Anda di halaman 1dari 11

Sesi Tanya - Jawab Diskusi Desain Studi

Pertanyaan
1. Irena Santosa
Steffani

: Kapan menggunakan kohort study design ?


: Penelitian kohort adalah suatu penelitian survey (non

eksperimen) yang paling baik dalam mengkaji hubungan antara faktor risiko dengan
efek tertentu (penyakit). Faktor risiko yang akan dipelajari diidentifikasi dan
kemudian diikuti kedepan secara prospektif timbulnya efek seperti penyakit atau salah
satu indikator status kesehatan. Kesimpulan hasil penelitian diketahui dengan
membandingkan subjek yang mempunyai efek positif (sakit) antara kelompok subjek
dengan faktor risiko positif dan faktor risiko negatif (kelompok kontrol).
2. Vincentius

: Apa saja yang menjadi kriteria pemilihan responden pada

studi kohort ?
Thomas, Yurika
: Pedoman pemilihan responden studi kohort ialah :
Responden yang bersedia
Responden yang terkena risiko paparan
Suatu kelompok studi dan kontrol yang tergolong dalam penduduk dengan

penyakit yang akan diteliti berada


Kelompok studi dan kontrol yang keduanya harus sebanding melalui
pencocokan atau telah dihilangkan faktor penyebab lainnya selain etiologi

3. Nando
Elita, Sylvia

: Apa yang dimaksud dengan risiko relatif (RR) ?


: Pada studi kohort, perkiraan besarnya pengaruh faktor

pemaparan terhadap risiko suatu penyakit dapat dilakukan secara langsung, yaitu
dengan membandingkan besaran angka penyakit dari kelompok terpapar dan tidak
terpapar dengan faktor penyebab tersebut. Ratio tersebut ialah Risiko Relatif (RR).
Insiden pada kelompok terpapar
RR=
Insiden pada kelompok tidak terpapar
Contoh :
RR = 3, artinya kelompok terpapar mempunyai risiko mendapatkan penyakit 3 kali
lebih besar dari kelompok terpapar penyakit.
1

Kent Pradana
: Apa perbedaan case control dengan studi kohort retrospektif ?
Yurika, Elita :
Pada case control, sampel yang dibutuhkan biasanya lebih sedikit dibanding studi
kohort. Desain studi case control juga lebih cocok untuk penyakit yang jarang atau
laten. Studi kohort retrospektif diawali dengan penentuan kelompok berdasarkan

status exposure terhadap faktor resiko, sedangkan pada case control penentuan status
exposure terhadap factor resiko ditentukan di akhir penelusuran.
4. Juliana
Steffani
-

: Apa saja kelebihan dalam menggunakan studi cross sectional?


: kelebihan lainnya yaitu:
Mudah dan lebih murah, serta tidak memerlukan follow-up
Dapat menformulasikan hubungan kausal atau sebab
Dapat mempelajari beberapa outcome sekaligus
Tujuannya hanya sekedar untuk mendeskripsikan distribusi penyakit dan

dihubungkan dengan paparan faktor-faktor penelitian


Studi cross sectional tidak memaksa subjek untuk mengalami faktor yang

diperkirakan bersifat merugikan


Kemungkinan subjek drop out kecil
Tidak banyak hambatan etik
Dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya

Sesi Tanya - Jawab Diskusi Pedoman DBD


Pertanyaan
1. Thomas

: Bagaimana langkah pelaksanaan penanggulangan KLB DBD?

Eldaa

: Bila memang terjadi KLB atau wabah, lakukan penyemprotan

insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu), pemberantasan sarang nyamuk DBD,


larvadisasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit dan bentuk penanggulangan lain
seperti: bentuk posko pengobatan dan posko penanggulangan, penyelidikan KLB dan
pemeriksaan spesimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor.
2. Hendry
efektif?
Bernard

: Pada pencegahan DBD di anak, apakah ada cara yang


: Yang dapat dilakukan antara lain berupa:

1. Selain 3-M, bisa dengan memakai pakaian dan celana panjang. pakai lotion anti
nyamuk dan mengenakan kaos kaki panjang
2. Ventilasi rumah dipasangi kawat nyamuk
3. Pakai obat nyamuk bakar, semprot, atau elektrik
3. Emily

: Bagaimana cara untuk memberitahu / memberikan promosi

kesehatan kepada masyarakat awam terhadap pentingnya pencegahan DBD?


Bernard
: Yang dapat dilakukan antara lain dengan penyuluhan, FGD /
Focus Group Discussion. Demonstrasi 3-M juga dapat dilakukan dan efektif.
Langkah-langkah yang perlu dipersiapkan:
a. Persiapan (mengurus izin, mempersiapkan daerah yang ingin disosialisasikan,
materi kegiatan, alat-alat yang dibutuhkan)
b. Pelaksanaan. Misalnya apabila dipilih cara penyuluhan, maka memberikan pre-test
terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan penyuluhan. Apabila dengan FGD,
menjadi moderator yang netral; dimana membuat diskusi secara mengalir dan
menggali informasi yang dalam dari peserta (tidak ada jawaban yang salah dalam
FGD). Yang terakhir apabila demonstrasi 3-M, pastikan trainer sudah kompeten
dalam 3-M dan mengajarkan langkah-langkah yang tepat.
c. Post-test apabila sebelumnya diberikan pre-test

4. Jessica Tatang
Jessica Filbertine

: Apa saja tugas jumantik?


: Jumantik adalah petugas yg sukarela mau bertanggungjawab

untuk melakukan upaya pemantauan jentik nyamuk DBD dan melakukan pelaporan
ke kelurahan atau puskesmas
5. Chrissanty
: Mengapa fogging sering kali dianggap tidak efektif ?
Juliana
: Fogging sering kali dianggap tidak efektif karena:
1. fogging hanya dapat membunuh nyamuk dewasa
2. dosis insektisida kurang sehingga nyamuk tidak mati dan menjadi resisten
3. radius daerah yang di fogging sering kali dibawah 200 meter
6. Indah
Jemmy

: Kapan musim sebelum penularan?


: Kita menetukan musim penularan dengan membuat tabel

jumlah penderita selama 5 tahun kalender terakhir, jumlah kan tiap kasus selama 5
tahun terakhir dan dihitung rata-rata kasus setiap bulan, fase sebelum musim
penularan adalah bulan dengan rata-rata kasus paling rendah
7. Fiannisa
dan KLB ?

: Apa saja faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kasus

Jessica Filbertine
:
a. Belum ada obat anti virus untuk mengatasi infeksi virus Dengue, maka
memutus rantai penularan, pengendalian vektor DBD dianggap yang
terpenting saat ini.
b. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama pada
kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) meskipun pada umumnya
pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya sudah cukup tinggi.
c. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap
jenjang administrasi
d. Kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam
pengendalian DBD,
e. Sistem pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai
dengan standard operasional prosedur (SOP)
f. Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian DBD dan KLB
yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti, kepadatan penduduk/
pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, lancarnya transportasi (darat ,
laut dan udara), serta keganasan (virulensi) virus Dengue.
g. Perubahan iklim (climate change) yang cenderung menambah jumlah habitat
vektor DBD menambah risiko penularan.
h. Infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai
i. Letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan
vektor dan pertumbuhan virus.

Sesi Tanya - Jawab Diskusi Studi Literatur


Pertanyaan
1. Lidya
: Apa saja langkah-langkah dalam melakukan studi literatur?
Nando, Vincensius :
A Formulasikan permasalahan
Pililah topik yang sesuai isu
B Cari literatur
a Buku: baik untuk general background knowlage, tapi kurang aktual
b Artikel: lebih terfokus dan lebih aktual
c Website: baik untuk mencari sumber primer, informasi statistik, kebijakankebijakan, tetapi harus dievaluasi lebih lanjut
C Evaluasi data
a Perhatikan konstribusi apa saja terhadap topik yang dibahas
b Cari dan temukan sumber data yang tepat sesuai kebutuhan
c Data bisa berupa data kualitatif, data kuantitatif atau gabungan keduannya
D Analisis dan interpretasi
Diskusikan dan temukan serta ringkas literatur.
2. Eldaa
Emily, Hendry

: Apa perbedaan EBM ADA dengan Oxford ?


:
Oxford CEBM grades of recommendation
Grade
A

Description
Consistent level 1 studies (e.g. a systematic review

or conducted RCT)
Consistent level 2 or 3 studies or extrapolations
from level 1 studies (e.g. individual cohort studies or

case control studies


Level 4 studies or extrapolations from level 2 or 3

studies (e.g. case series studies)


Level 5 evidence or troublingly inconsistent or
inconclusive studies of any level (e.g. expert opinion

or bench research)
ADA levels of evidence
ADA Level ofDescription
Evidence

Clear

evidence

from

well

conducted,

generalisable, RCTs that are adequately


powered or supportive evidence from well
B

conducted RCTs
Supportive evidence from well conducted
cohort studies or supporting evidence from a

well conducted case-control study


Supportive evidence from poorly controlled
or

uncontrolled

studies

or

conflicting

evidence with the weight of evidence


E

supporting the recommendation


Expert consensus or clinical experience

3. Marsha
: Apa saja step-step EBM ?
Kent, Hendry
: Terdapat 5 langkah yaitu:
1. Menerjemahkan ketidakpastian dalam tanya jawab dan termasuk pertanyaan
kritis, studi desain serta tingkatan bukti
2. Pengambilan sistematis bukti terbaik yang tersedia
3. Penilaian secara kritis bukti untuk validitas internal yang dapat dipecah
menjadi:
o Kesalahan sistematis sebagai akibat dari bias seleksi, bias informasi dan
o
o
o
o
o
4. Yurika
Kent

confounding
Aspek kuantitatif dari diagnosis dan pengobatan
Efek ukuran dan aspek mengenai presisi
Pentingnya klinis hasil validitas eksternal atau generalisasi
Penerapan hasil dalam praktek
Evaluasi kinerja
: Apa itu impact factor ? Bagaimana cara mengukurnya ?
: Impact factor adalah pengukuran rata-rata frekuensi artikel

pada jurnal yang telah dikutip pada jangka waktu tertentu. Cara pengukurannya:
Contoh: impact factor 2016 = A/B
A
: Jumlah berapa kali artikel pada jurnal yang telah dikutip pada tahun 2014
dan 2015
B
: Total jumlah artikel yang diterbitkan pada suatu jurnal tahun 2014 dan 2015
5. Marsha
tersebut ?

: Berdasarkan apa menentukan level of evidence

Irena

: Hierarki dari desain studi dan level of evidence itu dibuat

berdasarkan kemampuannya untuk mngontrol bias dan untuk mendemonstrasikan


penyebab serta efek pada manusia.
6. Sylvia
: Bagaimana cara menentukan grade of recommendation ?
Hendry
:
Level I: Grade A: Consistent level I studies or a systematic review (SR) or a metaanalysis (MA)
Level II: Grade B: Consistent level II studies or a single level I study
Level III: Grade B: Consistent level IIIstudies
Level IV: Grade C: Consistent level IV studies or extrapolations from level II or III
Level V: Grade D: Level V evidence or inconsistent studies of levels I IV.

Sesi Tanya - Jawab Diskusi Uji Diagnostik


Pertanyaan
1

Elita

: Apa saja parameter yang dinilai dalam uji diagnostik ?

Fiannisa

: Yang dinilai pada uji diagnostik adalah:

Prevalensi: proporsi orang yang sakit terhadap semua subjek penelitian


Sensitifitas: probabilitias hasil pemeriksaan adalah positif diantara subjek yang

sakit
Spesifisitas: probabilitias hasil pemeriksaan adalah negatif diantara subjek

yang tidak sakit


Nilai duga posotif: probabilitas kejadian penyakit pada subjek dengan hasil

pemeriksaan positif
Nilai duga negatif: probabilitas tidak adanya penyakit pada subjek dengan
hasil pemeriksaan negatif

Likelihood ratio positif/negatif: perbandingan probabilitas hasil positif/negatif


pada subjek sakit dengan probabilitas hasil positif/negatif pada subjek tidak
sakit

Steffani
: Bagaimana cara menentukan cut off ?
Marsha
:
Dengan menggunakan ROC curve untuk menguji beberapa cutoff point sehingga
didapat cutoff terbaik. Prosedur yang paling baik adalah yang mempunyai luas area di
bawah kurva ROC yang paling besar. Cut-off point terbaik = titik terjauh di kiri-atas
garis diagonal.
Contoh kasus : seorang peneliti ingin menentukan cut-off point pada pemeriksaan lab
T4 untuk menentukan batas kondisi hipotiroid dan eutiroid.
Nilai T4
<5
5,1-7
7,1-9
>9
Total

Hipotiroid
18
7
4
3
32

Eutiroid
1
17
36
39
93

Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil seperti pada tabel di atas. Lalu
peneliti memutuskan untuk menguji cut-point 5, 7, dan 9 untuk mencari cut-point
manakah yang terbaik (memiliki sensitivitas dan spesifisitas terbaik dengan prinsip
bahwa semakin tinggi sensitivitas akan semakin rendah spesifisitasnya)
Cut-point
5
7
9

Setelah
atas,

Sensitivitas
56% (0,56)
78% (0,78)
91% (0,91)

Spesifisitas
99% (0,99)
81% (0,81)
42% (0,42)

1-spesifisitas
1% (0,01%)
19% (0,19%)
58% (0,58%)

mendapatkan hasil di
peneliti

tersebut

ke

sumbu

memasukkan

data

dalam grafik di mana


merupakan

sumbu

(1-spesifisitas) dan sumbu y merupakan sumbu sensitivitas. Cut-off point terbaik


adalah titik yang berada pada kiri atas dari garis diagonal (45 derajat), yaitu titik 7.
3

Hendry
: Apa yang dimaksud dengan trade off ?
Indah
:
trade-off yang di maksud pada ROC curve di sini adalah pergerakan nilai sensitivitas
dan spesifisitas untuk cut-point tertentu. Misalnya, untuk cut-point 5 memiliki nilai
sensitivitas 60% dan spesifisitas 90%, sedangkan untuk cut-point 7 memiliki nilai
sensitivitas 75% dan spesifisitas 80%.

Juliana

: Apakah terdapat solusi unntuk mengurangi terjadinya lead

time bias dan length time bias?


Fiannisa
:
Lead time dan length time bias dapat terjadi karena mispersepsi seseorang terhadap
suatu hasil pengukuran yang terdeteksi melalui screening di saat durasi survival
diukur dari waktu diagnosis, sehingga dibutuhkan pengertian mengenai kedua konsep
tersebut agar dapat mencegah terjadinya bias.
5

Jessica Tatang

: Apa perbedaan lead time dan length time bias?

Lidya Yuniwati

Istilah lead time bias dan length time bias digunakan dalam konteks yang berbeda.
Lead time bias merupakan overestimasi harapan hidup akibat kasus didiagnosis
melalui skrining dibandingkan kasus yang diagnosis karena munculnya gejala. Hal ini
membuat seolah-olah harapan hidup lebih panjang.
Sedangkan length time bias merupakan overestimasi harapan hidup terhadap kasus
yang memiliki kecepatan progresivitas yang lebih lambat. Hal ini menyebabkan
seolah-olah kasus yang ditemukan melalui skrining memiliki prognosis lebih baik.

Sesi Tanya - Jawab Diskusi Evaluasi Program


Pertanyaan
1

Stefanni
: Apa saja langkah-langkah dalam evaluasi ?
Nando, Chrissanty
: Langkah-langkah dalam evaluasi adalah:
Pembuatan rencana evaluasi
Deskripsi program, orang terkait dan evaluator
Pembuatan daftar pertanyaan evaluasi
Pengumpulan data
Analisis dan interpretasi data
Penulis laporan dan komunikasi hasil evaluasi

Kent
: Apa yang dimaksud dengan pengawasan monitoring?
Jessica Tatang, Vincensius:
Pengawasan (monitoring) merupakan sebuah proses untuk mengukur pelaksanaan
kegiatan suatu program yang kemudian selanjutnya memberikan pengarahanpengarahan sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah :
a Objek pengawasan,
Yaitu hal-hal yang harus diawasi dalam pelaksanaan suatu rencana. Secara garis
besar meliputi kuantitas dan kualitas program, biaya program, pelaksanaan
program, dan hal-hal khusus lainnya yang di tetapkan oleh pimpinan.
b Metode pengawasan,
dapat dilakukan dengan cara kunjungan langsung atau observasi, analisis terhadap
laporan yang masuk, pengumpulan data, dan melalui tugas dan tanggung jawab
para petugas.
c Proses pengawasan,

yang meliputi penyusunan rencana pengawasan, pelaksanaan pengawasan,


interpretasi dan analisa hasil pengawasan, serta menarik kesimpulan dan tindak
lanjut. Konsep dasar monitoring merupakan fungsi manajemen yang dilakukan
pada saat suatu kegiatan sedang berlangsung. Apabila dilakukan oleh pimpinan
makan mengandung fungsi pengendalian.
Contoh : untuk setiap program pembangunan, monitoring dapat berupa pelaporan
setiap enam bulan tentang kegiatan yang telah dilakukan dan/atau keluaran
(output) yang telah dicapai, seperti imunisasi, pengadaan sistem air bersih.
3

Lidya
: Apa saja kriteria suatu intervensi dapat dievaluasi ?
Jesica Tatang
:
a Intervensi dapat dijelaskan dengan jelas
b Tujuan atau konsekuensi dirumuskan dengan jelas
c Terdapat asumsi-asumsi yang dapat menghubungkan aksi atau konsekuensi.

Emily
: Apa perbedaan output dan outcome ?
Vincensius
:
Output adalah serangkaian hasil yang dicapai pada tingkat program melalui
penyelesaian aktivitas menggunakan sumber daya program.
Outcome adalah serangkaian hasil yang diantisipasi dapat terjadi pada tingkat
populasi sebagai hasil dari aktivitas program dan output program.

Indah
Chrissanty

: Apa yang termasuk program based dan population based ?


: Program based terdiri dari input, proses, dan output.

Sedangkan population based adalah outcome.

Anda mungkin juga menyukai