Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah berasal dari kata bahasa arab assajarotun yang berarti pohon
.Sejarah sangat erat kaitannya dengan masa lampau ,ketika manusia belajar
sejarah maka manusia harus mencari informasi dari masa lalu dengan
menggunakan sumber sumber yang berkaitan dengan sejarah yang akan
dikaji.Sejarah memberikan manfaat dimasa sekarang dan yang akan dating supaya
manusia bisa berubah menjadi lebih baik lagi.
Pendidikan adalah proses memberikan ilmu serta merubah tingkah buruk
menjadi baik,yang sudah baik menjadi lebih baik lagi. Islam ditinjau dari segi
bahasa adalah bersal dari kata salama dalam bahasa arab yang berarti mengakui
sesuatu atau bisa pula berarti berdamai.Makna yang lebih mendasar berarti
mengikat dalam artian membuat ikatan yang kekal antara dua esensi. Kata kerja
yang membentuk islam adalah aslama yang berarti menyerahkan atau
memasrahkan kehendak dan kehidupan seseorang kehendak allah swt. Orang yang
melaksanakan nya disebut muslim.
Filsafat pendidikan dipandang sebagai pembahasan yang sistematis
tentang masalah-masalah pendidikan pada tingkatan filosofis yaitu menyelidiki
suatu persoalan pendidikan hingga direduksi kedalam pokok persoalan metafisika,
epistemologi, etika, logika, estetika maupun dari kombinasi dari semuanya itu.
Dalam pembahasan filsafat pendidikan, persoalan-persoalan tersebut dapat
disederhanakan kedalam ketiga persoalan pokok yaitu :
1) Masalah-masalah pendidikan Islam yang menjadi perhatian metafisika
atau ontologi bahwa dalam penyelenggara pendidikan Islam diperlukan
pendirian mengenai pandangan dunia, manusia atau masyarakat yang
bagimanakah yang diperlukan oleh pendidikan Islam.
2) Pandangan mengenai pengetahuan yang dipelajari oleh epistemologi,
antara lain dalam penyusunan dasar-dasar kurikulum, terutama dalam

usahanya mengenai dan memahami hakikat pengetahuan menurut


pandangan Islam.
3) Pandangan mengenai nilai yang dipelajari oleh aksiologi, seperti masalah
etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat
dekat dengan pendidikan Islam, karena kebaikan budi pekerti manusia
menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan karenanya selalu
dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah filsafat pendidikan islam?
2. Bagaimana sumber filsafat pendidikan islam ?
3. Bagaimana urgensi filsafat pendidikan islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Dapat menjelaskan sejarah filsafat pendidikan islam
2. Dapat menjelaskan sumber filsafat pendidikan islam.
3. Dapat mnjelaskan urgensi filsafat pendidikan islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Filsafat Pendidikan Islam


Dalam lintasan sejarah, umat islam pernah mengukir masa keemasan dan
mencapai puncak peradaban dan kemajuan islam. Pendidikan islam dalam teori
dan praktik selalu mengalami perkembangan, hal ini disebabkan karena
pendidikan islam secara teoritik memiliki dasar dan sumber rujukan yang tidak
hanya berasal dari nalar, melainkan juga wahyu. Kombinasi nalar dengan wahyu
ini adalah ideal, karena memadukan antara potensi akal manusia dan tuntunan
firman Allah SWT. Terkait dengan masalah pendidikan. Kombinasi ini menjadi
ciri khas pendidikan islam yang tidak dimiliki oleh konsep pendidikan pada
umumnya yang hanya mengandalkan kekuatan akal dan budaya manusia.
Harusnya dengan keterjalinan antara sumber akal dan wahyu tersebut
dapat menghasilkan konsep dan pemikiran pendidikan islam yang sempurna. Hal
itu dibuktikan secara historis melalui upaya pengembangan konsep dan pemikiran
pendidikan islam yang telah berjalan sejak dahulu dengan banyaknya karya tulis
para ulama tentang pendidikan yang sebagian besar masih bisa diakses hingga saat
ini. Hanya saja teori pendidikan mereka seakan tenggelamkarena masuknya tematema baru yang muncul belakangan ini terutama yang berasal dari referensi barat,
sedemikian rupa sehingga timbul kesan seolah-olah perintis penemuan keilmuan
pendidikan itu seluruhnya dari barat.1
Memang hampir seluruh publikasi yang terkait dengan masalah ilmu pengetahuan
dan para ilmuannya, sejarah, ataupun kebudayaannya, andil dunia islam terhadap
peradaban dunia, tampaknya takpernah terlewatkan oleh penulisnya. Fakta sejarah
ini setidaknya membuktikan bahwa islam bukan semata-mata teramu dari ajaranajaran yang bersifat normatif. Islam tidak hanya sebatas nama sebuah agama.
Pemahaman terhadap islam, sebagai agama samawi yang muatan ajarannya
1

Assegat Assegat, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.1.

dianggap hanya berisi norma-norma yang mengacu kepada kewajiban mematuhi


perintah dan larangan tuhan semata.
Memisahkan nilai-nilai ajaran islam dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah suatu pandangan yang keliru. Apalagi kalau sampai menganggap bahwa
islam hanya sebagai sebuah agama an sich. Lebih nyasar lagi kalau pemahaman
ini semakin dipersempit, hingga memberi kesan bahwa ajaran islam hanya
mengakomodasi kepentingan hidup di akhirat, padahal al-quran dan al-hadis
sebagai sumber utama ajaran islam, kandungannya tidak hanya berisi masalah
ibadah semata.2
Demikianpula hanya dengan praktik pendidikan islam. Prektik pendidikan islam
selalu mengalami dinamika dan pasang surut. Teori perkembangan sejarah
menyatakan bahwa hubungan anatra masa lalu, sekarang, dan akan datang
memiliki siklus yang saling bertautan. Julian marias (filosof spanyol) menyatakan
bahwa masa sekarang memuat pengaruh unsur-unsur masa lampau, termasuk
didalamnya adalah masa depan, unsur-unsur saat ini mempengaruhi perjalanan
arah masa depan. Ibn khaldun menyatakan teori perkembangan sejarah
berdasarkan pengamatannya pada kekuasaan raja-raja arab sejalan dengan
pertumbuhan manusia yang mengalami masa kelahiran, pertumbuhan, dan
kematian. Arnold toynbee menyebutkan bahwa tiap peradaban senantiasa
mengalami masa pertumbuhan (rise), puncak kejayaan (peak), dan kemunduran
(decline).tidak asalah kalau ada pepatah menyatakan bahwa hidup ini ibarat roda
sekali di atas, lain kali di bawah. Atau, betapapun tingginya burung terbang,
tentunya akan turun kepermukaan juga. Namun demikian, teori siklus
perkembangan tersebut bisa kita teruskan satu lagi periode pasca kemunduran,
yaitu periode pembaruan dan upaya kebangkitan kembali untuk mencapai puncak
kejayaan. Renaissance yang terjadi di barat merupakan contoh yang tepat untuk
menjelaskan hal ini.

Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 239243.

Teori-teori perkembangan diatas dapat digunakan untuk memahami dinamika


pendidikan islam. Terkait dengnan perkembangan pemikiran umumnya dan
perkembangan islam khususnya, dapat dikemukakan periodisasi sebagai berikut:
1) periode pertumbuhan (rise) yang terjadi pada awal kemunculan islam sejak
lahirnya nabi muhammad SAW. Sampai akhir masa umayah; 2) periode kemajuan
(peak) yang berlangsung pada masa khilafah abbasiyah; dan 3) periode
kemunduran (decline) yang terjadi setelah jatuhnya kota baghdad oleh tentara
tartar pada 1258 M; serta 4) periode pembaruan yang berkembang secara
intensifsejak abad ke-18 M.3

1. PERIODE PERTMBUHAN
Masa ini merupakan masa awal pertumbuhan dan persemaian nilai-nilai
ke-islam-an, dimana karakteristik pendidikan islam berpusat pada sumber alquran dan hadis secara murni. Ketika nabi muhammad SAW. Masih hidup,
praktik pendidikan islam mengikuti tuntunan firman Allah SWT. Dan teladan
beliau. Tujuan pendidikan islam waktu itu adalah untuk membentuk sikap takwa
serta penanaman nilai akhlak mulia. Pada saat ini, pendidikan islam belum
terwujud dalam bentuk konsep dan pemikiran yang tertuang dalam karya tulis atau
disiplin ilmu secara spesifik, namun praktik pendidikan yang dilakukan oleh nabi
muhammad Saw. Baik keluarga maupun masyarakat, menunjukkan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip pendidikan yang terus menerus menjadi sumber inspirasi untuk
dipelajari.
Setelah wafatnya nabi muhammad SAW., tampuk kepemimpinan umat
dipegang oleh khulafa al-rasyidin. Abu bakar (632-634 M) merupakan halifa
pertama yang melakukan konsolidasi kekuasaan terhadap semenanjung arabia
hingga masuk ke irak dan syria. Khalifah ke dua, umar bin al-khattab (634-644 M)
melanjutkan perkembangan islam sampai ke mesopotamia, mesir, syria, palestina,

Assegat Assegat, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
hal.3-4.

dan sebagian besar wilayah persia, tabristan, azerbaijan, armenia, serta beberapa
bagian wilayah turki.
Usman bin Affan (644-656 M), merupakan khalifah ke tiga dengan latar belakang
pedagang kaya dan termasuk diantara mereka yang pertama kali masuk islam. Ali
bin abi talib (656-661 M), keponakan dan menantu nabi muhammad Saw.,
merupakan khalifah ke empat yang populer dengan ketakwaan, keluasan
pengetahuan, keberanian, dan kedekatannya dengan nabi muhammad saw. 4

2. PERIODE KEJAYAAN
Masa pertumbuhan diatas menuai hasilnya terutama pada masa khalifah
abbasiyah yang merupakan masa kedua, yaitu peride kejayaan. Pada masa ini
islam mengalami masa keemasan (golden ages).
Dibidang keilmuan, ilmu-ilmu ke-islam-an yang bersumber dari wahyu
tumbuh menjadi disiplin ilmu-ilmu agama yang sangat rinci sehingga menjadi
ilmu-ilmu cabang dan raningna. Munculnya ilmu-ilmu al-Quran, ilmu-ilmu hadis,
hukum islam, teologi, tasawuf, dan lain-lain, benar-benar menandai bangkitnya
ilmu pengetahuan dikalangan umat islam.
Pada masa keemasan ini banyak bermunculan para tokoh dan cendekiawan
muslim yang produktif dalam keilmuan. Dapat disebutkan sebagian kecil dari
tokoh yang kajiannya terkait langsung dengan pendidikan adalah ibnu miskawaih
dan al-ghazali.
Menurut ibnu miskawaih, syariat agama merupakan faktor penentu bagi
lurusnya karakter manusia, karena rujukan utamanya adalah al-quran dan hadis.
Dalam bidang astronomi, umat islam dahulu telah berhasil memadukan tradisi
bangsa india, persia, timur dekat kuno khususnya yunani, menjadi sebuah sintesis
yang mengukur babak baru dalam sejarah astronomi sejak abad ke-8 dan
seterusnya. Di bidang kelembagaan, lembaga pendidikan yang ada pad periode
kemajuan ini juga bersifat integral, artinya tidak hanya mengembangkan ilmu-

bid, hal.4-5.

ilmu agama saja melainkan menyatu dengan ilmu-ilmu umum yang kita sebut
sekarang dengan ilmu modern.
Kegemilangan masa abbasiyah mulai menurun seiring dengan munculnya konflik
politik, perebutan kekuasaan, gaya hidup mewah para penguasa, dan krisis
ekonomi umat, sehingga memperlemah kemajuan yang telah dicapai selama
kurang lebig 5 abad sebelumnya.

3. PERIODE KEMUNDURAN
Masa kemunduran terjadi setelah jatuhnya kekuasaan abbasiyah akibat
berbagai faktor yang saling berkaitan. Diantaranya adalah:
1) Persaingan antar bangsa
2) Kemerosotan ekonomi
3) Konflik sosial-keagamaan
4) Ancaman dari luar5

4. PERIODE PEMBARUAN
Pembaruan pemikiran pendidikan islam sebenarnya telah dilakukan para
ulama dan cendekiawan muslim terdahulu, tanpa dibatasi oleh periode terdahulu,
tanpa dibatasi oleh periode tertentu.
Bila dicermati, kondisi umat dan negara-negara islam saat ini masih dilanda oleh
ketegangan politik, masalah kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dibidang
sains dan teknologi, sekteranianisme, serta ketergantungan dengan negara asing,
maka gerakan pembaruan ini harus dilakukan secara intensif.

Assegat Assegat, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal.
12-16.

2.2 SUMBER FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Dalam dunia Islam filsafat telah berkembang pesat saat orang-orang Islam
telah mampu berkomunikasi dengan dunia sekitarnya., berhubungan dengan
peradaban, kebudayaan

dan sosial

terhadap

bangsa-bangsa

yang telah

didudukinya, dan menerima pengaruh daripadanya. Perkembangan filsafat


tersebut dipercepat oleh kaum muslimin dengan usaha dan menterjemah berbagai
macam ilmu pengetahuan, terutama filsafat Yunani kedalam bahasa Arab. Namun
demikian, bukan berarti pemikiran-pemikiran filosofis belum dikenal oleh ummat
Islam pada masa itu. Istilah filsafat dan filosofis sebelum masuk kedalam dunia
Islam, ummat Islam telah mengenal dengan istilah Al-hikmah, dan usaha untuk
mencari Al- hikmah, yang memiliki dasar sama dengan filsafat. Al- hakim sama
dengan orang yang mengambil hikmah yang dissebut dengan filosof.
Mustafa Abd Rizq dalam bukunya menjelaskan bahwa orang arab Islam
menggunakan istilah Al- hikmah dan Al- hakim dan filsafat dan filosof
secara bergantian, untuk menyatakan pengertian filsafat dan filosof. Bahkan
Aristoteles yang dianggap sebagai bapak filsafat yunani, disebut jug dengan Alhakim. Dra. Zuhairini juga mengutip pernyataan Omar Muhammad Al Toumy
Al- Syaibani dalam bahwa pengertian bebas tentang kata filsafat pada bahasa
asalnya adalah cinta akan hikmah. Makna yang terakhir ini masih digunakan oleh
orang-orang Islam sampai saat ini.
Islam yang datang dengan membawa Al-Quran sebagai sumebr dan dasar dari
segalanya. Al-Quran juga disebut sebagai Al-Hakim (QS,36;1-2) dan ini
menunjukkan bahwa Al-Quran merupakan sumber dan Al- hikamh atau filsafat
dalam Islam, tidak terkecuali pendidikan Islam, yang mana Al-Quran
mengandung banyak pendidikan. Dalam Al-Quran juga menjelaskan bahwa yang
dapat mencari Al-hikmah hanya bagi orang-orang yang memiliki wawasan tinggi
dan orang-orang yang berakal.
Maka jelaslah bahwa usaha mencari Al-hikmah, menurut ajaran Islam hanya
dapat dilakukan oleh orang-orang yang mampu menggunakan alam pikirannya.

Sedangkan usaha mencari alhikmah, kebajikan dan kebijaksanaan adalah


merupakan pengertian dasar filsafat. Jadi Al- hikmah dalam usaha untuk
mencarnya, tidak lain kecuali filsafat dan berfilsafat dalam Islam.
Agar falsafah itu menajdi benar dan sempurna, memperoleh tujuan, dan
fungsi yang sesuai dengan harapan, maka falsafah itu harus diambil dari sumber
yang benar. Suber itu harus diperhatikan untuk menciptakan berbagai faktor,
dengan syarat sumber dan faktor itu hasrus dikaitkan dengan sumber Islam.
Sumber itu harus sesuai dengan jiwa yang bersih dari cacat dan tercela. Juga
terkandung prinsip dan undang-undang hubungan antara manusia dengan
tuhannya dan segala apa yang ada di alam jagad raya.
Al-Quranul karim menurut falsafah apapun yang kita anut baik dari
falsafah barat atau arab, merupakan unsur pentung dan utama. Didalamnya
terdapat sumber Syariat Islam pertam dan terpenting, dan sumber-sumber yang
mungkin menjadi dasar falsafah pendidikan Islam. Dr. Muhammad Fadhil ElJamaly menyatakan bahwa Al-Quran nul karil telah mencakup dan meliputi segala
pengetahuan yang ada. Mengatur hubungan manusia dengan lainnya, dengan
alam semesta, bahkan dengan tuhannya. Jika pendidikan berusaha mememlihara
individu dan dan pertumbuhannya pada ummat manusia saja maka Al-Quran
berusaha mendidikmakhluk seluruhnya termasuk manusia. Sifat menyeluruh AlQuran tersebut meliputi benda hidup dan mati, dzohir dan batin, awal dan akhir.
Secara ringkas Dr. Muhammad Fadhil El-Jamaly menyatakan bahwa usaha
manusia untuk mencapai titik tertinggi spiritual, moral, sosial, dan intelektual
merupaka inti dari pendidikan Islam.
Maka dengan menjadikan Islam dan budaya sebagai sumber dan titik tolak
asasi bagi falsafah pendidikan dan pengajaran kita pada segala tingkat dan
jenisnya, tidak menafikan adanya sumber yang lain untuk dimintai pertolongan
dan menjadikan rujukan ketika membina Falsafah Pendidikan Islam. Sumbersumber dibawah ini jika ditinjau dari segi roh ke Islaman ma tidaklah keluar dari
sumber Islam dan kebudayaan Islam dalam pengertian yang luas dan menyeluruh.

Diantara sumber-sumber tambahan selain diatas yang menjadi dasar, prinsip, dan
kepercayaan kandungan falsafah pendidikan agama Islam sebagai berikut;
1) Ciri-ciri

pertumbuhan

pengajaran

dari

segi

jasmani,

intelektual,

temprament, emosi, spiritual, keperluan-keperluan, dan penggerakpenggeraknya yang bermacam-macam.


2) Nilai-nilai dan tradisi sosial yang baik yang memberikan kepada
masyarakat corak ke Islaman yang tidak menghalangi kemajuan dan
perkembangan zaman, dan keperluan-keperluan sosial ekonomi dan politik
bagi masyarakat.
3) Hasil-hasil penyelidikan dan kajian-kajian pendidikan dan psikologi yang
berkaitan dengan sifat-sifat, proses pendidikan, tujuan pendidikan, dan
fungsi-fungsinya yang sangat penting. Termasuk pengalaman-pengalaman
bangsa yang telahmaju dalam dunia pendidikan terutama bangsa dan
negara yang serupa dengan kebudayaan, dan potensi-potensi bangsa kita.
dan
4) Prinsip-prinsip yang menjadi dasar falsafah politik, ekonomi dan sosial
yang dilaksanakan oleh negara, dan piagam- piagam perhimpunan
internasional yang tentunya mereka pasti memiliki tujuan-tujuan yang
telah disepakati bersama.
Pernyataan diatas adalah merupakan sumber terpenting setelah Al-Quran yang
patut kita jadikan rujukan ketika kita memnetukan falsafah pendidikan untuk
Negara yang mengambil dasar-dasar dari agama Islam, dadri sejarah Islam Arab,
sejarah manusia yang luas yang tidak menetang dengan semangat falsafah dan
tujuan pendidikan itu sendiri.

10

2.3 URGENSI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang pada saat ini
baik dalam pendidikan Islam pada khususnya maupun pendidikan pada umumnya,
bahwa pelaksanakan pendidikan tersebut kurang bertolak dari atau belum
dibangun oleh landasan filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada
kekaburan dan ketidakjelasan arah dan jalannya pelaksanakan pendidikan itu
sendiri.
Abdurrahman (1995) misalnya, mengemukan bahwa pelaksanakan
pendidikan agama Islam selama ini berjalan melalui cara didaktis-metodis seperti
halnya pengajaran umum, dan lebih didasarkan pada basis pedagogis umum yang
berasa dari filsafat pendidikan model barat, sehingga lebih menekankan pada
transmisi pengatahuan agama. Untuk menemukan pedagogis Islam diperlukan
lebih dahulu rumusan filsafat pendidikan Islam yang kokoh.
Maarif (1993) setelah menyajikan dialog antara Iqbal dan Rumi dalam
konteks pendidikan Islam, berkesimpulan bahwa pondasi filosofis yang mendasari
sistem pendidikan Islam selama ini masih rapuh, terutama pada tampak pada
adanya bentuk dualisme dikotomis antara apa yang dikategorikan ilmu-ilmu
agama yang menduduki fardu ain, dan ilmu-ilmu sekuler yang paling tinggi
berada pada posisi fardu kifayah, yang sering kali terabaikan dan bahkan
tercampakan. Di samping itu, kegiatan pendidikan Islam yang seharusnya
berorentasi ke langit (orientasi transedental), tampaknya belum tercermin secara
tajam dan jelas dalam rumusan filsafat pendidikan Islam, dan bahkan belum
dimilikinya. Karena itu penyusunan suatu filsafat pendidikan Islam merupakan
tugas strategis dalam usaha pembaharuan pendidikan Islam.
Buchori (1994) juga berkesimpulan bahwa ilmu pendidikan di Indonesia
dewasa ini tampaknya mulai kehilangan jatih diri yang antara lain di sebabkan
karena penelitian-penelitian lebih concern pada persoalan praktis operasional dan
formal yang terdapat di sekolah. Sedangkan pemikiran ilmu pendidikan yang lebih
bersifat fondasional, termasuk didalamnya filsafat pendidikan mengalami
stagnasi, demikian pula riset-riset di dalamnya.

11

Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia, dan


seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Atau
meminjam terma Lodge (1947) bahwa Life is education and education is life.
Sebagai persoalan hidup maka pendidikan dalam pengembangan konsepkonsepnya perlu menggunakan sistem pemikiran filsafat tersebut di atas
menyangkut metafisika, epistemologi, aksiologi dan logika, karena problema yang
ada dalam lapangan pendidikan juga berada dalam lapangan filsafat tersebut.
Karena itu hubungan antara filsafat dan pendidikan adalah sangat erat.
Dengan demikian, filsafat dan mendidik adalah dua tahap kegiatan tapi
dalam satu usaha. Berfilsafat ialah memikirkan dengan seksama nilai-nilai dan
cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasikan nilainilai dan cita-cita itu dalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia.
Sistem pemikiran filsafat tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka sebagai
berikut:
1) Dalam lapangan metafisika, antara lain diperlukan adanya pendirian
mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan dalam
pelaksanaan pendidikan6.
2) Dalam lapangan epistemology, antara lain diperlukan dalam penyusunan
dasar-dasar

kurikulum.

Kurikulum

yang

biasa

diartikan

sebagai

serangkaian kegiatan atau sarana untuk mencapai tujuan pendidikan,


diibaratkan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh peserta didik dalam
usaha mengenal dan memahami pengetahuan. 7
3) Dalam lapangan aksiologi, yakni yang mempelajari nilai-nilai, juga sangat
dekat dengan pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan
tujuan pendidikan, karena dunia nilai (etika dan estetika) juga menjadi
dasar pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan
6

Mustansyir Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Celeban Timur: Pustaka
Pelajar,2002),hal.10.
7

Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,


2007), hal.152.

12

pendidikan. Di samping itu, pendidikan sebagai fenomena kehidupan


social, kultual, dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai.
4) Dalam lapangan logika, sebagai cabang filsafat yang meletakkan landasan
mengenai ajaran berpikir yang benar dan valid, sangat diperlukan dalam
pendidikan kecerdasan. Pelaksanaan pendidikan menghendaki seseorang
mampu mengutarakan pendapat dengan benar dan valid sehingga
diperlukan penguasaan logika.
Karena itu, hubungan antara filsafat dan pendidikan merupakan keharusan,
terutama dalam menjawab persoala-persoalan pokok dan mendasar yang dihadapi
oleh pendidikan. Brubacher (1955) sebagaimana dikutip oleh Ozmon dan Craver
(1995) menyarankan agar persoalan-persoalan yang mendasar tentang pendidikan
dibahas dan dipecahkan menurut teori filsafat. Sebagai implikasinya diperlukan
bangunan filsafat pendidikan yang kokoh dalam pelaksanaan sistem pendidikan.
Jika tidak demikian, dikhawatirkan akan terjadi :
1) Pendidikan akan terapung-apung (tanpa tujuan).
2) Tujuan-tujuan pendidikan akan samar-samar (meragukan), bertentangan,
dan tidak menunjang kesetiaan.
3) Ukuran-ukuran dasar pendidikan menjadi sangat longgar.
4) Ketidakmenentuan peranan pendidikan dalam suatu masyarakat.
5) Sekolah-sekolah akan memberikan banyak kebebasan kepada peserta didik
dan tidak mampu memupuk apresiasi terhadap otoritas dan kontrol.
6) Sekolah akan menjadi sangat sekular dan mengabaikan agama.
7) Ibarat sebuah bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam
itu mencakup berbagai dimensi, yaitu :
a) Dimensi bahan-bahan dasar yang menentukan kuat atau tidaknya suatu
fondasi bangunan. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam berarti
sumber-sumber atau semangat pemikiran dari para pemikir pendidikan
Islam itu sendiri.
b) Dimensi fondasi bangunan itu sendiri, yang berupa prinsip atau dasar dan
asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar) berpikir dalam menjawab

13

persoalan-persoalan pokok pendidikan yang termuat dalam sistem


(komponen-komponen pokok aktivitas) pendidikan Islam.
c) Dimensi tiang penyangga yang berupa struktur ide-ide dasar serta
pemikiran-pemikiran yang fundamental yang telah dirumuskan oleh
pemikir

pendidikan

Islam

itu

sendiri

dalam

mengembangkan,

mengarahkan dan memperkokoh bangunan sistem pendidikan Islam.

14

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Terkait dengnan perkembangan pemikiran umumnya dan perkembangan islam
khususnya, dapat dikemukakan periodisasi sebagai berikut: 1) periode
pertumbuhan (rise) yang terjadi pada awal kemunculan islam sejak lahirnya nabi
muhammad SAW. Sampai akhir masa umayah; 2) periode kemajuan (peak) yang
berlangsung pada masa khilafah abbasiyah; dan 3) periode kemunduran (decline)
yang terjadi setelah jatuhnya kota baghdad oleh tentara tartar pada 1258 M; serta
4) periode pembaruan yang berkembang secara intensifsejak abad ke-18 M..
Sistem pemikiran filsafat tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka :

lapangan metafisika, diperlukan adanya pendirian mengenai pandangan


dunia yang bagaimanakah yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan.

Dalam lapangan epistemology, diperlukan dalam penyusunan dasar-dasar


kurikulum.

Dalam lapangan aksiologi, yakni mempelajari nilai-nilai, juga sangat dekat


dengan pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan
pendidikan, karena dunia nilai (etika dan estetika) juga menjadi dasar
pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan
pendidikan.

Dalam lapangan logika, sebagai cabang filsafat yang meletakkan landasan


mengenai ajaran berpikir yang benar dan valid, sangat diperlukan dalam
pendidikan kecerdasan.

15

Anda mungkin juga menyukai