Anda di halaman 1dari 30

PENGERTIAN

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti
sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009)
Pada masa nifas ini ibu akan mendapati beberapa perubahan pada tubuh
maupun emosi. Bagi yang belum mengetahui hal ini tentu akan merasa khawatir
akan perubahan yang terjadi, oleh sebab itu penting bagi ibu memahami apa saja
perubahan yang terjadi agar dapat menangani dan mengenali tanda bahaya secara
dini.
Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis
pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal, di mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor,
termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan
perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik
dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya
selama masa nifas ini (Bobak, 2009)
Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan
keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki
pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa
nifas ini dengan baik.
Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan. Adapun
perubahan fisik yang terjadi adalah : Pada masa nifas, alat genetalia external dan
internal akan berangsurangsur pulih seperti keadaan sebelum hamil.
A.Perubahan Pada Vagina dan Perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang
akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil , 6 sampai 8 minggu
setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke empat,
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae
akan memipih secara permanen. Mukosa tetap etrofik pada wanita menyusui
sekurang kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali . Penebalan
mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan

estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan


mukosa vagina . kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat koitus
( dispereunia ) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas
larut saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya , introitus mengalami eritematosa dan edematosa ,
terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi . Perbaikan yang cermat
, pencegahan , atau pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik selama
dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan
mudah dibedakan dengan introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomy hanya mungkin dilakukan bila wanita
berbaring miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi
litotomi. Penerangan yang baik diperlukan supaya episiotomy dapat terlihat
jelas. Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka operasi lain.
Tanda tanda infeki ( nyeri , panas , merah , bengkak atau rabas ) atau tepian
insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung
dalam 2 sampai 3 minggu.
Hemoroid ( varises anus ) umumnya terlihat . Wanita sering
mengalami gejala terkait , seperti rasa gatal , tidak nyaman , dan perdarahan
berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya
mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir.
B.Perubahan Pada Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan . Delapan belas
jam pasca partum , serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih
padat dan kembali ke bentuk semula . Serviks setinggi segmen bawah uterus
tetap edematosa , tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan
. Ektoserviks ( bagian serviks yang menonjol ke vagina ) terlihat memar dan
ada sedikit laserasi kecil kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi.
Muara serviks , yang berdilatasi 10 cm seewaktu melahirkan , menutup secara
bertahap. 2 jari mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks
pada hari ke 4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil

yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke 2. Muara serviks eksterna


tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan , tetapi terlihat
memanjang seperti suatu celah , sering disebut seperti mulut ikan .Laktasi
menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mucus dan mukosa.
C.Perubahan Pada Uterus
Setelah plasenta lahir, uterus berangsur angsur menjadi kecil
sampai akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi terlihat
pada table:
No.

Waktu Involusi

Tinggi Fundus Uteri

Berat Uterus

1.

Bayi Lahir

Setinggi Pusat

1000 gram

2.

Plasenta lahir

Dua jari bawah pusat


Pertengahan pusat-simfisis

750 gram

3.

1 Minggu

500 gram
Tidak teraba di atas Simfisis

4.

2 Minggu

5.

6 Minggu

6.

8 Minggu

350 gram
Bertambah kecil
50 gram
Sebesar normal
30 gram

1. Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus


Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah
uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya , arteri dan vena di
dalam uterus , terutama plasenta , menjadi luar biasa membesar ,
begitu juga pembuluh darah ke, dan dari uterus . Di dalam uterus ,
pembentukan pembuluh pembuluh darah baru juga menyebabkan
peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah pelahiran , kepiler
pembuluh darah ekstra uterin berkurang sampai mencapai atau paling
tidak mendekati keadaan sebelum hamil.
Pada masa nifas , di dalam uterus pembuluh pembuluh darah
mengalami obliterasi akibat perubahan hialin , dan pembuluh

pembuluh yang lebih kecil menggantikannya . Resorpsi residu hialin


dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada ovarium
setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum . Namun , sisa sisa
dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun tahun.
2. Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks , yang berhubungan dengan os eksternum ,
biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral . Ostium
serviks berkontraksi perlahan , dan beberapa hari setelah bersalin
ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu
pertama , ostium tersebut telah menyempit . Karena ostium menyempit
, serviks menebal dan anal kembali terbentuk . Meskipun involusi telah
selesai , os eksternum tidak dapat sepenuhnya kembali ke keadaan
seperti sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar , dan depresi bilateral
pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan
menjadi ciri khas serviks para. Harus diingat juga bahwa epitel serviks
menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup banyak
sebagai akibat pelahiran bayi. Contohnya , Ahdoot dan rekan ( 1998 )
menemukan bahwa sekitar 50 % wanita dengan sel skuamosa
intraepithelial tingkat tinggi mengalami regresi akibat persalinan
pervaginam.
Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup
bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali , tapi tidak sekuat
pada korpus uteri. Dalam waktu beberapa minggu , segmen bawah
telah mengalami perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan
cukup besar untuk menampung hampir seluruh kepala janin , menjadi
isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak di antara korpus
uteri diatasnya dan os internum serviks di bawahnya.
3. Involusi Uteri
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga
persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah

umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium


sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus
sewaktu usia kehamilan 1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk
asam) dan beratnya kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai 1 cm di atas
tali umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi
berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap
24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada di
pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa
dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g, 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 g, 2 minggu setelah melahirkan uterus berada di
dalam panggul sejati lagi. Pada minggu ke enam, beratnya sampai 60
g. Dan pada minggu ke-8, uterus memiliki berat 30 g, yaitu sebesar
uterus normal. Berikut gambaran involusi uterus.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung
jawab untuk

prtumbuhan

masif

uterus

selama

masa

hamil.

Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia, pningkatan


jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada.
Pada masa pascapartum penurunan kadar hormon-homon ini
menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan sacara langsung jaringan
hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama
masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar
setelah hamil.
4. Subinvolusi uterus
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau
terjadinya retardasi involusi , proses yang normalnya menyebabkan
uterus nifas ke bentuk semula. Proses ini disertai pemanjangan masa
pengeluaran lokhia dan peradangan uterus yang berlebihan atau
irregular dan terkadang juga disertai perdarahan hebat. Pada
pemeriksaan bimanual , uterus teraba lebih besar dan lebih lunak

dibandingkan normal untuk periode nifas tertentu. Penyebab


subinvolusi yang telah diakui antara lain retensi potongan plasenta dan
infeksi panggul. Karena hampir semua kasus sub involusi disebabkan
oleh penyebab local , keadaan ini biasanya dapat diatasi dengan
diagnosis dan penatalaksanaan dini. Pemberian ergonovin ( Ergotrate )
atau metilergonovin ( Methergine )0,2 mg setiap 3 atau 4 jam selama
24 jam sampai 48 jam direkomendasikan oleh beberapa ahli , namun
efektivitasnya dipertanyakan . Di lain pihak , metritis berespon baik
terhadap terapi antibiotic oral. Wager dan rekan ( 1980 ) melaporkan
bahwa hampir sepertiga kasus infeksi uterus post partum awitan
lambat disebabkan Chlamydia trachomatis ; sehingga pengobatan
dengan tetrasiklin tampaknya sudah tepat.
Andrew dan rekan ( 1989 ) melaporkan 25 kasus perdarahan
antarahari ke 7 sampai 40 hari postpartum akibat arteri uteroplasental
yang tidak berinvolusi. Arteri arteri abnormal ini ditandai oleh tidak
adanya lapisan endotel dan pembuluhnya yang terisi thrombus .
Trofoblas periaurikular juga tampak pada dinding pembuluh
pembuluh ini dan para peneliti tersebut mengajukan dalil bahwa
subinvolusi mungkin menggambarkan interaksi aberan antara sel sel
uterus dengan trofoblast , setidaknya berdasarkan hasil pengamatan
terhadap pembuluh pembuluh plasenta tersebut.
5. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin

yang

terutama

akibat

kompresi

pembuluh

darah

intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan


bekuan. Hormon ang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan
membantu hemostatis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum
intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur.
Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama
masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau

intramuskular diberikan segera stelah plasenta lahir. Ibu yang


merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara
merangsang pelepasan oksitosin.
6. Nyeri Pasca Melahirkan / Afterpain
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga
fundus pada umumnya tetap kencang. Ralaksasi dan kontraksi yang
periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang
bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah
melahirkan ini akan lebih nyata dirasakan oleh ibu melahirkan dengan
kondisi tertentu, misalnya pada persalinan yang overdistensi /
peregangan berlebih yaitu pada kasus bayi besar (makrosomia) atau
bayi

kembar.

Menyusui

dan

oksitosin

tambahan

biasanya

meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus.


Biasanya nyeri ini berkurang intensitasnya dan melemah pada hari
ketiga postpartum.
7. Lokhia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali lokia ,
mula - mula berwarna merah , kemudian berubah menjadi merah tua
atau merah coklat . Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil.
Selama dua jam pertama setelah lahir , jumlah cairan yang keluar dari
uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama
menstruasi . Setelah waktu tersebut , aliran yang keluar harus semakin
berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah. Aliran menyembur ,
menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari ( lokia
serosa ). Lokia serosa terdiri dari darah lama ( old blood ) , serum ,
leukosit , dan debris jaringan . sekitar 10 hari setelah bayi lahir , warna
cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lokia alba ). Lokia alba
mengandung leukosit , desidua , sel epitel , mucus , serum , dan
bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah
bayi lahir.

Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon


perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985 ) menganjurkan suatu
metode untuk memperkirakan kehilangan darah pasca partum secara
subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon
perineum . cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengann
menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas.
Setiap peningkatan berat sebesar 1 gram setara dengan 1 ml darah .
seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila factor waktu tidak
dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon
perineum dalam waktu 1 jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak
darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin , tanpa
memandang cara pemberiannya , lokia yang mengalir biasanya sedikit
sampai efek obat hilang . setelah operasi sesaria , jumlah lokia yang
keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat , jika
klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat
tidur selama kurun waktu yang lama , wanita dapat mengeluarkan
semburan darah saat ia berdiri , tetapi hal ini tidak sama dengan
perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada wal periode pascapartum
menunjukkan perdarah berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau
membrane yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke
10 pasca partum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat
plasenta yang mulai memulih. Namun , setelah 3 sampai 4 minggu ,
perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau sub involusi . Lokia
serosa atau lokia alba yang berlajut bisa menandakan endometritis ,
terutama jika disertai demam , rasa sakit , atau nyeri tekan pada
abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan . Bau lokia
menyerupai bau cairan menstruasi , bau yang tidak sedap biasanya
menandakan infeksi.

Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam


pascapartum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang tidak
diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.
LOKIA
Lokia biasanya menetes dari muara vagina .
Aliran darah tetap keluar dalam jumlah
yang lebih besar saat uterus berkontraksi.
Semburan lokia dapat terjadi akibat
masasse pada uterus . Apabila lokia
berwarna gelap , maka lokia sebelumnya
terkumpul di dalam vagina yang relaksasi
dan jumlahnya segera berkurang menjadi
tetesan lokia berwarna merah terang ( pada
puerpurium dini ).

BUKAN LOKIA
Apabila rabas darah menyembur
dari vagina , kemungkinan terdapat
robekan pada serviks , atau vagina
selain dari lokia yang normal
Apabila jumlah darah berlebihan
dan berwarna merah terang , suatu
robekan
dapat
merupakan
penyebab.

8. Involusi Tempat Melekatnya Plasenta


Menurut Williams ( 1931 ) , ekstruksi lengkap tempat
melekatnya plasenta perlu waktu sampai 6 minggu . Proses ini
mempunyai kepentingan klinis yang besar , karena bila proses ini
terganggu , dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat . Segera
setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta kira kira berukuran
sebesar telapak tangan , tetapi dengan cepat ukurannya mengecil . Pada
akhir minggu kedua, diameternya hanya 3 cm sampai 4 cm .Dalam
waktu beberapa jam setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta
biasanya terdiri atas banyak pembuluh darah yang mengalami
thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi thrombus secara
khusus.
Williams ( 1931 ) menjelaskan involusi tempat melekatnya
plasenta sebagai berikut :
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi in situ , namun oleh
suatu proses eksofilasiyang sebagian besar ditimbulkan oleh
berkurangnya tempat implantasi plasenta akibat pertumbuhan jaringan
endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan
pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi tepi melekatnya

plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari


kelenjar dan stroma yang tertinggal di bagian dalam desidua basalis
setelah pelepasan plasenta . Proses eksfoliasi semacam itu dianggap
sebagai suatu ketetapan yang bijaksana ; sebaliknya kesulitan besar
akan dialami dalam penyelapan arteri yang mengalami obliterasi dan
thrombus yang mengalami organisasi , yang bila menetap in situ , akan
segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan miometrium di
bawahnya menjadi suatu massa jaringan perut.
Anderson dan Davis ( 1968 ) , menyimpulkan bahwa eksfoliasi
tempat melekatnya plasenta berlangsung sebagai akibat pengelupasan
jaringan superficial yang mengalami infark dan nekrotik yang diikuti
oleh suatu proses perbaikan.
9. Perdarahan Postpartum Awitan Lambat
Perdarahan uterus yang serius kadang terjadi 1 sampai 2
minggu pada masa nifas .Perdarahan paling sering disebabkan involusi
abnormal tempat melekatnya plasenta , namun dapat pula disebabkan
oleh retensi sebagian plasenta. Biasanya bagian plasenta yang
tertinggal mengalami nekrosis tanpa deposit fibrin, dan pada akhirnya
akan membentuk polip plasenta . Apabila serpihan polip terlepas dari
miometrium , perdarahan hebat dapat terjadi.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lee dan rekan
( 1981 ) terhadap 3.822 wanita yang melahirkan dalam periode 1
tahun di Henry Ford Hospital , 27 wanita ( 0,7 persen ) mengalami
perdarahan uterus yang signifikan setelah 24 jam pertama postpartum .
Pada 20 diantara 27 wanita tersebut , uterusnya dinyatakan kosong
berdasarkan pemeriksaan sonografik , dan yang penting , hanya satu
wanita yang mengalami retensi jaringan plasenta.
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa pada perdarahan
uterus postpartum awitan lambat , diperlukan tindakan kuretase yang
sesuai . Meski demikian ,kuretase setelah perdarahan nifas awitan
lambat biasanya tidak mampu mengeluarkan jaringan plasenta dalam
jumlah banyak, dan perdarahan justru sering bertambah parah .

Sehingga , alih alih mengurangi perdarahan , kuretase lebih mungkin


menyebabkan trauma pada lokasi implantasi dan menginduksi lebih
banyak perdarahan. Penatalaksanaan awal sebaiknya diarahkan untuk
mengendalikan perdarahan dengan menggunakan oksitosin , ergonovin
, metilergonovin , atau prostaglandin intravena ( Adrinopoulus dan
Mendenhall , 1983 ) , terutama apabila terdapat alasan untuk
mempertahankan uterus untuk kehamilan berikutnya.Secara umum,
kuretase dikerjakan hanya apabila terjadi perdarahan yang menetap
dalam jumlah cukup banyak atau berulang bahkan setelah diberi
penatalaksanaan awal.
10. Regenerasi Endometrium
Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah pelahiran , setelah
desidua berdiferensiasi menjadi 2 lapisan . Stratum superficial menjadi
nekrotik , dan terkelupas bersama lokhia. Stratum basal yang
bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber
pembentukan

endometrium baru.

Endometrium terbentuk

dari

proliferasi sisa sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat


antarkelenjar tersebut.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat ,
kecuali pada tempat melekatnya plasenta. Dalam satu minggu atau
lebih , permukaan bebas menjadi tertutup oleh epitel dan seluruh
endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga. Sharman ( 1953 ) ,
menemukan pemulihan endometrium lengkap pada specimen biopsy
yang diambil pada hari ke 16 atau lebih. Yang disebut endometritis
masa nifas secara histologis hanyalah bagian dari proses perbaikan
normal tersebut. Demikian pula , pada hampir separuh wanita
postpartum , tuba valopi antara hari ke 5 sampai ke 15
menunjukkan perubahan peradangan mikroskopik yang merupakan
gambaran khas salfingitis akut. Namun , hal ini bukan disebabkan oleh
infeksi , melainkan hanya merupakan bagian dari proses involusi
( Andrews , 1951 )

D.Perubahan Topangan Otot Panggul


Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan
penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan
memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah
relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya
topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus , dinding
vagina posterior atas , uretra , kandung kemih , dan rectum. Walaupun
relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita , tetapi biasanya merupakan
komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.
1. PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah,
dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar
progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan
waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem
pencernaan, antara lain:
1. Nafsu makan.
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan
untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan
waktu 34 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar
progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga
mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas.
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia

bisa

memperlambat

pengembalian

tonus

dan

motilitas ke keadaan normal.


3. Pengosongan usus.
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan

awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum


melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan
lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur,
antara lain:
a. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
b. Pemberian cairan yang cukup.
c. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
d. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
e. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian
huknah
atau obat yang lain.
2. PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari post partum. Diuresis terjadi
karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali
normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum, kandung
kemih mengalami edema, kongesti, dan hipotonik. Hal ini disebabkan
oleh adanya overdistansi pada saat kalla II persalinan dan pengeluara urin
yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan
oleh adanya trauma pada saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat
berkurang setelah 24 jam post partum.
3. PERUBAHAN SISTEM MUSCULOSKELETAL
Seperti

dengan

semua

sistem

tubuh

lainnya,

sistem

muskuloskeletal mengalami perubahan selama periode postpartum.


Relaxin adalah hormon yang bertanggung jawab untuk relaksasi dari
ligamen dan sendi panggul selama kehamilan. Setelah melahirkan, tingkat
relaksin mereda dan ligamen panggul dan sendi kembali ke pra-hamil
negara mereka. Namun, sendi kaki tetap diubah dan banyak klien melihat
peningkatan permanen dalam ukuran sepatu (Crum, dikutip dalam
Lowdermilk & Perry, 2006).
Dinding perut yang melemah dan nada otot perut berkurang
setelah kehamilan.. Beberapa klien memiliki pemisahan antara otot
dinding perut, disebut diastasis recti. Pemisahan ini sering dapat
diperbaiki dengan latihan perut tertentu yang dilakukan selama periode

postpartum. Klien harus diinstruksikan untuk memulai latihan perut kapan


menyusul pengiriman vagina dan setelah nyeri tekan abdomen
menyelesaikan setelah operasi caesar (Cunningham et al., 2005). Klien
juga harus diinstruksikan untuk menghindari kelelahan selama beberapa
minggu pertama setelah melahirkan.
Tingkat nyeri muskuloskeletal pada populasi remaja dan dewasa
diperiksa, dengan fokus pada tiga gangguan nyeri sering dilaporkan: nyeri
bahu, nyeri punggung dan fibromyalgia rendah / nyeri kronis yang
meluas. Nyeri umumnya dilaporkan antara populasi orang dewasa,
dengan hampir seperlima luas pelaporan nyeri, nyeri bahu salah satu
ketiga, dan sampai satu setengah melaporkan nyeri punggung rendah
dalam periode 1 bulan. Prevalensi nyeri bervariasi dalam sub kelompok
populasi tertentu, kelompok faktor (termasuk status sosial ekonomi, etnis
dan ras) dan faktor individu (merokok, diet, dan status psikologis) semua
terkait dengan pelaporan nyeri muskuloskeletal.
Nyeri

panggul

kronis

pada

wanita

memiliki

penyebab

multifaktorial, tetapi disfungsi muskuloskeletal panggul tidak secara rutin


dievaluasi sebagai penyebab oleh ginekolog.
Beberapa gejala musculoskeletal yang dapat terjadi pada periode
pascapartum, diantaranya adalah:
a. Nyeri Punggung
Nyeri punggung adalah gejala pascapartum jangka panjang yang
sering terjadi. Mekanisme yang menghasilkan nyeri punggung yang
dihipotesis oleh beberapa ahli peneliti adalah ketegangan postural
pada system musculoskeletal akibat posisi pada saat persalinan. Nyeri
punggung umumnya tidak berat.
b. Sakit Kepala
Sakit pada leher dan nyeri pada bahu sakit kepala jangka pendek yang
timbul setelah persalinan terjadi selama minggu pertama pascapartum
dan mengalami migren dalam tiga bulan setelah melahirkan yang
berlangsung selama enam minggu. Sakit kepala pascapartum sangat

menyakitkan, timbul beberapa kali dalam satu minggu dan


memengaruhi aktivitas.
Sakit kepala akibat fungsi postdural pada wanita yang mendapat
anastesi epidural atau spinal harus dimonitor. Sakit pada leher dan
nyeri bahu jangka panjang telah dilaporkan timbul setelah pemberian
anastesi umum.
1)

Perubahan Perubahan Fisiologi yang terjadi pada Sistem

Muskulus Skeletal dan Sistem Syaraf pada Ibu Nifas


2)
Sakit Kepala
Rasionalnya karena akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan
distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus selama
kehamilan. Saat kehamilan juga terjadi peregangan dinding perut
dan kehilangan tonus otot selama trimesteer 3, otot rektus
abdominis tekanannya rendah menyebabkan isi menonjol di garis
tengah tubuh, umbilikalis lebih datar atau menonjol. Setelah
melahirkan tonus otot kembali tetapi pemisahan otot rektus
abdominis (diastasis rektiabdominis) menetap. Setelah melahirkan
normalnya diastasis rekti sekitar 5 cm dan akan menjadi 2 cm
sekitar selama 6-8 minggu.
Kebutuhannya antara lain:
a) Pada saat hamil, ibu melakukan senam hamil secara rutin
b) Pada saat persalinan ibu harus mengedan dengan baik
c) Senam nifas
d) Melakukan kegel exercise
e) Fiksasi(memakai stagen)
f)Ibu mengkonsumsi nurtisi yang baik(TKTP) misalnya:
umbi,jagung, kentang,padi-padian, dan lain-lain.
g) Jiterjadi diastasis rekti lakukan lah pemeriksaan rektus
abdominis untuk mengkaji lebar cela antara otot rektus
3)

babdominis.
Ligamentum rotundum menjadi kendur (batasan normal 6

minggu)
Rasionalnya letaknya terdapat pada bagian atas lateral dari
uterus, kaudal dari insertietua, kedua ligament ini melalui kanalis
inguinalis ke bagian kranial labia mayor. Terdiri dari jaringan otot

polos (identik dengan miometrium) dan jaringan ikat dan menahan


uterus dalam antefleksi. Pada waktu kehamilan mengalami
hypertrophie, sehingga dapat diraba dengan pemeriksaan luar.
Setelah lahir ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut
kembali. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur
akibat letak uterus menjadi retrofleksi, yaitu pembengkokan organ
sehingga ujung atasnya berputar ke arah belakang. Masalahnya
yang ditimbulkan : perut menggantung.
4)

Jaringan penopang dasar panggul (Trimium) kendur

(normalnya 6-8 minggu)


Hal ini terjadi karena jaringan penopang dasar panggul yang
terobek atau teregang saat ibu melahirkan.
Kebutuhannya ialah:
a)
b)
c)
d)

Pada saat hamil, ibu melakukan senam hamil secara rutin


Pada saat persalinan ibu harus mengedan dengan baik
Senam nifas
Latihan otot panggul dengan cara kontraksi otot dasar

panggul seperti pada saat mengeluarkan napas


e) Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik (TKTP)
5)
Sendi tulang pada pinggang menjadi lentur (batas normal 68 minggu)
Hal ini terjadi dikarenakan saat adanya lordosis yang berat
pada saat hamil dan fleksi anterior leher serta merosotnya lingkar
bahu yang menyebabkan traksi pada nervus ulnaris dan medianus.
Kebutuhannya ialah:
a) Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senaam hamil
b) Ibu dianjurkan untuk mobilisasi seperti senam nifas
c) Mengkonsumsi nutrisi yang cukup (TKTP)

6)

Rongga panggul yang melebar selama kehamilan mulai

berkurang (normalnya 6-8 minggu)

Ini terjadi karena saat kehamilan mobilitas sendi sakro


iliaka, sakro koksigis dan sendi pubis bertambah karena jaringan
ikat pada sendi panggulnya mulai melunak, sehingga rongga
panggul menjadi lebih lebar. Namun, saat persalinan dan sesudah
persalinan hormon estrogen dan progesteron dan relaksin menurun
sehingga menyebabkan pelebaran rongga panggul berkurang.
Kebutuhannya ialah:
a)
b)
c)
d)

Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senam hamil


Kegel exercise
Ibu dianjurkan melakukan senam nifas
Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik(TKTP)
Bertambahnya tingkat mobilitas dan kelenturan sendi

7)

(normalnya 8 minggu) ini terjadi pada 6-8 minggu pasca


persalian.Hal ini terjadi karena perubahan hormon estrogen,
progesteron dan relaksin selama kehamilan sehingga mengurangi
kepadatan jaringan penghubung, kartilago, dan ligamen serta
jumlah cairan sinovial. Stabilisasi
Kebutuhannya ialah:
a)
b)
c)
d)

Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senam hamil


Kegel exercise
Ibu dianjurkan melakukan senam nifas
Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik(TKTP)
Otot-otot ekstrimitas menjadi lebih kaku (normalnya 6-8

8)
bulan)

Kebutuhan kalsium pada saat hamil bertambah dikarenakan


terjadi pembentukan tulang bagi janin, jika ibu tidak memenuhi
kebutuhan kalsiumnya, maka kalsium ibu akan berkurang karena
digunakan janin. Akibatnya akan timbul kram dan kesemutan pada
kaki dan akhirnya berdampak pada osteoporosis.
Kebutuhannya ialah:
a)

Selama hamil ibu dianjurkan untuk mengatur posisi sebaik

mungkin saat beraktifitas maupun saat istirahat.


b) Saat persalinan ibu mengambil posisi bersalin yang
senyaman mungkin dan mengedan dengan baik
c) Senam nifas

d)

Latihan mengatur posisi tubuh agar kembali keposisi

semula
e) Mengkonsumsi makanan yang ber nutrisi dan mengandung
kalsium
f)Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik (TKTP)
4. PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut
sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah
menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam
aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk
mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Beberapa dari organ
endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon disamping itu juga
ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon misalnya kelenjar
hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain.
Organ utama dari sistem endokrin adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Hipotalamus
Kelenjar hipofise
Kelenjar tiroid
Kelenjar paratiroid
Pulau-pulau pankreas
Kelenjar adrenal
Skrotum
Indung telur

Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin


Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol
dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja
untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain
saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu.
Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau
diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh
sistem saraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka
sistem saraf bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujungujung saraf.

Terdapat dua tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar


eksokrin melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh,
seperti kulit, atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar
endokrin termasuk hepar, pankreas (kelenjar eksokrin dan endokrin),
payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya, kelenjar
endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah. Kelenjar
endokrin termasuk :
a. Pulau Langerhans pada Pankreas
b. Gonad (ovarium dan testis)
c. Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid, serta timus
Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :
a. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang
b.
c.
d.
e.

sedang berkembang.
Menstimulasi urutan perkembangan
Mengkoordinasi sistem reproduktif
Memelihara lingkungan internal optimal
Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat

Peran hipotalamus dan kelenjar hipofise


Dua kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan
hipofise. Aktivitas endokrin dikontrol secara langsung dan tak langsung
oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem persarafan dengan sistem
endokrin. Dalam berespons terhadap input dari area lain dalam otak dan
dari hormon dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa
hormon realising dan inhibiting. Hormon ini bekerja pada sel-sel spesifik
dalam kelenjar pituitary yang mengatur pembentukan dan sekresi hormon
hipofise.

Hipotalamus

dan

kelenjar

hipofise

dihubungkan

oleh

infundibulum. Hormon yang disekresi dari setiap kelenjar endokrin dan


kerja dari masing-masing hormon. Perhatikan bahwa setiap hormon yang
mempengaruhi organ dan jaringan terletak jauh dari tempat kelenjar
induknya. Misalnya oksitosin, yang dilepaskan dari lobus posterior
kelenjar hipofise, menyebabkan kontraksi uterus. Hormon hipofise yang
mengatur sekresi hormon dari kelenjar lain disebut hormon tropik.
Kelenjar yang dipengaruhi oleh hormon disebut kelenjar target.
a. Struktur dan fungsi hipotalamus

Hipotalamus terletak di batang otak tepatnya di dienchepalon,


dekat dengan ventrikel otak ketiga (ventrikulus tertius). Hipotalamus
sebagai pusat tertinggi sistem kelenjar endokrin yang menjalankan
fungsinya melalui humoral (hormonal) dan saraf. Hormon yang
dihasilkan hipotalamus sering disebut faktor R dan I mengontrol
sintesa dan sekresi hormon hipofise anterior sedangkan kontrol
terhadap hipofise posterior berlangsung melalui kerja saraf. Pembuluh
darah kecil yang membawa sekret hipotalamus ke hipofise disebut
portal hipotalamik hipofise. Hormon-hormon hipotalamus antara
lain:a. ACTH : Adrenocortico Releasing Hormonb. ACIH :
Adrenocortico Inhibiting Hormonc. TRH : Tyroid Releasing Hormpnd.
TIH : Tyroid Inhibiting Hormone. GnRH : Gonadotropin Releasing
Hormonf. GnIH : Gonadotropin Inhibiting Hormong. PTRH :
Paratyroid Releasing Hormonh. PTIH : Paratyroid Inhibiting Hormoni.
PRH : Prolaktin Releasing Hormonj. PIH : Prolaktin Inhibiting
Hormonk. GRH : Growth Releasing Hormonl. GIH : Growth
Inhibiting Hormonm. MRH : Melanosit Releasing Hormonn. MIH :
Melanosit Inhibiting Hormon. Hipotalamus sebagai bagian dari sistem
endokrin mengontrol sintesa dan sekresi hormon-hormon hipofise.
Hipofise anterior dikontrol oleh kerja hormonal sedang bagian
posterior dikontrol melalui kerja saraf.

b. Struktur dan Fungsi Hipofise


Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis
cranii. Berbentuk oval dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas
dua lobus Lobus anterior, merupakan bagian terbesar dari hipofise kirakira 2/3 bagian dari hipofise. Lobus anterior ini juga disebut
adenohipofise. Lobus posterior, merupakan 1/3 bagian hipofise dan
terdiri dari jaringan saraf sehingga disebut juga neurohipofise. Hipofise
stalk adalah struktur yang menghubungkan lobus posterior hipofise
dengan hipotalamus. Struktur ini merupakan jaringan saraf.

Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu


kelenjar endokrin. Hipotalamus melepaskan sejumlah hormon yang
merangsang hipofisa, beberapa diantaranya memicu pelepasan hormon
hipofisa dan yang lainnya menekan pelepasan hormon hipofisa.
Kelenjar

hipofisa

disebut

kelenjar

penguasa

karena

hipofisa

mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya.


Beberapa hormon hipofisa memiliki efek langsung, beberapa lainnya
secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon oleh
organ

lainnya.

Hipofisa

mengendalikan

kecepatan

pelepasan

hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, dimana kadar


hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada
hipofisa

untuk

memperlambat

atau

mempercepat

pelepasan

hormonnya.
Tidak semua kelenjar endokrin berada dibawah kendali
hipofisa;
beberapa diantaranya memberikan respon, baik langsung maupun tidak
langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di dalam darah. Sel-sel
penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan
asam lemak, sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium
dan fosfat medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan
respon terhadap perangsangan langsung dari sistem saraf parasimpatis.
Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon,
tetapi biasanya tidak disebut sebagai bagian dari sistem endokrin.
Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang hanya beraksi di tempat
pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya ke
dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon
yang efeknya terutama terbatas pada sistem saraf.
HORMON
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu
kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel.
Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari rantai asam
amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid,

yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam
jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas.
Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan
antara hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau
merubah fungsi sel. Pada akhirnya hormon mengendalikan fungsi dari
organ secara keseluruhan. Hormon mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan,

perkembangbiakan

dan

ciri-ciri

seksual.

Hormon

mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energi.


Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di
dalam darah.
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon
yang lainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh
kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan
hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini
mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel
pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein serta lemak di
seluruh tubuh.
PENGENDALIAN ENDOKRIN
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di
dalam

darah

bisa

menjadi

tinggi

atau

rendah,

sehingga

mengganggu fungsi tubuh.


Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon
harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari
waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon.
Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika merasakan
bahwa kadar hormon lainnya yang di kontrol terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk
merangsang aktivitas di kelenjar target. Jika kadar hormon kelenjar target
dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar hipofisa
mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan akhirnya
berhenti melepaskan hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua
kelenjar yang berada di bawah kendali hipofisa.

Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki


fungsi yang memiliki jadwal tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi
wanita melibatkan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh kelenjar hipofisa
setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada indung telur juga
kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya. Faktor-faktor lainnya
juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di
payudara menghasilkan susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang
hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak prolaktin. Isapan bayi juga
meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan mengkerutnya
saluran susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi. Kelenjar
semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada dibawah
kendali hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah
tubuh memerlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar
insulin meningkat segera setelah makan karena tubuh harus mengolah gula
dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula darah akan turun
sampai sangat rendah. Kadar hormon lainnya bervariasi berdasarkan
alasan yang kurang jelas. Kadar kortikosteroid dan hormon pertumbuhan
tertinggi ditemukan pada pagi hari dan terendah pada senja hari. Alasan
terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti. Hormon yang
menghasilkan fungsi aldosteron kelenjar adrenal membantu mengatur
keseimbangan garam dan air dengan cara menahan garam dan air serta
membuang kalium.
Hormon antidiuretik kelenjar hifosa menyebabkan ginjal menahan
air bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan tekanan darah.
Kortikosteroid Kelenjar adrenal Memiliki efek yg luas di seluruh tubuh,
terutama sebagai:
a. Anti peradangan
b. Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah & otot
c. Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan

air.

kortikotropin kelenjar hipofisa mengendalikan pembentukan dan


pelepasan

hormon

oleh

korteks

adrenal.

Eritropoietin

Ginjal merangsang pembentukan sel darah merah. Estrogen indung

telur mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem reproduksi


wanita. Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darah. Hormon
pertumbuhan Kelenjar hipofisa Mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan.
d. Meningkatkan pembentukan protein insulin pankreas.
e. Menurunkan kadar gula darah
f. Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein & lemak di seluruh
tubuh.
g. Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma & sementum,
pematangan sel telur, siklus menstruasi
h. Mengendalikan ciri seksual pria & wanita (penyebaran rambut,
pembentukan otot, tekstur dan ketebalan kulit). Oksitosin Kelenjar
hipofisa Menyebabkan kontraksi otot rahim & saluran susu di
payudara. Hormon paratiroid Kelenjar paratiroid Mengendalikan
pembentukan tulang
i. Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat. Progesteron Indung telur
Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur yg telah
dibuahi.
j. Mempersiapkan

kelenjar

susu

untuk

menghasilkan

susu

Polaktin Kelenjar hipofisa Memulai & mempertahankan pembentukan


susu di kelenjar susu. Renin & angiotensin Ginjal Mengendalikan
tekanan darah. Hormon tiroid Kelenjar tiroid Mengatur pertumbuhan,
pematangan

&

kecepatan

metabolisme

TSH (tyroid-stimulating hormone).


k. Kelenjar hipofisa Merangsang
pembentukan & pelepasan hormon
oleh kelenjar tiroid
PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN PADA IBU NIFAS
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi
seperti sebelum hamil. Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah
plasenta keluar. Turunnya estrogen dan progesteron menyebabkan
peningkatan prolaktin dan menstimulasi air susu. Perubahan fisioligis yang
terjadi pada wanita setelah melahirkan melibatkan perubahan yang
progresif atau pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama proses

kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,


terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Hormon yang berperan dalam sistem endokrin sebagai berikut :
a. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama
tahap kala III persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan
plasenta

dan

mempertahankan

kontraksi,

sehingga

mencegah

pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi


oksitosin yang dapat membantu uterus kembali kebentuk normal.
b. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi
dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang
ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolaktin
menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium
kearah permulan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,
pertumbuhan folikel ovulasi dan menstruasi.
c. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal

meningkat

walaupun

mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa


tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang
meningkatkan

volume

darah.

Disamping

itu,

progesteron

mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan


peningkatan pembuluh darah yang sangat mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva,
serta vagina.
d. Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum dan

sebagai omset pemenuhan mammae pada hari ke 3 postpatum.


Penurunan hormone human plecenta lactogen (Hpl), estrogen dan
kortiosol,

serta

placenta

enzyme

insulinasi

membalik

efek

diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara


yang bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan
progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar
terendahnya di capai kira-kira satu minggu pacapartum. Penurunan
kadar ekstrogen berkaitan dengan pembekakan payudara dan dieresis
ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada
wanita yang tidak melahirkan tidak menyusui kadar ekstrogen mulai
meningkat pada minggu ke 2 setelah melahirkan dan lebih tinggi dari
pada wanita yang menyusui pada postpartum hari ke 17.
e. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar proklatin serum yang tinggi pada
wanita menyusui berperan dalam menekan ovulasi karena kadar
hormone FSH terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak
menyusui, di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi
FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat
secara pogresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui kadar
prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6 setelah melahirkan.
Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama
setiap kali menyusui dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama
itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan
progesteron. Di antara wanita laktasi sekitar 15 % memperoleh
menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu dan 90%
setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama
anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama
anovulasi.
5. PERUBAHAN TANDA-TANDA VITAL
a. Suhu badan

24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5C 38C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan
dan kelelahan,apabila dalam keadaan normal suhu badan akan biasa
lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada
pembentukan ASI. Buah dada menjadi bengkak,berwarna merah
karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan adanya
infeksi pada endometrium,mastitis,traktus urogenitalis atau system
lain. Kita anggap nifas terganggu kalau ada demam lebih dari 38C
pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama post
partum,kecuali hari pertama dan suhu harus diambil sekurangkurangnya 4X sehari.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap
denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin
disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda.
Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yng disebut
bradikardi nifas (puerperal bradycardia) hal ini terjadi segera setelah
kelahiran an biasa berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran
anak. Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut jantung
serendah 40-50 detak permenit. Sudah banyak alas an-alasan yang
diberikan sebagai kemungklinan penyebab,tetap[I belum satupun yang
sudah terbukti. Bradycardia semacam itu bukanlah astu alamat atau
indikasi adanya penyakit,akan tetapi sebagai satu tanda keadaan
kesehatan.
c. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah,kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi
pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi postpartum.
d. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan

denyut

nadi.

Apabila

suhu

dan

denyut

nadi

tidak

normal,pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan


khusus pada saluran pernafasan.
6. PERUBAHAN SYSTEM KARDIOVASKULER
Pada persalinan per vaginam kehilangan darah sekitar 300-400cc.
bila kelahiran bayi melalui sectin caesaria kehilangan darah dapat dua kali
lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi akan naik
dan pada section caesaria haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali
normal setelah 4-6 minggu.
Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume
darah ibu relative akan bertambah,keadaan ini akan menimbulkan beban
pada jantung menimbulkan dekompensasi jantung pada penderita vitium
cordial. Untuk keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi
dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali
seperti sediakala. Umunya hal ini dapat terjaddi pada hari ke-3 sampai hari
ke-5 postpartum.
7. PERUBAHAN HAEMOTOLOGI
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan,kadar fibrinogen dan
plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
postpartum,kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah
lebih mengental dengan peningkatan viskositas meningkatkan factor
pembekuan darah Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah
putih dapat mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa jumlah sel darah putih pertama dari masa postpartum. Jumlah sel
darah puith tersebut masih bisa naik lagi sampai 25.000-30000 tanoa
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Jumlah hemoglobin,hemotokrit, dam eritrosit akan sangat bervariasi pada
awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah,volume
placenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan
ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kirakirea selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah
sekitar 250-500 ml. penurunan volume dan peningkatan sel darah merah

pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan


hemoglobin pada hari ke3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam
4-5 minggu postpartum.

DAFTAR PUSTAKA

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/perubahan-tanda-tanda-vital-masanifas.html#ixzz2MC3we12U
Bobak Irene, Lowdermik Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. 2005.
Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
Cuningham, Gant, Leveno dkk.2004. Obstetri Williams edisi 21. Jakarta
: EGC
Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Varney,Helen, dkk. 2003.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4.Jakarta :EGC
Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal , bahiyatun, S. Pd, S.Si.T, EGC,
2008, jakarta

Anda mungkin juga menyukai