Anda di halaman 1dari 4

Pengembangan Hutan Rakyat

Untuk mempercepat terwujudnya pembangunan wilayah Jawa dan Madura khususnya peningkatan kualitas lingkungan di luar kawasan
hutan, Perum Perhutani sejak tahun 2009 melalui Direktorat Rehabilitasi & Usaha Hutan Rakyat bekerja mendorong masyarakat
menciptakan peluang bisnis perhutanan rakyat dengan target 2 juta hektar sekaligus merehabilitasi lahan mereka. Manfaat
pengembangan hutan rakyat antara lain:

perluasan penutupan lahan hutan di wilayah pulau Jawa-Madura,

meningkatkan kualitas biofisik lingkungan,

penurunan tingkat potensi bahaya erosi, laju sedimentasi dan tanah longsor melalui keberhasilan lahan kritis dan
pengelolaaan lahan berkaidah konservasi,

perbaikan iklim mikro dalam bentuk peningkatan produksi oksigen dan penyerapan emisi karbon,

peningkatan produktifitas lahan dan pendapatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan tanaman kehutanan
cepat tumbuh (FGS), tanaman buah-buahan dan tanaman hortikultura,

peningkatan supply produksi kayu dan pengembangan industrinya,

Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat,

Peningkatan pendapatan perusahaan dan masyarakat.

Kegiatan Perum Perhutani untuk pengembangan hutan rakyat terdiri dari fasilitasi penguatan kelembagaan kelompok tani hutan rakyat,
Trading komoditas hutan rakyat, Penanaman hutan rakyat, dan Pengembangan kerjasama dengan pihak eksternal.

Pengembangan hutan rakyat oleh Perum Perhutani tahun 2009-2012 dengan Luas 8.527,33 Ha, 333 Kelompok di 359 Desa, 262
Kecamatan dan 129 Kabupaten, dengan rincian sebagai berikut :

1.

Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah : Luas 1.323,84 Ha, 49 Kelompok di 48 Desa, 34 Kecamatan dan 19 Kabupaten
dengan Jenis tanaman Jabon, Sengon dan Eucaliptus.

2.

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur : Luas 3.024,40 Ha, 195 Kelompok di 221 Desa, 159 Kecamatan dan 84 Kabupaten
dengan jenis tanaman Jabon, Sengon, Jati JPP dan Gmelina

3.

Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten : Luas 4.179,09 Ha, 89 Kelompok di 90 Desa, 69 Kecamatan dan 26
Kabupaten dengn jenis tanaman Jabon, Sengon, Acasia dan Gmelina

4. Hijaukan Hektaran Hutan Gundul


5.

POSTED IN: BERITA & PRESS RELEASE

6.

KEPEDULIAN Hari terhadap lingkungan sekitarnya berawal saat dirinya melewati wilayah Sukowidi, Kalipuro. Saat itu dirinya
melihat betapa besarnya air bah yang mengalir. Padahal hujan tidak turun terlalu deras. Setelah dipikir-pikir olehnya, hari
baru menyadari jika hal itu terjadi karena kerusakan di daerah hulu. Di mana ada puluhan hektare tanah gundul karena
pembabatan hutan secara liar yang dilakukan warga.

7.

Akhirnya, pada tahun 2000-an II ari yang saat itu menjabat sebagai ketua DPD Telemung bersama LMDH (Lembaga
Masyarakat Desa Hutan) dan GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) setempat meng-gerakan penghijauan terhadap
wilayah tersebut. Atas restu dari Perhutani, Hari bersama kelompok masyarakat pun kembali terjun menanami ladang tandus
dengan berbagai macam tanaman kayu.

8.

Saya ingat penyebab gundulnya hutan adalah saat masyarakat mengatakan jika kayu di hutan adalah milik negara. Jadi
negoro (tebanglah: osing). Kemudian atas izin dari Mantri Hutan, Su-geng, saya bersama masyarakat menanami tanah
gundul, terutama yang miring dan rawan longsor, bibit diberi oleh Perhutani. Ada jenis alpukat dan durian. Ada juga kiirisidi
kaliandra, di sela-selanya ditanami rumput gajah, jelas Hari Saksono. Tanaman itu sendiri diperbolehkan oleh Perhutani
untuk diambil warga. Asalkan tidak ditebang karena perjanjiannya hak warga atas pohon-pohon adalah 25 persen dan baru
boleh diambil 15 sampai 25 tahun kemudian.

9.

Atas jasanya tersebut, pada tahun 2014 Bupari Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memberikan penghargaan kepada Dwi
Hari Saksono sebagai Pelestari Lingkungan 2014. Penobatan itu sendiri, menurut Hari, lebih pantas diberikan kepada
Masyarakat Telemung, khususnya Kelompok Pelestari Lingkungan Indah Lestari yang terdiri dari orang-orang Ga-poktan dan
LMDH.

10.

Hari juga mengatakan jika membaiknya lingkungan di dekat tempat tinggalnya tersebut juga atas izin dan kesigapan dari
Perhutani yang memberi kesempatan dirinya dan masyarakat lainnya untuk ikut menjaga hutan dan memperoleh manfaat
darinya, (fre/als)

11.

Sumber : Radar Banyuwangi

12.

Tanggal : 2 Pebruari 2015


TAGS: Divisi Regional Jawa Timur, KPH Banyuwangi, Penghijauan, PERHUTANI

Pelestarian
Selain konservasi tanaman dan pelestarian hutan, Perhutani juga peduli pada konservasi hewan. Sebab, menjaga satwa khususnya
yang tergolong langka berarti juga menjaga ekosistem tetap seimbang. Dan hal itu sekaligus juga menunjukkan pengelolaan hutan
lestari. Sebab, ketika satwa-satwa itu dapat hidup lestari di tengah hutan Perhutani, merupakan indikasi bahwa hutan itu lestari dan
menjadi tempat hidup yang nyaman bagi para satwa.

Dalam proses pengelolaan hutan lestari, strategi yang diterapkan Perhutani adalah memperhatikan aspek-aspek konservasi, baik flora
maupun fauna. Konservasi yang dilakukan Perhutani antara lain dilakukan terhadap hutan-hutan alam, jembatan, jalan, alur dan
ketersediaan air, serta hewan-hewan yang memiliki habitat hidup di hutan.

Sistem pengelolaan hutan lestari oleh Perhutani diarahkan untuk mencapai tripple bottom line, yaitu people-planet- profit. Ketiga aspek
ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

Penerapan HCVF (High Conservation Value Forest) secara lokal, nasional, maupun global di beberapa Kesatuan Pemangkuan Hutan,
Perhutani bekerjasama dengan Tropical Forest Trust (TFT), sebuah LSM internasional, untuk melakukan proses identifikasi, klasifikasi,
dan membuat rencana memelihara kawasan, sosial, budaya dan lingkungan yang memiliki nilai-nilai tinggi atau luar biasa. Selain itu,
Perhutani juga mendukung pengelolaan sumber daya air di dalam kawasan hutan milik perusahaan, untuk air minum, sanitasi,
pertanian dan lainnya yang dibutuhkan masyarakat.

Penangkaran Rusa
Salah satu satwa yang masuk dalam program konservasi Perhutani adalah rusa. Perhutani melakukan pengembangbiakan rusa di
lahan Penangkaran Rusa yang terdapat di lahan Perhutani tepatnya di perbatasan Bogor-Cianjur. Penangkaran ini bernama Wana
Wisata Penangkaran Rusa Cariu. Lokasi tepatnya berada di Desa Buanajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Namanya
memang Penangkaran Rusa Cariu, kendati letaknya bukan di Kecamatan Cariu melainkan Kecamatan Tanjungsari. Hal itu karena
dulunya kawasan ini secara administratif pemerintahan berada di wilayah Kecamatan Cariu, namun setelah terjadi pemekaran wilayah,
ia masuk ke wilayah Kecamatan Tanjungsari.

Penangkaran Rusa Cariu berdiri sejak tahun 1993. Awalnya, Penangkaran Rusa ini hanya dikhususkan untuk kegiatan penelitian.
Tetapi, sejak tahun 2003 wanawisata ini berada di bawah pengelolaan KBM JLPL Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Banten. Dan
sejak itu pula wanawisata ini dibuka untuk umum.

Kendati telah dibuka untuk umum, utamanya bagi masyarakat yang ingin berrekreasi, wanawisata Penangkaran Rusa Cariu tetap
melakukan fungsi utama untuk konservasi satwa, khususnya rusa. Setelah dibuka untuk umum, Wanawisata Penangkaran Rusa Cariu
ini bisa menjadi salah satu tempat liburan yang tepat untuk keluarga, khususnya anak-anak, karena ia merupakan tempat yang nyaman
dan sejuk.

Ada tiga jenis rusa yang ditangkarkan di Penangkaran Rusa Cariu. Ketiganya masing-masing Rusa Jawa (Cervus timorensis), Rusa
Totol (Axis axis), dan Rusa Sumatera (Cervus Timorensis)..

Luas penangkaran 5 (lima) hektar dengan populasi ideal per satu hektar adalah untuk 10 sampai 15 rusa. Selain lima hektar lahan
untuk tempat tinggal para rusa itu, di lokasi Wanawisata Penangkaran Rusa juga ada dua hektar lahan yang dikhususkan untuk
penanaman atau pemeliharaan rumput

HCVF
Dalam pengelolaan lingkungan, Perhutani melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap keberadaan High Conservation Value Forest
(HCVF) atau Kawasan hutan bernilai konservasi yang tinggi di wilayah pengelolaan hutannya.

HCVF adalah kawasan-kawasan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut:

HCV1 merupakan wilayah-wilayah hutan yang merupakan tempat konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati tinggi (misalnya
endemisme, spesies-spesies langka atau terancam, tempat pengungsian satwa/refugia dan lain-lain), baik yang memiliki signifikansi
nasional, regional maupun global.

HCV2 adalah kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada
di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi species, atau seluruh species yang secara alami ada di
kawasan tersebut berada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami.

HCV3 adalah wilayah-wilayah hutan yang berada di dalam, atau mencakup, ekosistem-ekosistem yang langka atau terancam punah.

HCV4 yaitu wilayah-wilayah hutan yang menyediakan fungsi-fungsi dasar lingkungan alami dalam situasi kritis (misalnya,
perlindungan DAS, pengendalian erosi dan lain-lainnya.)

HCV5 adalah wilayah-wilayah hutan yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (misalnya, pemenuhan
subsistensi, kesehatan dan lain-lainnya.)

HCV6 adalah wilayah-wilayah hutan yang penting sebagai identitas budaya masyarakat lokal (memiliki signifikansi budaya, ekologis,
ekonomis atau religi; teridentifikasi dalam proses bersama masyarakat setempat).

Anda mungkin juga menyukai