Anda di halaman 1dari 5

Angka rekurensi lokal dari carsinoma kolorectal setelah tindakan pembedahan terjadi

pada 10-40 persen kasus. Meskipun kontrol lokal telah diperbaiki dengan penggunaan
kemoterapi adjuvant dan radioterapi tetapi kejadian rekurensi masih berkisar 10-25 persen
pada pelvis. Kejadiuan rekurensi pada pelvis berkonstribusi secara signifikan pada
penampakan klinis dan merupakan salah satu masalah utama yang mempengaruhi kehidupan
pasien. Dengan reseksi pada tumor primer untuk tumor.
Peran reseksi tumor primer untuk kanker kolorektal stadium IV belum terdefinisi.
Kleespies et al. Dilaporkan bahwa reseksi paliatif dikaitkan dengan hasil yang

tidak

menguntungkan karena adanya sisa dari massa ca rectum pasien dengan lesi stadium lanjut.
Pasien dengan terapi reseksi curativ biasa disertai dengan nyeri disekitar pelvis, salah satu
dari manifestasi klinis karena adanya desakan tumor pada nervus presacrum atau dinding
pelvis.
Approach pembedahannya untuk mengurangi nyeri yang terasa disekitar pelvis
biasanya dengan menggunakan negativ marginal resection. Reseksi tersebut dilakukan pada
pasien dengan keadaan umum yang baik dan diharapkan reseksi meliputi pusat tumor dengan
tehnik negativ resection margin. Radioterapi dianggap merupakan terapi paliativ yang paling
efektif untuk pasien yang memiliki gejala klinis ca rerti yang menginvasi sekitar pelvis.
Pada penelitan sebelumnya radioterapi telah dilakukan sebagai terapi paliativ untuk
mengurangi gejala klinis pada beberapa pasien ca recti yang menginvasi pelvis. Penelitian
tersebut termasuk pasien pasien yang tidak dapat dilakukan reseksi dan terjadi rekurensi
setelah dilakukan pembedahan definitiv dan sudah terjadi metastasis. Penelitian terbaru
menggunakan kombinasi kemoterapi dengan obat-obat sitostatika metastase ca colorectal.
Meskipun obat obat tersebut dapat secara efektiv mengurangi gejala klinis, tetapi terapi
radiasi sebagai tambahan pada kemoterapi masih kontroversial. Dan sampai sekarang masih
sedikit pelaporan efek yang sinergis dari terapi kombinasi dengan kemoradioterapi (CCRT).
Dengan terapi paliative pada sistem gastrointestinal.
Sejak Agustus 1995 hingga Desember 2007 dilakukan penelitian secara retrospektif
pada 80 pasien dengan gejala penyebaran kanker colorectal ke organ pelvis yang dirawat di

Samsung Medical Center. Dimana semua pasien memiliki penyakit diluar organ pelvis dan
berkonsultasi dengan bagian onkologi radiasi untuk mendapatkan terapi paliativ dalam rangka
mengurangi gejala.
Lima puluh delapan pasien (73%) pada awalnya didiagnosis dengan kanker rektum
dan 22 pasien (27%) dengan kanker colon. Tujuh puluh dua pasien (90%) diterapi dengan
pembedahan, termasuk 64 pasien yang dilakukan pembedahan total (52 operasi kuratif).
Delapan pasien (10%) menerima kemoterapi saja. Dua puluh dua pasien (27%) menerima
adjuvant radioterapi setelah terapi kuratif atau radioterapi setelah terjadi rekurensi lokal.
Radioterapi dosis nya berkisar 40 Gy sampai 74 Gy . Usia pasien pada saat mendapatkan
radioterap paliatif berkisar 27-85 tahun (median 57 tahun).
Ada 43 laki-laki (54%) dan 37 perempuan (46%). Menurut pelaporan dari (ECOG)
skor kinerja adalah 0 pada satu pasien (1%), 1 di 28 (35%), 2 di 36 (45%), 3 di 13 (16%), dan
4 dalam dua (3%) pasien. Empat puluh pasien (50%) memiliki metastasis organ tunggal
terlepas dari jumlah nodul metastasis, dan 40 pasien (50%) memiliki dua atau lebih metastasis
organ. Metastasis umum dapat terjadi ke hepar (33 pasien, 41%), paru-paru (29, 36%),
paraaortic kelenjar getah bening (27, 34%), dan organ peritoneal.
Delapan puluh pasien menderita 95 gejala klinis. Diantara yang paling umum adalah
nyeri (68, 72%), diikuti oleh pendarahan anus pada 18 kasus (19%), dan Gejala obstruktif
dalam sembilan kasus (9%). Enam pasien memiliki dua gejala bersamaan, nyeri dan
perdarahan (lima pasien) atau rasa nyeri dan obstruksi (satu pasien). Tujuh pasien mengalami
kekambuhan nyeri setelah paliatif radioterapi (RT) dan menerima paliatif re-RT. Pada pasien
ini, evaluasidari respon terhadap paliatif re-RT yang tersedia, dan semua kasus secara
independen dimasukkan dalam analisis respon gejala untuk paliatif RT. Dua puluh satu pasien
(26%) menerima CCRT dengan rejimen diantaranya: capecitabine dalam delapan pasien,
fluorouracil dalam enam pasien, tegafur-urasil dalam lima pasien dan rejimen kombinasi
dalam dua pasien. Tiga puluh satu kasus menerima kemoterapi lebih lanjut setelah selesai
paliatif RT.

Gejala post paliatif dinilai satu bulan setelah RT paliatif selesai. Untuk pasien dengan
gejala nyeri, paliatif yang efektif didefinisikan seperti penurunan rasa sakit atau berkurangnya
pengggunaan analgesia. Untuk pasien dengan perdarahan, paliatif yang efektif adalah
didefinisikan sebagai peningkatan hemoglobin, hemoglobin stabil, hematochesia teratasi, atau
hemoglobin normal. Untuk pasien dengan obstruksi, paliatif yang efektif didefinisikan
sebagai diperbaiki atau diselesaikan sembelit, penurunan pencahar digunakan, atau tidak perlu
untuk intervensi seperti stent atau kolostom.
Periode follow-up didefinisikan sebagai waktu dari awal RT paliatif sampai perkembangan
gejala atau kematian. Toksisitas dinilai menurut Common Kriteria Terminologi untuk Adverse
Event (CTCAE) versi 3.0.
Tingkat kelangsungan hidup diperkirakan dengan Kaplan-Meier metode, dan
perbandingan antara kelompok yang ditentukan dengan menggunakan uji log-rank. Tingkat
kelangsungan hidup secara keseluruhan pada satu tahun adalah 22,1%, dan kelangsungan
hidup rata-rata adalah enam bulan. secara menyeluruh gejala post terapi paliatif yang timbul
mencapai pada 76 dari 95 kasus (80%). Empat puluh tiga kasus (45%) mengalami
kekambuhan gejala, dan durasi kontrol gejala selama lima bulan (kisaran, 1-44 bulan). Pada
80 pasien, terdapat 68 kasus telah gejala nyeri; 54 kasus (79%) mencapai nyeri post terapi
paliatif dan 35 kasus (51%) mengalami munculnya kembali nyeri. delapan belas kasus
memiliki gejala perdarahan; 15 kasus (83%) dicapai perdarahan dan lima kasus (28%)
mengalami kemunculan kembali perdarahan. Sembilan kasus telah mengalami gejala
obstruksi, dan tiga kasus (33%) mengalami kemunculan obstruksi.
Semua pasien mentoleransi terapi paliatif. Tiga Puluh Delapan pasien mengalami
mual, diare, sistitis, atau Reaksi kulit perineum grade 1 atau 2 selama pengobatan. Tidak ada
perbedaan yang signifikan dari pengobatan terkait toksisitas antara RT dan CCRT (45% vs
52%, p = 0,4380). Tidak ada toksisitas berat di atas kelas 3 atau kematian terkait pengobatan.
Radioterapi telah dianggap sebagai terapi paliatif yang efektif pada pasien dengan
massa pelvis yang tidak dapat direseksi akibat invasi ca kolorektal. penelitian yang dilaporkan

pada tahun 1960 sampai 1980 menunjukkan bahwa nyeri menghilang dan perdarahan terjadi
sekitar 75% pasien dengan dosis terendah 20 Gy dalam sepuluh fraksi selama dua minggu
atau dengan variasi dosis 40-60Gy dalam 1,8-2,5 Gy per fraksi. Gejala mereda rata-rata dalam
6-9 bulan.
Penelitian terakhir menunjukkan gejala yang sama atau bahkan peningkatkan gejala
paliatif: kontrol nyeri pada 78-93% pasien, kontrol perdarahan pada 68-100%, dan kontrol
massa sekitar 35-88%. Beberapa data menunjukkan korelasi antara dosis RT dan efek dari
terapi paliatif yang ditimbulkan. Wong CS et al. Melaporkan tingkat respon gejala pada
panggul sesuai dengan dosis RT yang diberikan. Dan ternyata terdapat kecenderungan
peningkatan respons dengan meningkatnya dosis total RT yang diberikan. Nyeri meningkat
setelah RT pada 48 % pasien pada dosis kurang dari 20 Gy, sebanyak 77% pasien berespon
setelah dosis 20-30 Gy, 79% setelah dosis 30-45 Gy, dan 89% setelah dosis 45 Gy atau lebih.
Untuk sisa lesi, lesi yang tidak dioperasi, atau lesi berulang, Wang CC dan Schulz MD
melaporkan bahwa persentase pasien dengan gejala terkontrol selama enam bulan atau lebih
akan meningkat dengan dosis (12% dengan 21-30 Gy, 31% dengan 31-40 Gy, dan 58%
dengan 41-50 Gy). Derek CH et al. menggunakan hypofractionated RT dengan tiga rejimen
dosis yang berbeda (30 Gy / 6 fraksi, 35 Gy / 14 fraksi dan 45 Gy / 25 fraksi).
Untuk pelvis, dosis toleransi jaringan normal merupakan faktor pembatas ketika
menentukan dosis RT. Usus, yang dianggap sebagai salah satu organ yang paling sensitif
terhadap RT, memiliki dosis toleransi TD 5/5 dengan dosis 50 Gy untuk 1/3 radiasi usus dan
TD 50/5 dengan dosis 60 Gy. Risiko cedera usus meningkat pada kasus dengan riwayat
operasi sebelumnya. Namun, ada bukti yang menunjukkan bahwa pemulihan yang signifikan
dari efek RT. Nieder C et al. melaporkan bahwa respon akut jaringan akan pulih dari cedera
radiasi dalam beberapa bulan dan kemudian dapat mentolerir penuh unuk radiasi selanjutnya.
Untuk titik akhir dari toksisitas yang terjadi yaitu kulit, mukosa, paru-paru, dan
sumsum tulang belakang akan pulih dari cedera tergantung pada jenis organ, dosis awal yang
diberikan, pada dosis rendah, interval radiasi. Mohiuddin M et al. melaporkan hasil jangka
panjang re-RT untuk pasien dengan ca rectum berulang, menyarankan dosis re-RT menurut

interval antara RT sebelumnya dan re-RT sebagai berikut: 35 Gy untuk selang waktu 3-12
bulan, 40-45 Gy selama 12-24 bulan, 45-50 Gy selama 24-36 bulan, dan 50-55 Gy selama
lebih dari 36 bulan. Dalam penelitian kami, 27% dari pasien menerima re-RT, dan tidak ada
toksisitas yang berat, termasuk RT-induce untuk fistula.
.

Anda mungkin juga menyukai