Hukum Isbal
Hukum Isbal
16 10:53]
Hukum Isbal
Isbal hukumnya haram, bahkan dapat dikategorikan sebagai kabair (dosa
besar). Hukum ini berlandaskan pada keterangan Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam di dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu anhu riwayat Muslim
(no. 106) dan lainnya, Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti.
Allah Subhanahu wataala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang
ke arah mereka, juga tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang
pedih. Kata-kata ini diulang sebanyak tiga kali oleh Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam. Sampai-sampai para sahabat bertanya, Siapakah ketiga
golongan tersebut, wahai Rasulullah? Beliau menjawab,
Orang musbil, orang yang selalu mengungkitungkit kebaikan, dan orang yang menjual barang dagangan dengan sumpah
palsu. (Fatwa al-Utsaimin, Nur alad Darb)
Artinya, masalah isbal bukanlah masalah kecil. Tidak tepat juga jika masalah
isbal dinilai sebagai masalah furu. Anggapan sebagian kalangan bahwa
masalah isbal hanyalah adat dan budaya orang Arab juga tidak benar.
Ternyata, isbal termasuk dosa besar sesuai dengan sabda Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam. Hukum isbal hanya berlaku untuk kalangan lakilaki. Sebab, ada hukum tersendiri bagi kaum wanita. Kekhususan hukum ini
hanya untuk kaum laki-laki, telah dinukilkan ijma ulama oleh Ibnu Raslan
dalam Syarah Sunan. (Aunul Mabud, Syarah Sunan Abi Dawud)
Apakah Isbal Hanya Berlaku untuk Sarung?
Sesuai lafadz hadits di atas, seolaholah, zahirnya menunjukkan hukum isbal
hanya berlaku untuk sarung saja. Benarkah demikian? Al-Imam al-Bukhari
rahimahullah memberi judul bab untuk hadits di atas bab Pakaian yang
Berada di Bawah Mata Kaki Akan Masuk Neraka. Kemudian al-Hafizh Ibnu
Hajar rahimahullah menjelaskan, Demikianlah, al-Bukhari rahimahullah
menyebutkan secara mutlak dan tidak memberikan taqyid (pembatasan)
dengan sarung sebagaimana yang terdapat di dalam lafadz hadits. Ini
adalah isyarat bahwa hukum isbal berlaku secara umum baik untuk sarung,
jubah, maupun pakaian lainnya. Sepertinya, al-Bukhari rahimahullah
mengisyaratkan pada lafadz hadits Abu Said radhiyallahu anhu yang
diriwayatkan oleh Malik, Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibnu Majah; yang
dinyatakan sahih oleh Abu Awanah dan Ibnu Hibban. (Fathul Bari, Syarah
Shahih al-Bukhari) Hukum isbal yang tidak hanya terbatas pada sarung juga
dapat dipahami dari hadits-hadits lain tentang isbal yang disebutkan pada
kajian kita ini.
Musbil Tanpa Disertai Sikap Sombong
Ada sekelompok orang yang kurang bisa menerima hukum isbal secara
mutlak. Alasan mereka adalah sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3665) dan Muslim
(no. 2085) dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong,
Allah Subhanahu wataala tidak akan memandangnya pada hari kiamat
nanti. Kata mereka, Larangan isbal hanya berlaku untuk orang yang
sombong saja! Jika tidak disertai sikap sombong, tidak mengapa. Jika
berdasarkan ilmu kita berbicara, bukan hawa nafsu; jika di atas sikap hormat
kepada hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kita berhukum, tidak dengan
menurutkan kesenangan hati; jika tidak mengambil sikap seenaknya kita
sendiri, menerima satu hadits dan menolak hadits yang lain, walau tidak
diakui secara lisan; tentu setiap hadits dapat diposisikan sebagaimana
mestinya. Lihat dan teladanilah sikap para ulama. Mengenai hal ini, mereka
merincinya menjadi dua masalah.
1. Musbil disertai sikap sombong
Orang semacam inilah yang dimaksud oleh hadits Abu Dzar
radhiyallahu anhu di atas. Orang seperti inilah yang diancam dalam
sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, Ada tiga golongan manusia
pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wataala tidak berbicara
kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, dan tidak
menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.
2. Musbil tanpa diikuti oleh sikap sombong
Orang semacam ini siksanya di bawah tingkatan siksa jenis orang
pertama. Orang seperti inilah yang dimaksud dalam hadits Abu
Hurairah radhiyallahu anhu di atas. Orang semacam inilah yang
diancam dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, Sarung yang
berada di bawah kedua mata kaki, ada di dalam neraka. (Fatwa alUtsaimin, Nur alad Darb)
Pendapat para ulama di atas didukung oleh sebuah riwayat dari Abu Said
radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4093), an-Nasai
(no. 97149717), Ibnu Majah (no. 3573), dan yang lain, dinyatakan sahih
: Sungguh, salah
satu bagian pakaianku selalu turun, namun aku selalu menjaganya agar
tidak turun. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya engkau tidak termasuk yang melakukannya karena sikap
sombong. (HR. al- Bukhari no. 5447)
Ada beberapa hal yang harus dicermati tentang keadaan Abu Bakr di atas:
1. Tidak ada faktor kesengajaan isbal dari Abu Bakr radhiyallahu anhu.
2. Upaya Abu Bakr radhiyallahu anhu untuk selalu menaikkan kembali
pakaiannya jika turun menutupi mata kaki.
3. Yang terkadang turun menutupi mata kaki Abu Bakr adalah salah satu
sisi pakaiannya. Artinya, sisi pakaian yang lain berada di atas mata
kaki.
4. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam merekomendasi Abu Bakr
radhiyallahu anhu sebagai orang yang tidak sombong. Pertanyaannya,
Apakah riwayat tentang Abu Bakr radhiyallahu anhu dapat
disamakan dengan kaum musbil yang dengan sengaja telah melakukan
isbal? Apakah mereka selalu berusaha menaikkan celana jika mulai
menutupi mata kaki? Siapa yang merekomendasi mereka bebas dari
sikap sombong?
Praktik Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan Para Sahabat. Lihatlah praktik
para sahabat dalam hal ini. Abu Ishaq bertutur, Aku pernah melihat
beberapa orang sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka
menggunakan sarung sampai di tengah betis, di antaranya Ibnu Umar, Zaid
bin Arqam, Usamah bin Zaid, dan al-Bara bin Azib . (Majma az- Zawaid).
Beberapa saat sebelum Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu meninggal
dunia, seorang pemuda datang menjenguk untuk mendoakan dan
menghibur Umar radhiyallahu anhu. Ketika pemuda itu mohon izin, Umar
melihat pakaiannya menutupi mata kaki. Umar pun menegur, Wahai anak
saudaraku, angkatlah pakaianmu. Itu lebih bersih dan bisa menambah takwa
kepada Allah Subhanahu wataala! (HR. al-Bukhari no. 3424)
Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhuma bercerita, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam pernah memegang otot betisku dan bersabda,
Di sinilah letak sarung. Jika
engkau tidak ingin, bisa di bawahnya sedikit. Jika engkau masih juga tidak
ingin, tidak ada hak untuk sarung berada tepat pada mata kaki. (HR. atTirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah dan dinyatakan sahih oleh al-Albani
no. 99)
Sebagai penutup, marilah kita meresapi kata-kata Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam di bawah ini. Ubaid bin Khalid al-Muharibi berkisah, Saat