Tenggelam
Tenggelam
Oleh :
Janter Bonardo Siburian
Listia Evalina Sitepu
Novina Firlia F Putri
Lusiana Jeanette
Adisti
Angel
Pembimbing :
dr. Suryo Wijoyo
Supervisor :
Dr. Intarniati NR, SpF, SH, Mkes
TENGGELAM
Tenggelam merupakan kematian tipe asfiksia yang disebabkan adanya air yang menutup
jalan saluran pernapasan sampai ke paru-paru. Keadaan ini merupakan penyebab kematian jika
kematian terjadi dalam waktu 24 jam dan jika bertahan lebih dari 24 jam setelah tenggelam
memperlihatkan adanya pemulihan telah terjadi ini disebut near drowning. Penelitian pada akhir
tahun 1940-an hingga awal 1950-an menjelaskan bahwa kematian disebabkan adanya gangguan
elekrolit atau terjadinya hipoksia dan asidosis yang menyebabkan aritmia jantung akibat
masuknya air dengan volume besar ke dalam sirkulasi melalui paru-paru.(1,5,7)
Mekanisme kematian dapat juga terjadi pada tenggelam adalah inhibisi vagal dan spasme
larynx. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada tenggelam akan member warna
pada pemeriksaan laboratorium.(2)
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara langsung
berdiri sendiri maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan mabuk, berada
di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsy. Pembunuhan dengan cara
menenggelamkan jarang terjadi, korban biasanya bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat
terjadi tanpa sengaja, yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya
pingsan. Untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam.
Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi.
Korban sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke air.(2)
Patofisiologi
Hipoxia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma saat tenggelam,
tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air yang memasuki laring
atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring akibat pengaruh reflex vagal, hal ini
terjadi pada 10% kematian akibat tenggelam. Mukosa yang kental, berbusa, dan berbuih dapat
dihasilkan, hingga menciptakan suatu perangkap fisik yang menyumbat jalan napas. Spasme
laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada kematian telah terjadi relaksasi otototot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang
terjadi pada saat air teraspirasi sehingga menyebabkan hypoxia progresif.(1,9)
Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang dilakukan ialah
mempertahankan nafasnya. Hal ini berlanjut hingga tercapainya batas kesanggupan, dimana
orang itu harus kembali menarik nafas kembali. Batas kesanggupan tubuh ini ditentukan oleh
kombinasi tingginya konsentrasi Karbondioksida dan konsentrasi rendah Oksigen di mana
oksigen dalam tubuh banyak digunakan dalam sel. Menurut Pearn, batas ini tercapai ketika kadar
PC02 berada di bawah 55 mm Hg atau merupakan ambang hypoxia, dan ketika kadar PA02 di
bawah 100 mmHg ketika PC02 cukup tinggi.(1,7)
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup sejumlah besar
volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa ditemukan di dalam lambung. Selama
pernapasan dalam air ini, korban bisa juga mengalami muntah dan selanjutnya terjadi aspirasi
terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air ini akan terus berlanjut
hingga beberapa menit, sampai akhirnya respirasi terhenti. Hipoksia serebral akan semakin buruk
hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. Faktor-faktor yang juga menentukan sejauh
mana anoksia serebral menjadi irreversibel adalah umur korban dan suhu di dalam air. Misalnya
pada air yang cukup hangat, waktu yang diperlukan sekitar 3 hingga 10 menit. Tenggelamnya
anak-anak pada air dengan suhu dingin yang cukup ekstrim selama 66 menit masih bisa tertolong
melalui resusitasi dengan sistem syaraf/neurologik tetap utuh. Juga, berapa pun interval waktu
hingga terjadi anoksia, penurunan kesadaran selalu terjadi dalam waktu 3 menit setelah
tenggelam.(1)
Akan tetapi jika korban terlebih dahulu melakukan hiperventilasi saat terendam ke dalam
air. Hiperventilasi dapat menyebabkan penurunan kadar CO2 yang signifikan. Kemudian
hipoksia serebral karena rendahnya P02 dalam darah, bersamaan dengan penurunan hingga
hilangnya kesadaran, dapat terjadi sebelum batas kesanggupan (breaking point) tercapai.(1)
1. Salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah estuaria
dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di mana air tawar
masuk ke estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di lapisan atas kolom air lebih
rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini disebabkan karena air tawar
cenderung terapung di atas air laut yang lebih berat oleh kandungan garam. Kondisi ini
disebut estuaria positif atau estuaria baji garam. Akan tetapi ada pula estuaria yang
memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya dinamai estuaria negatif. Misalnya pada
estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada
musim kemarau..
2. Laju penguapan air di permukaan, lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar ke
estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya. Air
yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir kearah laut di bawah permukaan.
Dengan demikian gradient salinitas air nya berbentuk kebalikan daripada estuaria
positif.
3. Dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-perubahan salinitas dan
pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh geomorfologi dasar estuaria.
4. Perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan dinamis,
salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat.
5. Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari
sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya adalah
karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di antara partikel-partikel
sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya berlangsung dengan lamban.
Aspirasi sejumlah besar cairan ke dalam paru menyebabkan
(1) obstruksi pada saluran napas pulmoner ekstrinsik dan intrinsik dan
saat
korban
berusaha
bernapas
dipermukaan
air
atau
tepat
di b a w a h p e r mu k a a n a i r , m e n g a s p i r a s i u d a r a d a n a i r s e c a r a b e r s a m a a n .
A s p i r a s i c a i r a n sebanyak
1-3
ml/kg
berat
badan
dapat
menimbulkan
gangguan pertukaran gas di paru dan juga menyebabkan gangguan fungsi surfaktan
TENGGELAM DALAM AIR RAWA
tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.
Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala.
Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
tenggelam.
Washerwoman, penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan dan kulit yang
keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam
setelah terbenam dalam air hangat). Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat
ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan keriput juga.
paru di tekan dan dari potongan permukaan paru ketika dipoting dengan pisau.
Pada lidah ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda bahwa korban
berusah untuk hidup atau tanda sedang terjadi epilepsi, sebagai akibat dari masuknya
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi akibat
persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-benda disekitarnya. Lukaluka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak jarang korban dianiaya
sebelum ditenggelamkan.
Pemeriksaan dalam
Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga tampak
impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran paru-paru akibat
kemasukan air, maka pada perabaan akan terasa crepitasi oleh karena air. Edema dan
kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat paru-paru normal adalah 200300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1 kilogram. Dalam saluran pernafasan yang
besar seperti trakea, bronkus, dan bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda asing,
tampak secara makroskopik misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur, dsb. Tampak secara
jenis diatom, mempunyai ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 m.
Diatoms biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain
lain, akan tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung
pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak didapatkan bukti
adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.(2,5)
Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke rongga paru-paru seseorang
yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk menekan rongga paru-paru dan
memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms dapat masuk ke jantung, hati,
ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada diameter dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui
sangat kecil akan tetapi tidak mustahil semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam
organ dan rongga paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini
disebut Drowning Associated Diatoms (DAD).(5)
Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang dan darah
selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi di dalam kasus tenggelam.
Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak beberapa kasus menghasilkan
negatif yang salah dan positif yang salah didokumentasikan. Analisa diatom yang
saksama merupakan suatu yang dapat menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi
akibat tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian dengan korban tenggelam haruslah
diketahui morfologi dan morphometric suatu diatom dari korban tenggelam sebab
penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom
tersebut.(5)
Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah satu hal
termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang tenggelam, Pada kasus
tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada putative drowning medium. Untuk
mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat,
kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paru-paru, hati,
ginjal, dan bone marrow telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan
ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme ini. Saat ini penggunaan analisa
diatome cenderung digunakan pada sistem yang tertutup seperti sumsum tulang femur
atau kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis pada kasus tenggelam
dari analisa diatome harusnya positif tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas
20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sample paru-paru) dan
50 diatom dari beberapa organ, selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya
cocok dari sumsum tulang dan tempat dimana tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat
yang dapat mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih
hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah berusaha untuk mengembangkan
beberapa informasi penting tentang tipe diatom yang spesifik, dimana umumnya masuk
pada bermacam organ dalam tubuh seorang yang tenggelam.(1,2,5)
Sample air dari putative drowning memiliki beberapa ragam spesies diatom yang
berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam.
Diatom Air Payau
1. Cylindrotheca closterium
2. Thalassiosira spp
3. Pseudo Nitzschia
4. Asterionella sp
daerah yang spesifik dapat juga membantu lebih baik memecahkan kasus tenggelam..
adanya diatome pada kasus tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan
densitas diatom yang dilihat pada medium putative tenggelam. Tidak dapat disangkal
bahwa diatom-diatom kecil seperti (Diatoma, Cyclotella, Epithemia dll.) mempunyai
peluang yang lebih tinggi untuk memasuki organ tubuh berbanding diatom dengan
ukuran yang lebih besar (Synedra) yang mana bisa juga ditemukan di dalam organ tubuh
jika mereka mempunyai kemampuan untuk berfragmentasi yang cukup. Diatom yang
sering dijumpai pada organ tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula, Nitzschia,
Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak terdapat di air dan
ukurannya yang optimum.(5)
Organ tubuh
Paru-paru
brevistriata, Navicula dll
Sumsum tulang
Hati
var. acus, Navicula lanceolata dll
Ginjal
Lambung
minutum dll
Asterionella Formosa, Cyclotella comensis, Gomphonema
Usus
pumilum and Nitzscia pura dll
Gettler chloride
Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk menentukan
korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler chloride, dimana darah dianalisa
dari sisi kanan dan kiri jantung. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada sisi
kiri, korban disangka telah tenggelam dalam air garam. Jika lebih tinggi pada sisi kanan
jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Tes juga
dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi spesifik darah
pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut di atas tidak pasti dan tidak
mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.(1,2)
DAFTAR PUSTAKA