BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Febris
1. Definisi
Febris (demam) dapat didefinisikan keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami kenaikan suhu terus menerus lebih
dari 37,8C peroral atau 37,9C per rectal karena faktor eksternal
(Suryono, 2012). Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang
dipengaruhi interleukin-1 (Soedarmo, 2008).
Protokol Kaisar Permanente Appointment and Advice Call Center
definisi demam untuk semua umur, demam didefinisikan temperatur
rektal diatas 38C, aksilar 37,5C dan diatas 38,2C dengan pengukuran
membrane timpani, sedangkan demam tinggi bila suhu tubuh diatas
39,5C dan hiperpireksia bila suhu >41,1C (Soedarmo, 2010).
2.
Epidemiologi
Survei Kesehatan Nasional melaporkan bahwa prevalensi panas
pada balita adalah 33%, dengan angka tertinggi pada bayi umur 611
bulan yaitu 43%, kemudian pada anak umur 12-23 bulan ialah 39%.
Panas menempati urutan pertama dari 4 gejala terbanyak pada anak
masing-masing yaitu panas (33,4%), batuk (28,7%), batuk dan nafas
cepat (17,0%), dan diare (11,4%). Berdasarkan survei tersebut, panas
pada anak terutama disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan, campak,
7
demam tifoid, dan infeksi saliran pernafasan (Widagdo, 2011).
3.
10
Etiologi
Penyebab febris (demam) yang paling sering terjadi yaitu adanya
produksi pirogen endogen dan pirogen eksogen, infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, sinusitis, bronchiolitis, pneumonia,
pharyngitis, abses gigi, gingivostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran
kemih, pyelonephritis, meningitis, bakteremia, reaksi imun, neoplasma,
osteomyelitis (Dewi, 2015).
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara
timbul, lama demam, suhu demam tinggi serta keluhan dan gejala lain
yang menyertai. Sedangkan demam belum terdiagnosa adalah suatu
keadaan di mana seorang pasien mengalami demam terus-menerus
selama 3 minggu dengan suhu badan diatas 38,3C dan sampai saat ini
belum diketahui penyebabnya walaupun telah diteliti selama 1 minggu
intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis
(Susilowati, 2012).
Menurut Corwin (2003) dalam Susilowati (2012), penyebab febris
dibagi 7, yaitu :
a. Infeksi
Febris dengan infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
protozoa, dan metazoa.
b. Neoplasma
10
11
11
12
E2 ( PGE2 ) yang
Pemeriksaan Febris
Menurut Widagdo (2011), pemeriksaan pada pasien febris (demam)
yaitu :
a. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis ditujukan untuk mendapatkan adanya tanda
fisis terutama yang terkait dengan kepentingan penetapan diagnosis.
Pemeriksaan
tersebut
terdiri
12
dari
pemeriksaan
umum
dan
13
lege
artis
(menurut
aturan)
dan
sistemik
dengan
13
14
dari
darah
tepi
(hematologi)
14
15
(EKG),
foto
rontgen
ekokardiografi
paru,
(EKKG),
B. Demam Tifoid
1. Pengertian Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam lebih dari satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Artanti,
2013).
15
16
16
17
disebabkan
oleh
infeksi
kuman
Salmonella
suhu tubuh manusia maupun suhu tubuh yang sedikit lebih rendah, serta
mati pada suhu 70C ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui
bahwa kuman ini hanya menyerang manusia (Rampengan, 2008).
Gambar II.1 Salmonella typhi (Nasronuddin, 2007)
Kuman Salmonella typhosa memiliki 3 macam antigen yaitu :
a. Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang
mempunyai komponen protein, lipoposakarida (LPS) dan lipid.
Sering disebut endotoksin.
b. Antigen H (flagella), terdapat pada flagella, fimbriae dan pili
dari kuman, berstruktur kimia protein.
c. Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman
untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein
(Nasronudin, 2007).
4. Patogenesis
17
18
18
19
Lambung
Usus halus
Plak Peyer
19
20
20
21
21
22
berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/
sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai penderita demam rifoid yang
datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kurang masukan cairan
dan makanan. Gejala gastrointestinal demam tifoid obstipasi, obstipasi
kemudian disusul dengan diare. Pada sebagian pasien, lidah tampak kotor
dengan putih ditengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan (Widagdo,
2011).
Masa inkubasi biasanya 714 hari, tetapi dapat juga 330 hari
tergantung pada besarnya inokulum S. typhi. Manifestasi klinik
tergantung pada umur, yang dibedakan yaitu pada usia sekolah sampai
adolesen, bayi sampai umur 5 tahun, dan pada neonatus. Pada anak usia
sekolah dan adolesen, awalan penyakit samar. Mula-mula gejalanya
demam, lesu, anoreksia, myalgia, sakit kepala, dan sakit perit
berlangsung selama 23 hari. Mulamula bisa terjadi diare dengan tinja
seperti sup kacang. Mual dan muntah timbul pada minggu ke 2 atau 3
merupakan tanda adanya komplikasi. Suhu badan naik dan makin
meningkat dalam 1 minggu, kemudian menetap pada suhu 40C. Dalam
minggu ke2, suhu bertahan tinggi. Anak nampak sakit akut dengan
disorientasi, letargi, delirium, dan stupor. Tanda fisis ditemukan adanya
bradikardia relative, hepatosplenomegali, dan distensi abdomen disertai
rasa nyeri yang difus. Pada 50% kasus dijumpai rose spot yaitu ruam
berupa makula atau makulopapel berwarna kemerahan yang hilang
22
23
23
24
24
25
C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis
demam
tifoid
perlu
dilakukan
25
26
yang positif pada sumsum tulang (84%), pada darah (44%), feses (65%),
cairan duodenum (42%) (Rampengan, 2008).
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil biakan negatif tidak mengenyampingkan diagnosis demam tifoid,
karena hasilnya bergantung pada beberapa faktor. Faktorfaktor yang
mempengaruhi hasil biakan adalah jumlah darah yang diambil, perbaikan
volume darah dengan media empedu dan waktu pengambilan sampel.
Media pembiakan yang direkomendasikan untuk Salmonella typhi adalah
media empedu (Gall) dari sapi, dimana media ini dapat meningkatkan
positifitas hasil karena hanya Salmonella typhi yang dapat tumbuh pada
media tersebut (Prasetyo, 2004 dalam Hasibuan, 2009).
3. Pemeriksaan Serologi
a. Widal
Sampai saat ini, tes widal merupakan reaksi serologis yang
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid.
Dasar tes widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella
typhosa dan antibodi yang terdapat dalam serum penderita. Ada 2
metode yang sampai saat ini dikenal yaitu widal cara tabung
(konvensional) dan Salmonella slide test (cara slide) (Rampengan,
2008).
Tes widal mengukur level aglutinasi antibodi terhadap antigen
O (somatic) dan antigen H (flagellar). Level tersebut diukur dengan
menggunakan dilusi ganda serum pada tabung tes. Biasanya antibodi
O terlihat pada hari ke 68 dan antibodi H terlihat pada hari 1012
setelah munculnya gejala penyakit demam tifoid. Tes biasanya
dilakukan pada serum akut (serum yang pertama kali diambil pada
26
27
27
28
sedangkan
jika
hasil
tubex
negatif
kemungkinan
28
29
TF
(www.idlbiotech.com)
29
30
d. Pemeriksaan Typhidot
Pemeriksaan Typhidot dapat mendeteksi IgM dan IgG.
Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan
terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada
fase pertengahan. Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun
setelah infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan
antara kasus akut dan kasus dalam masa penyembuhan.
Pemeriksaan yang lebih baru lagi yaitu Typhidot M yang hanya
digunakan untuk mendeteksi IgM saja. Typhidot M memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi dibandingkan Typhidot
(Nelwan, 2012).
e. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan nested PCR (Polymerase Chain Reaction)
menggunakan primer H1-d dapat digunakan untuk mengamplifikasi
gen spesifik S.typhi dan merupakan pemeriksaan yang cepat dan
menjanjikan.
Pemeriksaan
PCR
memiliki
sensitivitas
untuk
30
31
dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang
relatif rumit (Sucipta, 2015).
31