Anda di halaman 1dari 14

DIPLOMASI INDONESIA DENGAN ISLAM:

INDONESIA DENGAN ORGANISASI KONFERENSI ISLAM


(OKI)

OLEH:
NAMA

: DIKI DWI PRASETIO


AGUNG ARBASA

KELAS

: IX. B

MAPEL

: IPS

MTS MAARIF 1 PUNGGUR


TAHUN PELAJARAN 2015/2016

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Organisasi Konperensi Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara
Islam mengadakan Konperensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22-25 September 1969,
dan menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam,
penghormatan pada Piagam PBB dan hak azasi manusia. Pembentukan OKI semula
didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang diahadapi
umat Islam, khususnya setelah unsur Zionis membakar bagian dari Masjid suci Al-Aqsa
pada tanggal 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk
meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengkoordinasikan kerjasama
antara negara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta
melindungi tempat-tempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara
Palestina yang merdeka dan berdaulat. OKI saat ini beranggotakan 57 negara Islam atau
berpenduduk mayoritas Muslim di kawasan Asia dan Afrika.
Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada
masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma
sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di
seluruh dunia. Indonesia merasa penting karena Indonesia merupakan salah satu pendiri
OKI dan memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap Organisasi INI
B. PERMASALAHAN
Adapun beberapa permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah ini dalam kaitannya
dengan diplomasi indonesia dengan islam yaitu:
1. Bagaimana peranan OKI terhadap negara-negara anggotanya?
2. Bagaimana diplomasi Indonesia terhadap OKI?
3. Seperti apa peranan Indonesia dalam OKI?
4. Apa pengaruh OKI dalam kebijakan Indonesia?

PEMBAHASAN
A. PERANAN OKI
Melihat latar belakang terbentuknya OKI, terdapat kesan bahwa organisasi ini bersifat dan
bersikap lebih melayani kepentingan Arab dan Timur Tengah. Kesan tersebut tidak dapat
dipungkiri sepenuhnya, karena:
1. salah satu persoalan dan kemelut dunia yang menjadi perhatian masyarakat
internasional terjadi di kawasan Arab dan Timur Tengah.
2. dalam OKI persoalan Timur Tengah dan Palestina terlihat lebih menonjol karena
terkait didalamnya pembicaraan dan desakan yang bernafaskan kepentingan agama
dan umat Islam seluruh dunia. Perlu diingat bahwa hampir separuh dari negara
anggota OKI adalah negara-negara Arab.

Meskipun demikian, masalah-masalah internasional lainnya semakin mendapat perhatian


yang proporsional. Dalam masalah politik, OKI memberi perhatian dalam konflik India
Pakistan, masalah Afrika Selatan, Philipina Selatan, Afghanistan, dll. Dalam bidang
ekonomi telah dikumpulkan "Dana Konsolidasi Program Pembangunan Dunia Islam". Hal
ini untuk menunjang progaram-program pembangunan negara anggota OKI. Pengumpulan
dana tersebut telah melahirkan "Rencana Aksi untuk memperkuat kerjasama ekonomi
diantara negara-negara anggota OKI".
Selain itu, dalam pengembangan sosial budaya, OKI telah membentuk banyak BadanBadan Subsider seperti misalnya yang menangani masalah pendidikan, ilmu pengetahuan
dan teknologi, hukum, kebudayaan, yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan
khusus PBB. Diantara badan-badan subsider ini antara lain adalah : Komisi Internasional
Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani masalah-masalah yang menyangkut
pemeliharaan hasil-hasil budaya Islam yang ada di negara-negara Islam; Akademi Fikih
Islam yang bertujuan mempelajari masalah-masalah yang menyangkut kehidupan "ijtihad"
yang berasal dari tradisi Islam; Komisi Hukum Islam Internasional guna menyumbangkan
kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta kodifikasinya; dll.

Tujuan Utama OKI:


1.Memperkuat/memperkokoh:

Solidaritas diantara negara anggota

Kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan IPTEK

Perjuangan umat muslim untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hakhaknya

2.Aksi Bersama:

Melindungi tempat-tempat suci umat Islam

Memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan


haknya dan kebebasan mendiami daerahnya

3.Bekerja Sama Untuk:

Menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan

Menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling pengertian diantara negara


anggota dan negara-negara lain

B. PERANAN INDONESIA
Sesuai dengan Artikel VIII Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa
organisasi terdiri dari negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang diadakan di
Rabat dan KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta yang
menandatangani Piagam. Kriteria yang dirancang oleh Panitia Persiapan KTT I adalah
bahwa "Negara Islam" adalah negara yang konstitusional Islam atau mayoritas
penduduknya Islam. Semua negara muslim dapat bergabung dalam OKI.

Keanggotaan Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama, kedudukan
Indonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri maupun di dalam
negeri. Indonesia menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia bukanlah negara Islam secara
konstitusional dan tidak dapat turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia
telah turut sejak awal dan juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung
dalam kegiatan OKI. Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak
dan kewajiban Indonesia sama seperti negara-negara anggota lainnya.
Sebagai negara yang berfalsafah Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha untuk
meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran umat Islam
seperti yang menjadi tujuan Konferensi, terutama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi
usaha-usaha pembangunan dalam segala bidang yang merupakan program utama
Pemerintah Indonesia.
Selain untuk memperoleh manfaat langsung bagi kepentingan nasional Indonesia,
keikutsertaan Indonesia diharapkan dapat menggalang dukungan bagi kepentingan
Indonesia di forum-forum internasional lainnya, baik yang menyangkut bidang politik
maupun bidang ekonomi dan sosial budaya.
Tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat
yang sejalan dengan prinsip

Bandung dan Non Blok, khususnya dalam rangka

pengembangan solidaritas dan tekad menghapuskan segala bentuk kolonialisme serta sikap
tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota.
Peranan Indonesia selama ini dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif dan
konstruktif. Hal ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak pertentangan kepentingan
antara

kelompok-kelompok

"progresif

revolusioner"

dengan

kelompok

"konservatif/moderat" dapat dijembatani oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara lain
oleh sikap tidak memihak RI terhadap sengketa regional Arab.
Sebagai peserta, Indonesia telah berperan secara aktif dalam OKI, baik dalam kegiatannya
maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini dalam rangka
meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk membina
kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya yang semuanya
dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan nasional Indonesia di segala bidang.
Alasan Indonesia Masuk dalam OKI
Pada KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi anggota
OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

Indonesia termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan didalam pertemuanpertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI sejak tahun 1969.
Bagi Indonesia keterlibatannya didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam
rangka pengembangan ekonomi/ perdagangan diantara sesama negara-negara OKI
terutama dalam kaitannya dengan kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung di
Indonesia, khususnya dalam peningkatan ekspor non migas. Beberapa alasan masuknya
Indonesia di dalam OKI, antara lain:

1. Secara obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan
nasional Indonesia.
2. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam
meskipun secara konstitusional tidak merupakan negara Islam.
3. Dari segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya merupakan
jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
4. Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga dapat
diterapkan dalam organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak
menyimpang dari kepentingan nasional Indonesia. Terdapat kesamaan pandangan
antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama memperjuangkan perdamaian dunia
berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, disamping kepentingan dalam
bidang perekonomian dan perdagangan.

C. KEPENTINGAN INDONESIA DALAM OKI


Dilihat dari beberapa alasan masuknya Indonesia ke dalam tubuh OKI pastinya memiliki
kepentingan, diantaranya:
1. Menyangkut masalah politis dimana Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang berpijak pada politik luar negeri yang bebas dan aktif.
2. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut menggalang
solidaritas Islamiyah.

3. Menarik manfaat bagi kepentingan pembangunan Indonesia, khususnya dalam


kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara anggota OKI.

Politik diplomasi luar negeri Negeri Indonesia mulai meletakkan Organisasi Kerjasama
Islam (OKI) sebagai salah satu sasarannya. Selain menjadi tuan rumah sejumlah
pertemuan OKI pada 2012, keketuaan Marzuki Alie untuk Persatuan Parlemen OKI dan
terpilihnya perwakilan Indonesia untuk Anggota Komisi HAM OKI menjadi pertanda
kecenderungan ini.
Dua hal yang harus menjadi perhatian Pemerintah terkait keterlibatan di OKI ini, yaitu
upaya untuk menginternasionalisasikan Islam Indonesia dan memaknai OKI dalam
konteks nasional. Untuk yang pertama, telah diketahui bersama bahwa akhir-akhir ini
muncul suatu harapan baru agar Indonesia dapat menjadi contoh bagi Negara-negara
Muslim. Hal ini semakin menguat tatkala gelombang demokratisasi marak terjadi di
wilayah Timur Tengah dengan Arab Springnya. Sebagai Negara-negara yang berpenduduk
Muslim terbesar di dunia dan paling demokratis tentu tawaran ini menjadi peluang bagi
Indonesia untuk lebih mewarnai perkembangan geopolitik di komunitas Muslim global.
Jika dahulu Indonesia menerima transfer perabadan dari Barat dan telah mampu
mengkontekstualisasikannya dengan kebudayaan lokal yang sarat dengan tradisi
keagamaan dan ketimuran, maka sekarang saatnya bagi Indonesia untuk mentransfer nilainilai tersebut kepada Negara-negara yang tengah membutuhkannya.
Optimalisasi OKI tersebut dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, membawa
permasalahan Nasional ke level yang lebih tinggi di tingkat multilateral, seperti
perlindungan TKI yang sebagian besar ada di Negara-negara Muslim. Pemerintah
Indonesia atau juga DPR RI yang saat ini tengah mengadakan pertemuan dengan
Parlemen OKI di Palembang harus menjadikan OKI sebagai kerangka kerja
perlindungan TKI, baik melalui kebijakan kelembagaan OKI dengan membangun sistem
dan mekanisme perlindungan ataupun melalui hubungan diplomatik informal. Keterlibatan
Indonesia harus memberikan hasil konkret bagi kepentingan Nasional dan warga negara
secara luas, tidak hanya pada urusan keagamaan, seperti penambahan kuota haji.
Pendekatan kedua yang dapat digunakan adalah memanfaatkan OKI dalam mewujudkan
masyarakat yang toleran dan demokratis di Indonesia. Seiring dengan reformasi yang
dilakukan oleh OKI, Organisasi ini telah cukup banyak menyediakan modalitas bagi

pembangunan masyarakat Muslim modern. Di antara yang cukup penting adalah Resolusi
yang telah disinggung di atas.
Selama ini, OKI seringkali dijadikan rujukan untuk mendeligitimasi kelompok minoritas
tertentu di Indonesia, sementara di sisi lain capaian positif dan modalitas yang telah
dihasilkan oleh OKI tidak pernah disosialisasikan atau dijadikan rujukan oleh umat Islam
dan pemerintah Indonesia. Padahal, sebagai Organisasi tingkat dunia yang didukung oleh
seluruh Negara-negara Muslim, OKI memiliki pengaruh yang kuat bagi masyarakat
Muslim Indonesia. Dalam hal demikianlah pemerintah harus menjadi perantara antara OKI
dan masyarakat untuk menghadirkan Islam yang sejuk, damai dan toleran, sehingga ruang
publik tidak justru diisi oleh wacana-wacana Islam yang mengedepankan pendekatan
kekerasan dan sikap intoleran.
D. PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN ANGGOTA OKI
Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara anggota OKI masih relative kecil. Kecilnya
volume perdagangan diantara Negara OKI antara lain disebabkan Negara-negara tersebut
kurang memperoleh informasi mengenai potensi sesama Negara anggota OKI. Selain itu,
tidak semua anggota OKI mempunyai kemampuan daya beli tunai, jadi ketika mereka
terlibat dalam transaksi perdagangan, mereka tidak mempunyai posisi tawar yang baik dan
tidak punya kesempatan memberi jangka waktu tenggang pembayaran. Di lain pihak,
pihak ketiga akan dengan mudah memperoleh modal dan membeli secara tunai dari
Negara OKI sebagai produsen kemudian menjual kembali kepada Negara OKI lain dengan
harga yang tinggi. Oleh karenanya, perlu peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia
dengan Negara-negara OKI sebagai optimalisasi pelaksanaan Joint Economic Commission
serta peningkatan kerjasama multilateral dengan meningkatkan keikutsertaan pemerintah
pada lembaga-lembaga lainnya.
E. REVITALISASI PERAN PENTING INDONESIA DI OKI
Krisis politik yang melanda negara-negara anggota OKI sejak awal Januari 2011
menunjukkan bahwa dunia Islam saat ini membutuhkan role of model dalam proses
transisi dan demokrasi. Sebagai salah satu anggota OKI dengan jumlah penduduk
mayoritas beragama Islam terbesar di dunia, Indonesia dituntut untuk memberikan
kontribusi nyata dalam upaya mencapai perdamaian di kawasan Timur Tengah. Indonesia

dipandang mampu untuk berperan sebagai teladan (role of model) bagi keserasian antara
Islam, modernitas dan demokrasi damai, serta sebagai bridge builder hubungan Barat dan
Islam.
Indonesia memberikan kontribusi untuk mereformasi OKI sebagai wadah untuk menjawab
tantangan umat Islam memasuki abad ke-21. Pada penyelenggaraan KTT OKI ke-14 di
Dakar Senegal, Indonesia mendukung pelaksanaan OIC's Ten-Year Plan of Action. Dengan
diadopsinya piagam ini, Indonesia memiliki ruang untuk lebih berperan dalam memastikan
implementasi reformasi OKI tersebut. Indonesia berkomitmen dalam menjamin kebebasan,
toleransi dan harmonisasi serta memberikan bukti nyata akan keselarasan Islam, demokrasi
dan modernitas.
Bagi Indonesia, OKI merupakan wahana untuk menunjukkan citra Islam yang santun dan
moderat. Sebagaimana yang ditunjukkan Indonesia pada dunia internasional dalam
pelaksanaan reformasi 1998 serta kemampuan Indonesia melewati transisi menuju negara
yang demokratis melalui penyelenggarakan pemilihan umum legislatif ataupun pemilihan
presiden secara langsung yang berjalan dengan relatif baik. Pengalaman Indonesia tersebut
dapat dijadikan rujukan bagi negara-negara anggota OKI lainnya, khususnya negaranegara di Timur Tengah dan Afrika Utara yang sedang mengalami proses demokratisasi.
Pemerintah Indonesia memiliki modal dasar yang kuat terkait peranan-peranan di dunia
internasional: Pertama, sebagai negara muslim terbesar di dunia Indonesia menjadi
kekuatan penting pada abad ke 21 terkait dengan pembangunan demokrasi. Di dunia
Islamselain Malaysia dan Turki-konsep demokrasi dan toleransi sulit diterapkan secara
penuh oleh negara-negara anggota OKI. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan munculnya
konflik kekerasan hingga memakan korban jiwa yang tidak sedikit dalam pelaksanaan
demokrasi di kawasan Timur Tengah. Kedua, sebagai ketua ASEAN, posisi Indonesia
semakin diperhitungkan. Permasalahannya adalah mampu tidaknya pemerintah mengelola
potensi strategis sebagai ketua ASEAN tersebut.
Ketiga, Letak geografis Indonesia yang sangat strategis dapat membantu meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan Indonesia dan kawasan sekitarnya. Disamping itu,
jabatan yang diemban Indonesia sebagai ketua Parliamentary Union of OIC Member States
(PUIC) pada sidang keenam di Kampala, Uganda Januari 2011, memberikan kesempatan
lebih bagi Indonesia untuk lebih vokal dalam menyuarakan kebijakan luar negeri dan
kepentingannya. Dalam PUIC, Indonesia dapat berperan untuk mendorong peningkatan
kinerja OKI ditengah tantangan globalisasi. PUIC menjadi salah satu kekuatan yang
diperhitungkan tidak hanya oleh dunia Islam, tetapi juga oleh Barat. Dengan

mengoptimalkan peran PUIC, OIC dan subsidiary organs diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan dunia Islam terhadap negara Barat dalam penyelesaian masalah di negaranegara anggotanya.

F. PELUANG DAN TANTANGAN


Pada dekade 1990-an, partisipasi aktif Indonesia di OKI mulai lebih terlihat yaitu ditandai
dengan kehadiran Presiden Suharto pada KTT ke-6 OKI di Senegal pada Desember 1991.
Hal ini dapat dilihat sebagai titik awal perubahan kebijakan luar negeri Indonesia untuk
berpartisipasi lebih aktif pada OKI. Kedepannya, peran menonjol Indonesia lainnya dapat
dilihat dengan kesediaan Indonesia untuk menerima mandat sebagai ketua Committee of
Six pada tahun 1993 yang bertugas untuk memfasilitasi perundingan damai antara Moro
National Liberation Front (MNLF) di Filipina Selatan dan Pemerintah Filipina (GPH)
yang telah terlaksana sebanyak 4 (empat) kali selama hampir 2 (dua) dekade terakhir.
Selama Keketuaan dalam Organization Islamic Conference Peace Committee for the
Southern Philippines (OIC-PCSP), yang melanjutkan Committee of Six, Indonesia
memimpin 4 (empat) kali pertemuan Tripartite antara GPH- MNLF-OIC PCSP.
Meskipun ada perkembangan yang cukup signifikan atas partisipasi aktif Indonesia di
Setjen OKI, tetapi partisipasi aktif Indonesia dalam subsidiary organs OKI belum terlalu
banyak dan masih dapat ditingkatkan. Partisipasi aktif Indonesia di OKI sebenarnya bisa
ditingkatkan terutama sebagai antisipasi atas perubahan situasi politik domestik, regional
dan global, tidak hanya di Sekretariat Jenderal OKI semata, tetapi juga di badan-badan
subsider OKI. Namun sebagai konsekuensinya, Indonesia juga harus menyiapkan dan
melibatkan lebih banyak sumber daya manusia dan mengalokasikan lebih besar anggaran
bagi keterlibatannya di OKI dan badan-badan subsidernya.
Mengoptimalkan Peran
Masuknya Indonesia sebagai anggota OKI merupakan hal yang unik, karena walaupun
Indonesia merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, tetapi
Indonesia secara resmi bukanlah Negara Islam. Islam di Indonesia adalah Islam moderat
yang toleran dan bisa berdampingan dengan agama/kepercayaan lain. Bagi Indonesia, OKI
adalah salah satu wahana untuk menunjukkan citra positif Islam moderat seperti yang
dianut di Indonesia ke hadapan masyarakat Internasional. Lebih jauh lagi, Indonesia juga
harus bisa memanfaatkan seoptimal mungkin keberadaan OKI untuk menggalang

dukungan bagi Indonesia, tidak hanya sekedar untuk mengamankan posisi RI, tetapi juga
dalam rangka meningkatkan partisipasi aktif Indonesia di berbagai forum internasional
sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD RI tahun 1945.
Partisipasi aktif Indonesia di OKI dimulai pada dekade 1990-an dan berlanjut dengan
kehadiran Presiden RI dalam KTT ke-14 OKI. Pada kesempatan tersebut Presiden RI
menegaskan bahwa penyelesaian konflik Palestina-Israel secara tuntas merupakan
persoalan utama di Timur-Tengah dan sangat berpengaruh terhadap perdamaian dan
keamanan internasional. Pada 7-8 Desember 2005 dilaksanakan KTT Luar Biasa ke-3 OKI
di Mekkah, Arab Saudi yang menghasilkan Macca Declaration dan 10-years Program of
Actions Organization of the Islamic Conference/OIC (TYPOA-OIC) isinya antara lain
mengenai restrukturisasi dan reformasi OKI, dan perumusan Statuta baru OKI yang
diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015.
Dengan adanya Piagam Baru OKI bisa lebih leluasa dalam merancang kerjasama ekonomi
antar anggotanya, memberikan kesempatan bagi OKI dan organ-organ subsidernya guna
menguatkan ikatan masyarakat sipil melalui penguatan koordinasi. Hal penting lain yang
perlu dicatat adalah dicantumkannya prinsip demokrasi, good governance, pemajuan
HAM, serta hak-hak perempuan dalam Piagam baru OKI. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Piagam baru OKI telah membawa visi baru dunia muslim (a new vision
of the Muslim World), yang memberikan harapan dan optimisme terciptanya OKI sebagai
organisasi yang maju dan modern.
Peluang Indonesia di OKI
Peluang Indonesia di dalam OKI sangat banyak, salah satunya untuk memimpin OKI
semakin terbuka pada KTT OKI 2014 yang akan diselenggarakan di Jakarta. Pemerintah
Indonesia memiliki modal dasar yang kuat terkait peranan-peranan di dunia internasional:
Pertama, sebagai negara muslim terbesar di dunia Indonesia menjadi kekuatan penting
pada abad ke 21 terkait dengan pembangunan demokrasi. Di dunia Islamselain Malaysia
dan Turki-konsep demokrasi dan toleransi sulit diterapkan secara penuh oleh negaranegara anggota OKI. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan munculnya konflik kekerasan
hingga memakan korban jiwa yang tidak sedikit dalam pelaksanaan demokrasi di kawasan
Timur Tengah. Kedua, sebagai ketua ASEAN, posisi Indonesia semakin diperhitungkan.
Permasalahannya adalah mampu tidaknya pemerintah mengelola potensi strategis sebagai
ketua ASEAN tersebut.
Ketiga, Letak geografis Indonesia yang sangat strategis dapat membantu meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan Indonesia dan kawasan sekitarnya. Disamping itu,

jabatan yang diemban Indonesia sebagai ketua Parliamentary Union of OIC Member States
(PUIC) pada sidang keenam di Kampala, Uganda Januari 2011, memberikan kesempatan
lebih bagi Indonesia untuk lebih vokal dalam menyuarakan kebijakan luar negeri dan
kepentingannya. Dalam PUIC, Indonesia dapat berperan untuk mendorong peningkatan
kinerja OKI ditengah tantangan globalisasi. PUIC menjadi salah satu kekuatan yang
diperhitungkan tidak hanya oleh dunia Islam, tetapi juga oleh Barat. Dengan
mengoptimalkan peran PUIC, OIC dan subsidiary organs diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan dunia Islam terhadap negara Barat dalam penyelesaian masalah di negaranegara anggotanya.
Berbagai peluang ini harus mampu dimanfaatkan oleh Indonesia meski ada beberapa
tantangan yang harus dihadapi Indonesia dalam mereformasi peran OKI kedepan.
Misalnya, masalah kepentingan politis dan perbedaan pendapat antar negara anggota OKI
sering mempersulit bagi OKI untuk menampilkan sikap yang jelas. Hal ini terlihat ketika
negara-negara Arab memiliki perbedaan sikap mengenai Palestina yang hingga saat ini
masih belum menemukan penyelesaian. Tantangan lain adalah posisi geografis Indonesia
yang tidak berdekatan dengan titik pusat peta dunia Islam (Peripherial Position),
memunculkan kekhawatiran bagi Indonesia untuk memberikan pengaruhnya kepada
negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Tantangan Indonesia di OKI
Tantangan lain seperti dikemukakan oleh Saad S.Khan, dalam bukunya Reasserting
International Islam : a focus on the organization of the Islamic conference and other
Islamic Institusions adalah adanya empat kondisi yang menghambat kinerja OKI yaitu
meningkatnya jumlah negara angota hingga mencapai 57 negara yang mengakibatkan
sulitnya menentukan konsensus (kesepakatan), munculnya perbedaan kepentingan antara
negara yang maju dan berkembang, piagam OKI yang dinilai belum dapat menampilkan
susunan organisasi dan pola hubungan organisasi yang jelas, serta kekuatan finansial OKI
yang masih lemah.
Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut Indonesia harus mampu
mengoptimalkan perannya di kancah Internasional, seperti dalam G20, dimana Indonesia
bisa bekerjasama dengan Arab Saudi dan Turki untuk membangun poros strategis dalam
mempersatukan dunia Islam. Disamping itu Indonesia dituntut untuk memperbaiki citranya
dihadapan negara-negara Arab, khususnya berkaitan dengan masalah Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) serta meningkatkan perekonomian melalui kerjasama antar negara-negara

anggota OKI, sehingga dengan kekuatan ekonomi tersebut dapat dijadikan modal untuk
membangun dunia Islam yang bebas dari pengaruh hegemoni Barat.

PENUTUP
KESIMPULAN
Kerjasama antara Negara-negara OKI yang selama ini telah terjalin perlu lebih dipererat.
Hal ini perlu ditegaskan mengingat persepsi sebagian kalangan barat yang mengidentikkan
citra islam dengan kekerasan dan terorisme. Persepsi tersebut harus dihilangkan. Oleh
sebab itu berbagai kalangan berharap agar diantara sesama Negara anggota OKI terdapat
solidaritas yang tinggi dalam menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi dan menimpa
Negara-negara OKI khususnya dunia Islam.
Dalam bidang ekonomi dan perdagangan telah ditandatangani Agreement on Trade
Preferential System of the Organization of the Islamic Conferences (TPS-OIC). Meskipin
termasuk Negara yang pertama kali menandatangani Agreement tersebut, tetapi sampai
saat ini Indonesia belum meratifikasi TPS-OIC dimaksud. Pada Putaran Pertama
Perundingan TPS-OIC yang diselenggarakan pada bulan April 2004 di Turki, Indonesia
hanya sebagai peninjau dan diharapkan segera dapat meratifikasi agreement TPS-OIC.
Untuk itu Indonesia perlu secara serius mempertimbangkan kemungkinan ratifikasi
perjanjian tersebut dalam waktu dekat.
Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara OKI sampai dengan tahun 2003 masih
relative kecil padahal OKI merupakan salah satu pasar potensial untuk produk-produk
Indonesia. Berbagai usaha perlu dilaksanakan dalam rangka mempromosikan produk
Indonesia di Negara-negara OKI diantaranya dengan mengadakan pameran sebagai tindak
lanjut pameran di Sharjah dan Libya. Disamping itu upaya-upaya peningkatan
perdagangan perlu dilaksanakan secara optimal melalui fora multilateral.
Indonesia dan negara-negara anggota OKI lainnya, mempunyai hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi sesuai dengan Piagam OKI baik yang terkait masalah substansi,
administrasi, aktivitas/persidangan maupun finansial. Apabila Pemri berkomitmen
membayar semua kontribusi wajibnya ke OKI harus diimbangi dengan menguatnya

partisipasi Indonesia, tidak hanya di Setjen OKI tetapi juga di badan-badan subsidernya
dalam rangka mencapai kepentingan nasional secara maksimal. Pilihan kebijakan lainnya
adalah membayar kontribusi secara selektif, sesuai dengan kepentingan yang ingin dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

ditjenkpi.depdag.go.id/website.../OKI_-_buku20060109121722.doc

http://www.politik.lipi.go.id/index.php/en/columns/politik-internasional/443revitalisasi-peran-indonesia-di-organisasi-konferensi-islam-oki

http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?
Name=MultilateralCooperation&IDP=4&P=Multilateral&l=id

http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/135-april-2011/1089-peningkatandiplomasi-indonesia-di-oki-tantangan-peluang-dan-arah-ke-depan.html

http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=7417&type=15

http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/153-diplomasi-maret-2012/1357indonesia-mendorong-kerjasama-oki-meningkatkan-pemajuan-ham.html

http://membumikantoleransi.wordpress.com/artikelku/memanfaatkan-keterlibatanindonesia-di-oki-untuk-kepentingan-nasional/

Anda mungkin juga menyukai