Anda di halaman 1dari 46

8/21/2016

Dahlan TAMPUBOLON, Ph.D

Indikator Makro

Realisasi
2015

APBN
2016

Pertumbuhan Ekonomi (%)

4.8

5.3

5.2

5.3

Inflasi (%)

3.35

4.7

13392

13900

13500

13300

5.5

5.5

5.3

ICP (US$)

49.2

50

40

45

Lifting (000 barel)

777.6

830

820

780

Nilai Tukar (Rp.)


Suku Bunga SPN 3 Bulan

APBN-P RAPBN
2016
2017

8/21/2016

Pertumbuhan ekonomi
Pengangguran
Inflasi
Neraca pembayaran dan Kurs
Surplus dan defisit neraca pembayaran
Pergerakan kurs

Perekonomian Indonesia dalam tren pertumbuhan


konsumsi rumah tangga dan investasi sebagai kontributor utama pertumbuhan
Pertumbuhan 2012

Pertumbuhan 2013

6.0

Pertumbuhan 2014 Pertumbuhan 2015

5.6

5.0

Q1
Sumber: BPS

Q2

Q3

Q4

Q1

2012

Q2

Q3

Q2

5.4
8.2
6.9
5.3
4.2
1.9
5.6

5.1
12.4
1.9
4.1
1.0
2.2
5.0

5.0
(8.3)
2.2
4.4
(0.9)
(2.3)
4.7

Q3

2015
Q2

Q3

YTD

5.0
(7.9)
2.3
3.6
(0.1)
(6.8)
4.7

5.0
6.4
6.6
4.6
(0.7)
(6.1)
4.7

5.0
(3.6)
3.9
4.2
(0.6)
(5.2)
4.7

Q4

Q1

Q2

Titik
Balik

4.73

4.67

4.7

2014

2014

Komponen Pengeluaran
Tahuna
(%)
Tahunan Q1

Sumber: BPS

Q1

2013

2013

Kons. Rumah Tangga


Kons. LNPRT
Belanja Pemerintah
PMTB
Ekspor
Impor
PDB

Q4

4.72

2015 diharapkan sebagai titik


balik pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan

Q3

2015
Konsumsi RT relatif stabil
dengan pertumbuhan pada
konsumsi LNPRT

Kontribusi PDB Q3-2015


Source: BPS

Belanja Pemerintah naik


signifikan karena perbaikan
kinerja belanja K/L
Investasi naik secara
signifikan karena
pertumbuhan belanja modal
pemerintah dan
pertumbuhan sektor
konstruksi
Ekspor Impor yang masih
lemah karena dampak
perlambatan ekonomi global

Walaupun dengan gejolak ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat didukung oleh konsumsi RT dan Investasi

8/21/2016

Faktor Eksternal Tetap Menjadi Risiko Utama Pertumbuhan Ekonomi


perlambatan pertumbuhan ekonomi global mempengaruhi turunnya tingkat permintaan
IMF-WEO menurunkan proyeksi ekonomi global tahun 2016
2016

Sumber: IMF

2015

Risiko Tahun 2016

2017

Beberapa faktor yang mempengaruhi ekonomi


dunia 2016:
World
3,1
3,4
3,2
3,6
3,5
Meningkatnya volatilitas pasar keuangan
Pemulihan ekonomi di negara maju yang
US
2,4
2,6
2,4
2,6
2,5
kehilangan momentum
Europe
1,6
1,7
1,5
1,7
1,6
GDP
Melambatnya ekonomi negara berkembang
China
6,9
6,3
6,5
6
6,2
terutama yang bersumber dari moderasi
India
7,3
7,5
7,5
7,5
7,5
pertumbuhan ekonomi Tiongkok
ASEAN-5
4,7
4,8
4,8
5,1
5,1
Pelemahan harga komoditas yang masih
berlanjut
Trade Vol. World
2,8
3,4
3,1
4,1
3,8
Ketidakpastian permasalahan geopolitik
Pertumbuhan di Negara Negara Ekonomi Utama di Dunia Tidak Berimbang
WEO Jan
16

WEO Apr
16

WEO Jan
16

WEO Apr
16

Pertumbuhan Tiongkok Masih Melemah


Q1 2016: 6,7% YoY
(Q4 2015: 6,8% YoY)

Sumber: Bloomberg

Pertumbuhan Ekonomi Sektoral


didukung dengan stabilnya pertumbuhan Konsumsi RT di area Jawa dan sektor pariwisata di Bali dan Nusa Tenggara
2013
Yearly

Pertumbuhan PDB per Sektor(%,


YoY)

2014
Yearly

2015
Q1

Q2

Q3

4.2

4.2

4.0

6.8

3.2

4.6

Pertambangan dan Penggalian

1.7

0.6

(1.5)

(6.2)

(5.6)

(4.5)

Industri Pengolahan

4.5

4.6

4.0

4.3

4.3

4.2

Konstruksi

6.1

7.0

6.0

5.4

6.8

6.1

Perdagangan Besar dan Eceran;


Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

4.7

4.8

4.0

1.8

1.5

2.4

Transportasi dan Pergudangan


Informasi dan Komunikasi
Jasa Lainnya1
Source:
PDB BPS

1.

8.4

8.0

6,.3

6.5

7.1

6.6

10.4

10.0

10.1

9.8

10.8

10.2

6.4

8.9

5.7

6.0

5.9

5.9

5.6

5.0

4.7

4.7

4.7

4.7

Pulau (Q3 2015)


Other services consist 10 sectors Kontribusi
(according toPDB
SNAper
2008)

Perlambatan pertumbuhan di sektor perdagangan


mayoritas disebabkan karena melemahnya
pertumbuhan penjualan motor, pertumbuhan negatif
dari impor, dan pelemahan hasil produksi produk
kosmetik
Pertumbuhan sektor konstruksi merupakan dampak
dari belanja pemerintah yang meningkat di semester

Source: BPS
1.
Others
include statistical discrepancy and net export and import
2 2015.
2.
HH consumption include non profit consumption

Jasa lainnya tumbuh lebih baik dibandingkan Q3

6.1%

22.4%

2.2%

8.0%
3.0%

(0.4%)

2.3%
8.2%

Java

58.3%

5.4%

Pertum. PDB
Nasional
11.8%

Walaupun sedikit melambat, sektor Industri


Pengolahan tumbuh stabil. Sektor ini menjadi fokus
pemerintah untuk dikembangkan agar dapat tumbuh
lebih tinggi.

Maluku & Papua 2014.

Sulawesi

Kalimantan

Sumatera

Sektor pertambangan menunjukkan pelemahan


karena turunnya pasar komoditas global.

YTD Q3

Pertanian, Kehutanan, dan


Perikanan

GDP growth in the region

% contribution to GDP growth in the region

4.7%
Bali & Nusa
Tenggara
3.1%

Mayoritas pertumbuhan ekonomi


Indonesia didukung dari pertumbuhan
ekonomi di Pulau Jawa
Pertumbuhan di Jawa lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan dari
area yang memiliki ketergantungan dari
perdagangan hasil kekayaan alam.
Indonesia terus berupaya untuk mendorong
perubahan struktur ekonomi dari ekonomi
berbasis komoditas menjadi ekonomi yang
didukung oleh industri pengolahan berbasis
kekayaan alam.

Source: BPS

Pemerintah berkomitmen untuk merubah struktur ekonomi untuk meningkatkan daya saing melalui industri pengolahan yang memiliki nilai
tambah yang tinggi dengan memperbaiki kebijakan, intensifikasi pajak, dan terobosan kebijakan lainnya
6

8/21/2016

PMTB tumbuh cukup kuat didukung oleh


proyek pembangunan infrastruktur yang
masih berlangsung.
Konsumsi Rumah Tangga tumbuh moderat
akibat lemahnya aktivitas ekonomi.
Konsumsi Pemerintah didukung oleh
realisasi belanja APBN kuartal I-2016 yang
meningkat
Ekspor dan Impor mengalami pertumbuhan
negatif akibat masih lemahnya harga
komoditas dan permintaan.
Komponen Pengeluaran
(yoy)

Q1

Q2

2014
Q3

Q4

Tahunan

Q1

Q2

2015
Q3

2016
Q4 Tahunan Q1

Kons RT
Kons LNPRT
Kons Pemerintah
PMTB

5,3
23,2
6,1
5,2

5,1
22,4
-1,8
4,1

5,1
5,8
1,2
4,5

5,1
-0,5
0,9
4,6

5,2
12,2
1,2
4,6

5,0
-8,1
2,9
4,6

5,0
-8,0
2,6
3,9

5,0
6,6
7,1
4,8

4,9
8,3
7,3
6,9

5,0
-0,6
5,4
5,1

4,9
6,4
2,9
5,6

Ekspor
Impor
PDB

3,2
5,0
5,1

1,4
0,4
5,0

4,8
0,3
5,0

-4,6
3,2
5,0

1,0
2,2
5,0

-0,6
-2,2
4,7

0,0
-7,0
4,7

-0,6
-5,9
4,7

-6,4
-8,1
5,0

-2,0
-5,8
4,8

-3,9
-4,2
4,9
7

Retail Sales Index


(tumbuh moderat)

210
190

30

Index

% yoy
(RHS)

170

25
20

150

15

130

10

110

90

0
J

M M

M M

2014

Pertumbuhan Kredit
Konsumsi
15
(melambat)

Indeks Keyakinan
Konsumen
(moderat)

%, yoy

13

9
7
5
J MM J S N J MM J S N J
2014

2015

2016

2015

2016

Pertumbuhan Penjualan
Kendaraan
(membaik
Mobil meskipun masih
negatif)

40

130
120
110
100
90

11

20

Motor

0
J M M J
J MM J S N J MM J S N J M
2014

2015

2016

-20

2014

S N J M M J
2015

S N J M
2016

-40

8/21/2016

Belanja Pemerintah (APBN) pada Q1 2016 menunjukkan


peningkatan belanja produktif, mendorong pertumbuhan PMTB
Realisasi belanja modal meningkat
signifikan hampir tiga kali lipat
dibandingkan dengan Q1 2015
Realisasi transfer daerah mengalami
peningkatan sehingga mendorong
belanja infrastruktur di daerah;

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Simpanan Pemda di
Perbankan
(triliun
rupiah)

(triliun rupiah)

900,0
800,0
700,0
600,0
500,0
400,0
300,0
200,0
100,0
-

Simpanan Pemda di Perbankan


pada Q1 menurun : mendorong
penggunaan APBD untuk kegiatan
produktif bagi peningkatan kualitas
pelayanan publik di daerah;

47,0
20,8

Konsumsi pemerintah tumbuh relatif


stabil ditopang oleh realisasi belanja
pegawai dan belanja barang
(sebesar 2,9 persen, sama dengan
Q1 2015).

723,2

643,8

7,1

170,4
APBNP

190,3

Real s.d
31 Mar

APBN

Transfer ke Daerah

Dana Desa

2015

Real s.d
31 Mar
2016

2015
Uraian

Real
s.d. 30 April

APBNP

APBN

Real
s.d. 29 April

183,7

46,1

25,1

208,2

55,8

26,8

259,4

25,5

9,8

323,9

42,4

13,1

Bel. Modal

252,8

8,6

3,4

201,6

18,0

8,9

99,6

27,3

27,4

50,4

12,1

24,0

107,5

13,5

784,1

128,2

16,4

Jumlah

795,5

Belanja Barang

Belanja Bansos

50

60

30

Bel. Barang 2015

Bel. Pegawai 2015


50

Bel. Bansos 2015

40

25
Bel. Barang 2016

30
20

30

Triliun Rp

Triliun Rp

Bel. Pegawai 2016

20
10

10
Feb

Mar

Apr

Bel. Bansos 2016

20
15
10
5

0
Jan

% thd
APBNP

Bel. Barang

Belanja pegawai

Triliun Rp

% thd
APBNP

Bel. Pegawai

Bansos

40

2016

Jan

Feb

Mar

Apr

0
Jan

Feb

Mar

Apr

Meskipun belanja pegawai dan barang mengalami peningkatan, namun belanja


sosial mengalami penurunan dibandingkanQ1 tahun 2015.
10

8/21/2016

Kontribusi
pertumbuhan
1,8%

Sumber : BPS

Sumber : Kemenkeu

Hingga Feb-2016, KMK dan KI


mengalami penurunan

2015

2016

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), BI

2015

Triliun Rp

Jan

800
Nov

1,600

Q1 Q2Q3 Q4Q1 Q2 Q3Q4 Q1Q2

Jul

900

Sep

5.08

Mei

Realisasi

2014

1,000

1,800

Perkiraan

Jan

10

1,100
KMK
KI

Mar

20

2,000
18.29

Triliun RP

Saldo Bersih Tertimbang

Kegiatan usaha
mengalami moderasi
pada
Q1, tetapi Q2
30
diperkirakan naik

2016

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (SPI), OJK

Sumber : BKPM

11

11

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan


Pertambangan dan Penggalian

Q1
5.2
-1.0

Q2
4.9
1.1

2014
Q3
3.6
1.2

Q4
3.3
1.5

Yearly
4.2
0.7

Q1
4.0
-1.3

Q2
6.9
-5.2

2015
Q3
3.3
-5.7

Q4
1.6
-7.9

Yearly
4.0
-5.1

2016
Q1
1.8
-0.7

Industri Pengolahan
Konstruksi

4.5
7.2

4.8
6.5

5.0
6.5

4.2
7.7

4.6
7.0

4.0
6.0

4.1
5.4

4.5
6.8

4.4
8.2

4.2
6.6

4.6
7.9

Pertumbuhan PDB per Sektor (%, YoY)

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan


Sepeda Motor
Transportasi & Pergudangan
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Jasa-jasa lainnya
PDB

6.1

5.0

5.2

4.5

5.2

4.1

1.7

1.4

2.8

2.5

4.0

7.0
9.8
3.6

7.6
10.5
5.5

7.7
9.8
1.9

7.2
10.3
7.9

7.4
10.1
4.7

5.8
10.1
8.6

5.9
9.7
2.6

7.3
10.7
10.4

7.7
9.7
12.5

6.7
10.1
8.5

7.7
8.3
9.1

5.4
5.1

4.7
5.0

5.9
5.0

6.5
5.0

5.7
5.0

5.1
4.7

6.5
4.7

5.0
4.7

5.9
5.0

5.6
4.8

6.0
4.9

Sumber: BPS

PERTUMBUHAN Q1 2016
Sektor pertanian mengalami perlambatan yang disebabkan oleh fenomena el nino yang berdampak pada pergeseran musim tanam
dan mundurnya masa panen.
Sektor pertambangan masih tumbuh negatif sebagai akibat pelemahan harga batubara yang mendorong penurunan produksi.
Sektor Industri Pengolahan mengalami peningkatan kinerja sejalan peningkatan realisasi investasi pada sektor industri yang cukup
tinggi pada Q1 2016 dan perbaikan indeks produksi.
Sektor konstruksi menunjukkan peningkatan ditopang oleh proyek pembangunan infrastruktur.
Sektor perdagangan sedikit melambat sebagai akibat kinerja ekspor dan impor serta penjualan mobil dan motor yang masih tumbuh
negatif.
Sektor jasa lainnya yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan sistem logistik tumbuh cukup tinggi antara lain sektor
transportasi & pergudangan, sektor informasi & komunikasi, serta jasa keuangan & asuransi.

12

8/21/2016

Sulawesi

Kalimanta
Sumatera

7.7% n

5.9%

22.2%

Maluku & Papua


2.3%

1.1%

4.2%

7.5%
1.2%

National GDP
Growth

Jawa

4.92%
Bali & Nusa
Tenggara
3.1%

5.1%
Source: BPS

58.9
%
Pertumbuhan PDRB
(yoy)

Source: BPS

7.1%
Peranan Pulau dalam
Pembentukan PDB Nasional

Harga komoditas global yang relatif rendah mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi secara
spasial khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Papua yang perekonomiannya berbasis komoditas
primer.
Pada Q1 2016, perekonomian Sumatera membaik seiring dengan peningkatan harga kelapa sawit.
Sulawesi, Bali Nusa Tenggara dan Jawa tumbuh diatas pertumbuhan ekonomi nasional,
didukung oleh sektor industi pengolahan dan pariwisata.
13

Tingkat inflasi pada tahun 2016 cukup terkendali


didukung oleh beberapa kebijakan stabilisasi harga dan rendahnya harga minyak

Source: BPS

Realisasi:
2015 (tahunan) : CPI 3.35%, Core 3.95%,
Adm Price 0.39%; Vol. Food 4.84%
April 2016 :
deflasi 0,45%(mtm) atau 3,6%(yoy) atau 0,16%(ytd).

14

8/21/2016

Pertumbuhan investasi langsung masih positif


menunjukkan tingkat kepercayaan investor yang masih tinggi kepada perekonomian Indonesia
Pertumbuhan PMA dan PMDN
160

135.1
140
120
100
80
60
40
20

99.8

93.0

62.0

70.2

65.5

53.6
18.9

14.1

19.0

71.2

81.8

83.3

20.8

25.2

26.5

76.9

24.0

19.7

56.1

56.6

56.8

Q2

Q3

Q4

39.5

43.1

46.5

46.2

51.5

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

100.5

105.3

120.4

124.6

116.2

119.9

38.2

41.6

41.7

42.5

106.6

33.1

33.5

34.1

34.6

27.5

65.5

66.7

67.0

71.2

72.0

78.0

78.3

78.7

82.1

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

140.3

145.4

146.5

46.2

50.4

96.1

42.9

47.8

92.2

92.5

99.2

Q2

Q3

Q4

2011

2012

2013

PMA

2014

PMDN

2015

Q1
2016

Total Realisasi

Sumber : BKPM

2016 :
Realisasi Investasi TW I 2016: Rp146,5T (24,6% dari target)
PMA: Rp96,1 T ( -3,1% qtq); PMDN: Rp50,4 T ( 9,1% qtq)

2015:
PMA: Rp359,9 T (19,2 % yoy)
PMDN: Rp179,5 T (15% yoy)

15

Nilai Tukar Rupiah Membaik pada 2016

Nilai Tukar Rupiah positif selama 2016 sementara arus modal kembali masuk
ke pasar Indonesia

Nilai Tukar Rupiah positif selama 2016


10.9%
9.2%
8.6%

Russia

10,000

Japan
South Africa
Singapore

4.5%

Indonesia
EU
Turkey

-5,000

2.9%
2.8%

Thailand

2.7%

South Korea

5,500

5,896.3

4.9%

3.7%

6,000
5,518.7
10,607.7
5,288.4
5,220.0
4,982.9

5,000

7.1%

4,605.2

5,000
4,914.7
4,111.1
2,315.3
2,237.84,500

212.2

4,557.4

132.3

4,000

4,120.5
-1,414.4
-2,319.7
-3,334.9
-4,709.6

-3,460.3
-4,089.2
-5,426.4

3,000

-7,183.2
-10,000

3,500

-9,819.5

2,500

Vietnam

0.8%

China

0.0%

India

-0.6%

-15,000

2,000
5 19 2 16 3 173115291529152913311431142913281125102813271125112811
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr

Mexico

-1.5%
-5.0%

Malaysia

Miliar Rp

8.0%

Brazil

Arus modal kembali masuk ke pasar Indonesia

15,000

NFB Kumulatif/Bulan
0.0%

5.0%

10.0%

IHSG - RHS

15.0%

16

8/21/2016

Sektor Eksternal
Neraca Pembayaran tetap sehat karena stabilitas Neraca Transaksi Modal dan Menurunnya Neraca Transaksi Berjalan
Neraca Pembayaran yang Tetap Sehat

Neraca Transaksi Modal yang Mendukung Stabilitas BoP

(US$ bn)

(US$bn)

(US$bn)

101.7
2.7
1.2
(0.6)
(2.2)

1.2
(2.9)
(4.1)

2010

2011

2012

2013

(LHS)
(RHS)

2014

2015
(LHS)

2009

Source: Bank Indonesia

2012

2013

2014

2015

Perbaikan Defisit Neraca Transaksi Berjalan

FX Reserves as of Dec 2015: US$105.9bn


(Equiv to 7.4 months of imports + servicing of government debt)
(US$bn)

2011

2011

Source: Bank Indonesia

Naiknya Cadangan Devisa di Antara Gejolak Ekonomi Global


(US$bn)

2010

(LHS)

2012

2013

2014

2015

2011:
CA Surplus
US$1.7bn

2011

Source: Bank Indonesia

2012:
CA Deficit
US$24.4bn

2013:
CA Deficit
US$29.1bn

2012

2013

2014:
CA Deficit
US$25.4bn

2014

3Q15:
CA Deficit
US$12.4bn

2015

Source: Bank Indonesia

17

Sektor eksternal yang stabil walaupun dengan ketidakpastian ekonomi global


didukung oleh neraca perdagangan yang positif dan perbaikan pada neraca transaksi berjalan
Neraca pembayaran yang stabil didukung perbaikan
neraca transaksi berjalan

Surplus neraca perdagangan pada tahun 2015


diharapkan berlanjut pada tahun 2016

mendukung stabilitas nilai tukar dan cadangan devisa Indonesia

dengan perbaikan dan insentif yang diberikan pada proses ekspor impor
2014:
Defisit USD 1.89 m

Cadangan Devisa April 2016, US$107,71 miliar


(7,8 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah)

2015:
Surplus USD 7.52 m

Jan Apr 2016


Surplus USD 2,33 m

Million USD

(USD Juta)

Source: Bank Indonesia; BPS


Kinerja neraca pembayaran Q1-2016 sebesar defisit USD 0,3 miliar, menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya (qtq) dan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).
Surplus Transaksi Modal dan Finansial (TMF) pada periode ini yang sebesar USD4,2 Miliar
belum dapat menutupi defisit Transaksi Berjalan (TB) sebesar USD4,7 Miliar (2,1% PDB)
Defisit TB mengalami perbaikan secara qtq (Q4 2015=USD5,1 Miliar) akan tetapi bila
dibandingkan Q1 2015=4,14 Miliar mengalami pelebaran.
Surplus TMF triwulan I 2016 mengalami penurunan baik secara qtq (Q4 2015=USD9,8
Miliar) maupun secara yoy (Q1 2015=USD5,0 Miliar). Penurunan ini disebabkan oleh masih
tingginya defisit Investasi Lainnya akibat pembayaran pinjaman LN oleh sektor perbankan.
Surplus TMF ditopang aliran masuk modal investasi portofolio dan investasi langsung

Neraca Perdagangan Indonesia April 2016 surplus sebesar USD 667,2 juta
Nilai ekspor bulan April mencapai USD11,45 miliar, turun 3,07% mtm, ( 12,65% yoy, -13,6% kumulatif-yoy)
Sementara itu, nilai impor bulan April 2016 tercatat sebesar USD10,78
miliar, turun 4,6% mtm (-14,6% yoy, -13,44% kumulatif-yoy)
Secara kumulatif surplus neraca perdagangan Januari April 2016 USD 2,33
miliar, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015
Surplus neraca perdagangan masih disebabkan perlambatan impor

18

8/21/2016

GDP: mengukur pendapatan nasional


Metode pengukuran GDP
Pendekatan produk
Mengukur nilai tambah kotor

Pendekatan penerimaan
Dari nilai tambah ke GDP

Pendekatan pengeluaran

Perpotongan
Keynesian
Teori
Preferensi
Likuiditas

Kurva
IS
Model
IS-LM
Kurva
LM
Kurva
Permintaan
Agregat

Kurva
Penawaran
Agregat

Penjelasan ttg
fluktuasi ekonomi
Jangka-Pendek

Model
Penawaran &
Permintaan
Agregat

10

8/21/2016

Pengeluaran aktual

E
Menurunkan
persediaan yang tidak
direncanakan
menyebabkan
pendapatan naik

Pengeluaran yang
direncanakan

E =C +I +G 1
G

Kenaikan dalam
belanja pemerintah
menggeser
pengeluaran yang
direncanakan ke atas
...

E =C +I +G 2

Pengeluaran yang
tidak direncanakan

E1 = Y1

Y
... Yang
meningkatkan
pendapatan

E2 = Y2

PERMINTAAN AGREGATIF

Adalah permintaan keseluruhan total


atau permintaan seluruh lapisan
masyarakat

11

8/21/2016

Dibentuk Oleh Pasar Komoditi


Y=C+I+G+( XM)
Dibentuk Oleh Pasar Uang
MS = MD
Dimana MD = mt + mj + m2

Masing masing dari keempat komponen tersebut


memberikan kontribusinya bagi permintaan agregat barang
dan jasa. Diasumsikan bahwa harga adalah konstan atau
tidak berubah. Ini juga berarti semua variable adalah
diasumsikan riil dan tidak ada inflasi.

12

8/21/2016

KURVA PERMINTAAN AGREGAT


Kurva menunjukkan hubungan negatif antara
pendapatan nasional dengan tingkat harga.
Dengan kata lain, kurva permintaan agregat
menunjukkan sekumpulan titik ekuilibrium yang
muncul dalam model IS LM ketika kita
mengubah tingkat harga dan melihat apa yang
terjadi pada pendapatan.

Kurva Permintaan Agregat adalah kurva yang


menunjukkan hubungan relatif antara keluaran
(Pendapatan) Agregat dan tingkat bunga.

Kurva Permintaan Agregatif ( Aggregate Demand


Curve) adalah kurva yang menunjukkan jumlah barang dan
jasa yang ingin dibeli oleh rumah tangga, perusahaan, dan
pemerintah pada setiap tingkat harga. (Mankiw, 2004)
Kurva Permintaan Agregate adalah sebuah persamaan
fungsi yang menghubungkan tingkat tingkat pendapatan
nasional dengan tingkat tingkat harga dimana dipenuhi
syarat ekuilibriumnya pasar uang dan pasar barang

13

8/21/2016

Perpotongan kurva IS dan LM menunjukkan


ekuilibrium simultan dalam pasar barang dan
jasa dalam pasar keseimbangan uang riil
untuk nilai pengeluaran pemerintah, pajak,
jumlah uang beredar dan tingkat harga
tertentu.

Tingkat
bunga, r

LM

Pada perpotongan, pengeluaran aktual =


pengeluaran
yang
direncanakan,
dan
permintaan thdp keseimbangan uang riil =
penawarannya.

Tingkat bunga
ekuilibrium
IS
Pendapatan, output, Y
Tingkat pendapatan
ekuilibrium

Diantara pembentuk kurva penawaran agregat yaitu pasar


uang (kurva IS) dan pasar barang (kurva LM)
Tingkat
bunga, r

LM (P2)
LM (P1)
1. Tingkat harga P lebih
menggeser kurva LM
ke atas

Y2

Y1 IS

2. Yang menurunkan
pendapatan Y

Pendapatan,
Output, Y

Model IS LM
Menunjukkan model IS LM : kenaikan tingkat harga dari P1 ke P2
menurunkan keseimbangan uang riil dan menggeser kurva LM ke atas.

14

8/21/2016

Tingkat
harga, P

3. Kurva AD hubungan
antara P dan Y

P2
P1
AD
Y2

Y1

Pendapatan,
Output, Y

Kurva Permintaan Agregatif


Menunjukkan kurva permintaan agregat yang meringkas hubungan
antara tingkat bunga dan pendapatan ini : semakin tinggi tingkat harga,
semakin rendah tingkat pendapatan

Setiap pasang nilai P dan Y pada kurva permintaan


agregat berhubungan dengan satu titik di mana baik
pasar barang maupun pasar uang berada dalam
keseimbangan. Kurva permintaan agregat jauh lebih
rumit dibandingkan kurva permintaan pasar atau
individu yang sederhana.
Kurva AD bukan kurva permintaan pasar, dan kurva
ini bukan jumlah dari semua kurva permintaan pasar
dalam perekonomian, karena permintaan pasar
bersifat individual.

15

8/21/2016

Kurva permintaan menunjukkan kuantitas keluaran yang


diminta ( oleh suatu rumah tangga individual atau dalam
suatu pasar tunggal ) pada setiap harga yang mungkin, cateris
paribus. Dalam menggambarkan kurva permintaan, kita
mengasumsikan bahwa harga harga dan pendapatan tetap.
Dari asumsi itu, menyusul bahwa salah satu alasan julah
barang tertentu yang diminta turun bila harganya naik adalah
bahwa harga harga lain tidak naik.
Permintaan agregat turun bila tingkat harga naik karena lebih
tingginya tingkat harga menyebabkan aiknya permintaan
uang ( MD ), karena penawaran uang yang konstan, tingkat
suku bungan akan naik untuk membangun kembali
keseimbangan di pasar uang. Tingkat suku bunga tinggilah
yang menyebabkan keluaran agregat turun.

Yaitu jumlah dari konsumsi (C), Investasi (I , Belanja


Pemerintah (G) dan ekspor netto (X - M)

Y = C + I + G + Xnet
Masing masing dari keempat komponen tersebut
memberikan kontribusinya bagi permintaan agregat barang
dan jasa. Untuk saat ini, belanja pemerintah kita asumsikan
tetap, berdasarkan kebijakan. Namun ketiga komponen
lainnya yaitu konsumsi, investasi dan ekspor neto tergantung
pada kondisi perekonomian dan khususnya tingkat harga.

16

8/21/2016

Kebijakan Fiskal Ekspansif


Kebijakan Fiskal Kontraktif
Kebijakan Moneter Ekspansif
Kebijakan Moneter Kontraktif

Kebijakan Fiskal Ekspansif


G
Kurva AD bergeser ke kanan
Tx net Kurva AD bergeser ke kanan

Kenaikan G menaikkan keluaran (pendapatan) agregat yang


direncanakan, yang selanjutnya akan menyebabkan kenaikan
keluaran pada masing masing tingkat harga yang mungkin.
Penurunan T menyebabkan konsumsi naik. Konsumsi yang lebih
tinggi selanjutnya menaikkan pengeluaran agregat yang
direncanakan, yang menimbulkan kenaikan keluaran pada setiap
harga yang mungkin.

17

8/21/2016

Tingkat
bunga, r

Ekspansi Fiskal menggeser


kurva IS

Tingkat
harga, P

... Yang meningkatkan


permintaan agregat pada
tingkat harga berapapun

LM (P=P1)

r0

r1

P
IS0
Y0

Y1

IS1

AD0
Pendapatan,
OutputY

Y0

Y1

AD1
Pendapatan,
Output, Y

Kebijakan Fiskal Ekspansioner


Akibat kenaikan pengeluaran pemerintah ( G ) atau penurunan
pajak neto (Tx net ) terhadap kurva AD menyebabkan kurva
permintaan agregat ( ADo) bergeser ke kanan dari ADo ke AD1.

Kebijakan Fiskal Kontraktif

G
kurva AD bergeser ke kiri.
Tx net kurva AD bergeser ke kiri.

18

8/21/2016

Tingkat
Harga, P
Yang menurunkan
permintaan agregat pada
tingkat harga tertentu

P
AD2
Y2

Yo

ADo
Pendapatan,
Output, Y

Kebijakan Fiskal Kontraktif


Akibat penuruna pengeluaran pemerintah ( G ) atau kenaikan
pajak neto ( Tx net ) terhadap kurva AD menyebabkan kurva
permintaan agregat ( ADo ) bergeser ke kiri dari ADo ke AD2

KEBIJAKAN MONETER EKSPANSIF


MS Kurva AD bergeser ke kanan

Kenaikan ( pendapatan ) agregat, Y. MS menurunkan tingkat


suku bunga, yang menaikkan investasi yang direncankan ( dan
demikian pengeluaran angregat yang direncanakn ). Hasil
akhirnya adalah kenikan keluaran pada masing masing
tingkat harga yang mungkin sehingga menyebabkan kurva
Ado bergeser.

19

8/21/2016

Tingkat
bunga, r

Ekspansi moneter
menggeser kurva LM

Tingkat
Harga, P

... Yang meningkatkan


permintaan agregat pada
tingkat harga berapapun

LMo ( P =P1 )

LM1 ( P = P1 )

r0

Po

r2
IS
Y0

Y1

Yo

Y1ADo

AD1

Pendapatan,
Output, Y

Pendapatan,
Output, Y

Kebijakan Moneter Ekspansif


Akibat kenaikan penawaran uang terhadap kurva AD, maka
menyebabkan pergeseran pada kurva permintaan AD, sehingga
kurva permintaan agregat AD0 bergeser ke kanan dari AD0 ke AD1

OPT (Operasi Pasar Terbuka) atau pasar tebuka


dengan melakukan aksi beli saham atau surat
berharga.
Dengan menurunkan tingkat bunga ( r )
Dengan menurunkan cadangan minimum ( rr )

20

8/21/2016

KEBIJAKAN MONETER KONTRAKTIF

MS kurva AD bergeser ke kiri

Tingkat
Harga, P

... Yang menurunkan


permintaan agregat pada
tingkat harga berapapun

Po

AD2
Y2

Y0

ADo
Pendapatan,
Output, Y

Kebijakan Moneter Kontraktif


Akibat penurunan penawaran uang ( MS ) terhadap kurva AD, maka
menyebabkan pergeseran kurva pada permintaan agregat AD,
sehingga kurva permintaan agregat Ado bergeser ke kiri dari ADo ke
AD2

21

8/21/2016

OPT ( Operasi Pasar Terbuka ) dengan melakukan


aksi jual surat berharga
Dengan menaikkan tingkat bunga ( r )
Dengan menaikkan cadangan minimum ( rr )

22

8/21/2016

Tingkat
Bunga, r

LRAS

LM ( P1 )

LRAS

Tingkat
Harga, P

LM ( P2 )

P1
C
P2

SRAS 1

SRAS 2

IS
Y

( a ) Model IS - LM

Pendapatan,
Output, Y

Pendapatan,
Output, Y

( b ) Model Permintaan Agregat


dan Penawaran Agregat

Dari kurva diatas dapat dilihat perbedaan penting antara


pendekatan Keyness dengan pendekatan klasik (Pigou pada
penentuan pendapatan nasional.

Asumsi keynesan yang (ditunjukkan oleh titik K) adalah bahwa


tingkat harga tidak bergerak. Bergantung pada kebijakan moneter,
kebijakan fiskal, dan determinan permintaan agregat lainnya,
output bisa menyimpang dari tingkat alamiah.
Asumsi Klasik / Pigou (yang ditunjukkan oleh titik C) adalah
bahwa tingkat harga sepenuhnya fleksibel. Tingkat harga
disesuaikan untuk menjamin bahwa pendapatan nasional
selalu berada pada tingkat alamiah.

23

8/21/2016

Tingkat
Harga, P

Po
P1

ADo
Y0

AD1

Pendapatan, Output, Y

Y1

Ketika tingkat harga meningkat (P) maka GDP akan turun / berkurang
maka kebijakan yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah yaitu
dengan menggeser Ado ke AD1 yaitu dengn kebijakan ekspansif agar
besarnya tingkat GDP tetap stabil.

24

8/21/2016

Definisi
Dampak inflasi
redistribusi
ketidakpastian
Neraca pembayaran
sumberdaya yang digunakan mengatasi inflasi

Jenis Inflasi
demand pull

25

8/21/2016

Price level

AS

P1

AD1

Q1
National output

Price level

AS

P1
AD2
AD1

Q1
National output

26

8/21/2016

Price level

AS

P2
P1
AD2
AD1

Q1 Q2
National output

Jenis Inflasi
demand pull
cost push

27

8/21/2016

Types of inflation
demand pull
cost push
wage push

Types of inflation
demand pull
cost push
wage push
profit push

28

8/21/2016

Types of inflation
demand pull
cost push
wage push
profit push
import-price push

Price level

AS1

P1

AD

Q1
National output

29

8/21/2016

AS2

Price level

AS1

P1

AD

Q1
National output

AS2

Price level

AS1

P2
P1

AD

Q2

Q1
National output

30

8/21/2016

Types of inflation
demand pull
cost push
wage push
profit push
import-price push

the interaction of demand-pull and cost-push


inflation

Price level

AS1

P1

AD1

O
National output

31

8/21/2016

Price level

AS2

AS1

P2
P1
AD2
AD1

O
National output

Price level

AS3

AS2

AS1

P3

P2
AD3

P1

AD2
AD1

O
National output

32

8/21/2016

Jenis Inflasi
demand pull
cost push
wage push
profit push
import-price push

structural (demand shift)

Jenis Inflasi
demand pull
cost push
wage push
profit push
import-price push

structural (demand shift)


expectations and inflation

33

8/21/2016

Types of inflation
demand pull
cost push
wage push
profit push
import-price push

structural (demand shift)


expectations and inflation

Policies to tackle inflation

Jenis Inflasi
demand pull
cost push
wage push
profit push
import-price push

structural (demand shift)


expectations and inflation

Policies to tackle inflation


demand-side policies

34

8/21/2016

Jenis Inflasi
demand pull
cost push
wage push
profit push
import-price push

structural (demand shift)


expectations and inflation

Policies to tackle inflation


demand-side policies
supply-side policies

Kebijakan Moneter
Meningkatkan bank reserves & jumlah uang beredar
Menurunkan sukubunga
Merangsang permintaan untuk transaksi

Kebijakan Fiskal
Meningkatkan G atau memotong pajak
Meningkatkan Y dan P melalui efek multiplier
PY meningkatkan permintaan uang
Mendorong kenaikan suku bunga

70

35

8/21/2016

Kenaikan G
Mendorong suku bunga lebih tinggi
Menghambat belanja investasi (efek crowding-out)
Kenaikan C + I + G + (X - IM) - lebih kecil

Formula sederhananya 1/(1-MPC)


Penekanan multiplier
1. Mengabaikan variabel impor
2. Mengabaikan perubahan tingkat harga
3. Mengabaikan pajak pendapatan
4. Mengabaikan kenaikan suku bunga
71

Menurunkan defisit anggaran


Kebijakan fiskal kontrakstioneri
Merendahkan belanja atau meninggikan pajak

Menurunkan suku bunga riil


Menggesa belanja investasi

72

36

8/21/2016

Mana yang lebih powerful?


Keynesian: kebijakan fiscal
Monetarist: kebijakan moneter

Yang bekerja lebih cepat?


Lag belanja : kebijakan fiskal lebih cepat
G or T mempengaruhi AD lebih cepat

Lag Kebijakan : kebijakan moneter lebih pendek


Lebih sering dilakukan (FOMC)
Dieksekusi segera (OMO)
Kebijakan fiskal harus melalui siklus tahun anggaran

Keynesian: BI harus menggunakan OMO untuk


mengontrol r
Monetarist: mengontrol M karena itu merupakan
kekuatan pendorong utama dibalik inflasi

74

37

8/21/2016

BI tidak dapat mengontrol r dan M secara


simultan
Kurva permintaan uang bergeser outward
(melalui kebijakan fiskal eksmpansif)
Naiknya suku bunga ( r)
Naiknya stok uang (M)
BI
Menjaga mantabnya M (penjualan OMO)
r naik bahkan lebih

Menjaga mantabnya r (pembelian OMO)


M naik bahkan lebih

DILEMA KEBIJAKAN BANK SENTRAL


M0
10%
9
8
7
6
5
4
3
2
1

S
M1
Kebijakan dari BI

Suku bunga

A
Z

M
0

MD bergeser keluar

D0

D1

830 840 850


Penawaran Uang (in triliun ruipah)

76

38

8/21/2016

Dilema target kebijakan moneter


Target penawaran uang (M)
Variabel permintaan uang
Sulit
Lebarnya fluktuasi suku bunga

Target suku bunga (r)


Perubahan jumlah uang beredar untuk penstabil r
Ekonomi terguncang (M saat boom, M saat resesi)
AD Y dan P Md r BI menurunkan r melalui
pembelian OMO M AD

77

Kurva AS datar
Peningkatan output yang besar
Inflasi rendah
Kebijakan Anti-resesi berhasil
Kebijakan stabilisasi yang ketat memerangi inflasi
dengan konstraksi AD tidak efektif

78

39

8/21/2016

PANDANGAN ALTERNATIF DARI KURVA AS

Flat aggregate
supply curve

Steep aggregate
supply curve

Price level

Price level

S
Real GDP

Real GDP
(b)

(a)

79

D0

D1

101
100

Price Level

Price Level

KEBIJAKAN STABILISASI DENGAN KURVA AS DATAR

D2

100
99

S
Rise in
output
6,000

S
E

Rise in price

D0

D0

6,400

Real GDP
(a) Expansionary policy

Fall in price

D1

Fall in
output
0

5,600

D2

D0

6,000

Real GDP
(b) Contractionary policy
80

40

8/21/2016

Kurva AS curam
Ouput meningkat sedikit
Inflasi besar
Kebijakan fiskal atau moneter ekspansif
Inflasi besar
GDP berubah sedikit

Kebijakan kontraksi efektif


Penurunan tingkat harga

81

D0

D1

Price Level

Price Level

KEBIJAKAN STABILISASI, KURVA AS CURAM


S
A

D0
S
D2

110
Rise in price

100

100
Fall in price
S

Rise in
output

D0

6,000 6,100
Real GDP
(a) Kebijakan Ekspansif

D1

90
D2

D0

Fall in output
0

5,900 6,000
Real GDP
(b) Kebijakan Konstraktif
82

41

8/21/2016

Kecuraman skedul AS
Bergantung pada periode waktu

Jangka sangat pendek AS flat


Pekerja tidak dapat memperkirakan inflasi secara
akurat, upah riil , sehingga perusahaan ingin
memperluas kapasitasnya
Fluktuasi AD
Berefek besar pada output
Berefek kecil padaharga

83

Jangka panjang AS curam


Pekerja tidak memiliki informasi dan pengalaman
yang cukup memperkirakan inflasi, upah riil terikis
oleh P, sehingga perusahaan enggan untuk
meningkatkan produksi
Perubahan permintaan
Mempengaruhi harga, bukan output

42

8/21/2016

Setiap perubahan AD sebahagian besar besar


memiliki efek pada output dalam jangka
pendek namun berefek pada harga dalam
jangka panjang

Beberapa ekonom (paling liberal) menganjurkan


kebijakan stabilisasi aktif
Kebijakan harus discresioner
G atau T atau r lebih rendah ketika jurang resesi,
lean against the wind
Membalik ketika jurang inflasi

86

43

8/21/2016

Kebijakan stabilisasi
Sulit meramalkan permintaan
Lag yang panjang
Mungkin mengguncang perekonomian

Beberapa ekonom (paling konservatif)


beragumen
Ada kekuatan alami mengoreksi sendiri
Automatic stabilizers
Kebijakan pasif, patuh pada aturan tetap

Rule vs. Discretionary, mana yang Anda sukai?

44

8/21/2016

TIPIKAL SIKLUS BISNIS

Actual and Potential GDP

Potential GDP

E
D
Actual GDP

Time
89

Mekanisme ekonomi mengkoreksi sendiri


Cepat dan efisien Tanpa intervensi
Jika lambat kebijakan diskresioner

Lag dalam kebijakan stabilisasi


Akurasi prakiraan ekonomi
Size of government argumen palsu
Ketidakpastian oleh kebijakan pemerintah
Siklus bisnis politik
Kebijakan ekspansif dekat pemilu

90

45

8/21/2016

Masalah inkonsistensi waktu


Public mengamati para pembuat kebijakan dan
harapan kemungkinan bentuk tindakan mereka.
Pembuat kebijakan dengan diskresi dapat
mengingkari pernyataan besok hari ini;
sehingga, masyarakat dapat datang untuk
diskon pernyataan seperti bicara murah
Aturan menghasilkan outcome konsistensi
waktu karena mereka membuat pernyataan
pembuat kebijakan yang kredibel.

TERIMA KASIH

Dahlan TAMPUBOLON, Ph.D


Ekonomi Kementerian Keuangan RI

46

Anda mungkin juga menyukai