PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar saat ini salah satunya adalah gagal
jantung. Di Asia, terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan indistri,
urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam,
peningkatan konsumsi rokok dan penurunan aktifitas. Akibatnya terjadi peningkatan
obesitas, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit vaskular yang berujung pada
peningkatan insiden gagal jantung.1
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari definisi ini adalah pertama, defenisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik
tubuh. Kedua, penekanan arti gagal di tujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan.1
Prevalensi keseluruhan gagal jantung diperkirakan meningkat, sebagian karena
terapi gangguan jantung yang ada saat ini, seperti infark miokard, penyakit jantung katup
dan aritmia, membantu pasien untuk bertahan lebih lama. Sedikit sekali yang diketahui
tentang prevalensi atau resiko terkena gagal jantung pada negara berkembang karena
kurangnya penelitian berbasis populasi pada negara-negara tersebut. 2 Prevalensi ini
mengikuti pola eksponensial, meningkat seiring dengan umur, dan mengenai 6 10 persen
orang diatas 65 tahun. Meskipun insiden relatif gagal jantung lebih rendah pada penderita
wanita dibanding pria, penderita wanita mencakup setidaknya setengah kasus gagal
jantung, karena angka harapan hidup mereka yang lebih panjang.2
Gagal jantung adalah masalah dunia yang bertambah banyak dengan cepat,
mengenai lebih dari 20 juta orang.2 Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung
masih mempunyai harapan untuk hidup selama 5 tahun namun sekitar 250.000 pasien
meninggal oleh sebab gagal jantung baik langsung maupun tidak langsung setiap tahunnya
dan angka tersebut telah meningkat 6 kali dalam 40 tahun terakhir. Risiko kematian dari
penyakit gagal jantung setiap tahunnya sebesar 5 - 10%, pada pasien dengan gejala ringan
akan meningkat hingga 30 40 % hingga berlanjutnya penyakit.3
Data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2012, di
Amerika Serikat terdapat sekitar 5,7 juta penduduk yang menderita gagal jantung. 4 Dimana
55.000 kematian tiap tahunnya disebabkan oleh gagal jantung.5
Di Indonesia, menurut Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
menyebutkan bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari kematian
terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia. Menurut data
Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2006 di ruang rawat jalan dan inap didapatkan 3,23%
kasus gagal jantung dari total 11.711 pasien.3
Meskipun gagal jantung dulunya diperkirakan timbul terutama pada keadaan
penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, tetapi kira-kira setengah dari pasien yang terkena
gagal jantung memiliki fraksi ejeksi yang normal atau (lebih dari 40-50 persen).
Akibatnya, pasien gagal jantung sekarang dikategorikan menjadi 2 group (1) gagal jantung
dengan penurunan fraksi ejeksi (dikenal sebagai gagal sistolik) atau (2) gagal jantung
dengan fraksi ejeksi tetap (dikenal sebagai gagal jantung diastolik ).2
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ilmiah ini ialah untuk memahami kasus dibagian
penyakit dalam khususnya kasus gagal jantung akut yang didapatkan pada kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Lubuk Basung.
1.3 Metode penulisan
Metode penulisan pada makalah ini ialah tinjauan pustaka, dimana penulis mencari
sumber pustaka dari berbagai literature textbook dan mempelajari kasus yang didapat pada
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Lubuk Basung.
.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung atau Heart Failure merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang
ditandai dengan sesak nafas dan fatik saat istirahat maupun beraktivitas, yang disebabkan oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat akibat
adanya gangguan struktural dan fungsional jantung.
Gagal jantung akut (GJA) adalah serangan yang cepat dari gejala dan tanda gagal
jantung sehingga membutuhkan terapi sesegera mungkin. GJA dapat berupa acute de novo
(serangan baru dari gagal jantung akut tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau
dekompensasi akut dari gagal jantung kronik (GJK).
2.2 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagamai macam penyebab, antara lain:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
sangat cepat (penyebabnya antara lain : aritmia, tirotoksikosis, anemia, penyakit paget,
iatrogenik), dengan tanda perifer hangat, kongesti pulmoner, dan terkadang tekanan darah
yang rendah seperti pada syok septik.
2.4 Epidemiologi
Gagal jantung sudah menjadi permasalahan dunia. Menurut American Heart
Association (AHA), sekitar 5,7 juta penduduk Amerika menderita gagal jantung dan
merupakan penyebab terbanyak pasien dirawat di Rumah Sakit. Di Indonesia, prevalensi
gagal jantung adalah 0,3 persen. Prevalensi gagal jantung didapatkan lebih besar pada
pasien berusia >75 tahun yaitu sekitar 1,1 persen.3
2.5 Patogenesis
Disfungsi kardiovaskular disebabkan oleh satu atau lebih
dari 5
perdebatan.
Perubahan molekular, selular, dan struktural pada jantung yang muncul sebagai
respons terhadap cedera dan menyebabkan perubahan pada ukuran, bentuk, dan fungsi
yang disebut remodelling ventricle (left ventricular atau LV remodeling). Terjadinya
remodelling ventricle merupakan bagian dari mekanisme
memelihara tekanan arteri dan perfusi organ vital
lebih lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks
ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan fungsional
dan struktural. Jika mekanisme kompensasi tersebut gagal, maka terjadi disfungsi
kardiovaskular yang dapat berakhir dengan gagal jantung.
Kebanyakan gagal jantung merupakan konsekuensi kemunduran progresif fungsi
kontraktil miokardium (disfungsi sistolik) yang sering muncul pada cedera iskemik,
overload tekanan, dan volume atau dilated cardiomyopathy. Penyebab spesifik tersering
adalah penyakit jantung iskemik dan hipertensi. Terkadang kegagalan terjadi karena
ketidakmampuan kamar jantung untuk relaksasi, membesar, dan terisi dengan cukup
selama diastol untuk mengakomodasi
diastolik), yang dapat muncul pada hipertrofi ventrikel kiri yang masif, fibrosis
miokardium, deposisi amiloid, dan perikarditis konstriktif. Apapun yang mendasari, gagal
jantung kongestif dikarakteristikkan dengan adanya penurunan curah jantung (forward
failure) atau aliran balik darah ke sistem vena (backward failure) atau keduanya.
Gagal jantung kiri lebih sering disebabkan oleh penyakit jantung iskemik,
hipertensi, penyakit katup mitral dan aorta, serta penyakit miokardial non-iskemik. Efek
morfologis dan klinis gagal jantung kiri terutama merupakan akibat dari aliran balik darah
ke sirkulasi paru yang progresif dan akibat dari
berkurangnya aliran dan tekanan darah perifer.
Gagal jantung kanan yang terjadi tanpa didahului gagal jantung kiri muncul pada
beberapa penyakit. Biasanya gagal jantung kanan merupakan konsekuensi sekunder gagal
jantung kiri akibat peningkatan tekanan sirkulasi paru pada kegagalan jantung kiri.
Gagal jantung kanan murni paling sering muncul bersama hipertensi pulmoner
berat kronik (cor pulmonale). Pada keadaan ini ventrikel kanan terbebani oleh beban kerja
tekanan akibat peningkatan resistensi sirkulasi paru. Hipertrofi dan dilatasi secara umum
terbatas pada ventrikel dan atrium kanan, walaupun penonjolan septum ventrikel kiri
dapat menyebabkan disfungsi ventrikel kiri.
2.6 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian klinis, serta
pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto toraks, laboratorium dan
ekokardiografi Doppler.
TABEL 1. KRITERIA FRAMINGHAM
MAYOR
MINOR
7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
paru
7. Edema paru akut
8. Gallop S3 (+)
9. Refluks Hepatojugular
Edema pretibial
Batuk malam hari
Dyspneu Deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardia
Penurunan kapasitas vital paru 1/3
dari normal
Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan
bila pada pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dari
Kriteria Framingham.
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi mengenai denyut, irama, dan
konduksi jantung, serta seringkali etiologi, misalnya perubahan ST segmen iskemik untuk
kemungkinan STEMI atau non-STEMI.
Pemeriksaan foto-toraks harus dikerjakan secepatnya untuk menilai derajat
kongesti paru dan untuk menilai kondisi paru dan jantung yang lain. Kardiomegali
merupakan temuan yang penting. Pada paru, adanya dilatasi relatif vena lobus atas,
edema vaskular, edema interstisial, dan cairan alveolar membuktikan adanya hipertensi
vena pulmonal.
Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan :
Anemia
Prerenal azotemia
Hipokalemia / hiperkalemia, yang dapat meningkatkan risiko aritmia
Hiponatremia, akibat penekanan sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron)
Peningkatan kadar tiroid, pada tirotoksikosis atau miksedema
Peningkatan produksi Brain Natriuretic Peptide (BNP), akibat peningkatan tekanan
intraventrikular, seperti pada gagal jantung
Selain itu, kadar kreatinin, glukosa, albumin, enzim hati, dan INR dalam darah juga
perlu dievaluasi. Sedikit peningkatan troponin jantung dapat terjadi pada pasien GJA tanpa
SKA.
Analisis gas darah memungkinkan penilaian oksigen (pO2), fungsi respirasi
(pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH), terutama pada semua pasien dengan stres
pernapasan.
8
hemodinamik
Pemberian infus intravena dipertimbangkan apabila ada kecurigaan tekanan
psikologis,
dan
Terapi spesifik lebih lanjut harus diberikan berdasarkan karakteristik klinis dan
hemodinamik pasien yang tidak responsif terhadap terapi awal.
1. Vasodilator
Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien GJA sebagai terapi lini
pertama pada hipoperfusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat dan tanda
kongesti dengan diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan membuka sirkulasi perifer dan
mengurangi preload. Yang termasuk dalam vasodilator, antara lain :
a. Nitrat
Nitrat bekerja dengan mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke
volume atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada GJA kanan,
khususnya pada pasien SKA. Pada dosis rendah, nitrat hanya menginduksi venodilatasi,
tetapi bila dosis ditingkatkan secara bertahap dapat menyebabkan dilatasi arteri koroner.
Dengan dosis yang tepat, nitrat membuat keseimbangan dilatasi arteri dan vena sehingga
mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri, tanpa mengganggu perfusi jaringan.
b. Nesiritid
Nesiritid merupakan rekombinan peptida otak manusia yang identik dengan
hormon endogen yang diproduksi ventrikel, yaitu B-type natriuretic peptides dalam
merespon peningkatan tegangan dinding, peningkatan tekanan darah, dan volume
overload. Kadar B-type natriuretic peptides meningkat pada pasien gagal jantung dan
berhubungan dengan keparahan penyakit. Efek fisiologis BNP mencakup vasodilatasi,
diuresis, natriuresis, dan antagonis terhadap sistem RAA dan endotelin. Nesiritid memiliki
efek vasodilator vena, arteri, dan pembuluh darah koroner untuk menurunkan preload
dan afterload, serta meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik langsung.
Nesiritid terbukti mampu mengurangi dispnea dan kelelahan dibandingkan
plasebo. Nesiritid juga mengurangi tekanan kapiler baji paru (PCWP).
c. Nitropusid
Nitroprusid bekerja dengan merangsang pelepasan nitrit oxide (NO) secara
nonenzimatik. Nitroprusid juga memiliki efek yang baik terhadap perbaikan preload
dan after load. Venodilatasi akan mengurangi pengisian ventrikel sehingga preload
menurun. Obat ini juga mengurangi curah jantung dan regurgitasi mitral yang diikuti
dengan penurunan resistensi ginjal. Hal ini akan memperbaiki aliran darah ginjal sehingga
sistem RAA tidak teraktivasi secara berlebihan. Nitroprusid tidak mempengaruhi sistem
neurohormonal.
2. Loop Diuretic
Diuretik kuat diindikasikan bagi pasien GJA dekompensasi yang disertai gejala
retensi cairan. Pemakaian secara intravena loop diuretic, seperti furosemid, bumetanid,
dan torasemid, dengan efek cepat dan kuat, lebih disukai pada GJA. Terapi dapat
diberikan dengan aman sebelum pasien tiba di rumah sakit dan dosis harus dititrasi sesuai
dengan respon terhadap diuretik. Pemberian loading dose furosemid atau torasemid
yang diikuti dengan infus berkelanjutan terbukti lebih efektif dibanding hanya bolus saja.
Kombinasi loop diuretic dengan tiazid, spironolakton, dobutamin, atau nitrat dapat
diberikan. Pemberian loop diuretic yang berlebihan dapat menyebabkan hipovolemia dan
hiponatremia, dan meningkatkan kemungkinan hipotensi saat pemberian ACEI
10
kronotropik positif. Pemberian dopamin terbukti dapat meningkatkan curah jantung dan
menurunkan resistensi vaskular sistemik.
c. Milrinon
Milrinone merupakan inhibitor phosphodiesterase-3 (PDE3) sehingga terjadi
akumulasi cAMP intraseluler yang berujung pada inotropik dan lusitropik positif. Obat ini
juga vasodilator poten untuk sirkulasi sistemik dan pulmoner. Penurunan tekanan
pengisian ventrikel kiri lebih tinggi daripada dobutamin dan curah jantung yang dihasilkan
lebih besar daripada nitroprusid. Obat ini biasanya digunakan pada individu yang dengan
curah jantung rendah dan tekanan pengisian ventrikel yang tinggi serta resistensi
vaskular sistemik yang tinggi.
d. Epinefrin dan Norepinefrin
Epinefrin menstimulasi reseptor adrenergik -1 dan -2 di miokard sehingga
menimbulkan efek inotropik kronotropik positif. Epinefrin bermanfaat pada individu yang
11
yang rendah, dimensi ruang ventrikel kiri yang meningkat, dan konsumsi oksigen puncak
yang rendah. Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang minimal satu kali, 15% dua
kali dalam 12 bulan pertama.
13
BAB 3
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Tn.H
Usia
: 46 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
Suku
Nomor MR
2. Anamnesis
Seorang pasien laki-laki datang ke bangsal penyakit dalam RSUD Lubuk Basung
pada tanggal 15 Mei 2016, dengan:
a. Keluhan Utama
Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari yang lalu, sesak dipengaruhi aktivitas, tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. Sesak tidak menciut. Sesak dipengaruhi
posisi. Pasien tidur dengan lebih dari 2 bantal. Riwayat terbangun tengah malam
karena sesak (+). Sesak seperti ini sudak dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
TD
Nadi
Nafas
Suhu
: komposmentis kooperatif
: 110/80 mmHg
: 100 x/i
: 35 x/i
: 37oc
Kulit
Turgor kulit baik, akral hangat, spider nevi (+)
Kelenjar Getah Bening
Tidak teraba pembesaran KGB.
Kepala
normocephal
Rambut
Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (+)
Telinga
Tidak terdapat kelainan
Hidung
Tidak terdapat kelainan
Tenggorokan
Tidak terdapat kelainan
Gigi dan mulut
Tidak terdapat kelainan
15
Leher
JVP 5+2 cmH2O
Thoraks
Paru :
Jantung:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
tidak nyaring,
Wheezing (-/-)
Inspeksi
: Iktus kordis terlihat
Palpasi
: iktus teraba di RIC VI, 1 jari lateral LMC sinistra
RIC VI
Perkusi
Auskultasi
e. Abdomen
Inspeksi
: perut buncit.
Palpasi
: Supel, Hepar tidak teraba dan Lien teraba S1
Perkusi
: shifting dullness (+)
Auskultasi : BU (+) normal
f. Genitalia
Tidak ada kelainan
g. Ekstremitas
Edema (+), palmar eritem (+)
5. Diagnosis Kerja
ADHF wet and warm NYHA III dengan efusi pleura (D)
Sirosis kardiak
Hoponatremia ec hemodilusi
Diagnose banding
- Frekuensi: 94 bpm
- Irama sinus regular
- Normal Axis
- Lef atrial Enlargement. (P mitral)
- PR interval normal
- QRS kompleks normal.
- ST segment isoelektrik
- Gelombang T normal.
17
- Cardiomegaly
- Peningkatan corakan bronkovaskuler kedua paru (kranialisasi)
7. Diagnosis
- Dekompensasi akut gagal jantung kronik Fungsional Class III
- Hipertensi Stage I
- Hipertensive Heart Disease
- Diabetes Mellitus tipe 2 tidak teregulasi
8. Tatalaksana
- IVFD NaCl 0.9% 8 tetes/i
- Furosemid 2 x 40 mg IV
- Valsartan 1 x 40 mg PO
- Spironolakton 1 x 12.5 mg IV
- Selesbion 1 x 1 tab
18
- Digoxin 1 x 0.0625 mg
- inj Sansulin N 2 x 6 U (sc)
- Diet DM 1900 kkal
9. Prognosis
Quo ad sanam
Quo at vitam
: malam
: dubia et bonam.
10. Follow Up
Senin/ 16 Mei 2016
S:
O:
A:
P:
- Furosemid 2 x 40 mg IV
- Valsartan 1 x 40 mg PO
- inj ceftriaxone 1 x 2gram IV
- Spironolakton 1 x 12.5 mg IV
- Digoxin 1 x 0.0625 mg
- inj Sansulin N 2 x 6 U (sc)
Selasa/ 17 Mei 2016
S:
O:
A:
P:
O:
- Pulmo: bronkovesikuler, rhonki -/+, wheezing -/- Cor: bunyi jantung murni, bising (-/-)
- Abdomen: Supel, Hepar dan Lien tidak teraba, BU (+)N
- Ekstremitas: edema (-/-), akral hangat
A:
P:
O:
P:
22
BAB 4
DISKUSI
memberikan valsartan 1x40 mg, untuk diabetes mellitus pasien ini diberika sansulin N
injeksi 3 x 10 Unit dengan pemberian sub cutan. Untuk infeksi paru-paru CAP, penulis
memberikan seftriakson 1 x 2 gram. Untuk kebutuhan cairan maintenance diberika NaCl
0.9% dengan tetesan 30 tetes/i. untuk diet diberika diet khusus diabetes mellitus 1900 kkal.
Selama 5 hari perawatan tampak keadaan umum pasien membaik, sesak nafas berkuran
dan udem juga telah tidak ditemukan. Dari pemeriksaan labor masih menunjukkan kadar
gula darah yang tinggi. Dan dari urinalisa didapatkan proteinuria dan glikosuria, dengan
nilai ureum dan kreatinin dalam batas normal. Sehingga pada hari ke-enam pasien telah
stabil dan sudah dapat dipulangkan dan dianjurkan untuk kontrol satu minggu kemudian.
24
DAFTAR PUSTAKA
Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P, Bonow
RO,
Mann
DL,
Zipes
DP,
editor.
Braunwalds
Heart
Disease.
Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper
DL, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17 th ed. New York: Mc graw
hill; 2008. p. 1443.
Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of Heart
Disease A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.
Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ 2000;
320:104-7.
Harbanu HM, Santoso A. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan
September 2007. P.85-93.
26