PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kandung kemih neurogenik didefinisikan sebagai disfungsi kandung
kemih karena kerusakan atau penyakit pada sistem saraf pusat ataupun sistem
saraf perifer. Pada kandung kemih neurogenik terjadi gangguan pengisian dan
pengosongan urin sehingga timbul gangguan miksi yang disebut inkontinensia
urin dan apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.
Kelainan tersebut dapat merupakan bagian kelainan kongenital ataupun didapat.
Kandung kemih neurogenik pada anak berbeda dengan dewasa dalam hal etiologi.
Sebagian besar kandung kemih neurogenik pada anak disebabkan kelainan
kongenital sedangkan pada dewasa lebih sering karena kelainan didapat.
Istilah neurogenic bladder tidak mengacu pada suatu diagnosis spesifik
ataupun menunjukkan etiologinya, melainkan lebih menunjukkan suatu gangguan
fungsi urologi akibat kelainan neurologis. Fungsi bladder normal memerlukan
aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonomi dan somatik. Jaras neural
yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus
frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari
gangguan bladder dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.1
Salah satu penelitian pertama prevalensi Neurogenic Bladder di Asia
adalah sebuah survei oleh APCAB (Asia Pacific Continence Advisory Board)
pada tahun 1998 yang mencakup 7875 laki-laki dan perempuan (sekitar 70%
perempuan) dari 11 negara (termasuk 499 dari Indonesia) ; didapatkan bahwa
prevalensi Neurogenic Bladder secara umum pada orang Asia adalah sekitar
50,6%. Banyak penyebab dapat mendasari timbulnya Neurogenic Bladder
sehingga mutlak dilakukan pemeriksaan yang teliti sebelum diagnosis ditegakkan.
Penyebab tersering adalah gangguan medulla spinalis; trauma merupakan
penyebab akut serta memberikan manifestasi klasik.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
bagian yaitu kandung kemih dan leher kandung kemih. Bagian terbawah leher
kandung kemih disebut sebagai uretra posterior karena berhubungan dengan
uretra. Kandung kemih bagian fundus terdiri atasi tiga lapisan otot polos yang
saling bersilangan dan disebut otot detrusor. Pada dinding kandung kemih
bagian posterior terdapat area berbentuk segitiga yang lazim disebut trigonum.
Sudut bawah dari trigonum merupakan bagian leher kandung kemih yaitu
muara uretra posterior sedangkan kedua sudut lainnya merupakan muara kedua
ureter. Kedua ureter menembus otot detrusor dalam posisi oblik dan
memanjang 12 cm di bawah mukosa kandung kemih sebelum bermuara ke
dalam kandung kemih. Struktur tersebut dapat mencegah aliran balik urin dari
kandung kemih ke ureter.
kemih
manusia
mempunyai
dua
fungsi
utama
yaitu
2.
3.
4.
dalam hal fungsi dan strukturnya. Semasa dalam kandungan, kandung kemih
berukuran kecil dengan elastisitas yang rendah. Kandung kemin semakin
berkembang dalam hal kapasitas dan elastisitas seiring dengan bertambahnya
usia. Fungsi koordinasi berkemih yang baik baru muncul setelah usia beberapa
bulan. Pada periode ini proses berkemih terjadi secara otonom dan mulai
terjadi koordinasi antara pengisian dan pengosongan kandung kemih. Proses
berkemih yang terarah atau terlatih baru dapat dilakukan pada usia 25 tahun
tergantung kematangan traktus spinalis dan stimulus yang diberikan.
Saluran kemih bawah mendapatkan persarafan somatik dan otonom
(simpatis dan parasimpatis). Persarafan simpatis berasal dari medula spinalis
daerah torako-lumbal yaitu Th-10 sampai dengan L-1 yang bersatu pada
3
a. Persyarafan parasimpatis
Fungsi motorik dari otot detrusor utama diatur oleh serabut
preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada kolumna
intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4. Serabut preganglioner
keluar dari medula spinalis bersama radiks spinal anterior dan mengirim
akson melalui N.pelvikus ke pleksus parasimpatis di pelvis. Serabut
postganglioner pendek berjalan dari pleksus untuk menginervasi organorgan pelvis. Tidak terdapat perbedaan khusus postjunctional antara
serabut postganglioner dan otot polos musculus detrusor. Sebaliknya,
serabut postganglioner mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya
yang mengandung vesikel dimana asetilkolin dilepaskan.1,2
b. Persyarafan simpatis
Bladder
menerima
inervasi
simpatis
dari
rantai
simpatis
sfingter anal dan uretra. Nukleus ini mempunyai diameter yang lebih kecil
daripada sel kornu anterior lain. Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan
dari radiks S2, S3 dan S4 ke dalam n.pudendus dimana ketika melewati
pelvis memberi percabangan ke sfingter anal dan cabang perineal ke otot
lurik sfingter uretra.1,2,3
d. Persyarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah
Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir
pada pleksus suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus.
Karena banyak dari serabut ini mengandung substansi P, ATP atau
calcitonin gene-related peptide dan pelepasannya dapat mengubah
eksitabilitas otot, serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf
sensorik motorik daripada sensorik murni.
Ketiga pasang saraf perifer (simpatis torakolumbal, parasimpatis
sacral dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen
yang berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi
bladder tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi bladder
yang normal. Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang tidak
bermyelin dan serabut A bermyelin kecil.
Peran
aferen
hipogastrik
tidak
jelas
tetapi
serabut
ini
b. Pengaliran urine
Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk miksi timbul
dari distensi vesica urinaria yang sinyalnya diperoleh dari aferen yang
bersifat sensitif terhadap regangan. Mekanisme normal dari miksi
volunteer tidak diketahui dengan jelas tetapi diperoleh dari relaksasi oto
lurik dari sfingter uretra dan lantai pelvis yang diikuti dengan kontraksi
vesica urinaria. Inhibisi tonus simpatis pada leher vesica urinaria juga
ditemukan sehingga tekanan intravesikal diatas/melebihi tekanan intra
uretral dan urine akan keluar. Pengosongan kandung kemih yang lengkap
tergantung adri refleks yang menghambat aktifitas sfingter dan
mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.5,6
2.2 Definisi Neurogenic bladder
Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat
kerusakan sistem saraf pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian
berkemih. Keadaan ini bisa berupa kandung kemih tidak mampu berkontraksi
dengan baik untuk miksi (underactive bladder) maupun kandung kemih
terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar refleks
yang tak terkendali (overactive bladder) (Rackley, 2009; Waxman, 2010).
2.3 Etiologi
Beberapa kondisi yang menjadi penyebab neurogenic bladder
adalah sebagai berikut:6
1. Kelainan pada sistem saraf pusat:
a.
Alzheimers disease
b.
Meningomielocele
c.
d.
Multiple sclerosis
e.
Parkinson disease
f.
g.
Sequele stroke
8
Spastic
kontrol motorik,
Munculan Klinis :
Sejumlah kecil
2.
Flaccid
2.5 Patofisiologi
Neurologic
bladder
melibatkan
beberapa
bagian
sistem
saraf
diantaranya otak, pons, medula spinalis dan saraf perifer. Sebuah kondisi
disfungsi menghasilkan gejala yang berbeda, berkisar antara retensi urin akut
hingga overaktivitas kandung kemih atau kombinasi keduanya.2
Ketidak lancaran urinaria berasal dari disfungsi kandung kemih,
spinkter atau keduanya. Overaktivitas kandung kemih (spastic bladder)
berhubungan dengan gejala ketidak lancaran yang mendesak, sedangkan
spincter underaktivitas (decreased resistance) menghasilkan gejala stress
incontinence.3
1. Lesi otak
Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol, menyebabkan
hilangnya kontrol ekskresi secara keseluruhan. Refleks ekskresi traktus
urinarius bagian bawah-refleks ekskresi primitif-tetap utuh. Beberapa
individu mengeluhkan ketidakmampuan mengendalikan eksresi yang
parah, atau spastic kandung kemih. Pengosongan kandung kemih yang
terlalu cepat atau terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah, dan
pengisian urin di kandung kemih menjadi sulit. Biasanya, orang dengan
masalah ini berlari cepat ke kamar mandi namun urin keluar sebelum
mereka mencapai tujuan. Mereka mungkin sering terbangun di malam
hari untuk berkemih.Contoh lesi otaknya strok, tumor otak, parkinson.
Hidrosepalus, cerebral palsy, dan Shy-Drager syndrome juga dapat
menyebabkan hal tersebut.
2. Lesi medula spinalis
Penyakit atau cedera medula spinalis diantara pons dan sakral
menghasilkan spastic bladder atau overactive bladder. Orang dengan
paraplegic atau quadriplegic memiliki lower extremity spasticity.
Awalnya, setelah trauma medula spinalis, individu masuk kedalam fase
shock spinal dimana sistem saraf berhenti. Setelah 6-12 minggu, sistem
saraf aktif kembali. Ketika sistem saraf aktif kembali, menyebabkan
hiperstimulasi organ yang terlibat.
10
3. Cedera sacral
Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang keluar dari
sakrum mungkin mencegah terjadinya pengosongan kandung kemih. Jika
terjadi sensory neurogenik bladder, pasien tidak akan tahu kapan
kandung kemihnya penuh. Pada kasus motor neuriogenik bladder,
inidividu mngkin merasakan kandung kemih penuh, namun otot detrusor
tidak bereaksi, hal ini disebut detrusor arefleksia.
4. Cidera saraf perifer
Diabetes mellitus dan AIDS adalah dua kondisi penyebab periferal
neuropaty yang menyebabkan rentensio urin. Penyakit ini merusak saraf
kandung kemih, distensi tidak nyeri dari kandung kemih. Pasien dengan
diabetes kronis kehilangan sensasi dari kandung kemih, sebelum kandung
kemih melakukan dekompensata. Serupa dengan cedera pada sakrum,
pasien akan sulit untuk berkemih, mereka mungkin mempunyai
hypocontractile bladder.
2.6
Gejala
Gejala-gejala Neurogenik bladder meliputi urgensi, frekuensi, retensi dan
11
miksi dan jika jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi
LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi
sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang
mengakibatkan retensi kronik dengan overflow.7,8,10
2.7 Evaluasi dan Penatalaksanaan
2.7.1
Evaluasi
Pemeriksaan meliputi penilaian saluran kencing bagian atas, penilaian
pengosongan vesica urinaria dan deteksi hiperrefleksia detrusor.3,8,10
a. Penilaian saluran kencing bagian atas
Meskipun jarang didapatkan masalah pada saluran kencing bagian atas,
gangguan ginjal merupakan hal yang potensial mengancam penderita.
Penilaian ditujukan untuk menilai fungsi ginjal dandeteksi hidronefrosis.
Pemeriksaan radiologis harus meliputi urografi intravena dan voiding
cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas dan menyingkirkan
kemungkinan adanya refluks vesikoureteral.
b. Penilaian pengosongan vesica urinaria
Penilaian sisa urine dapat dilakukan dengan katerisasi pada saat
pertama pemeriksaan meupun dengan menggunakan USG. Residu urine
lebih dari 100 ml dikatakan bermakna.
c. Deteksi hiperrefleksia detrusor
Pemeriksaan CMG dan EMG dari sfingter uretral eksterna akan
membantu menentukan disfungsi neurogenik dan adanya suatu DDS yang
signifikan. Kontraksi abnormal dari otot detrusor dapat dideteksi dengan
baik denganmenggunakan filling cystometrogram (CMG). Pada orang
normal, kandung kencing dapat mengakomodasi pengisian vesica urinaria
bahkan pada kecepatan pengisian yang tinggi sedangkan pada penderita
dengan hiperrefleksia vesica urinaria, terjadi peningkatan tekanan yang
spontan pada pengisian.
12
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas
perianal untuk mengetahui ada tidaknya sacral sparing. Adanya tonus anal,
reflex anal dan refleks bulbokavernosus hanya menandakan utuhnya konus
danlengkung refleks lokal. Didapatkannya kontraksi volunter sfingter anal
menunjukkan uthunya kontrol volunter dan pada kasus kuadriplegia, ini
menandakan lesi medula spinalis yang inkomplit. Pada lesi medulla
spinalis, dalam hari pertama sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh
refleks dalam pada tingkat di bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya
dihubungkan dengan fase syok spinal. Dalam periode ini, vesica urinaria
bersifat arefleksi danmemerlukan drainase periodik atau kontinu yang
cermat dan tes provokatif dengan menggunakan 4 oz air dingin steril suhu
4oC tidak akan menimbulkan aktifitas refleks vesica urinaria. Tes air es
dikatakan positif bila pengisian dengan air dingin segera diikuti dengan
pengeluaran air kateter dari vesica urinaria. Drainase vesica urinaria yang
adekuat selama fase syok spinal akan dapat mencegah timbulnya distensi
yang berlebih dan atoni dari vesica urinaria yang arefleksi.
2.7.2
Penatalaksanaan
Dasar dari penatalaksanaan dari disfungsi bladder adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan mengurangi gejala. Manajemen kondisi
kandung kemih neurogenik membutuhkan pendidikan pasien dan mungkin
termasuk intervensi seperti berkemih waktunya, ekspresi manual, obat ,
intermiten kateterisasi, kateter urin berdiamnya, dan kandung kemih
dan/atau uretra prosedur bedah.
c.
Penatalaksanaan operatif
14
Kateterisasi berkala
Keuntungan kateterisasi berkala antara lain :
o
Mencegah
terjadinya
tekanan
intravesikal
yang
dan
berpotensi
untuk
mengalami
penyembuhan.
15
intravesikal
yang
penuh
yang
dapat
mengakibatkan
refluksi
dgnkateterisasi
intermiten
danobat-obatan.
Keadaan
inkontinens
antara
kateterisasi,
dapat
diberikan
dapat
diindikasikan
untuk
mengubah
keadaan
reflex
17
BAB III
KESIMPULAN
Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat
kerusakan sistem saraf pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian
berkemih. Keadaan ini bisa berupa kandung kemih tidak mampu berkontraksi
dengan baik untuk miksi (underactive bladder) maupun kandung kemih terlalu
aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar refleks yang tak
terkendali (overactive bladder).
Gejala-gejala disfungsi Neurogenik bladder terdiri dari urgensi, frekuensi,
retensi dan inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang
mendasari timbulnya frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat
menilai lokasi kerusakan (localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat
timbul baik akibat kerusakan jaras dari suprapons maupun suprasakral. Retensi
urine dapat timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Retensi dapat juga
timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti pada lesi LMN. Retensi juga
dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi seperti pada lesi
susunan saraf pusat.
Bladder Training atau latihan bladder adalah salah satu upaya
mengembalikan fungsi bladder yang mengalami gangguan, ke keadaan normal
atau ke fungsi optimalnya sesuai dengan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC,
2007.
6.
7.
Rackley
R.
Neurogenic
Bladder.
Medscape
reference.
In
http://emedicine.medscape.com/article/453539-overview#a7 (Diakses 15
Agustus 2014).
8.
9.
19
20