Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

LOWER URINARY TRACT PROCEDURE


Litotripsi, Sachse (Uretrotomi Interna), TURP (Transurethral Resection of the
Prostate) dan TURB (Transurethral Resection of The Bladder).

Oleh:
Ela Noviana
H1A 009 012

Pembimbing:
dr. Pandu Ishaq Sp.U

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM RSUP NTB
2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi dan urinaria. Sistem
urinaria atau disebut juga sebagai sistem eksretori adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan,
dan mengalirkan urin. Pada manusia normal, organ ini terdiri dari ginjal beserta sistem pelvikalises,
ureter, buli-buli, dan uretra.1 Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis. Pada sistem urinary tract, terbagi atas bagian
atas dan bawah, dimana bagian atas meliputi ginjal dan ureter sedangkan bagian bawah meliputi buli-buli
dan uretra.2
Berdasarkan pembagian anatomi tersebut, dapat dilakukan beberapa tindakan dalam membantu
menangani penyakit maupun kelainan pada sistem urinaria terutama pada saluran urinaria bagian bawah,
seperti pada kasus-kasus BPH, batu ataupun massa pada buli-buli ataupun pada kasus striktur uretra. 1,3

Tindakan yang dapat dilakukan yakni baik melalui prosedur non invasive dan minimal
invasive khususnya pada sistem saluran urinaria bagian bawah seperti yang akan dibahas dalam
tulisan ini, diantaranya Litotripsi, Sachse (Uretrotomi Interna), TURP (Transurethral Resection
of the Prostate) dan TURB (Transurethral Resection of The Bladder).

Gambar 1. Anatomi Sistem Urinaria


2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan
agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih parah. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi
pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena sesuatu indikasi sosial.1
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidoureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan. Kadang kala batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.1
a. Litotripsi
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan salah satunya
melalui tindakan endourologi, salah satunya litotripsi. Litotripsi merupakan salah satu tindakan
endourologi yang dilakukan untuk membantu mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas
memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan ke dalam uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan energi laser.1
Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator ellik.
Pada batu buli-buli ini, dapat dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar memerlukan
pembedahan terbuka (vesikolitotomi).1 Pada batu kandung kemih, batu dipecahkan melalui
litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang elektrohidrolik
atau ultrasonik.4

Gambar 2. Alat pemecah batu pada tindakan Litotripsi

b. Sachse (Uretrotomi Interna)


Pada seseorang dengan striktur uretra atau datang karena retensi urin, secepatnya
dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin. Jika dijumpai abses periuretra
dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur
uretra adalah uretrotomi interna yakni dengan memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau
Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur total, sedangkan pada
striktura yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau
sachse.1
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah pada striktur uretra
anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta
tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan,
pasien harus control tiap minggu selama 1 bulan, kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan, dan
tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila
pancaran urinnya < 10 ml/detik dilakukan bouginasi. Selain itu indikasi lain dari uretrotomi
interna ialah dapat digunakan sebagai pilihan terapi pertama pada striktur uretra yang pendek
dengan tanpa meninggalkan skar. Kontraindikasinya ialah pada orang-orang dengan gangguan
koagulasi.

Gambar 3. Uretrotomi Internal

Gambar 4. Pisau Sachse


Follow Up Pasca Tindakan
Manajemen pasca tindakan : pasien diberi kateterisasi transurethral selama 2-7
hari, melakukan kontrol miksi dengan uroflowmetri, dan pemberian terapi antibiotic.
Striktura uretra seringkali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan/kontrol secara teratur minimal sampai 1 tahun setelah operasi dan tidak
menunjukkan tanda-tanda kekambuhan. Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan pancaran
urine yang langsung dilihat oleh dokter atau menggunakan rekaman uroflowmetri.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan tiap kontrol, antara lain:
1. dilatasi berkala dengan menggunakan busi
2. CIC ( clean intermitten catheterization) atau kateterisasi bersih mandiri berkala
5

yaitu pasien dianjurkan untuk melakukan kateterisasi secara periodik pada waktu tertentu
dengan kateter yang bersih guna mencegah kekambuhan striktura.
c. TURP (Transurethral Resection of the Prostate)
Transurethral resection of the prostate (TURP) merupakan standar pembedahan
endoskopik untuk Benign Prostat Hypertrophy (pembesaran prostat jinak). TURP dilakukan
dengan cara bedah elektro (electrosurgical) atau metode alternatif lain yang bertujuan untuk
mengurangi perdarahan, masa rawat inap, dan absorbsi cairan saat operasi. Metode alternatif ini
antara lain vaporization TURP (VaporTode), TURP bipolar, vaporisasi fotoselektif prostat (PVP),
dan enuleasi laser holmium serta tindakan invasive minimal lainnya seperti injeksi alcohol,
pemasangan stent prostat, laser koagulasi.3
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan menggunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi
hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai adalah H2O steril (aquades). Salah
satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke
sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O
dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relative atau gejala intoksikasi air atau dikenal
dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien
akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas
sindroma TURP sebesar 0,99%.1 Untuk mengurangi resiko tersebut, operator harus membatasi
diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 2 jam. Disamping itu, beberapa operator memasang
sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan
air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionic lain selain H2O yaitu glisin dapat
mengurangi resiko hiponatremia pada TURP.1,3,5
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi, pasca bedah dini,
maupun pasca bedah lanjut seperti tampak pada tabel dibawah ini:1,4
Berbagai Penyulit TURP, Selama Maupun Setelah Pembedahan1
Selama Operasi
Perdarahann
Sindrom TURP
Perforasi

Pasca Bedah Dini


Perdarahan
Infeksi lokal / sistemik

Pasca Bedah Lanjut


Inkontinensi
Disfungsi ereksi
Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
6

Pada prostat yang tidak begitu besar (<50 gram), dapat digunakan cara elektrovaporasi
prostat. Cara ini sama dengan TURP hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan
dengan mesin diatermi yang cukup kuat sehingga mampu membuat vaporisisai kelenjar prostat.
Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkn perdarahan saat operasi, dan waktu rawat inap
di RS juga lebih singkat.
Menurut Agency for Health Care Policy and Research guidelines, indikasi absolut
pembedahan pada BPH adalah sebagai berikut :3
1. Retensi urine yang berulang.
2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.
3. Gross hematuria berulang.
4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.
5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli.
6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu
akibat pembesaran prostat.
Secara umum pasien dengan gejala LUTS sedang-berat yang tidak berespon terhadap
pengobatan

dengan

alfa-adrenergik

bloker

dan/atau

5-alfa

reduktase

blok

inhibitor

dipertimbangakan untuk menjalani prosedur pembedahan. TURP diindikasikan pada pasien


dengan gejala sumbatan saluran kencing menetap dan progresif akibat pembesaran prostat yang
tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat-obatan.3

Prosedur Operasi

Pada operasi ini dilakukan dengan alat endoskopi yang dimasukkan kedalam urretra
(penis). Pengerokan jaringan prostat dengan bantuan elektrokauter. Adapun jalannya operasi
tersebut adalah:3

pasien dalam kondisi terbius (umum ataupun regional) posisi terlentang dan kedua kaki di
tekuk 90 derajat di lutut dan pinggul.

dilakukan penilaian kandung kencing dan prostat.

dilakukan pengerokan prostat hingga seluruh lobus yang menyumbat dikerok.

pembuangan sisa kerokan prostat.

kontrol perdarahan.

Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa setiap operasi endoskopis harus dipersiapkan operasi
terbuka (open). Tindakan operasi terbuka dilakukan jika terjadi penyulit selama operasi yang tak
dapat ditangani secara endoskopis.3

Gambar 5. TURP
Setelah operasi TURP atau pengerokan prostat dapat terjadi beberapa komplikasi, sehingga
pasien masih harus diawasi dalam pengawasan ketat. Dalam TURP dilakukan reseksi jaringan
8

prostat dengan menggunakan kauter yang dilakukan secara visual. Dalam TURP dilakukan
irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dan untuk menjaga visualisasi yang bisa terhalang
karena perdarahan. Karena seringnya tindakan ini dilakuan maka komplikasi tindakan serta
pencegahan komplikasi makin banyak diketahui. Salah satu komplikasi yang penting dari TURP
adalah intoksikasi air dan hiponatremi dilusional yang disebut Sindroma TUR yang bisa berakhir
dengan kematian.3
Kontraindikasi TURP
TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien tertentu.
Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi komorbid
pasien dan kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan anestesi. Kontraindikasi
relatif antara lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau adanya riwayat kelainan
perdarahan yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru mengalami infark miokard dan
dipasang stent arteri koroner sebaiknya ditunda sampai 3 bulan bila akan dilakukan TURP.3
Pasien dengan disfungsi spingter uretra eksterna seperti pada penderita miastenia gravis,
multiple sklerosis, atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak boleh dilakukan TURP
karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada pasien yang
mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan spingter uretra eksterna. TURP
akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal sehingga pasien secara total akan tergantung
pada fungsi otot spingter eksternal untuk tetap kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma,
atau mengalami disfungsi, pasien akan mengalami inkontinesia.3
Kontrandikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru menjalani radioterapi
terutama brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran ke yang aktif.3
Kontrol Berkala
Setiap pasien BPH yang telah mendapatkan pengobatan perlu control secara teratur untuk
mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal control tergantung pada tindakan apa yang
sudah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchful waiting)dianjurkan
control setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis.
Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPSS, uroflometri, dan residu urine paska miksi.
9

Pasien yang mendapat terapi penghambat 5 alpa reduktase harus control pada minggu ke
12 dan bulan ke 6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap tahun untuk menilai
perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani pengobatan penghambat 5 alpa adrenergic harus
dinilai respon terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS,
uroflometri, dan residu urine paska miksi. Bila perbaikan gejala tanpa menunjukan penyulit yang
berarti, pengobatan dilanjutkan. Selanjutnya control dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian
setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan secara medikamentosa dan tidak menunjukan
tanda perbaikan perlu dipikirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain.
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani control paling lambat 6 minggu pasca
operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Control selanjutnya setelah 3 bulan
untuk menentukan hasil akhir operasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal harus
menjalani control secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6
bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, selain dilakukan
peniaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urine.

Gambar 6. Pilihan terapi pada BPH


d. TURB (Transurethral Resection of The Bladder)
TURB adalah langkah awal dan akhir dalam manajemen tumor buli. Tujuan dari posedur
ini untuk mendapatkan diagnosis histologi dan menentukan stadium dan grade tumor serta
mendapatkan pengangkatan yang sempurna dari tumor invasif selain otot papiler. Walaupun
TURB adalah prosedur yang sering dilakukan, hasilnya tetap terbatas dengan tingkat rekuren
yang tinggi dan dalam resiko tumor yang understagging.6

10

Syarat utama untuk hasil yang optimal adalah secara sistematis dan teliti melakukan
prosedur dengan urologist yang terlatih. Tumor yang lebih kecil dapat direseksi sedangkan
tumor-tumor yang >1 cm harus direseksi secara terpisah dalam potongan-potongan kecil. Hal-hal
yang perlu dipersiapkan dalam TURB antara lain:6
1. Persiapan preoperasi
Ahli bedah harus mengetahui mengenai riwayat tumor sebelumnya berdasarkan
sistoskopi sebelumnya serta riwayat pengobatan pada pasien.
2. Anestesi
Reseksi yang aman dan biopsi membutuhkan anestesi yang tepat yang menjamin
relaksasi dari buli-buli dan dinding abdomen. Prosedur dapat dilakukan dengan anestesi umum
ataupun anestesi spinal tergantung pilihan dari spesialis bedah dan anastesinya.6
3. Palpasi bimanual
Palpasi bimanual pada buli-buli dalam kondisi teranestesi sebelum dan sesudah TURB
dapat memberi informasi mengenai perluasan tumor. Tumor-tumor yang dapat dipalpasi biasanya
bersifat invasif; semua massa yang muncul setelah dilakukan reseksi mengindikasikan invasi
ekstravesika atau pada bagian otot yang dalam.6
4. Uretrosistoskopi
Prosedur dimulai dengan pemeriksaan endoskopi secara hati-hati pada seluruh uretra
selama sistoskopi berlangsung. Kemudian melakukan inspeksi pada semua bagian dari buli-buli
dengan menilai ukuran, jumlah, lokasi tumor dan regio eritema serta abnormalitas dari
mukosanya.6
5. Reseksi tumor
Strategi dari reseksi tumor bergantung pada ukuran tumor. Tumor yang lebih kecil atau
<1 cm dapat direseksi dan diangkat secara utuh, dimana spesimen mencakup tumor yang lengkap
dengan bagian dasar dari dinding buli. Tumor yang lebih besar harus direseksi secara terpisah
dalam potongan-potongan yang mencakup bagian eksopitik dari tumor dan diperiksa secara
histopatologis.6
6. Biopsi mukosa dan biopsi uretra prostatika
Ciri khas dari carsinoma urothelial pada buli-buli adalah bersifat multifokal. Lesi-lesi
eksopitik dapat disertai dengan kelainan mukosa seperti CIS. Tidak diragukan lagi area-area
eritema atau mukosa seperti bludru, sugestif dapat menunjukkan keberaan CIS, harus di ambil
sampel untuk pemeriksaan histologi.6

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnoma BP. 2012. Dasar-dasar Urologi ed.3. Jakarta : Sagung Seto.
2. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Sixth Edition, Chapter
26;Urinary System. The McGraw-Hill Companies.
3. Collins MA. 2012. Transurethral Resection Of The Prostate. Emedicine : Medscape.
4. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 3th. ECC : Jakarta.
5. Emil AT, Jack WMA. Smiths General Urology Ed 17 th. 2008. USA: Mc Graw Hill
medical.
6. Babjuk marko. 2009. Transurethral resection of non-muscle-invasive bladder cancer.
Praha. : eruopean urology supplement.

12

Anda mungkin juga menyukai