Anda di halaman 1dari 13

ORAL BIOLOGY 3

PATOGENESIS TERJADINYA PENYAKIT PERIAPIKAL MELIPUTI RESPON


INFLAMASI DAN IMUN (PERIODONTITIS APIKALIS, ABSES APIKALIS,
GRANULOMA, DAN KISTA RADIKULAR)

Kelompok 5
1. Gebyar Deni Rebecca

(04031181320007)

2. Rizka Rahmawati

(04031181320008)

3. Veronita

(04031181320009)

4. Leni Dekasari

(04031181320010)

Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti
mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,
karena inflamasi menghancurkan agen penyebab jejas dan menyebabkan rangkaian kejadian
yang bertujuan untuk menyembuhkan atau memperbaiki jaringan yang rusak. Mekanisme
antiinflamasi menjadi aktif hingga patogen tereliminasi. Jika patogen tidak bisa tereliminasi
dengan cepat akan menjadi inflamasi kronik. Jadi inflamasi itu ada dua yaitu inflamasi akut
dan kronik. Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang.
Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak
berbagai benda asing yang masuk ke tubuh. Respon imun adalah cara tubuh merespon
masuknya antigen ke dalam tubuh. Respon imun terbagi menjadi:
1. Respon imun non-spesifik, tidak membeda-bedakan antigen yang diserang.
2. Respon imun spesifik, menyerang antigen tertentu dan dapat mengenali kembali
jika sewaktu-sewaktu antigen yang sama menyerang kembali.
Respon imun yang pertama kali muncul saat ada benda asing adalah respon imun non spesifik
yang bekerja untuk memperkenalkan antigen ke imun spesifik dimana imun spesifik akan
mensekresikan antibodi dan terjadi proses antigen-antibodi.
PATOGENESIS TERJADINYA PENYAKIT PERIAPIKAL MELIPUTI RESPON
INFLAMASI DAN IMUN (PERIODONTITIS APIKALIS, ABSES APIKALIS,
GRANULOMA, DAN KISTA RADIKULAR)
Respon jaringan periradikular pada dasarnya sama dengan respon ketika terdapat
berbagai cedera pada jaringan ikat di dalam tubuh. Respon diwujudkan sebagai reaksi
imunoinflamasi. Meskipun infeksi mikroba dari saluran akar pada pulpa adalah penyebab
utama periodontitis apikal, tetapi infeksi tidak langsung disebabkan oleh mikroba sendiri,
melainkan dari toksin, produk sampingan metabolisme yang berbahaya, dan jaringan pulpa
yang hancur dalam saluran akar.
Respon imunoinflamasi host dapat melibatkan perubahan vaskularisasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, protein plasma keluar dari sirkulasi darah ke dalam ruang jaringan, dan
aktivasi saraf sensorik. Periodontitis apikalis dapat terjadi atau tidak, tergantung pada
interaksi antara mikroba dan pertahanan host dalam jaringan periapikal. Akan tetapi, biofilm
bakteri yang terbentuk dalam saluran akar dengan nekrotik pulpa terlindungi dari pertahanan
host dan terapi antibiotik karena kurangnya sirkulasi darah dalam saluran akar. Akibatnya,
2

setiap upaya jaringan periradikular untuk meregenerasi adalah sia-sia, karena toksin bakteri
dan produk sampingan metabolisme yang berbahaya dalam saluran akar terus menerus
merusak ke daerah periapikal dan mengiritasi jaringan periapikal.
Selain itu periodontitis apikalis juga dapat disebabkan karena trauma fisik (over
instrumentasi, pengisian berlebih) dan kimia (irrigants, obat intrakanal, saluran akar mengisi
materi) tergantung pada keparahan cedera dan sitotoksisitas dari bahan kimia. Benda asing,
seperti bahan pengisi saluran akar, dapat merespon imunoinflamasi untuk melakukan
pertahanan pada tubuh.
Mekanisme toksin bakteri terhadap reaksi inflamasi dan respon imun
Respon jaringan periapikal terhadap inflamasi terbatas pada ligamen periodonsium
dan tulang spongiosa. Racun bakteri (misalnya, lipopolisakarida [LPS], lipoteikoat acid
[LTA]) dan produk sampingan metabolisme berbahaya yang keluar dari saluran akar ke dalam
jaringan periapikal mampu menginduksi reaksi imunoinflamasi pada periapikal. LPS dapat
merangsang serabut saraf sensorik untuk melepaskan calcitonin generelated peptide (CGRP)
dan substansi P (SP). Substansi P (SP) menstimulasi sel mast untuk menghasilkan histamin
yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan eksudasi.
Ketika infeksi terlibat, respon imun non spesifik pertama kali bekerja berupa neutrofil
yang melawan mikoorganisme secara fagosit. Neutrofil (PMN) adalah leukosit pertama yang
bertransmigrasi melalui pembuluh darah ke ruang jaringan perivaskular. Dapat bekerja dalam
waktu 24 sampai 48 jam. Neutrofil mati akan melepaskan enzim lisosomal proteolitik,
metabolit aktif oksigen yang diturunkan, oksida nitrat, proinflamasi sitokin, eikosanoid, dan
metaloproteinase matriks ke dalam jaringan untuk meningkatkan peradangan dan kerusakan
jaringan.
Selain itu, neutrofil juga melepaskan leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin
dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin
yang paling berperan dalam suatu proses inflamasi adalah PGE2, PGD2, dan PGI2. PGE2
dan PGI2 juga menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular, selain itu
juga aktivator yang poten bagi osteoclast untuk resorbsi tulang. PGE2 juga terlibat dalam
hyperalgesia dan demam. Menurut penelitian, jumlah PGE2 akan meningkat pada kasuskasus simptomatik. Sedangkan leukotrin mensekresikan LTC4, LTD4 dan LTE. Leukotrien
lainnya seperti LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah faktor kemotaksis untuk eosinofil dan
makrofag, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan menstimulasi pelepasan lisozim dari
PMN dan makrofag. Leukotrin juga melepaskan makrofag, karena ada sitokin sebagai
3

mediator perangsang inflamasi. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis mikroba. Makrofag


juga mensekresikan IL-1, TNF a, interferon, growth factor. Makrofag akan memperkenalkan
antigen dari bakteri tersebut dengan mediator antigen presenting sel (APC) dapat berupa sel
densrit, sel B, sel epitel; yang mempunyai reseptor MHC II kemudian antigen tersebut akan
berikatan dengan MHC II, sehingga dikenali oleh sistem imun spesifik, yaitu sel limposit T.
Aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat menghasilkan leukotrien.
Polimorfonuklear leukosit (PMN) dan sel mast adalah sel utama penghasil leukotrien.
Leukotrien B4 (LTB4) potensial untuk kemotaktik PMN dan menyebabkan adhesi PMN ke
dinding endotel. Leukotrien lainnya seperti LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah faktor kemotaksis
untuk eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan menstimulasi
pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag. LTB4 dan LTC4 ditemukan pada lesi
periradikuler dengan konsentrasi tinggi pada kasus-kasus simptomatik.
Neutrofil dan makrofag yang mati pada daerah radang, mengeluarkan enzim lisosom
dari granul sitoplasma yang menyebabkan kerusakan matriks ekstraselular dan sel. Kerusakan
jaringan tersebut mencegah perluasan infeksi ke bagian tubuh lainnya. Enzim ini juga
mengakibatkan permeabilitas vaskular menjadi meningkat, membebaskan bradikinin, dan
mengubah C5 menjadi C5a yang merupakan agen kemotaktik yang poten. Selama fase akut,
makrofag juga terlihat pada daerah periapeks. Makrofag yang teraktivasi menghasilkan
berbagai mediator seperti pro-inflamatori (IL-1, IL-6 dan TNF), sitokin kemotaktik (IL-8),
PGE2, PGI2, dan leukotrien B4, C4, D4, dan E4. Sitokin meningkatkan respon vaskular,
resorpsi tulang, dan degradasi matriks ekstraselular. Periodontitis apikalis akut memiliki
beberapa outcome, diantaranya penyembuhan secara spontan, kerusakan lebih lanjut pada
tulang (abses aloveolar), fistula atau pembentukan sinus tract, atau menjadi kronis.
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka
imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme
pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem
imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.
Sel limposit T berperan sebagai sentral respon imun. terutama sel T CD+4 (Th)
setelah diproses oleh APC (Antigen Presenting Cells), antigen akan di sajikan pada sel Th
oleh APC. Akibatnya sel Th akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons
imun yang lebih kompleks, baik seluler maupun humoral. Sel Th yang sudah tersensitisasi
antigen akan mengaktifkan sel Tc yang berfungsi menghancurkan sel asing. Sel T memori
yang mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel Tc yang
sudah teraktifasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghasilkan sel target.
4

Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel Th, sel B juga akan tersentisisasi
antigen. Aktivasi lengkap sel B memerlukan sinyal tambahan dari sel Th berupa mediator
limfokin, yaitu Cell growth factor (BCGF) yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell
differentiation factor (BCDF) yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel
plasma. Sebagai sel B yang berproliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel
B memori. Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi.
Antibodi tersebut berupa igG, igA, yang berfungsi sebagai opsonisasi, komplemen, dan
antigen netral. Pada subjek yang mengalami flare up dan apikal abses akut, kadar IgE di
dalam serum meningkat yang diikuti kenaikan kadar histamin. Akibatnya permeabilitas
kapiler meningkat sehingga terjadinya udema dan pembengkakn pada daerah ini.
Peningkatan kadar IgE di dalam serum juga terjadi pada periapikal abses kronis, sehingga
pada mulanya kelainan ini dianggap aplikasi sistemik. Namun, ada yang menunjukkan hasil
sebaliknya dengan perkiraan bahwa lesi periapikal kronis terjadi secara lokal tanpa adanya
kadar IgE di dalam sirkulasi.
Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang akan
mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system komplemen ini dapat
melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi dan jenis antigennya selain itu,
makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah konflek imun tersebut. Proses selanjutnya
adalah lisisnya sel target atau antigen karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan
PMN.
Bila jaringan periapikal penjamu mengalami kesulitan dalam mengeliminasi antigen
respons CMI kronis akan diakibatkan untuk melokalisasi antigen tadi. Respons CMI ini akan
menarik banyak makrofag pada daerah tersebut. Oleh karena itu, di dalam jaringan
granuloma banyak ditemukan makrofag. Kemudian, makrofag akan melepaskan IL-1 yang
dapat merangsang pelepasan OAF, FAF (fibroblast-activating-factors) dan P. Ketiga mediator
ini sangat berperan dalam patogenesis lesi periapikal, karena dapat mengakibatkan
pembentukan granuloma dan kista. Dengan ditemukannya sel Langerhans dan makrofag di
dalam epitellium kista gigi, menunjukkan bahwa pada kelainan periapikal kronis, respons
CMI dalam bentuk reaksi alergi Tipe-IV cukup besar peranannya.

Mekanisme resoprsi tulang

Proses selanjutnya yang terjadi adalah proses resorpsi tulang yang diinduksi dari
mediator inflamatori yang disekresikan oleh sel-sel seperti neutrofil, fibroblas, dan makrofag.
Prostaglandin, TNF-, growth factor akan mengaktivasi osteoklas sehingga mengekspresikan
reseptor RANK. Akan tetapi, osteoklas ini belum dapat berfungsi, sebab belum adanya
maturasi. Inflamator mediator seperti IL-1, TNF-, dan paratiroid hormon akan mengaktivasi
odontoblas untuk mengekspresikan reseptor RANK-ligand (RANKL). Reseptor RANKL ini
yang akan berikatan dengan reseptor RANK pada osteoklas dan menyebabkan maturasi
osteoklas. Osteoklas ini selanjutnya akan menempel pada jaringan tulang melalui reseptor
vitronectin dan menghasilkan enzim prolitik lisozom dan carbonik anhidrase yang berfungsi
mendegradasi dan mengurai mineral tulang yaitu komponen anorganik tulang.
Jaringan tulang tidak hanya tersusun dari jaringan anorganik namun juga terdiri dari
jaringan organik. Osteoklas berfungsi dalam meresorbsi jaringan anorganik. Sementara, peran
sebagai peresorpsi jaringan organik adalah fibroblast. Fibroblast diaktivasi melalui fibroblas
growth

factor

(FGF).

Kemudian,

fibroblas

tersebut

mengekskresikan

matriks

metalloproteinase yang berfungsi untuk mendegradasi dan mengurai kolagen yang


merupakan jaringan organik tulang. Akhirnya, tulang teresorbsi sempurna dan terbentuk
rongga.

Penyakit periradikuler:
Suatu reaksi inflamatori terjadi pada ligamen periodontal apical. Pada PAA terlihat leukosit
PMN dan makrofag di area terbatas pada periapeks. Kadang-kadang terdapat area kecil
nekrosis liquifaksi (abses). Pembuluh darah membesar, dijumpai leukosit PMN dan suatu
akumulasi eksudat terus memperbesar ligament periodontal dan agak memanjangkan gigi.
Bila iritasi berat dan berlanjut, osteoklas dapat menjadi aktif dan dapat terbentuk kerusakan
tulang periapikal.
1. Periodontitis apikalis

Periodontitis apikalis akut (PAA) ini merupakan penyebaran iritan pertama


dari inflamasi pulpa ke jaringan periradikuler. Periodontitis apikal akut menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan transmigrasi leukosit
dari pembuluh darah ke dalam ruang jaringan perivaskular. Iritannya meliputi toksin
bakteri dari pulpa nekrotik, zat-zat kimia (seperti irigan atau disinfektan), restorasi
yang hiperoklusi, instumentasi yang berlebihan, dan keluarnya material obturasi ke
jaringan periapeks. Pulpanya bisa pulpa yang terinflamasi ireversibel atau nekrotik.
Gambaran radiografi PAA adalah penebalan ruang ligamen periodontium.
Walaupun demikian, biasanya terdapat ruang ligamen periodontium yang normal dan
lamina dura yang utuh.
Gambaran histologi dari PAA adalah terlihat leukosit PMN dan makrofag di
area terbatas pada periapeks. Kadang-kadang terdapat area kecil nekrosis likuifaksi
(abses). Resorpsi tulang dan akar mungkin ada secara histologik; walaupun begitu,
resorpsi biasanya terlihat secara radiografis.
Mekanisme penyakit ini diawali ketika infeksi terjadi, neutrofil tidak hanya
menyerang dan mematikan mikroorganisme tetapi juga menghasilkan leukotrienes
dan prostaglandins. Neutrofil dan makrofag akan dihasilkan banyak ke area inflamasi
dan hasil sekresinya dapat mengaktifkan osteoklas. Beberapa hari kemudian tulang
yang berada di sekitar apeks akan tereabsorpsi dan dapat dideteksi area radiolusen
pada bagian periapeks. Resopsi tulang awal ini dapat dicegah dengan indomethacin
yang menghambat cyclooxygenase, yang menekan sintesis prostaglandin. Banyak
neutrofil yang mati pada daerah inflamasi dan mengeluarkan enzim dari suicidal
bags menyebabkan kehancuran sel dan matriks ekstraseluler. Penghancuran diri dari
jaringan pada zona pertempuran berguna untuk mencegah penyebaran infeksi ke
bagian tubuh lain.
Selama tahapan lanjut dari respon akut, makrofag mulai muncul di periapeks.
Makrofag yang aktif memproduksi berbagai macam mediator, diantaranya adalah
proinflamatori (contoh IL-1, IL-6, TNF-a) dan kemotakti sitokin (Contoh IL-8) yang
cukup penting. Sitokin tersebut meningkatkan respon dari pembuluh darah lokal,
resorpsi tulang osteoklas, degradasi yang dimediasi efektor dari matriks ekstraseluler,
dan sitokin-sitokin tersebut dapat menyebabkan tubuh menjadi peka terhadap aksi
endokrin yang meningkatkan pengeluaran dari protein fase akut dan beberapa faktor
serum dari hepatosit. Sitokin juga berperan dengan IL-6 untuk meningkatkan regulasi
produksi dari hematopoitik CSF, yang mengendalikan neutrofil dan promakrofag dari
7

sumsum tulang. Respon akut dapat di tingkatkan dengan formasi dari kompleks
antigen dan antibodi.
Lesi akut yang awal dapat menyebabkan beberapa akibat seperti penyembuhan
secara spontan dan penyebaran ke tulang (contoh abses alveolar), dan pembentukan
saluran sinus atau lesi tersebut dapat menjadi kronis ditandai dengan adanya resorbsi
tulang alveolar pada radiografi dan biasanya tidak ada symptom.
2. Abses apikalis
Abses apikalis akut adalah suatu lesi likuifaksi setempat yang menghancurkan
jaringan periradikuler yang terkadang disertai manifestasi proses infeksi seperti
meningkatnya suhu tubuh, malaise, dan pembengkakan pada permukaan jaringan.
Gambaran radiografis pada abses apikalis adalah tidak ada perubahan
radiolusen yang besar pada periapikal.
Gambaran histologi pada abses apikalis biasanya menunjukkan adanya rongga
yang berisi sel mati dan hancur dari nekrosis likuifaksi yang mengandung banyak
leukosit PMN yang rusak, debris dan sisa sel bakteri. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga
tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih
yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat
penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding
pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa
menyebar tergantung pada lokasi abses. Sel-sel darah putih yang mati seharusnya bisa
dihancurkan oleh makrofag, namun makrofag tidak sanggup menghancurkan semua
sel darah putih yang mati/ rusak tersebut.
Karena jumlah sel darah putih mati yang sudah terlalu banyak dan tidak
menemukan jalan keluar. Timbunan pus tersebut kemudian akan menekan sel syaraf
dan menimbulkan rangsangan nyeri, adanya pembengkakan pada jaringan. Sehingga,
abses ini tergolong symptomatik dan disebut sebagai abses apikalis akut.
Apabila timbunan pus dalam jaringan tulang tersebut dapat menembus tulang
dan menuju jaringan lunak maka pus tersebut akan terdorong keluar ke sulkus
gingiva, atau terbentuknya saluran sinus tempat mengalirnya pus dari periapikal ke
bukal gingiva gigi, atau juga melalui saluran akar keluar dari gigi. Sehingga, abses
apikalis berkembang menjadi abses apikalis kronik. Dan pasien biasanya tidak sadar
8

dan jika terdapat gangguan biasanya akan terjadi sedikit pembengkakan dengan waktu
singkat dan hanya pada daerah saluran sinus. Lalu resorbsi tulang tetap terjadi.
3. Granuloma
Patogenesis yang mendasari granuloma adalah respon sistem imun untuk
mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui
pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai macam
iritan yang dapat menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena
bakteri. Bakteri tersebut difagosit makrofag. Karena sistem pertahanan tubuh yang
baik, menyebabkan regenerasi sel dengan pembentukan sel granulasi dan
pembentukan granuloma.
Mekanisme penyakit tersebut dimulai dengan limfosit yang teraktivasi oleh
makrofag, menyajikan fragmen antigen terproses pada permukaan /MHC-II
(sebagai APC), sehingga akan mengeluarkan sebagai mediator, termasuk IFN-, suatu
sitokin sebagai perangsang untuk menarik monosit ke jaringan (menjadi makrofag)
dan mengaktivasi makrofag, selain memfagositosis antigen, juga mengeluarkan
mediator (IL-1dan TNF) untuk mengaktifkan limfosit, dengan demikian akan
membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit. Makrofag kemudian
memfagosit bakteri yang menginvasi jaringan periapikal. Setelah itu, tubuh mulai
meregenerasi sel epitel. Kejadian berulang kembali dengan bakteri yang menginvasi
jaringan periapikal, lalu difagosit bakteri, dan akhirnya tubuh melakukan respon
regenerasi sel. Kejadian tersebut terus berulang sehingga memunculkan suatu jaringan
granulasi yang berbentuk seperti anggur.
Gambaran radiografi granuloma adalah ruang ligament periodontal terlihat
menebal di daerah apex, ukuran dari kecil hingga besar berdiameter lebih dari 2cm,
terdapat resorbsi akar.
Gambaran histologi jaringan granulasi terdiri dari PMN berupa neutrofil,
eosofil dan sel mononuclear berupa sel limfosit, monosit, sel plasma. Biasanya tidak
ada sympom apapun dari pasien akan tetapi telah terjadi kerusakan tulang.
4. Kista radikular
Selama peradangan periapikal, sel-sel host dalam jaringan periapikal, seperti
fibroblast, granulosit, makrofag dan limfosit, akan melepaskan sejumlah mediator
inflamasi, sitokin pro-inflamasi, dan growth factor. Growth factor bisa menstimulasi
9

sel rest dari Malassez untuk masuk ke dalam siklus sel dan mulai untuk membelah
dan berkembang biak, kemungkinan berkembang menjadi kista apikal.
Kista radikular karena kista radikuler dibatasi oleh epitel skuamosa berlapis
dan mukosanya tidak berkeratin, yang berasal dari epitel odontogenik. Biasanya
ditemukan pada apeks gigi nekrotik atau kerusakan pada saluran akar. Dapat juga
terjadi ketika cedera, bakteri mengakibatkan kematian pulpa diikuti oleh stimulasi sel
epitel rest Malassez, yang biasanya dapat ditemukan di ligamen periodontal.
Ekspansi kista dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dalam kista tersebut.
Dalam rangka untuk menyeimbangkan tekanan osmotik, cairan dari luar masuk ke
lumen kista. Proses ini membuat kista secara bertahap membesar. Tekanan osmotik
dalam kista dihasilkan dari jumlah protein dengan berat molekul tinggi dalam cairan
kista, yang berasal dari inflamasi eksudat. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
juga bisa disebabkan oleh vascular endothelial growth factor (VEGF).
Aktivator reseptor NFB-ligan (RANKL) dan osteoprotegerin (OPG) dapat
diidentifikasi dalam kista radikuler.

RANKL terlibat dalam sinyal osteoklas.

Akibatnya, osteoklas dewasa menjadi aktif sehingga tulang resorpsi yaitu komponen
anorganik. Inflamasi sitokin diproduksi oleh sel host yang bisa menstimulasi
osteoklastogenesis, adanya stimulasi serta aktivasi Matrix Metallo Proteinase (MMP),
yang bisa menurunkan matriks tulang selama proses ekspansi kista yaitu berupa
komponen organiknya. Akibatnya terbentuk rongga. Kista tersebut dikelilingi oleh
rongga, dibatasi oleh sel epitel dan berisi cairan dapat berupa kolesterol. Kolesterol
berasal dari akumulasi dari degradasi eritrosit.
Gambaran radiografis kista radikuler adanya radiolusen dengan ukuran
tertentu. Bagian lamina dura sudah menghilang disepanjang akar dan ada gambaran
bulat, ovoid, pear radiolusen yang dibatasi oleh garis radiopak. Dapat terjadi resorpsi
akar.
Penelitian lain mengatakan bahwa terdapat 3 tahapan dalam mekanisme
terjadinya kista periradikuler. Selama fase awal (pertama) terjadi poliferasi sel dorman
dari sel malassez, dibawah pengaruh growth factors yang dihasilkan oleh sel-sel yang
bervariasi di lesi. Terdapat ekspresi dari sitokin proinflamatory (IL-1, IL-6, IL-8, dan,
TNF-a), mediator inflamatori (PGs), kemokin, dan faktor pertumbuhan (EKG, KGF,
TGF-a, FGF, HGF) pada kista radikuler, dihasilkan dari sel host. Tingkatan yang
tinggi dari molekul tersebut memungkinkan adanya stimulasi lesi dari toksin bakteri
yang didapatkan dari saluran akar yang terinfeksi. Molekul-molekul tersebut
10

bersinergis dan menstimulasi sel dorman dari malassez untuk kemudian ikut dalam
siklus sel dan berproliferase.
Pada fase kedua, muncul kavitas epithelium-lined. Terdapat dua hipotesa
dalam pembentukan kavitas kista. Teori pertama merupakan teori defisiensi
nutrisional. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa sel sentral dari epithelial strands
dihilangkan dari sumber nutrisinya dan mengalami nekrosis dan degenerasi liqueaktif.
Teori kedua merupakan abses teori. Teori ini berdasarkan poliferasi epithelium.
Fase ketiga merupakan fase perbesaran kista tersebut. Perbesaran kista
radikuler diawali dengan meningkatnya permeabilitas vaskular pada jaringan
sekitarnya yang dapat diakibatkan oleh respon inflamasi seluler, salah satunya adalah
melalui pelepasan histamin oleh sel mast. Peningkatan permeabilitas vaskular
mengakibatkan meningkatnya tekanan osmotik di dalam kista, dikarenakan
banyaknya

jumlah

eksudat

inflamasi

yang

terdapat

dalam

kista.

Untuk

menyeimbangkan tekanan osmotik di dalam dan di luar kista, maka cairan dari luar
akan masuk ke dalam lumen mengakibatkan terjadinya ekpansi atau pembesaran
kista.
Kista radikular sangat erat hubungannya dengan resorpsi dari tulang alveolar.
Proses resopsi tulang alveolar terjadi karena kerja dari osteoklast yang mendegradasi
komponen organik dari tulang. Osteoklast terbentuk dari maturasi sel prekusor
oskteoklast yang distimulasi oleh interaksi antara Receptor Activator of Nuclear
Factor B(RANK) dan Receptor Activator for Nuclear Factor B Ligand(RANKL).
Interaksi antara RANK dan RANKL dapat dihalangi oleh osteoprotegerin (OPG) yang
berfungsi sebagai inhibitor agar sel prekrusor osteoklast tidak terdiferensiasi menjadi
osteoklast. Sel prekusor osteoklast yang kemudian akan terdiferensiasi menjadi
osteoklast dan mengakibatkan resorpsi tulang dihasilkan dari sel induk hematopoietik.
Diferensiasi sel induk hematopoietik distimulasi oleh macrophage colony stimulating
factor (M-CSF) yang pelepasannya distimulasi oleh sitokin dari sel host.

11

Sel dan fungsi dalam granuloma periapikal. Antigen bakteri berasal dari
saluran akar yang terinfeksi diambil oleh antigen presenting cells (APC), diproses dan
disajikan dengan T-limfosit (T). Sebuah sinyal ganda presentasi antigen dengan IL-1
mengaktifkan T-limfosit. Sitokin yang diproduksi oleh sel-sel ini diaktifkan meliputi
(a) IL-4, IL-5 dan IL-6, yang menginduksi proliferasi dan pematangan klon spesifik
B-limfosit (B) yang terkena antigen spesifik ini, untuk menghasilkan plasma sel
memproduksi IgG spesifik untuk antigen ini; (b) INF yang berfungsi untuk
mengaktifkan makrofag yang pada gilirannya akan menghasilkan IL-1 penting untuk
perekrutan lokal yang beredar PMN dan IL-8 yang mengaktifkan PMN tersebut.
Endotoksin bakteri (LPS), yang berasal dari bakteri Gram-negatif, sinergis
berpartisipasi dalam aktivasi makrofag. Semua di atas ditujukan untuk memungkinkan
fagositosis spesifik yang efektif dengan PMN bakteri setiap muncul dari foramen
apikal. Tulang resorpsi adalah efek samping dari proses defensif di atas, dimediasi
oleh TNF, diproduksi oleh T-limfosit diaktifkan dan IL-1, diproduksi oleh
makrofag diaktifkan. Kedua mengaktifkan resorpsi tulang osteoklastik (OC).

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Kenneth, M. H., Cohen, S. 2011. Cohens Pathway of The Pulp, 9th ed. St. Louis:
Mosby
2. Ingle, J.I., Baklang, L. K., Baumgartner, J. C. 2008. Ingles Endodontic, 6th ed. Ontorio:
BC Decker
3. Bergenholtz, Gunnar, Preben Hrsted dan Bindslev Claes Reit. 2010. Textbook of
Endodontology. Second Edition. St. Louis: Mosby
4. Hargreaves, Kenneth M. 2002. Seltzer and Bender's Dental Pulp. Quintessence
Publishing Co, Inc: New Delhi
5. Widodo, Trijoedani. Humora Immune Response On Pulpitis. Dental Journal. 2005 : Vol
(38) : 49-51
6. Chin-Lo Hahn, MS, PhD, DDS, and Frederick R. Liewehr, DDS, MS. Innate Immune
Responses of the Dental Pulp to Caries. JOE . 2007:Volume 33: 643-651
7. Chairani, Shanty. Molecular Mechanisms of Radicular Cyst Formation. Dentistry Study
Program, Faculty of Medicine, University of Sriwijaya: Palembang, Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai