Seminar Batch Agustus 2015part 4 PDF
Seminar Batch Agustus 2015part 4 PDF
NO.301-390
301. KOHORT
Adalah
Penelitian epidemiologi analitik yang bersifat observasi
dimana dilakukan perbandingan antara sekelompok
orang yang terkena penyebab (terpapar) dengan
sekelompok lainnya yang tidak terkena penyebab (tidak
terpapar) kemudian dilihat akibat yang ditimbulkan
Karakteristik:
Diketahui penyebab,dilihat akibat
Sifat umum: mengacu pada masa depan (prospective
study)
Pengukuran tidak dilakukan secara bersamaan
Penelitian longitudinal (longitudinal study)
Morton, Richard. 2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistik. Jakarta: EGC
Kerugian
Membutuhkan waktu,
biaya, tenaga yang besar
Kemungkinan drop out
responden tinggi
Sulit dilakukan jika kasus
sedikit
C
302. Strategi Penanggulangan DBD
PSN secara lintas sektoral mengikutsertakan
peran serta aktif masyarakat secara rutin dan
berkesinambungan.
Fogging massal
Fogging fokus
Abatisasi selektif
Pemberantasan terpadu
Promosi kesehatan
Depkes RI. Petunjuk Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue. Jakarta. 1992.
Pencegahan Primer :
promosi kesehatan (health promotion)
proteksi spesifik (spesific protection)
Pencegahan Sekunder
deteksi dini dan penatalaksanaan segera (early
Pencegahan Tersier
Pembatasan disabilitas (disability limitation)
Rehabilitasi (Rehabilitation)
Tahap
Pencegahan
Bentuk
Intervensi
Sektor2 yang
Bertanggung
Jawab
TUJUAN
SEHAT
BERESIKO
PENYAKIT
AKUT
PENYAKIT
KRONIS
PENCEGAHAN
PRIMER
306. HIPOTESIS
10
11
12
310. Prevalensi
Pencegahan Primer :
promosi kesehatan (health promotion)
proteksi spesifik (spesific protection)
Pencegahan Sekunder
deteksi dini dan penatalaksanaan segera (early
Pencegahan Tersier
Pembatasan disabilitas (disability limitation)
Rehabilitasi (Rehabilitation)
Tahap
Pencegahan
Bentuk
Intervensi
Sektor2 yang
Bertanggung
Jawab
TUJUAN
SEHAT
BERESIKO
PENYAKIT
AKUT
PENYAKIT
KRONIS
PENCEGAHAN
PRIMER
Ya
Tidak
Ya
10
30
Tidak
50
10
RR = a/(a+b)
c/ (c+d)
= 10/40
50/60
= 0,3
Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC
D
1.
2.
3.
4.
5.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid III. Jakarta : Depkes RI
6. Kesehatan Lingkungan :
Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber air
minum-jamban keluarga), TTU (tempat-tempat umum), Institusi pemerintah
Survey Jentik Nyamuk
7. Pencatatan dan Pelaporan :
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
8. Program Tambahan/Penunjang Puskesmas :
Program penunjang ini biasanya dilaksanakan sebagai kegiatan tambahan, sesuai
kemampuansumber daya manusia dan material puskesmas dalam melakukan
pelayanan
Kesehatan Mata : pelacakan kasus, rujukan
Kesehatan Jiwa : pendataan kasus, rujukan kasus
Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) : pemeriksaan, penjaringan
Kesehatan Reproduksi Remaja : penyuluhan, konseling
Kesehatan Sekolah : pembinaan sekolah sehat, pelatihan dokter kecil
Kesehatan Olahraga : senam kesegaran jasmani
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid III. Jakarta : Depkes RI
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
(Departemen Kesehatan RI, 1996) :
Tidak mencemari sumber air minum, sehingga lubang penampungan kotoran
minimal berjarak 10 meter dari sumber air minum (sumur pompa, sumur gali, dan
lain-lain). Untuk tanah berkapur, tanah liat yang retak-retak pada musim kemarau,
atau bila letak jamban di sebelah atas dari sumber air minum pada tanah yang
miring, maka jarak tersebut hendaknya lebih dari 15 meter.
Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus (tinja
harus tertutup rapat, misalnya dengan menggunakan leher angsa atau penutup
lubang yang rapat).
Air seni, air pembersih, dan penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya
(lantai jamban minimal berukuran 1 x 1 meter dan dibuat cukup landai/miring ke
arah lubang jongkok).
Mudah dibersihkan, aman digunakan (harus dibuat dari bahan-bahan yang kuat,
tahan lama, dan agar tidak mahal hendaknya dipergunakan bahan-bahan yang ada
di daerah setempat).
Dilengkapi atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang.
Cukup penerangan, ventilasi cukup baik, dan luas ruangan cukup
Lantai kedap air
Tersedia air dan alat pembersih
E
a)
b)
c)
d)
e)
319. Grafik
Ya
Tidak
40
17
10
416
PPV = a/(a+b)
= 40/57
324. Insidens
326. KOHORT
Adalah
Penelitian epidemiologi analitik yang bersifat observasi
dimana dilakukan perbandingan antara sekelompok
orang yang terkena penyebab (terpapar) dengan
sekelompok lainnya yang tidak terkena penyebab (tidak
terpapar) kemudian dilihat akibat yang ditimbulkan
Karakteristik:
Diketahui penyebab,dilihat akibat
Sifat umum: mengacu pada masa depan (prospective
study)
Pengukuran tidak dilakukan secara bersamaan
Penelitian longitudinal (longitudinal study)
Morton, Richard. 2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistik. Jakarta: EGC
Kerugian
Membutuhkan waktu,
biaya, tenaga yang besar
Kemungkinan drop out
responden tinggi
Sulit dilakukan jika kasus
sedikit
Interpretasi
OR = 1 , faktor risiko bersifat netral
OR > 1 ; Confident Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit
OR < 1 ; Confdient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit
Ya
Tidak
Tidak
80%
20%
Ya
20%
80%
RR = a/(a+b)
c/ (c+d)
= 80/100
20/100
=4
Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
336. Euthanasia
Berdasarkan dari cara pelaksanaannya, euthanasia dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh dokter atau tenaga
kesehatan untuk mencabut atau mengakhiri hidup sang pasien, misalnya dengan memberikan
obat-obat yang mematikan melalui suntikan, maupun tablet. Pada euthanasia aktif ini, pasien
secara langsung meninggal setelah diberikan suntikan mati. Euthanasia aktif hanya
diperbolehkan di Belanda, Belgia, dan Luxemburg.
2. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif dilakukan pada kondisi dimana seorang pasien, keluarga/ ahli waris secara
tegas menolak untuk menerima perawatan medis. Pada kondisi ini, sang pasien sudah
mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Dengan penolakan tersebut, ia membuat sebuah codicil, yaitu pernyataan yang tertulis. Pada
dasarnya eutanasia pasif adalah euthanasia yang dilakukan atas permintaan sang pasien itu
sendiri. Euthanasia pasif ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam bernapas, menolak
untuk melakukan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, dan
sebagainya. Tindakan yang dilakukan tidak membuat pasien langsung mati setelah
diberhentikan asupan medisnya, tetapi secara perlahan-lahan.
Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan (Jakarta: Widya Medika,1997), hlm.66-67.
337. Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
339. KDRT
Dalam pengajuan delik KDRT perlu diketahui trauma fisik dan psikis
yang dialami korban, oleh karena itu perlu dibuatkan Visum et
Repertum.
Dalam hal pembuatan visum et repertum, permintaan harus
diajukan oleh penyidik kepolisian.
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
Abdul Munim Idries,2009. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik.
340. Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
(Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
349. KKI
FUNGSI
KKI mempunyai fungsi (Pasal 6 Undang-undang Praktik
Kedokteran nomor 29 tahun 2004), yaitu fungsi pengaturan,
pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter
gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan medis.
Djaja Surya Atmadja. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik-Medikolegal. Fak. Kedokteran Univ. Indonesia.
351. Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
353. Smothering
355. Keracunan CO
356. Tanatologi
Tanda
Keterangan
Livor mortis
Rigor mortis
terjadi bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak
terbentuk dan aktin-miosin menggumpal sehingga otot menjadi
kaku.
Mulai tampak 2 jam setelah mati klinis, arahnya sentripetal (dari luar
ke dalam), menjadi lengkap dalam 12 jam, dipertahankan selama 12
jam, kemudian menghilang sesuai urutan terbentuknya.
Dekomposisi
Patomekanisme
Pada saat tenggelam, seseorang akan berusaha mempertahankan
napasnya hingga suatu keadaan tertentu. Ketika kadar oksigen dalam
darah sangat rendah dan kadar karbon dioksida sangat tinggi, akibatnya
korban menghirup sejumlah besar volume air. Pernapasan yang terengahengah di dalam air akan mengakibatkan hipoksia serebral dan akan
menyebabkan terjadinya kematian.
Stimulasi vagal yang menyebabkan inhibisi jantung atau akibat spasme
laring. Hal ini biasanya disebabkan karena masuknya air atau benda asing
yang secara tiba-tiba atau karena tenggelam di air yang sangat dingin (<
20oC atau 68oF). Obstruksi saluran pernapasan akan mengakibatkan
terjadinya hipoksia dan asidosis yang keduanya dapat menyebabkan
kematian. Pada refleks vagal dapat menyebabkan terjadinya disaritmia
yang menyebakan asistole dan fibrilasi ventrikel.
Kerusakan pada surfaktan alveoli, terutama diakibatkan perbedaan
konsentrasi air dengan darah. Hal ini dapat mengakibatkan barotraumas
pulmoner, kerusakan mekanis paru, pneumonitis, dan dapat menyebabkan
kematian jika terjadi kegagalan multi sistem organ.
Penggantungan antemortem
Penggantungan postmortem
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan
pada sisi leher
dengan kuat dan diletakkan pada bagian
depan leher
Ekimosis tampak jelas pada salah satu Ekimosis pada salah satu sisi jejas
sisi dari jejas penjeratan. Lebam
penjeratan tidak ada atau tidak jelas. Lebam
mayat tampak di atas jejas jerat dan
mayat terdapat pada bagian tubuh yang
pada tungkai bawah
menggantung sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal
8
9
10
Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5F per menit.
Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.
Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan
kepala. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan
OxyHb.
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan.
Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai; keadaan ini
terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau merupakan
perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis pada mm.erector pili. Cutis
anserina tidak mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik.
Washerwoman, penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan dan
kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki
(tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat). Gambaran ini tidak
mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila
dibuang kedalam air akan keriput juga.
361. Infanticide
Pemeriksaan luar
Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada
bulat seperti tong . biasanya tali pusat masih melengket ke perut,
berkilat dan licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu
dengan tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan.
Pemeriksaan dalam
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan
hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai berikut:
Amir A. Infanticide. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan. 1995
b.
Accidental Hanging
c.
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus.
Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan pada
anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun. Meskipun tidak
menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa yaitu ketika
melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (Autoerotic Hanging).
No
Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
korban yang bisa menyebabkan biasanya mengarah kepada pembunuhan
kematian
mendadak
tidak
ditemukan pada kasus bunuh diri
Racun. Ditemukannya
racun dalam
lambung korban, misalnya arsen, sublimat
korosif dan lain-lain tidak bertentangan
dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang
disebabkan racun tersebut mungkin
mendorong korban untuk melakukan
gantung diri
Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan
di dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan
ditemukan dalam keadaan tertutup dan adalah kasus pembunuhan
terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri
10
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali
pada kasus gantung diri
jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih
anak-anak.
THT
Gejala:
Nyeri
Gatal
Tuli konduktif
Perdarahan
Tata laksana:
Gunakan forsep jika benda dapat dijepit, kuret jika bulat kecil, suction dapat
digunakan untuk berbagai benda asing.
Serangga: irigasi, lidokain 2% untuk anestesi sekaligus mematikan serangga
Oklusi komplit oleh lem operasi
368. Rhinosinusitis
Tes Pendengaran
Tes pendengaran kualitatif:
Rinne
Weber
Schwabach
Bing
Tes pendengaran semikuantitatif:
tes bisik
Tes pendengaran kuantitatif
pure tone audiometry
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Tes Pendengaran
Audiometri nada murni:
Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
Derajat ketulian:
0-25 dB
: normal
>25-40 dB
: tuli ringan
>40-55 dB
: tuli sedang
>55-70 dB
: tuli sedang berat
>70-90 dB
: tuli berat
>90 dB
: tuli sangat berat
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Tes Pendengaran
Tes bisik
Panjang ruangan minimal 6 meter
Nilai normal: 5/6-6/6
Audiometri tutur
Pasien mengulangi kata-kata yang didengar melalui tape
Jumlah kata yang benar speech discrimination score:
90-100%: normal
75-90%: tuli ringan
60-75%: tuli sedang
50-60%: sukar mengikuti pembicaraan seharihari
<50%: tuli berat
Audiometri impedans
Memeriksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu
pada meatus akustikus eksterna, meliputi timpanometri, fungsi tuba,
& refleks tapedius
Weber
Schwabach
Sama dengan
pemeriksa
Diagnosis
Positif
Tidak ada
lateralisasi
Negatif
Lateralisasi ke
Memanjang
telinga yang sakit
Tuli konduktif
Positif
Lateralisasi ke
Memendek
telinga yang sehat
Tuli
sensorineural
Normal
372. Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur di telinga tengah
dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
daerah tersebut
Etiologi: Pitysporum, Aspergillus, Candida
albicans
Gejala klinis: otalgia, otorrhea, rasa gatal dan rasa
penuh di telinga, kadang tanpa keluhan.
Pengobatan: membersihkan liang telinga, asam
asetat 2% & dalam alkohol, povidon iodin 5%.
Antijamur topikal yang mengandung nistatin dan
klotrimazol
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik:
Akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa
berfilamen yang berwana putih dan panjang, area
melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis
eksterna atau pada membran timpani. Terkadang
dapat menyebabkan perforasi membran timpani
Pemeriksaan laboratorium:
KOH 10 % akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum
Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud: hifahifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan
sterigma dan spora berjejer melekat pada
permukaannya
Stadium hiperemis
Stadium supurasi
Terapi:
Occlusion tubal: topical decongestan(ephedrin
HCl)
Presuppuration: AB for at least 7 days
(ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) &analgetic.
Suppuration: AB, myringotomy.
Perforation: ear wash H2O2 3% & AB.
Resolution: if secrete isnt stopped ab is
continued until 3 weeks
Weber
Schwabach
Diagnosis
Positif
Sama dengan
pemeriksa
Normal
Negatif
Memanjang
Tuli konduktif
Positif
Memendek
Tuli sensorineural
Tes bisik
Panjang ruangan minimal 6 meter
Nilai normal: 5/6-6/6
Hidung
Laryng
Trachea
Bronchus
379. Vertigo
Peripheral Vertigo
Central Vertigo
Brainstem, cerebellum,
cerebrum
Onset
Sudden
Gradual
Nausea, vomitting
Severe
Varied
Hearing symptom
Often
Seldom
Often
Compensation/resolution
Fast
Slow
Spontaneous nystagmus
rotatoir, horizontal
Vertical
Paresis
Normal
Involving
Neurologic symptom
Positional nystagmus
Calory nystagmus
379. Vertigo
Komplikasi ekstratemporal
Abses subperiosteal
Komplikasi intrakranial
Abses otak
Tromboflebitis
Hidrosefalus otikus
Empiema subdura
Abses subdura/ekstradura
Steady state:
Kualitas & intensitas konstant (variasi kurang dari 5 dB
Fluctuating
Intensitas naik turun lebih dari 5 dB
Intermittent
Ada masa berhenti. Dibedakan dengan impulsive dari durasinya yang
lebih lama.
Dipilih intermiten karena bising di bandara tidak terus menerus.
Impulsive
Durasi kurang dari 500 ms dengan intensitas minimal 40 dB
Karakteristik
Papilloma laring
Laringitis
Papillomatosis
Vocal nodules
Vocal cord polyp
Laringitis
385. Otomikosis
Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Benign/mucosal type:
Not involving bone.
Perforation type: central.
Th: ear wash with H2O2 3% for 3-5
days, ear drops AB & steroid,
systemic AB
Malignant/bony type:
Involving bone or cholesteatoma.
Perforation type: marginal or attic.
Th: mastoidectomy.
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Cholesteatoma at attic
type perforation
Peritonsillar abscess
Therapy
Needle aspiration: if pus (-) cellulitis antibiotic. If pus (+) abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.
Clinical Features
Abses peritonsil
Abses parafaring
Abses Retrofaring
Submandibular
abscess
Ludwig/ludovici
angina
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
A (paling mendekati)
390. Rinitis
Diagnosis
Karakteristik
Rinitis alergi
Rinitis
vasomotor
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor.
Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak
& mukopurulen.
Rinitis atrofi /
ozaena
Rinitis
Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan
medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma
edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka
dengan sekret hidung yang berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.