LP BPH
LP BPH
Definisi
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)
menurut beberapa ahli Adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare,
2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan
pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung
kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari
kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50
tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat
yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari
beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine
( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna
Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang
disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.
b. Tahapan Perkembangan Penyakit BPH
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan
De jong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin
kurang dari 50 ml
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur
dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
c. Etiologi
Hingga
sekarang
etiologi/penyebab
masih
terjadinya
belum
BPH,
diketahui
namun
secara
beberapa
pasti
hipotesisi
secara
keseluruhan
menjadi
meningkat,
sehingga
terjadi
miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas
berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan
Colok Dubur
Sisa
Volume
Urine
< 50 ml
II
50 100 ml
III
mudah dicapai.
> 100 ml
IV
Hematuri
Peningkatan nadi
Gelisah
Kulit lembab
Temperatur dingin
bingung
agitasi
f.
kulit lembab
anoreksia
mual
muntah
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1) Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan
untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan
kultur urin berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan
sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit,
kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsin ginjal dan status metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy.
Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate specific
antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA >
10 ng/ml.
2) Radiologis/pencitraan
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan
volume residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu
opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya
bayangan buli-buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya
retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat
kegagalan ginjal.
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang
berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya
stadium
II
merupakan
indikasi
untuk
melakukan
obat
penghambat
adrenoreseptor
alfa.
Pengobatan
urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan
pada penderita BPH adalah :
b. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi
untuk mengurangi tekanan pada uretra
c. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
d. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Obat
ini
menghambat
reseptor-reseptor
yang
banyak
ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul
prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan
ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan
aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai
memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing,
sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan
ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti antikolinergenik,
antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek
pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini
bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya
jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan
karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan
pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal
ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping
dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto,
serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian
selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3. Terapi bedah
saluran
kemih
yang
berada
di
prostat
dengan
yang
tidak
mungkin
menjalani
operasi
karena
resiko
2.
3.
4.
5.
meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan
bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan
pada waktu miksi pasien harus mengedan.
b.
mukosa,
gigi,
suhu,
penyembuhan.
c.
Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
BB,
TB,
juga
kemampuan
3)
penggunaan obat-obatan.
d.
Pola Aktivitas
1)
2)
pembatasan gerak
3)
e.
Pola Istirahat Tidur
Yang menggambarkan:
1) Pola tidur dan istirahat
2) Persepsi, kualitas, kuantitas
3) Penggunaan obat-obatan.
f. Pola Kognitif Perseptual
1) Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2) Kemampuan bahasa
3) Kemampuan membuat keputusan
4) Ingatan
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri
5) Ideal diri.
h. Pola peran hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress`
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.
Data subyektif :
2) Diagnosa Keperawatan
a.
b.
otot spincter
Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan
c.
d.
obstruksi sekunder
Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre
e.
3) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu
mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus
serta penghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,
abdomen tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan
obstruksi sekunder.
Tujuan :
retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik
steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan
tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit
lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan
sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya
bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai
hari kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 20003000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal
(kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi
pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran
ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
selama
1-3
hari
pasien
mampu
untuk
mengungkapkan
perasaannya
yang
b.
c.
d.
seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
f. Impoten terjadi pada prosedur radikal
g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari
hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
4.
infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya
sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter
dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin
dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat,
dingin)
5.
penyakit, perawatannya
Tujuan :
mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang
penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
4) Implementasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1
a.
Memonitor dan mencatat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor
b.
c.
d.
bawah
Menganjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,
e.
Diagnosa Keperawatan 2
a. Melakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan
teknik steril
b. Mengatur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam
keadaan tertutup
c. Mengobservasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin,
kulit lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan
sesudah menggunakan alat dan mengobservasi aliran urin serta adanya
bekuan darah atau jaringan
e. Memonitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam
(mulai hari kedua post operasi)
f. Mengukur intake output cairan. Beri tindakan asupan/pemasukan oral
2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan
perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan
motivasi pasien untuk melakukannya.
Diagnosa Keperawatan 3
a. Memotivasi
pasien
untuk
mengungkapkan
perasaannya
yang
5) Evaluasi
Hasil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan
keperawatan melalui proses keperawtan pada klien dengan Benigna Prostatic
Hypertrophy berdasarkan tujuan pemulangan adalah :
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA