Proposal
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan
mata kuliah Metodologi Penelitian
OLEH :
RESZKITA GUMANTI
NIM 112110195
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi typhus abdominalis atau demam tifoid ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar kuman Salmonella typhi. Waktu inkubasi
berkisar tiga hari sampai satu bulan. Gejala awal meliputi onset progresif demam,
rasa tidak nyaman pada perut, hilangnya nafsu makan, sembelit yang diikuti diare,
batuk kering, malaise, dan ruam bersama dengan relatif bradikardi. Tanpa
pengobatan, demam tifoid merupakan penyakit yang mungkin berkembang menjadi
delirium, perdarahan usus, perforasi usus dan kematian dalam waktu satu bulan
onset. Penderita mungkin mendapatkan komplikasi neuropsikiatrik jangka panjang
atau permanen. (Ashkenazy, 2000)
Angka kejadian demam tifoid di seluruh dunia tergolong besar. Pada tahun
2000, demam tifoid terjadi 21.650.974 jiwa di seluruh dunia, dan menyebabkan
216.510 kematian. Sedangkan Insidensi demam tifoid diseluruh dunia menurut data
pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun. 600.000 diantaranya menyebabkan
kematian. Angka kejadian demam tifoid di Asia Tenggara Masih tergolong tinggi. Di
Asia tenggara, yang menjadi faktor risiko terjangkit infeksi thypus abdominalis
adalah kontak dengan pasien tifus, rendahnya pendidikan, tidak tersedianya jamban
di rumah, minum air yang kurang bersih dan memakan berbagai makanan seperti
kerang, es krim, dan makanan yang dijual di pinggir jalan.
Di Indonesia, tifoid bersifat endemis yang banyak dijumpai di kota besar.
Penderita anak yang ditemukan biasanya berumur diatas satu tahun. Sebagian besar
dari penderita (80%) yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
Jakarta berumur diatas lima tahun. Di kota Semarang pada tahun 2009, mencapai
7.965 kasus. Demam tifoid lebih sering menyerang anak usia 5-15 tahun. Menurut
laporan WHO (World Health Organization) 2003, insidensi demam tifoid pada anak
umur 5-15 tahun di Indonesia terjadi 180,3/100.000 kasus pertahun dan dengan
prevalensi mencapai 61,4/1000 kasus pertahun.
Terlepas dari kemajuan menakjubkan dalam pengobatan yang efektif terhadap
demam tifoid sejak 1948, laporan-laporan yang berkesinambuagan mengenai
tingginya morbiditas dan mortalitas dari berbagai daerah endemik, telah
menimbulkan kepercayaan bahwa derajat keparahan demam tifoid sedang meningkat
di negara berkembang. (COOK, 1997)
Demam typoid sering ditemukan di negara yang masyarakatnya belum
mengamalkan hidup bersih. Di negara maju, dinas kesehatan wajib memantau
kebersihan makanan. Restoran yang tercemar kuman akan ditutup untuk melindungi
masyarakat. Di negeri kita pengawasan belum berjalan baik sehingga setiap orang
diharapkan dapat memilih makanan dan minuman yang bersih agar dia terlindung
dari penularan penyakit (Djauzi, 2007)
Sumber penularan utama demam tifoid adalah penderita itu sendiri dan
carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi
dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan. Debu yang berasal dari
tanah yang mengering, membawa bahan-bahan yang mengandung kuman penyakit
yang dapat mecemari makanan yang dijual di pinggir jalan. Debu tersebut dapat
mengandung tinja atau urin dari penderita atau karier demam tifoid. Bila makanan
dan minuman tersebut dikonsumsi oleh orang sehat terutama anak-anak sekolah yang
sering jajan sembarangn maka rawan tertular penyakit infeksi demam tifoid. Infeksi
demam tifoid juga dapat tertular melalui makanan dan minuman yang tercemar
kuman yang dibawa oleh lalat.
Berdasarkan kelompok umur, beberapa buku menjelaskan bahwa angka
kejadian demam tifoid sebagian besar terjadi pada usia 3-19 tahun. Kelompok umur
ini merupakan kelompok khusus di masyarakat yaitu anak sekolah, yang
kemungkinan besar sering jajan di sekolah atau di tempat lain di luar rumah.
Badan POM menguji makanan jajanan anak sekolah di 195 Sekolah di 18
Provinsi. Diantaranya Jakarta, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar dan Padang.
Jumlah makanan yang dijadikan sampel sebanyak 861 contoh. Dari hasil uji
didapatkan 39,95% atau 344 contoh tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Untuk
es sirup atau buah sebesar 48,19% dan minuman ringan, 62,50% juga mengandung
bahan berbahaya dan tercemar bakteri patogen termasuk kuman Salmonella Thypi.
(Judarwanto, 2009).
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai bagi
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme (protozoa, jamur, bakteri, dan
virus). Kerusakan dan pembusukan merupakan awal dari kegiatan mikroorganisme.
Mikroorganisme dapat mengkontaminasi makanan oleh beberapa sebab, yaitu
terbawa dari makanan pada waktu proses produksi atau pada waktu pendistribusian
produk. Mikroorganisme pada makanan dapat menyebabkan berbagai penyakit,
seperti sesak nafas, mual, muntah, pusing, diare, disentri, pingsan, bahkan
menyebabkan kematian.
Berdasarkan hasil pengamatan, cemaran mikroorganisme paling banyak
terdapat ada kue bugis dan paling sedikit pada bolu kukus, dengan jumlah total
sekitar 1,3 x 10 sampai 1,5 x 10 koloni/gram. Keracunan makanan yang disebabkan
oleh bakteri patogen disebut infeksi karena makanan (food infection). Bakteri yang
1.4.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Demam tifoid
2.1.1.1 Defenisi Penyakit Demam Tifoid
Vhieta
dalam
FKUI
(1985)
menyatakan
bahwa
thypus
tinggi
lebih
dari
minggu,
gangguan
pada
saluran
dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah (widal) dan tinja. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan adalah pecahnya usus. (Tapan, 2004)
2.1.1.2 Patofisiologi Penyakit Demam Tifoid
Penularan Salmonella Thypi terjadi melalui mulut oleh makanan yang
tercemar. Sebagian kuman akan dimusnahkan di dalam lambung oleh asam lambung,
sebagian lagi masuk ke dalam usus halus, mencapai jaringan limfoid lalu
berkembang biak. Kuman kemudian masuk aliran darah dan mencapai sel-sel
terikuloendotelial hati, limfa dan organ lain. Proses ini terjadi pada masa tunas yang
berakhir saat sel-sel terikuloentelial melepas kuman ke dalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterinemia untuk kedua kalinya. Kuman-kuman selanjutnya masuk
ke jaringan beberapa organ tubuh, terutama limpa, usus dan kantong empedu.
Pada awalnya demam tifoid disangka hanya demam biasa dan gejalagejala toksemia pada tifoid disebabkan oleh endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam dan gejala toksemia pada tifoid. Endotoksemia Salmonella
Thypi berperan pada patogenesis tifoid, karena membantu terjadinya proses
imflamasi lokal pada jaringan tempat dimana Salmonella Thypi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
merangsang (Soeparman, 1987 : 32-33)
2.1.1.3 Gejala Penyakit Demam Tifoid
Gejala klinis infeksi ini berupa demam (biasanya lebih dari 5 hari, terutama
malam hari, makin tinggi, rambut pasien tertentu bisa rontok), menggigil, nyeri,
kembung abdomen, lidah kotor dengan tepian merah, sering konstipasi selama
beberapa hari. (Tambayong, 1999)
Gejala umum lemah, lesu, anoreksia. Demam disebabkan endotoksin yang
dikeluarhan oleh kuman. Minggu I : Febris remitten (pagi hari suhu turun, sore hari
dan malam meningkat). Minggu II : demam terus. Minggu III : suhu badan mulai
turun secara berangsur. Gangguan pada saluran pencernaan terutama pada ileum
bagian distal. Gangguan kesadaran kadang-kadang sampai apatis atau somnolen.
(Suryanah, 1996)
Tanda dan gejala yang dapat kita amati dalam kurun waktu tertentu antara lain
(Werner, 1980) :
a. Minggu pertama
1. Mulanya mirip dengan demam atau influenza.
2. Sakit kepala dan leher
3. Panas naik sedikit demi sedikit setiap hari sampai 40 derajat atau lebih.
4. Seringkali nadinya relatif lambat dibandingkan dengan tingginya panas.
5. Kadang-kadang terdapat muntah, mencret atau sembelit.
b. Minggu kedua
1. Panas tinggi, nadi relatif bradikardi.
2. Mungkin terlihat beberapa bercak atau bintik merah muda pada badan.
3. Badan menggigil dan gemetar.
4. Menggigau atau delirium (penderita tidak dapat berpikir dengan jelas atau
tidak dapat menggunakan pikirannya)
5. Lemah, berat badan turun, tubuh kekurangan cairan (dehidrasi)
c. Minggu ketiga
1. Jika tidak terjadi komplikasi, maka panas dan tanda-tanda lainnya akan
hilang perlahan-lahan.
2.1.1.4 Komplikasi Penyakit Demam Tifoid
Kompilaksi infeksi dapat terjadi perforasi atau pendarahan. Hal itu
disebabkan kuman salmonella thypi terutama menyerang jarinagn tertentu, yaitu
jaringan atau organ limfoid, seperti limfa yang membesar, juga jaringan limfoid usus,
yaitu pklak peyeri, terserang dan membesar. Membesarnya plak peyeri ini berarti ia
tambah kuat, sebaliknya jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan
makanan yang melaluinya (Tambayong 1999).
Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain adalah (Soegiyanto dalam Putra,
2012) :
1. Intra intestinal
a. Perforasi usus
Perforasi merupakan komplikasi pada 1-5% penderita yang dirawat,
biasanya terjadi pada minggu ketiga tetapi bisa terjadi selama masa sakit.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum.
b. Perdarahan Usus
Pada plak Payeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka berbentuk
lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila sedikit hanya ditemukan
jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Perdarahan hebat dapat
menyebabkan syok, tetapi biasanya sembuh spontan tanpa pembedahan.
2. Ekstra intestinal
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meninggal, kolesistis,
ensefalopati dan lain-lain. Pankreatitis merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada demam tifoid. Myokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam
tifoid. Hepatitis tifosa merupakan komplikasi demam tifoid yang jarang
ditemukan. Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri S.typhi
melalui urin pada saat sakit maupun sembuh. Sehingga sistitis bahkan
pielonefritis merupakan penyulit demam tifoid. Dilaporkan pula kasus dengan
15 komplikasi neuro psikiatrik. Sebagian besar bermanifestasi gangguan
kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan koma.
2.1.1.5 Pencegahan Penyakit Demam Tifoid
Secara Umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi,
maka setiap indifidu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. Salmonella typhi akan mati dalam air yang dipanaskan setinggi 57
C dalam beberapa menit atau dengan prose iodinasi/klorinasi. Vaksinasi atau
Secara garis besar ada tiga strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid,
yaitu :
a. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid
maupun kasus karier tifoid.
b. Pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi Salmonella thypi
akut maupun karier.
c. Proteksi pada orang yang berisiko teinfeksi.
2.1.2 Makanan Jajanan
2.1.2.1 Defenisi Makanan Jajanan
10
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan Mataram) didapatkan dari 213 sampel mie
basah 64,32% tidak memenuhi syarat keamanan pangan, dari 290 sampel tahu
33,45% tidak memenuhi syarat keamanan pangan, sedangkan dari 258 sampel ikan
26,36% tidak memenuhi syarat keamanan pangan ikan. (Saparinto, 2006)
Lebih dari 70% makanan jajanan dihasilkan oleh home industry dengan
penanganan tradisional. Dalam proses produksinya, kebanyakan industri itu masih
belum memenuhi persyaratan kesehatan dan keamanan makanan. Bahkan, ada yang
hampir atau tidak memenuhi syarat keamanan makanan sama sekali. Hal inilah yang
disinyalir menjadi oenyebab dari seringnya keracunan akibat konsumsi makanan
tradisional, baik yang secara massal maupun perorangan. Keracunan makanan bisa
disebabkan oleh pemerintah maupun kesalahan dalam proses pengolahan.
12
Sumber penularan utama demam typoid adalah penderita itu sendiri dan
carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi
dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan. Debu yang berasal dari
tanah yang mengering, membawa bahan-bahan yang mengandung kuman penyakit
yang dapat mecemari makanan yang dijual di pinggir jalan. Debu tersebut dapat
mengandung tinja atau urin dari penderita atau karier demam typoid. Bila makanan
dan minuman tersebut dikonsumsi oleh orang sehat terutama anak-anak sekolah yang
sering jajan sembarangn maka rawan tertular penyakit infeksi demam typoid. Infeksi
demam typoid juga dapat tertular melalui makanan dan minuman yang tercemar
kuman yang dibawa oleh lalat.
Demam typoid sering ditemukan dinegara yang masyarakatnya belum
mengamalkan hidup bersih. Dinegara maju, dinas kesehatan wajib memantau
kebersihan makanan. Restoran yang tercemar kuman akan ditutup untuk melindungi
masyarakat. Di negeri kita pengawasan belum berjalan baik sehingga setiap orang
diharapkan dapat memilih makanan dan minuman yang bersih agar dia terlindung
dari penularan penyakit (Djauzi, 2007)
Variabel Dependen
Konsumsi Jajanan
Penyakit tifoid
2.3 Hipotesis
Ada hubungan konsumsi jajanan terhadap resiko penyakit demam tifoid
(Tifoid Abdominalis) siswa kelas VII SMP N 2 Gunung Talang tahun 2013.
13
Pengertian
Cara Ukur
Konsumsi makanan dan Wawancara
i Jajanan
minuman
yang
Skala
Ordinal
Angket
Nominal
yang
langsung
tifoid
yang
disebabkan
oleh
biasanya
saluran
pencernaan manusia.
14
-Ya
-Tidak
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi. Penelitian ini menggunakan desain
cross sectional. Cross sectional merupakan salah satu bentuk studi observasional
(non-eksperimen) untuk menentukan hubungan antar variabel independen konsumsi
jajanan dan variabel dependen penyakit tifoid pada siswa kelas VII SMP N 2 Gunung
Talang.
Sampel yang diambil adalah mereka yang memenuhi semua kriteria sampel.
Rumus pengambilan sampel :
15
Z 1
x P ( 1P ) x N
2
n=
2
d 2 ( N1 ) + Z 1
x P (1P)
2
)
(
= Jumlah Sampel
( 1 ) = 1,96
2
d
P
N
= Presisi Mutlak
= Proporsi dalam Populasi
= Populasi
(5%)
(0,8)
(196)
Jumlah sampel yang diperoleh dari perhitungan besar sampel adalah 109
orang dengan populasi yang memenuhi semua kriteria sampel.
3.6.1.1 Editing
Semua data yang telah dikumpulkan yaitu, konsumsi jajanan dan diagnosis
tifoid diperiksa kembali kelengkapan, kejelasan dan kekonsistensinya agar tidak ada
kesalahan dalam pengumpulan data dan didapatkan data yang benar dan valid
3.6.1.2 Coding
Semua data konsumsi jajanan dan penyakit typodi yang telah dibersihkan,
kemudian diberi kode tertentu, tujuannya agar memudahkan dalam mengolah data.
Kode yang diberikan pada setiap siswa yang menderita tifoid berdasarkan urutan
pemberian kuesioner.
3.6.1.3 Entry
Semua data konsumsi jajanan dan penyakit tifoid yang telah dikumpul, telah
lengkap dan jelas, kemudian data dimasukkan ke dalam SPSS.
3.6.1.4 Cleaning
Membersihkan data yang salah pada master tabel. Selanjutnya data konsumsi
jajanan dan tifoid diolah.
3.6.1.5 Tabulating
Membuat master tabel dari data yang sudah diolah untuk di analisa.
Data yang diolah dianalisa secara univariat dan bivariat dengan menggunakan
komputerisasi. Analisis univariat terdiri dari konsumsi jajanan dan penyakit tifoid.
Analisa bivariat untuk membuktikan apakah ada hubungan yang bermakna antara
konsumsi jajanan denga resiko penyakit tifoid pada siswa kelas VII SMP N 2
Gunung Talang tahun 2013. Jenis uji yang akan dilakukan adalah uji Chi-Square
dengan tingkat kepercayaan 95 %.
18
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Ade. 2012. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam
Tifoid Terhadap Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/37279/pdf. diakses tanggal
26 Mei 2013.
Rachmawati, E. 2006. Waspadai Jajanan Anak di Sekolah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Soegijanto,S. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan. Jakarta:
Salemba Medika
19
Lampiran 1
Dummy Tabel
1.Univariat
Tabel 4.1
Distribusi Sampel berdasarkan Penyakit Tifoid
Tifoid
+
Total
Total
Tabel 4.2
Distribusi Sampel berdasarkan Konsumsi Jajanan
Konsumsi Jajanan
Aman
Tidak aman
Total
20
Total
2.Bivariat
Tabel 4.3
Hubungan Konsumsi jajanan dan Resiko tifoid
Konsumsi
Jajanan
Aman
Tidak aman
Total
Resiko tifoid
+
21
Total
Lampiran 2
KUISIONER
DATA UMUM
KODE RESPONDEN
HARI/TANGGAL
NAMA RESPONDEN
UMUR RESPONDEN
JENIS KELAMIN
(1)
b. Tidak
(0)
2. Sewaktu demam, apakah adik mengalami panas tinggi sampai pusing, lemah dan
lesu?
a. Iya
(1)
b. Tidak
(0)
3. Apakah adik pernah mengalami perubahan pola BAB setelah sakit tersebut?
a. Iya
(1)
b. Tidak
(0)
4. Apakah adik pernah merasa sakit perut di sebelah kiri setelah mengkonsumsi
jajanan?
a. Iya
(1)
b. Tidak
(0)
(1)
b. Tidak
(0)
22
KEBIASAAN JAJAN
1. Apakah adik suka jajan ?
a. Ya
(0)
b. Tidak
(1)
2. Jika ya, berapa kali adik jajan sehari?
a. 1 kali
(2)
b. 2 kali
(1)
c. Lebih dari 2 kali
(0)
3. Dimana adik sering jajan?
a. Di kantin
(1)
b. Di pasar
(1)
c. Di pinggir jalan (di depan sekolah)
(0)
4. Mengapa adik suka jajan?
a. Kemauan sendiri
(1)
b. Lapar
(1)
c. Terpengaruh teman
(1)
5. Apa saja makanan yang sering adik beli?
a. Nasi goreng, lontong
(2)
b. Makanan ringan (Chiki, coklat, permen)
(1)
c. Gorengan, bakwan,bakso bakar
(0)
d. Minuman (pop ice, teh es)
(0)
6. Apakah makanan yang dibeli dibungkus atau tertutup dari debu dan lalat?
a. Ya
(1)
b. Tidak
(0)
7. Apakah adik suka membeli jajanan yang dijual di penggir jalan seperti bakso
bakar, dll?
a. Ya
(0)
b. Tidak
(1)
8. Jika ya, mengapa adik suka membelinya?
a. Suka
(0)
b. Terpengaruh teman
(1)
c. Alasan lain, sebutkan...............
(1)
9. Apakah saat adik jajan, adik memperhatikan lingkungan di tempat adik jajan?
a. Ya
(1)
b. Tidak
(0)
10. Apakah makanan yang adik beli bersih?
a. Ya
(1)
b. Tidak
(0)
11. Jika tidak, kenapa adik tetap mau jajan disana?
a. Enak
(0)
b. Kemauan sendiri
c. Terpengaruh teman
12. Apakah sebelum makan jajanan adik mencuci tangan?
a. Iya
b. Tidak
23
(1)
(1)
(1)
(0)
24