Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

Ikterus Neonatorum

Oleh
dr. Fira Tania Khasanah

Pembimbing :
dr. Ratu Fajaria

RSUD DR. A. DADI TJOKRODIPO


BANDAR LAMPUNG
APRIL 2015
BAB I
STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama

II.

: By. Ny. R
: 12 hari
: Perempuan
: Tanjung Karang Pusat
: Islam

Nama Ayah
Nama Ibu

: Tn. S
: Ny. R

ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Mata dan seluruh tubuh tampak kuning
b. Keluhan Tambahan
Menyusu kurang dan BB tidak bertambah
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Bayi datang ke RSUD Kota dengan mata dan seluruh tunuh tampak
kuning sejak bayi berusia + 5 hari. Awalnya mata bayi tampak
kekuningan namun orang tua bayi tidak terlalu memperhatikan. Setelah
itu badan bayi mulai tampak kekuningan, ibu bayi membawanya ke
bidan dan hanya disuruh untuk menjemur bayinya. Bayi memang agak
malas menyusu ketika baru lahir, ibu bayi tersebut berkata karena ASI
nya hanya sedikit. Namun, walaupun akhir-akhir ini ASI-nya sudah
banyak, bayinya malas menyusu.
Ibu bayi mengatakan tidak ada sesak, batuk (-), muntah (-), demam (-),
BAB dan BAK dalam batas normal. Perut tidak membesar. Pasien masih
mau menyusu walaupun sedikit.
Setelah beberapa hari kondisi bayi tidak ada perubahan dan dirasa BB
bayi pun turun, serta tidak hanya badan yang tampak kuning tetapi
tangan dan kakinya mulai tampak kuning.
Karena itu ibu pasien membawanya bayinya berobat ke IGD RSUD
Kota, dan oleh dokter disarankan untuk dirawat inap.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien mengatakan bahwa dikeluarganya tidak ada yang
menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Lingkungan
Orang tua pasien mengatakan bahwa disekitarnya tidak ada yang
menderita penyakit seperti ini.
2

f. Riwayat Persalinan
Orang tua pasien mengatakan bahwa ini adah anak kedua, pasien lahir
normal di bidan dan cukup bulan. Pasien langsung menangis, BBL
3.000gram.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Vital Sign
- Nadi
- Respiration Rate
- Temperatur
- SpO2
BB Lahir
BB saat ini
Kulit

: 152x/menit
: 44 x/menit
: 37,10 C
: 98%
: 3.000 gram
: 2.700 gram
: tampak Ikterus

Status Generalis
- Kepala
Bentuk : normochepalic
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)
Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-)
Mulut : sianosis (-), bibir kering, gusi tidak berdarah
-

Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Pernapasan simetris kanan dan kiri, retraksi (-)


: Tidak teraba massa, tidak ada pernapasan yang tertinggal
: sonor (+/+)
: vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis tidak teraba
: jantung dalam batas normal
: Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, tampak datar
Palpasi
: Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-),
Perkusi

turgor kulit baik


: Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-)
3

Auskultasi : Bising usus (+) normal


-

IV.

Ekstremitas
Superior
Inferior

: Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat


: Oedem (-/-), sianosis (-/-),akral teraba hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit

: 9.800/mm3
: 4. 500.000/mm3
: 14,7 gr/dL
: 44,1%
: 312.000/mm3

Bilirubin indirek
Bilirubin direk
Bilirubin total

: 12,08 mg/dL
: 0,38 mg/dL
: 12,46 mg/dL

V.

DIAGNOSA KERJA
Ikterus Neonatorum

VI.

PENATALAKSANAAN
Fototerapi

VII.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

BAB II
PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Fira Tania Khasanah


Nama Wahana : RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo
Topik : Ikterus Neonatorum
4

Tanggal (kasus) : 29 April 2015


Nama Pasien : By. Ny. R

No. RM : 89953-15

Tanggal Presentasi : 11 Mei 2015

Nama Pendamping : dr. Ratu Fajaria

Tempat Presentasi :
Obyektif Presentasi :
Keilmuan

Ketrampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Bayi usia 12 hari, mata dan seluruh badan tampak kuning
Tujuan : Mendiagnosis dan Menatalaksana Ikterus Neonatorum

Tinjauan
Bahan Bahasan :
Riset
Kasus
Audit
Pustaka
Presentasi dan
Cara Membahas : Diskusi
Email
Pos
Diskusi
Data Pasien :
Nama : By. Ny. R
No. Registrasi : 89953-15
Nama Klinik :
Telp :
Terdaftar Sejak:
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Ikterus Neonatorum, bayi usia 12 hari, mata dan seluruh badan tampak kuning
2. Riwayat Pengobatan
3. Riwayat Keluarga
Orang tua pasien tidak ada yang mengalami hal seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja, ayah pasien pedagang, ibu pasien ibu rumah tangga.
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik
Keuarga pasien merupakan keluarga menengah ke bawah, pasien menggunakan
jaminan kesehatan kota (Jamkeskot)
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik
Keuarga pasien merupakan keluarga menengah ke bawah, pasien menggunakan
jaminan kesehatan daerah (Jamkesda)
7. Riwayat Persalinan
Orang tua pasien mengatakan bahwa ini adah anak kedua, pasien lahir normal
di bidan dan cukup bulan. Pasien langsung menangis, BBL 3.000gram, bayi
langsung menangis
Daftar Pustaka
1. Andersen-Berry, AL. 2010 Neonatal Sepsis. Diunduh dari: www.emedicine.com.
Last updated February 23th 2010. Cited at February 5th 2011.
2. Goldstein B, Giroir B, Randolph A. 2005. Members of the International Consensus
Conference on Neonatal Sepsis. Definitions for Sepsis and Organ Dysfunction in
5

Pediatrics. Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8.


3. Haque KN. 2005. Definitions of Bloodstream Infection in the Newborn. Pediatr
Crit Care Med 2005; 6: S45-9.
4. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Badan
Penerbit IDAI.
5. Mupanemunda RH, Watkinson M. 1999. Infection-Neonatal. In: Harvey DR,
Mupanemunda RH, Watkinson M, penyunting. Key topics in Neonatology.
Washington DC: Bios Scientific Publisher Limited; 1999. h. 143-6.
6. Remington, Klein. 1995. Bacterial Sepsis and Meningitis. In: Infectious Diseases of
the Fetus and Newborn, Infant. 4th Edition. W. B. Saunders. 1995. h: 836-90.
7. Rodrigo I. 2002. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child Health
2002; 31: 3-8.
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak Jilid 3. Jakarta: FKUI
Hasil Pembelajaran
a. Diagnosis Ikterus Neonaorum
b. Patofisologi terjadinya Ikterus Neonaorum
c. Tatalaksana Ikterus Neonaorum

BAB III
DISKUSI KASUS

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan, didapatkan keluhan utama bayi usia 12
hari datang ke RSUD Kota dengan mata dan seluruh tunuh tampak kuning sejak
bayi berusia + 5 hari. Awalnya mata bayi tampak kekuningan setelah itu badan
6

bayi mulai tampak kekuningan. Bayi memang agak malas menyusu dan BB bayi
turun. Riwayat persalinan normal, bayi langsung menangis. Pada pemeriksaan
didapatkan BB bayi 2.700 gram, sklera ikterik dan kulit seluruh tubuh tampak
ikterik, pemeriksaan thoraks dan abdomen dalam batas normal, pergerakan cukup
aktif. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium, yakni pemeriksaan darah
didapatkan peningkatan kadar bilirubin total, direk dan terutama bilirubin indirek
hingga mencapai 12,46 mg/dL. Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil
pemeriksaan

didapatkan

kemungkinan

bahwa

pasien

menderita

ikterus

neonatorum.
Pada ikterus neonatorum, ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) yang berlebih.
Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin
darah 5-7 mg/dL. Paa bayi ini dijumpai kadar bilirubin indirek yang meningkat
hingga 12,46 sehingga kulit dan sklera tampak ikterik.
Pada bayi ini, ikterus neonatorum kemungkinan berkaitan dengan ASI. Ikterus
akibat ASI merupakan bilirubin yang tidak terkonjugasi yang mencapai
puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-14). Keadaan bayi baik, dan
kadar bilirubin rata-rata 12-20 mg/dL.
Pada bayi yang mendapat ASI, terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu
early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI).
Bentuk early onset berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late
onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses
konjugasi dan ekskresi. Pada bayi ini, kemungkinan disebakan karena pemberian
ASI yang kurang adekuat, sehingga menyebabkan bayi kuning, walaupun bayi
sudah dijemur dai bawah matahari pagi.
Pada kasus ini hanya dilakukan fisioterapi. Fisioterapi dilakukan untuk mengubah
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu
atau urin. Sehingga bilirubin direk, karena jika dalam bentuk bilirubin indirek dan

jumlah kadarnya terus meningkat dapat menyebabkan kernikterus.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis bayi, yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang

berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila
kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin
plasma 2 standar deviasi lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur
bayi atau lebih dari persentil 90.
Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak
terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang
mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8
mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama
2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1-2
minggu. Pada bayi yang cukup bulan yang mendapatkan ASI kadar bilirubin
puncak akan mencapai kadar lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi
lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai
waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga
akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih
lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi
pencegahan. Peningkatan yang mencapai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran
fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme
bilirubin. Kadar normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar
dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL.
B. Ikterus non fisiologis
Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah uktuk dibedakan dengan
ikterus fisiologis. Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk melakukan
tindak lanjut.
- Ikterus terjadi < 24 jam.
- Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang membutuhkan
-

fototerapi.
Peningkatan kadar total bilirubin serum > 0,5 mg/KgBB/jam.
Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,
letargi, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apneu,

takipneu, atau suhu yang tidak stabil).


Ikterus tetap bertahan selama 8 hari pada BCB dan 14 hari pada BKB.

C. Bilirubin Ensefalopati dan Kernikterus


Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis
yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu
9

basal

ganglia

dan

pada

berbagai

nuklei batang otak. Keadaan ini

tampak pada minggu pertama setelah bayi lahir dan dipakai istilah akut
bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan
neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa
daerah di otak terutama ganglia basalis, pons, dan serebellum. Kern ikterus
digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen
karena toksik bilirubin.
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati: pada fase awal, bayi dengan
ikterus berat akan tampak letargis,

hipotonik, dan refleks

hisap buruk.

Sedangkan pada fase intermediet,ditandai dengan moderate stupor,


iritabilitas, dan

hipertoni. Untuk selanjutnya, bayi akan demam,

high-

pithced cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi


hipertonia dapat berupa retrocollitis dan opistotonus.
Manifestasi klinis kern ikterus: pada tahap yang kronis, bilirubin ensefalopati,
bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athenoid
cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, dysplasia dental-enamel,
paralisis upward gaze.
D. Patofisiologi
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah kristal pigmen berwarna jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasireduksi. Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari
heme dengan bantuan enzim heme oksigenase, yaitu enzim yang sebagian
besar terdapat dalam hepatosit, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga
terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan
karbon monoksida (CO) yang diekskresikan kedalam paru. Biliverdin
kemudian akan direduksi oleh enzim bilverdin reduktase.

10

Metabolisme bilirubin. Sumber: Mac Mahon Jr, dkk.

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi
bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin,
bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen. Jika tubuh akan
mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eleminasi bilirubin.
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme
heme hemoglobin dari eritrosit sirkulasi, satu gram hemoglobin akan
menghasilkan 34 mg bilirubin. Sisa 25% produksi bilirubin disebut early
labeled bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena proses
eritropoiesis yang tidak efektif dari sumsum tulang, jaringan yang
mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase) dan
heme bebas.

11

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/KgBB/hari, sedangkan


orang dewasa sekitar 3-4 mg/KgBB/hari. Peningkatan bilirubin pada bayi
baru lahir disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang lebih pendek (70-90
hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi
heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari
usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).
Transportasi Bilirubin
Peningkatan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke dalam sirkulasi yang nantinya akan berikatan dengan protein
albumin. Bayi baru lahir mempunyai ikatan protein albumin yang rendah
terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas
ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang akan berikatan ini merupakan zat
non-polar yang hidrofobik dan kemudian akan ditransportasi ke hepatosit.
Bilirubin yang berikatan dengan albumin tidak bisa masuk ke susunan saraf
pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, afinitas bilirubin terhadap albumin
mempunyai tingkat kompetisi yang rendah terhadap obat-obatan seperti
sulfonamide dan penisilin, sehingga albumin akan lebih berikatan dengan
obat tersebut dibandingkan dengan bilirubin.
Pada Bayi Kurang Bulan (BKB), ikatan bilirubin akan lebih lemah yang
umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia,
asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia. Hal tersebut membuat jumlah
bilirubin bebas dalam darah meningkat dan sangat berisiko atas terjadinya
neurotoksisitas oleh bilirubin.
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer
melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y) atau ikatan
protein sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk
kedalam sirkulasi, dari sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik,
perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh hepatosit
dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak
terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.

12

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan


berpengaruh

terhadapa

pembentukan

ikterus

fisiologis.

Penelitian

menunjukkan ini karena adanya defisiensi konjugasi bilirubin dalam


menghambat transfer bilirubin dari darah ke empedu selama 3-4 hari
kehidupan. Walaupun demikian, defisiensi intake bilirubin ini dapat
menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan dalam minggu kedua
kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan yang sama
dengan usia dewasa.
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke dalam bilirubin terkonjugasi yang
larut dalam air didalam sel retikulo endoplasma dengan bantuan enzim
uridine diphosphate glucoronyl transferase (UDP-GT). Katalisa oleh enzim
ini merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya
akan

dikonjugasi

memindahkan

satu

menjadi
mol

blirubin
asam

diglukoronida.

glukoronida

Enzim

pada

sati

ini

juga

bilirubin

monoglukoronida ke bilirubin monoglukoronida lain sehingga akan


menghasilkan bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini lalau diekskresikan kembali ke dalam kanalikulus empedu.
Sedangkan satu mol bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke dalam
retikulum endoplasmik untuk konjugasi berikutnya.
Penilitian in-vitro terhadap enzim UDP-GT pada bayi baru lahir didapatkan
defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim
ini akan melebihi bilirubin yang masuk ke dalam hati sehingga konsentrasi
bilirubin serum akan menurun. Kapasitas total kunjugasi akan sama dengan
orang dewasa pada hari ke-4 kehidupan. Pada periode bayi baru lahir,
konjugasi monoglukoronida merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih
dominan.
Ekskresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan
melalui feses. Proses ekskresinya sendiri memerlukan energi. Setelah berada
di usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat langsung diresorbsi,
13

kecuali jika sudah dikonversikan kembali ke dalam bentuk tak terkonjugasi


oleh enzim -glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali
bilirubin dari saluran cerna akan dikirim kembali ke hati untuk
dikonjugasikan kembali. Hal ini disebut dengan sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada
mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim glukoronidase yang dapat menghidrolisis monoglukororida dan diglukoronida
kembali menjadi bilirubin tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat disimpan
lagi ke hepatosit. Selain itu, usus pada bayi baru lahir masih dalam keadaan
steril (tidak ada flora normal), sehingga bilirubin terkonjugasi tidak dapat
diubah menjadi sterkobilin (produk yang tidak dapat diabsorbsi).
Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif
tinggi di dalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang tinggi (8-10
mg/KgBB/hari), hidrolisis bilirubin diglukoronida yang berlebih, dan
konsentrasi bilirubin yang tinggi yang ditemukan di dalam mekonium. Pada
bayi baru lahir, kekurangan normal flora pada usus akan meningkatkan pool
bilirubin usus. Peningkatan hidrolisis bilirubin terkonjugasi pada bayi baru
lahir diperkuat oleh enzim beta-glukoronidase mukosa usus yang tinggi dan
ekskresi monoglukoronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang tidak
larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin, akan
meningkatkan kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi bilirubin dalam
serum, hal ini menggambarkan peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada
keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi baru lahir.
Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang
bukan maupun bayi cukup bukan selama minggu pertama kehidupan yang
frekuensinya pada bayi cukup bulan dan kurang
adalah

50-60%

dan

80%.

Ikterus

fisiologis

bulan
tidak

berturut-turut
bisa

berdiri

tunggal, pasti ada faktor-faktor lain yang berhubungan dengan maturitas


fisiologis bayi baru lahir.
disebabkan

oleh

Peningkattan

peningkatan

kadar

bilirubin

pada

bayi

ketersediaan bilirubin dan penurunan

clearance bilirubin.
14

Peningkatan

ketersediaan

bilirubin

merupakan

hasil

dari

produksi

bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan sel
merah. Resirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar
serum bilirubin tidak terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri flora
normal, aktifitas -glucoronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus
halus.

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan
bayi dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal
cenderung mempunyai isiden yang lebih rendah untuk terjadinya ikterus
fisiologis. Pada bayi yang diberi

minum susu formula cenderung

mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3


hari

pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi

yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang
defekasinya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih
sering terjadi ikterus fisiologis.
Pada bayi yang mendapat ASI, terdapat dua bentuk neonatal jaundice
yaitu

early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan

dengan ASI). Bentuk early onset berhubungan dengan proses pemberian


minum. Bentuk late onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang
mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab late onset masih
belun diketahui, tetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari
15

ASI yaitu, 2-20-pregnanediol yang mempengaruhi aktifitas UDP-GT atau


pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein
lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus;
penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak unsaturated; atau
-glucoronidase atau adanya faktor lain yang mungkin

menyebabkan

peningkatan jalur enterohepatik.


Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau
kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang
mendapatkan ASI, BKB, dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal
hiperbilirubinemia terjadi karena meningkatnya produksi bilirubin dan/atau
penurunan clearance bilirubin dan lebih sering pada bayi imatur.
Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut
dimungkinkan oleh beberapa faktor, diantaranya frekuensi menyusui yang
tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi.
Asupan Cairan

Kelaparan
Frekuensi menyusui
Kehilangan berat

badan atau dehidrasi -

Hambatan ekskresi

Intestinal reabsorption

bilirubin hepatik

of

Pregnanediol
Lipase-free fatty

bilirubin
Asase mekonium

acids
Unidentified

terhambat
Pembentukan

inhibitor

urobilinoid
bakteri
-glukoronidase
Hidrolisis alkalin
Asam empedu

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama, biasanya


disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis),
karena pada periode ini, hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin
lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin sebanyak 1%,
akan meningkatkan jumlah bilirubin sebanyak 4 kali lipat.

16

Penyebab Spesifik Hiperbilirubinemia


1. Ikterus Akibat ASI. Ikterus akibat ASI merupakan bilirubin yang tidak
terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang
hari ke 6-14). Keadaan bayi baik, dan kadar bilirubin rata-rata 12-20
mg/dL. Dapat dibedakan dari penyebab yang lain dengan reduksi kadar
bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula 1-2 hari. Hal ini
untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selama minggu
pertama kehidupan. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan
bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih
tinggi, berkaitan dengan penurunan asupan pada beberapa

hari

kehidupan. Pengobatannya bukan dengan menghentikan pemberian


ASI, melainkan dengan meningkatkan frekuensi pemberian.
17

2. Inkompatibilitas ABO. Merupakan hiperbilirubinemia indirek akibat


destruksi

eritrosit neonatus oleh IgG maternal yang masuk melalui

plasenta ke sirkulasi fetus, pada keadaan ini, ada perbedaan golongan


darah ibu dan bayi (Ibu O, bayi A atau B). Bayi mungkin menderita
anemia dengan atau tanpa ikterus, atau bahkan tidak terlihat sama sekali.
Karena IgG yang bersirkulasi bervariasi, makan sulit untuk menentukan
derajat beratnya proses dari kehamilan satu ke kehamilan lain. Pedoman
untuk fototerapi bayi aterm adalah pada hari ke-1 kadar bilirubin >10
mg/dL, hari ke-2 >13 mg/dL, dan selanjutnya >15 mg/dL. Transfusi tukar
harus dipertimbangkan pada kadar 20 mg/dL.
3. Eritroblastosis. Eritroblastosis disebabkan oleh isoimunisasi dari antigen
Rh (D, C, E, d, c, atau e), kell, Duffy, Lutheran, atau Kidd. Paling sering
adalah melibatkan antigen D. Darah

fetus

mungkin

memasuki

sirkulasi maternal pada kejadian inisial. Keadaan bertambah buruk


pada kehamilan berikutnya. Yang terkena lebih berat akan menderita
hidrops (efusi pleura dan asites) akibat kegagalan (output) yang tinggi
intrauterus dari anemia dan hiperproteinemia. Kasus yang lebih ringan
dicirikan sebagai hepatosplenomegali, anemia, dan ikterus.
4. Hemorrhagia Ekstravaskuler. Perdarahan diluar vaskuler dalam tubuh,
misalnya sefalhematom, memar, dan lainnya, dapat menimbulkan
hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi

akibat

beban

bilirubin

ekstra

untuk hati. Puncak ikterus cenderung terjadi pada hari ke-3 dan 4
sesudah lahir.
E. Diagnosis
Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang
berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko. Tampilan
ikterus dapat diperiksa di ruangan yang pencahayaannya cukup, dan menekan
kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan.
Ikterus pada bayi tidak terlihat jika kadarnya kurang dari 4 mg/dL. Pada hari
pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi. Pada hari kedua, tekan pada
lengan atau tungkai, dan pada hari ketiga dan seterusnya, tekan pada tangan
dan kaki.

18

Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab
ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, ekstravasasi
darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat
badan, dan bukti adanya dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu
diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko
terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.

Faktor Resiko Mayor


- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko
-

tinggi.
Ikterus yang muncul pada 24 jam pertama kehidupan
Inkompatibilitas ABO atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD)
Umur kehamilan 35-36 minggu
Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi
Sefalhematom atau memar yang bermakna
ASI eksklusif dan kehilangan berat badan yang berlebihan
Ras Asia Timur

Faktor Resiko Minor


- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total berada di daerah risiko
-

sedang
Umur kehamilan 37-38 minggu
Sebelum pulang, bayi tampak kuning
Riwayat anak sebelumnya kuning
Bayi makrosomia dengan ibu DM
19

Umur ibu 25 tahun


Laki-laki

Faktor Resiko Kurang


- Kadar bilirubin serum total yang berada pada daerah risiko rendah
- Umur kehamilan 41 minggu
- Bayi mendapat susu formula penuh
- Kulit hitam
- Bayi dipulangkan setelah 72 jam.
Untuk pemeriksaan penunjang, dibutuhkan penghitungan darah rutin, kadar
bilirubin total (direk dan indirek), preparat apusan darah, kadar G6PD,
golongan darh ibu dan bayi (ABO dan rhesus-nya), serta uji coombs.
F. Manajemen
Pengelolaan Bayi Ikterus yang Mendapat ASI
Pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI.

Foto Terapi

20

Sebagai patokan, gunakan kadar bilirubin total.


Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia,
letargia, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin

< 3 gr/dL
Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan utuk
melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line.
Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total
serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu
dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang

berusia mendekati 37 6/7 mnggu.


Diperbolehkan melakukan fototerapi dirumah dengan bayi yang kadar
bilirubinnya 2-3 mg/dL dibawah garis yang ditunjukkan, namun pada
bayi-bayi yang memiliki faktor risiko, sebaiknya fototerapi tidak
dilakukan di rumah.

Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green


spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang
30W/cm2 (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan
menempatkan bayi langsung dibawah sumber sinar dan kulit bayi yang
terpajan lebih luas).
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan
mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan
melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi
fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi
21

isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari
plasma (tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk
terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah
kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah (foto oksidasi, 20%) menjadi
dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih
polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan
melalui

empedu.

Hanya

produk foto oksidan

saja

yang

bisa

diekskresikan lewat urin.


Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi
yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan terjadi proses hemolisis.
Transfusi Tukar

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keadaan tanpa patokan


pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung

respon terhadap foto terapi.


Direkomendasikan transfusi tukar segera bila bayi menunjukkan gejala
ensefalopati akut (hipertoni, kaki melengkung, retrocollis, opistotonus,
high-pitched cry,

demam) atau bila kadar bilirubin total 5 mg/dL di

atas garis patokan.


Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia,

letargia, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis.


Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total/albumin.
Sebagai patokan adalah bilirubin total.

22

Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu (risiko sedang)
transfuse tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar
bilirubin total sesuai usianya.

Komplikasi Transfusi Tukar


1. Infeksi dari prosedur ataupun dari darah yang ditransfusikan, sperti
bakterimia
2. Komplikasi vaskuler, seperti bekuan atau emboli, spasme arteri,
trombosis bahakan infark organ mayor.
3. Gangguan faktor pembekuan (koagulopati),

disebabkan

oleh

trombositopeni atau menurunnya kadar faktor pembekuan.


4. Gangguan elekrolit, seperti hiperkalemia, hipernatremia,

dan

hipokalsemia.
5. Asidosis metabolik, bisa muncul sekunder karena darah sudah tidak
segar.
6. Alkolosis metabolik, karena terlambatnya pembersihan sitrat dari hati.
23

G. Prognosis
Hiperbilirubinemia prognosanya akan buruk apabila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus
atau ensefalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus,
prognosanya baik.
DAFTAR PUSTAKA

Andersen-Berry, AL. 2010 Neonatal Sepsis. Diunduh dari: www.emedicine.com.


Last updated February 23th 2010. Cited at February 5th 2011.
Goldstein B, Giroir B, Randolph A. 2005. Members of the International
Consensus Conference on Neonatal Sepsis. Definitions for Sepsis and Organ
Dysfunction in Pediatrics. Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8.
Haque KN. 2005. Definitions of Bloodstream Infection in the Newborn. Pediatr
Crit Care Med 2005; 6: S45-9.
Kosim, M. Sholeh, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Badan
Penerbit IDAI.
Mupanemunda RH, Watkinson M. 1999. Infection-Neonatal. In: Harvey DR,
Mupanemunda RH, Watkinson M, penyunting. Key topics in Neonatology.
Washington DC: Bios Scientific Publisher Limited; 1999. h. 143-6.
Remington, Klein. 1995. Bacterial Sepsis and Meningitis. In: Infectious Diseases
of the Fetus and Newborn, Infant. 4th Edition. W. B. Saunders. 1995. h:
836-90.
Rodrigo I. 2002. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child Health
2002; 31: 3-8.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak Jilid 3. Jakarta: FKUI

24

Anda mungkin juga menyukai