilai kreatinin 2,4 mg/dl, sehingga pada
pasien ini didapatkan nilai LFG nya adalah 28,93 ml/mnt/1,73m2 yang
tergolong CKD stage IV.

3.7 PENATALAKSANAAN
IVFD NaCl 0,9% fls 20 tpm.
Inj. Ondancentron 1 amp/8jam iv
Co dokter Sp.PD, advice :
o Nicardipine 10 mg amp. 7,5 cc/jam dalam syring pump
o Pro Rawat ICU
3.8 PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad sanationam
Ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

3.9 FOLLOW UP
Tanggal 29/10/15
S
: keluhan sakit kepala berkurang.
O
: CM, TD 160/102 mmHg, Nadi 84x/mnt, RR 18x/mnt, Suhu 36,40C
A
: hipertensi emergensi perbaikan + CKD Stage IV
P
: IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Amlodipin 1x10 mg tab
Catopril 2x25 mg tab
Asam folat 2x2 tab
Nicardipine stop
Rawat diruangan peny.dalam.

16

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Tinjauan pustaka yang telah dilakukan bahwa hipertensi emergensi merupakan keadaan
yang darurat dan butuh penanganan yang cepat, tepat, serta pengawasan yang tepat.
Diagnosis hipertensi emergensi harus tepat dilakukan dan harus dapat dibedakan dengan
hipertensi urgensi karena terapi yang diberikan sangat berbeda. Terapi dalam hipertensi
emergensi sangat spesifik tergantung kegagalan organ yang terjadi. Salah dalam
pemberian terapi, dosis yang kuarng tepat, dan waktu pemberian obat yang tidak tepat
dapat memperburuk keadaan pasien dan mengancam nyawa pasien. Itu sebabnya semua
pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat dalam Intensive Care Unit (ICU)
dengan pengawasan yang ketat.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Haas AR, Marik PE. Current diagnosis and management of hypertensive
emergency. Seminar in dialysis. 2006, 19: 502-512
2. Atkins G, Rahman M, Wirght, Jr JT. Chapter 70. Diagnosis and Treatment of
Hypertension. In : fuster V, Harrington RA, eds. Hurts The Heart. 13th ed. New
York : McGraw-Hill; 2011
3. Elliott WJ. Chapter 45. Hypertensive Emergencies & Urgencies. In : Lerma EV,
Berns JS, Nissenson AR, eds. Current Diagnosis & Treatment : Nephrology &
Hypertension. New York : McGraw-Hill; 2009
4. Vaughan JC, Delanti N. Hipertensive emergencies. Lancet. 2000; 356: 411-17.
5. Varon J. Treatment of Acute and Severe Hypertension current and Newer
Agents. Drugs. 2008; 68(3): 283-297
6. Vidt DG, Elliot WJ. Clinical features and management of selected hypertensive
emergencies. J Clin Hypertens.2004;6:587-592
7. Smithburger PL, Kane-Grill SL, Nestor BL, Seybert AL. Recent Advances in the
Treatment of Hypertensive Emergencies. 2010
8. Desai S. Chapter 34. Cardiac Emergencies. In: Humphries RL, Stone C, eds.
Current Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2011
9. Kotchen TA. Chapter 247. Hypertensive Vascular Disease. In: Longo DL, Fauci
AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrisons Principle
of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012
10. Papadoloulos PD, Mourouzis 1, et al. Hypertension Crisis. Blood Pressure.
2010; 19: 328-336.

18

Anda mungkin juga menyukai