BAB I
PENDAHULUAN
Serikat tahun 1976, 48 persen laki laki yang berusia 75 92 tahun masih punya
kemauan bersenggama. Hal inilah yang mendukung sering terjadinya kasus
penyimpangan seksual oleh lansia terhadap lawan jenis bahkan sejenis dengan umur yang
lebih muda (BKKBN, 2012).
Dari penjabaran tersebut, maka penulis mencoba untuk mengangkat topik
menyangkut penyimpangan seksual yang terjadi pada remaja dan lansia, disertai dengan
pemeriksaan korban kejahatan seksual secara ilmu forensik dan medikolegal.
lansia jika dilihat dari segi ilmu forensik dan medikolegal kedokteran.
Tujuan Khusus
1. Memahami tentang penyimpangan seksual di kalangan remaja dan lansia,
berserta undang-undang yang mengaturnya.
2. Memahami kondisi hormonal pada remaja dan lansia dilihat dari ilmu
kedokteran.
3. Mempelajari cara pemeriksaan pada korban penyimpangan seksual secara ilmu
forensik.
BAB II
PEMBAHASAN
Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam rongga
panggul. Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-hormon
gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus hipothalamus hipofisis adrenal
ovarium. Selain itu terdapat organ/sistem ekstragonad/ekstragenital yang juga dipengaruhi
oleh siklus reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.
2. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian kranial
dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix,
dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri.
Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa
berlapis, berubah mengikuti siklus haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus
pada
haid,
untuk
jalan
lahir
dan
untuk
kopulasi
(persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam
secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri.
Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding
vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.
3. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis
(m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda,
m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina.Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.
1. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa).
Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus.
Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus,
isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri.
2. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang
8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa
dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbedabeda pada setiap bagiannya (gambar).
3. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan.
Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari
korteks dan medula.Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi
(pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna
folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan pars
infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae menangkap ovum yang
dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium,
ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang
aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.
1. Payudara
Seluruh susunan kelenjar payudara berada di bawah kulit di daerah pektoral. Terdiri dari
massa payudara yang sebagian besar mengandung jaringan lemak, berlobus-lobus (20-40
lobus), tiap lobus terdiri dari 10-100 alveoli, yang di bawah pengaruh hormon prolaktin
memproduksi air susu. Dari lobus-lobus, air susu dialirkan melalui duktus yang bermuara di
daerah papila / puting. Fungsi utama payudara adalah laktasi, dipengaruhi hormon prolaktin
dan oksitosin pascapersalinan. Kulit daerah payudara sensitif terhadap rangsang, termasuk
sebagai sexually responsive organ.
2. Kulit
Di berbagai area tertentu tubuh, kulit memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dan responsif
secara
seksual,
misalnya
kulit
di
daerah
bokong
dan
lipat
paha
dalam.
Protein di kulit mengandung pheromone (sejenis metabolit steroid dari keratinosit epidermal
kulit) yang berfungsi sebagai parfum daya tarik seksual (androstenol dan androstenon dibuat
di kulit, kelenjar keringat aksila dan kelenjar liur). Pheromone ditemukan juga di dalam urine,
plasma, keringat dan liur.
1. Penis
Terdiri dari 3 tabung jaringan erektil,yaitu :
2. Skrotum
Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang berisi testis. Berjumlah sepasang, yaitu
skrotum kanan dan kiri. Dinding skrotum tidak mengandung lemak subkutan dan rambut
tetapi mengandung sedikit otot. Otot ini bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan testis
agar kondisinya stabil.
Vas deferens merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari
epididimis. Merupakan saluran yang dapat diikat dan dipotong pada saat vasektomi.
5. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis merupakan kantong-kantong kecil yang berbentuk tidak teratur.
Panjangnya 5 10 cm. Saluran dari vesikula seminalis bergabung dengan vas deferens
membentuk ductus ejaculatorius
6. Saluran ejakulasi
Saluran ejakulasi merupakan saluran pendek yang menghubungkan kantung semen dengan
uretra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm.
7. Kelenjar prostat
Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah kantung kemih
8. Uretra
Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam penis.
10
1. Hipotalamus
Kumpulan nukleus pada daerah di dasar otak, di atas hipofisis, di bawah talamus.
Tiap inti merupakan satu berkas badan saraf yang berlanjut ke hipofisis sebgai hipofisis
posterior (neurohipofisis). Menghasilkan hormon-hormon pelepas : GnRH (Gonadotropin
Releasing Hormone), TRH (Thyrotropin Releasing Hormone), CRH (Corticotropin Releasing
Hormone) , GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone), PRF (Prolactin Releasing
Factor). Menghasilkan juga hormon-hormon penghambat : PIF (Prolactin Inhibiting Factor).
.
2. Pituitari / hipofisis
Terletak di dalam sella turcica tulang sphenoid. Menghasilkan hormon-hormon gonadotropin
yang bekerja pada kelenjar reproduksi, yaitu perangsang pertumbuhan dan pematangan
folikel (FSH Follicle Stimulating Hormone) dan hormon lutein (LH luteinizing hormone).
11
Hormon testosteron atau yang diidentikkan sebagai hormon laki-laki ini memiliki
pengaruh terhadap libido, pembentukan massa otot dan ketahanan tingkat energi, serta
perubahan perubahan karakteristik seks sekunder pada pria seperti suara menjadi lebih berat.
Normalnya, kadar hormon testosteron dalam tubuh laki-laki berkisar antara 270-1070 ng/dL
(nanogram per desiliter) dengan kadar rata-rata 679 ng/dL. Ada pula penelitian yang
menunjukkan bahwa kadar hormon testosteron yang optimal berkisar 400-600 ng/dL.
Hormon ini meningkat selama masa pubertas dan mencapai puncaknya ketika lakilaki berusia sekitar 20 tahun. Setelah berusia 30 tahun ke atas, kadar hormon ini akan
berkurang sekitar satu persen tiap tahunnya. Sementara itu, pada laki-laki yang berusia lebih
dari 65 tahun, kadar hormon testosteron normal berkisar antara 300-450 ng/dL.
Penurunan Kadar Hormon Testosteron
Menurunnya kadar hormon testosteron sebenarnya merupakan kondisi alamiah seiring
penuaan pada laki-laki. Kondisi kekurangan testosteron juga dapat disebabkan oleh infeksi
dan cedera pada testis, gagal ginjal kronis, sindrom Klinefelter, dan sirosis hati. Kondisi stres
dan terlalu banyak mengonsumsi alkohol juga dapat menyebabkan kondisi tersebut
Ketika kadar hormon testosteron menurun, laki-laki akan mengalami gejala yang
berkaitan dengan fungsi seksual, seperti ketidaksuburan, berkurangnya hasrat seksual, serta
berkurangnya frekuensi ereksi yang terjadi secara spontan ketika sedang tidur. Selain itu,
berkurangnya kadar hormon testosteron juga dapat diiringi oleh gejala lain yang mencakup
perubahan fisik, seperti:
Berkurangnya rambut-rambut pada tubuh.
Tulang yang lebih rapuh.
Meningkatnya lemak tubuh.
Berkurangnya kekuatan atau massa otot.
Sensasi terbakar atau hot flashes.
Kelelahan yang meningkat.
Timbulnya pembengkakan pada kelenjar payudara.
Berdampak pada metabolisme kolesterol.
12
Sementara itu, dampak menurunnya kadar hormon testosteron terhadap perubahan psikis
antara lain kecenderungan untuk merasakan depresi atau perasaan sedih yang secara
keseluruhan dapat menurunkan kualitas hidup. Sebagian orang lainnya juga bisa mengalami
penurunan rasa percaya diri, berkurangnya motivasi, serta memiliki masalah pada memori
dan konsentrasi. Meski begitu, semua kondisi ini juga bisa merupakan efek samping proses
penuaan yang normal. Selain itu bisa disebabkan oleh kondisi medis lainnya, seperti efek
samping pengobatan, kondisi tiroid, maupun efek mengonsumsi minuman beralkohol. Selain
faktor penuaan, rendahnya hormon testosteron juga dapat dipicu oleh kondisi hipogonadisme.
Pada kondisi tersebut, testis memproduksi terlalu sedikit hormon testosteron.
13
14
usia di bawah 13 tahun). Melalui kontak dengan anak-anak, penderita berusaha untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Rata-rata yang mengalami gangguan ini adalah para pria.
Penyimpangan seksualnya mencakup aktivitas melihat anak sambil melakukan masturbasi,
menjamah bagian-bagian tubuh anak termasuk daerah sekitar kemaluan, menyuruh anak
memanipulasi
penis
penderita
atau
melakukan
hubungan
seks
dengan
anak.
Yang menjadi korban bisa anak kandung sendiri, anak tiri, anak saudara atau orang lain.
Untuk menarik perhatian anak, penderita bertingkah laku baik misalnya sangat dermawan.
Sekaligus untuk mencegah anak agar tidak melaporkan aktivitas seksualnya. Ada juga yang
berperilaku kasar dengan cara mengancam.
Umumnya penderita pedofilia adalah orang yang takut gagal dalam berhubungan secara
normal terutama menyangkut hubungan seks dengan wanita yang berpengalaman. Akibatnya
penderita mengalihkannya pada anak-anak karena kepolosan anak tidak mengancam harga
dirinya. Di samping itu ketika kanak-kanak, penderita meniru perilaku seks dari model atau
contoh yang buruk. (FM & AA, 2009). Perbuatan pedofilia diancam pada pidana pasal 290
ayat (2) dan (3) KUHP.
3. Eksibionisme
Eksbionisme adalah dorongan untuk mendapatkan stimulasi dan kepuasaan seksual dengan
memperlihatkan alat genital terhadap orang yang tak dikenal. Setelah memamerkan alat
genitalnya, penderita tidak bermaksud melakukan aktivitas seksual lebih lanjut terhadap
korban misalnya memperkosa. Oleh sebab itu gangguan ini tidak berbahaya secara fisik bagi
korban. Penderita eksbionisme kebanyakan pria dan korbannya wanita (anak maupun
dewasa) biasanya terjadi di tempat-tempat umum. Para ahli mengatakan bahwa penderita
Eksibionisme biasanya mempunyai hubungan buruk dengan pasangan seksnya. Mereka tak
percaya diri dalam perannya sebagai pria. (BJ & VA, 2010). Jika tertangkap basah seorang
ekshibisionisme dapat dipidana menurut KUHP pasal 281.
4. Voyeurisme
Voyeurisme berasa dari kata voir artinya melihat. Ciri utama gangguan ini adalah
dorongan untuk memperoleh kepuasaan seks dengan cara melihat organ seks orang lain atau
orang yang sedang melakukan hubungan seks. Kepuasan seksual didapatkan ketika sedang
mengintip atau ketika sedang membayangkan adegannya. Setelah mengintip, penderita tidak
bermaksud untuk melakukan tindakan seksual dengan orang yang yang telah di intipnya.
Voyeurisme meempunyai ciri (1) mengintip merupakan kegiatan utama yang disukai (2)
korban tidak mengetahui (menonton tarian telanjang dalam sebuah pertunjukan tidak
termasuk Voyeurisme) (Levey, 2013)
15
5. Sadisme seksual
Sadisme ialah kelainan seksual dalam mana kepuasan seksual diasosiasikan dengan
penderitaan, kesakitan dan hukuman. Ciri utama dari sadisme seksual adalah keinginan untuk
mendapatkan gairah dan kepuasaan seksual dengan menyiksa partner seksnya. Siksaan bisa
secara fisik (menendang, memperkosa) maupun psikis (menghina, maki-maki). Penderitaan
korban inilah yang membuatnya merasa bergairah dan puas (Marwin, Fiona, Boyke, Emelia,
2013)
Adapun sebab-sebab Sadisme seksual antara lain:
Pendidikan yang salah, timbulah anggapan bahwa perbuatan seks itu adalah kotor,
sehingga perlu ditindak dengan kekejaman dan kekerasan dengan melakukan perbuatan
sadisme.
Di dorong oleh nafsu berkuasa yang ekstrim, sehingga seseorang perlu menampilkan
16
aksesoris wanita misalnya BH, celana dalam, kaus kaki, sepatu, dan lain-lain. Penderita
melakukan masturbasi sambil memegang, meremas-remas atau mencium benda-benda
tersebut. Bisa juga menyuruh pasangan seksnya untuk menggunakan benda tersebut ketika
melakukan hubungan seksual. Benda-benda ini digunakan untuk membangkitkan gairah
tanpa benda tersebut penderita tidak bisa melakukan hubungan seksual (FM & AA, 2009)
Penderita ini dapat dikenakan pidana sesuai pasal 362 KUHP misal mencuri BH dari jemuran
atau pasal 1366 KUHPerdata.
8. Transvestisme
Transvestisme ialah nafsu yang patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis
kelaminnya; orangnya mendapatkan kepuasaan seks dengan memakai pakaian dari jenis
kelamin lainnya. Jadi anak atau orang laki-laki yang lebih suka memakai pakaian perempuan
dan anak atau orang wanita yang lebih suka memakai pakaian laki-laki (BJ & VA, 2010)
9. Zoofilia
Ciri utama gangguan ini adalah penderita mendapatkan gairah atau kepuasaan seksual
dengan cara melakukan kontak seksual dengan binatang. Kontak seksual bisa berupa
senggama dengan binatang lewat anus atau vagina binatang, atau menyuruh binatang
memanipulasi alat genitalnya. (Marvin, Fiona, Boyke, Emelia, 2012) Dalam hal hewan
bersangkutan menjadi sakit atau mengalami luka karena perbuatan tersebut pelakunya dapat
dikenakan pidana menurut KUHP pasal 302.
10. Froteurisme
Ciri utama gangguan ini adalah dorongan untuk menyentuh atau meremas-remas organ
seks orang tak dikenal. Penderita umumnya senang berada di tempat yang penuh seks dimana
ia bisa melarikan diri dengan mudah (BJ & VA, 2010)
11. Homoseksual
Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik
dan mencintai jenis seks yang sama. Jumlah pria yang homoseksual diperkirakan 3-4 kali
lebih
banyak
daripada
jumlah
wanita
homoseksual.
17
2) Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan
kematangan seksual normal.
3) Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks, karena ia pernah menghayati
pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa remaja.
4) Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis dengan ibunya
sehingga timbul kebenciaan atau antipati terhadap ibunya dan semua wanita. Lalu
muncul dorongan homoseks yang jadi menetap.
Dalam homoseksual pria ada yang menyukai pria remaja. Pada lesbi menyukai gadis, wanita
dewasa, wanita tua, dan anak perempuan (FM & AA, 2009). Dalam KUHP melarang dan
mengancam seorang dewasa yang melakukan hubungan homoseksual dengan seorang yang
belum sampai umur walaupun tanpa paksaan (KUHP pasal 292). Pasal 290 (2)(3) KUHP jika
seorang dewasa melakukan perbuatan homoseksual dengan seorang yang umurnya belum 15
tahun, tanpa paksaan.
12. Koprofilia/Coprolagnia
Kepuasan seksual didapat dengan melihat atau membayangi seseorang yang sedang
buang air besar atau melihat feses. Dapat juga dilakukan anilinctus yaitu mencium dan
menjilati anus, atau memakan feses (coprophagy) (Marvin, Fiona, Boyke, Emelia, 2012)
13. Urofilia
Melihat perbuatan membuang air seni, merasa hangatnya air seni yang disiramkan
pada tubuh, menciumi bau air seni dan mencicipinya atau meminumnya membangkitkan
nafsu seksual dan dapat memberikan kepuasan. (Marvin, Fiona, Boyke, Emelia, 2012)
14. Felasio dan Kunilingus
Felasio berati mengisap penis, kunilingus berati menjilati vulva. Impuls erotik-oral
terdapat pada setiap manusia (BJ & VA, 2010)
15. Parsialisme
Disini impuls seksual atau libido terpaku pada salah satu bagian tubuh wanita. Misal
seorang parsialis payudara paling menyukai wanita dengan payudara besar (Marvin,
Fiona, Boyke, Emelia, 2012)
16. Troilisme
Suatu parafilia dimana tiga orang 2 wanita dengan1 pria atau 2 pria dengan 1 wanita
secara bersama melakukan serangkaian kegiatan parafilia seperti felasio, kunilingus,
pederasti, atau koitus disertai dengan beberaoa kegiatan seksual lain (BJ & VA, 2010).
17. Pluralisme
Pada pluralisme serombongan orang mengadakan pesta pora seksual, tukar-menukar
istri dan hal itu mencerminkan adanya homoseksualitas laten (BJ & VA, 2010)
18. Lustmurder/Pembunuhan karena nafsu seksual
18
2.3
PEMERKOSAAN,
PENCABULAN,
PERSETUBUHAN,
DAN
UNDANG-
19
20
Dalam melanjutkan upaya melindungi hak-hak anak pemerintah pun telah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta juga mengatur mengenai ketentuan pidana
yang dapat diterapkan bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
yang terdapat dalam Undang-undang tersebut.
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak telah berlaku selama 10
(sepuluh tahun), akan tetapi penerapan sanksi dilapangan belum berjalan seperti yang
diharapkan. Masing-masing pihak yang terlibat dalam penerapan undang-undang tersebut
menyampaikan persoalan-persoalan yang nyata mereka hadapi sehari-hari di lapangan dalam
pelaksanaan undang-undang tersebut, penegak hukum masih saja menerapkan Undangundang
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) daripada Undang-undang Perlindungan Anak
dalam menjerat pelaku tindak pidana.
Dalam undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut telah
mencakup mengenai perbuatan-perbuatan yang akan dikenai sanksi pidana jika hak-hak anak
tersebut di langgar. Salah satu tindak pidana yang diatur tersebut adalah perbuatan cabul
terhadap anak yang diatur dalam pasal 82, berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)
Hak anak sebagai korban pun diatur dalam pasal 17, berbunyi :
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa;
21
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan
upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum dan bantuan lainnya
Perbuatan cabul termasuk kedalam delik kesusilaan. Perbuatan cabul diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal 289 sampai pasal 296. Perbuatan cabul
terhadap anak tepatnya dimuat dalam KUHP yakni pada pasal 294 berbunyi :
Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya,
anak di bawah pengawasannya, yang belum cukup umur, atau dengan orang yang belum
cukup umur yang
pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan
bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun
Dapat dilihat dari pasal yang mengatur tentang tindak pidana pencabulan anak tersebut
seperti pasal 82 Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak itu
memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana pencabulan anak karena sanksinya
cenderung lebih tinggi dan memberikan perlindungan khusus bagi anak sebagai korban
tindak pidana pencabulan sedangkan pasal yang terdapat dalam KUHP seperti pasal 294
sanksinya cenderung lebih rendah dan tidak memberikan perlindungan khusus bagi anak
sebagai korban sebagai tindak pidana pencabulan anak.
Namun dengan azas Lex specialis derogat legi generalis ( hukum yang bersifat khusus
menyampingkan hukum yang bersifat umum ), maka hakim dalam menjatuhkan vonis
terhadap pelaku pencabulan terhadap anak harus menerapkan Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
22
Dalam menerapkan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana, jaksa dan hakim sebagai aparat
penegak hukum diharuskan memahami serta mempelajari unsur-unsur tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencabulan anak tersebut agar dapat menegakkan
keadilan bagi pelaku tindak pidana maupun bagi masyarakat.
2.3.2 Perbedaan Pemerkosaan, Persetubuhan, dan Pencabulan
1. Pengertian Pemerkosaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta (1984:
741), pengertian perkosaan dilihat dari etiologi/asal kata yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
Perkosa :
Memperkosa :
23
(laki-laki
pemerkosa)
telah
menyelesaikan
perbuatannya
hingga
selesai
(mengeluarkan air mani). Jika hal ini tidak sampai terjadi, maka secara eksplisit, apa yang
dilakukan laki-laki belum patut dikategorikan sebagai perkosaan.
Perbuatan perkosaan merupakan sex bebas diluar perkawinan yang merugikan pihak lain
yang diperkosa. Perbuatan perkosaan dilakukan dengan kekerasan karena bukan didasari suka
sama suka. Umumnya perkosaan dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Pelaku
perkosaan bisa satu atau lebih satu orang. Bila pelaku lebih dari satu orang, korban digilir
tanpa merasa kasihan, biasanya korban setelah diperkosa ditinggalkan begitu saja.
Sementara Adami Chazawi (2007: 55) mengemukakan bahwa:
Pemerkosaan dalam KUHPidana adalah tergolong dalam kejahatan, pemerkosaan terdapat
dalam Buku II KUHPidana, dapat dilihat dalam BAB XIV Tentang Kejahatan terdapat
Kesusilaan yaitu pada Pasal 285 sampai Pasal 288 KUHPidana, tetapi pokok pasalnya
terdapat pada Pasal 285 KUHPidana.
Pasal 285 KUHP yang berbunyi :Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, kerena
memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Dari pasal di atas dapat diuraikan bahwa unsur pemerkosaan menurut Pasal 285 KUHP
(Leden Marpaung, 2008: 49), yaitu :
24
25
Perpaduan antara kelamin laki-laki dan perempuan yang biasanya dijalankan untuk
mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-laki harus masuk kedalam anggota kemaluan
perempuan, sehingga mengeluarkan air mani.
Pengertian persetubuhan menurut rumusan KUHP adalah sesuai arrest hoge read
sebagaimana dikutip (Andi Zainal Abidin Farid, 2007: 339) disebutkan :
Tindakan memasukan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan yang ada pada
umumnya menimbulkan kehamilan, dengan kata lain bilamana kemaluan itu mengeluarkan
air mani didalam kemaluan perempuan. Oleh karena itu, apabila dalam peristiwa perkosaan
walaupun kemaluan laki-laki telah agak lama masuknya kedalam kemaluan perempuan, air
mani laki-laki belum keluar hal itu belum merupakan perkosaan, akan tetapi percobaan
pemerkosaan.
Namun Andi Zainal Abidin Farid, (2007: 396) berpendapat bahwa persetubuhan itu terjadi
karena pertemuan atau peraduan alat kelamin laki-laki dan perempuan baik keluar mani atau
tidak .
Pandangan-pandangan tersebut juga menegaskan bahwa persetubuhan itu dapat terjadi
dengan adanya perpaduan dua jenis kelamin yang berbeda, yaitu jenis kelamin laki-laki dan
jenis kelamin perempuan.
Adapun pasal yang mengatur masalah persetubuhanadalah Pasal 286 KUHP, yang berbunyi :
Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, bahwa perempuan itu
pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Tentang keadaan korban yang tidak berdaya ini, bukanlah merupakan akibat dari perbuatan
pelaku, tapi korban tidak berdaya akibat dari perbuatannya sendiri, misalkan mabuk karena
minuman keras. Jika korban tidak berdaya karena perbuatan pelaku, lalu menyetubuhinya
maka perbuatan tersebut masuk ke dalam bentuk pemerkosaan, karena membuat pingsan atau
tidak berdaya oleh KUHP disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal berikutnya adalah Pasal 287 KUHP yang korbannya disyaratkan adalah anak yang
belum berusia 15 tahun dan antara korban dan pelaku tidak terdapat hubungan pernikahan.
Selain pasal-pasal di atas, pasal berikutnya yang mengatur masalah persetubuhan adalah
Pasal 288 KUHP, yang menyatakan bahwa dimana korban dan pelaku tidak terikat oleh
26
hubungan pernikahan atau merupakan suami istri, korban harus berusia belum 15 tahun dan
karena persetubuhan tersebut korban menderita luka-luka, luka berat ataupun meninggal
dunia.
Dalam persetubuhan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa syarat utama adanya
persetubuhan adalah kelamin laki-laki harus masuk ke dalam kelamin perempuan. Olehnya
itu persetubuhan ini juga berbeda dengan pencabulan, karena dalam hal pencabulan, kelamin
laki-laki tidak disyaratkan untuk masuk ke dalam kelamin perempuan.
3. Pengertian Pencabulan
Pengertian perbuatan cabul adalah segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada
diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat
kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual (Adami Chazawi,
2005: 80).
Menurut R. Soesilo (1996: 212), bahwa pencabulan adalah: Segala perbuatan yang
melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan
nafsu birahi kelamin, misalnya: cium-ciuman,meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba
buah dada, dan sebagainya.
Lebih tegas Adami Chazawi mengemukakan perbuatan cabul sebagai segala macam wujud
perbuatan baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun pada orang lain mengenai dan yang
berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
seksual. Misalnya : mengelus-elus atau menggosok-gosok penis atau vagina, memegang buah
dada, mencium mulut seorang perempuan dan sebagainyaAdami Chazawi (2005: 80).
KUHP menggolongkan tindak pidana pencabulan ke dalam tindak pidana kesusilaan. KUHP
belum mendefinisikan dengan jelas maksud dari pada pencabulan itu sendiri dan terkesan
mencampuradukkan pengertiannya dengan perkosaan ataupun persetubuhan, sedangkan
dalam konsep KUHP yang baru ditambahkan kata persetubuhan disamping pencabulan,
sehingga pencabulan dan persetubuhan dibedakan.
Persetubuhan adalah persentuhan sebelah dalam dari kemaluan si laki-laki dan perempuan,
yang pada umumnya dapat menimbulkan kehamilan. Tidak perlu bahwa telah terjadi
pengeluaran mani dalam kemaluan si perempuan. Pengertian bersetubuh pada saat ini
diartikan bahwa penis telah penestrasi (masuk) ke dalam vagina (Leden Marpaung, 2008: 53).
27
Dengan demikian terlihat jelas perbedaan antara pencabulan dan persetubuhan yaitu jika
seseorang melakukan persetubuhan itu sudah termasuk perbuatan cabul sedangkan ketika
seseorang melakukan perbuatan cabul, belum dikategorikan telah melakukan persetubuhan
karena suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu persetubuhan jika disyaratkan
masuknya penis ke dalam vagina perempuan kemudian laki-laki mengeluarkan air mani yang
biasanya menyebabkan terjadinya kehamilan sehingga jika salah satu syarat tidak terpenuhi
maka bukan dikategorikan sebagai suatu persetubuhan melainkan perbuatan cabul. Selain itu
perbuatan cabul tidak menimbulkan kehamilan (Leden Marpaung, 2008: 70).
Adapun ketentuan mengenai perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 KUHP sebagai berikut :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul,
dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
tahun.
Apabila rumusan Pasal 289 KUHP tersebut dirinci, akan terlihat unsur-unsurnya sebagai
berikut (Adami Chazawi, 2005: 78):
a) Perbuatannya: Perbuatan cabul dan memaksa caranya dengan kekerasan atau dengan
ancaman kekerasan
b) Objeknya: Seseorang untuk melakukan atau membiarkan melakukan.
28
1. Harus ada surat permintaan Visum Et Repertum dari polisi dan keterangan mengenai
kejadiannya.
2. Harus ada persetujuan secara tertulis dari korban atau orang tua / wali korban yang
menyatakan tidak keberatan untuk diperiksa seorang dokter.
3. Harus ada seorang perawat wanita atau polisi wanita yang mendampingi dokter
selama melakukan pemeriksaan.
Tujuan pemeriksaan korban pemerkosaan adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pemeriksaan medis untuk korban pemerkosaan dilakukan secara berurutan yakni dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pada anamnesis untuk pemerkosaan
ditujukan untuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
29
1.
2.
3.
4.
5.
Pemeriksaan harus dilakukan sesegera mungkin oleh karena semakin lama tanda-tanda
persetubuhan akan menghilang dengan sendirinya. Sebelum dilakukan pemeriksaan harus
mendapatkan izin tertulis dari pihak-pihak yang diperiksa. Jika korban seorang anak maka
harus meminta izin dari orang tua atau walinya terlebih dahulu.
a. Pemeriksaan tubuh
Pemeriksaan dilakukan pada selaput dara untuk melihat apa ada ruptur atau tidak, apabila ada
rupture tentukan apakah rupture baru atau lama dan catat lokasi rupture tersebut, tentukan
apakah sampai insertion atau tidak. Tentukan besar orifisiumnya, sebesar ujung jari
kelingking, jari telunjuk atau dua jari. Tentukan ukuran lingkaran orifisiumnya dengan cara
ujung kelingking atau telunjuk yang dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai
terasa tepi selaput dara yang menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran
pada titik yang diukur. Ukuran wanita yang masih perawan kira-kira 2,5 cm, jika terjadi
persetubuhan maka ukurannya bias menjadi minimal 9 cm menurut Vonight. Tidak adanya
robekan pada selaput dara belum dapat dipastikan bahwa pada wanita tersebut tidak terjadi
penetrasi, sebaliknya jika robekan pada selaput dara sebagai tanda adanya suatu benda baik
penis atau benda lain yang masuk ke dalam vagina. Jika persetubuhan tersebut disertai
dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut mengandung sperma maka dengan adanya sperma di
dalam liang vagina sebagai tanda pasti adanya persetubuhan, untuk membuktikan adanya
persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan ejakulat tersebut. Komponen di
dalam ejakulat yang dapat diperiksa adalah enzim asam fosfatase, kolin dan spermin. Baik
enzim asam fosfatase kolin maupun spermin apabila dibandingkan dengan sperma nilai
pembuktiannya lebih rendah karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik. Meskipun
begitu enzim fosfatase dapat diandalkan karena kadar asam fosfatase yang terdapat di dalam
vagina wanita tersebut kadarnya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan asam fosfatase
yang berasal dari kelenjar prostat. Apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan
persetubuhan tidak sampai berakhir pada ejakulasi dengan demikian pembuktian adanya
persetubuhan secara kedokteran forensic tidak dapat dilakukan secara pasti. Setelah
persetubuhan
telah
dibuktikan
maka
selanjutnya
memperkirakan
saat
terjadinya
persetubuhan. Dalam waktu 4-5 jam postkoital sperma dalam liang vagina masih dapat
30
bergerak, sperma masih dapat ditemukan tetapi setelah 24-36 jam postkoital sperma
ditemukan tidak bergerak dan sperma masih dapat ditemukan hingga 7-8 hari pada wanita
yang menjadi korban meninggal. Selain itu, perkiraan saat terjadinya persetubuhan dapat pula
ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara yang robek. Pada umumnya penyembuhan
selaput dara dalam waktu 7-10 hari postkoital.
b. Pembuktian kekerasan
Untuk membuktikan adanya tindakan kekerasan yang telah dilakukan pada korban perlu
diketahui lokasi luka-luka yang sering ditemukan yakni di daerah mulut dan bibir, leher,
putting susu, pergelangan tangan, pangkal paha serta disekitar dan pada alat genital. Luka
yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual biasanya berbentuk luka lecet bekas kuku, gigitan
serta luka-luka memar. Akan tetapi, tidak semua tindakan kekerasan meninggalkan jejak atau
bekas yang berbentuk luka. Oleh karena itu, tidak ditemukannya luka bukan berarti pada
korban tidak terjadi tindakan kekerasan. Tanda-tanda kekerasan mencakup dua pengertian
yakni memang ada kekerasan dan kekerasan terjadi tetapi tidak menimbulkan bekas luka
atau memang bekas tersebut sudah menghilang. Tindakan pembiusan serta tindakan lain yang
dapat menyebabkan korban tidak berdaya merupakan salah satu bentuk tindakan kekerasan.
Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya racun atau obat-obatan
yang dapat membuat wanita tersebut pingsan yakni dengan pemeriksaan toksikologi. Pada
pemeriksaan dicari tanda-tanda bekas kekerasan pada tubuh korban yang berupa goresan,
garukan, gigitan serta luka lecet atau luka memar dan dapat digunakan untuk mencari daerah
sekitar mulut sewaktu korban dibungkam, daerah sekitar leher sewaktu korban dicekik,
pergelangan tangan, lengan, sewaktu korban disergap, payudara sewaktu digigit atau diremas,
sebelah dalam paha sewaktu korban dipaksa untuk membuka kedua tungkainya dan
punggung sewaktu korban dipaksa tidur di tanah. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan
tekanan darah, jantung, paru, abdomen, reflek-reflek serta pupil mata.
c. Perkiraan umur
Penentuan umur bagi wanita yang menjadi korban kejahatan seksual sesuai dengan pasal 284
dan 287 KUHP adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan kecuali didapatkan informasi
dari akte kelahiran. Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian
pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan fisik, ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi atau
penyatuan tulang-tulang khususnya tengkorak. Perkembangan payudara dan pertumbuhan
rambut kemaluan perlu dikemukakan. Ditentukan gigi geraham belakang ke-2 (molar 2)
31
sudah tumbuh pada usia kira-kira 12 tahun dan gigi molar 3 akan muncul pada usia 17-21
tahun. Perlu diketahui pula apakah korban telah menstruasi atau belum. Hal-hal tersebut perlu
diketahui sehubungan dengan bunyi pasal 287 KUHP untuk menentukan penuntutan harus
dilakukan atau tidak.
d. Penentuan pantas untuk dinikahi
Berdasarkan atas kesiapan secara biologis yang dapat dibuktikan oleh ilmu kedokteran yakni
menstruasi. Bila wanita tersebut sudah menstruasi maka wanita tersebut sudah layak untuk
menikah. Membuktikan wanita tersebut sudah menstruasi dengan merawat dan mengisolasi
untuk mengetahui dan mendapatkan bukti secara pasti bahwa memang wanita tersebut telah
menstruasi. Menurut Muller, untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi perlu dilakukan
observasi selama 8 minggu di rumah sakit sehingga dapat ditentukan apakah menstruasi atau
tidak. Selain itu juga dapat diketahui melalui vaginal smear. Bila mengacu pada undangundang tentang perkawinan maka wanita boleh menikah ketika wanita tersebut telah berusia
16 tahun.
e. Pemeriksaan pakaian
Untuk pembuktian adanya tindakan persetubuhan pemeriksaan dapat dilakukan pada pakaian
korban untuk menentukan adanya bercak ejakulat. Dari bercak ejakulat tersebut dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa bercak yang ditemukan tersebut
adalah air mani serta dapat digunakan untuk menentukan adanya sperma. Dari pakaian
korban yang perlu diperhatikan adalah, apakah :
-
32
Untuk mengetahui pria tersebut melakukan persetubuhan atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Perlu dilakukan pula
pemeriksaan secret uretra untuk menentukan ada tidaknya penyakit kelamin.
b. Pemeriksaan pakaian
Pada pemeriksaan pakaian dilakukan pencatatan adanya bercak semen, darah dan lain
sebagainya akan tetapi, adanya bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian. Darah
yang ditemukan mempunyai nilai karena kemungkinan darah tersebut berasal dari darah
deflorasi sehingga penentuan golongan darah sangat diperlukan. Trace evidence pada pakaian
yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila tidak terdapat fasilitas untuk
melakukan pemeriksaan tersebut dapat dikirim ke laboratorium forensic di kepoisian atau
bagian Ilmu Kedokteran Forensik, barang tersebut dibungkus, disegel serta dibuat berita
acara pembungkusan dan penyegelan.
33
swab tenggorok yang dimasukkan dengan atau tanpa bantuan spekulum. Sperma dapat rusak
secara cepat oleh karena itu penting untuk membuat satu atau lebih smear pada gelas slide
sesegera mungkin dan untuk mengirimnya bersama dengan specimen yang sesuai untuk
penyelidikan. Selain itu, smear dari anal swab juga perlu dibuat sesegera mungkin.
Bahan pemeriksaan
: cairan vagina
Metoda
Tanpa pewarnaan: Satu tetes cairan vaginal ditaruh pada gelas objek dan kemudian ditutup,
pemeriksaan dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali.
Hasil yang diharapkan: sperma yang masih bergerak.
Dengan pewarnaan: Buat sediaan apus dari cairan vagina pada gelas objek, keringkan di
udara, fiksasi dengan api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit,
cuci dengan air, warnai dengan Eosin-yellowish 1% dalam air, tunggu 1 menit, cuci dengan
air, keringkan dan diperiksa dibawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: bagian basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung merah
muda.
2. Tujuan : menentukan adanya sperma
Bahan pemeriksaan
: pakaian
Metoda
Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian tengahnya (konsentrasi
sperma terutama di bagian tengah)
Warnai dengan pewarnaan BAEECHI selama 2 menit
Cuci dengan HCL 1%
Dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan alkohol absolut
Bersihkan dengan Xylol
Keringkan dan letakan pada kertas saring
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1- 2 helai, kemudian
diurai sampai menjadi serabut-serabut pada gelas objek
Teteskan canada balsem, ditutup dengan gelas penutup lihat dibawah mikroskop dengan
pembesaran 500 kali.
Hasil yang diharapkan
34
Kepala sperma berwama merah, bagian ekor biru muda. Kepala sperma tampak menempel
pada serabut-serabut benang.
Pembuatan pewarnaan BAEECHI :
acid-fuchsin 1 % (1 tetes atau 1 ml)
methylene-blue 1 % (1 tetes atau 1 ml)
HCL 1 % (40 tetes atau 40 ml).
3. Tujuan : menentukan adanya air mani (asam fosfatase)
Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal
Metoda
Warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari
prostat, berarti indikasi besar. Warna ungu timbul kurang dari 65 detik, indikasi sedang.
Pembuatan reagensia
35
4.Tujuan
: Florence
: Berberio
Cairan vaginal ditetesi larutan asam pikrat., kemudian lihat di bawah mikroskop
Hasil yang diharapkan :
Kristal-kristal spermin pikrat akan berbentuk rhombik atau jarum kompas yang berwarna
kuning kehijauan.
6.Tujuan
36
larutan yang terdiri dari 9 bagian larutan buffer citrat pH.4,9 dan 1 bagian larutan 0,4 M. L(+)
tartaric acid dengan pH.4,9.
Reaksi dengan asam fosfatase
Kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquades diletakkan pada pakaian atau bahan yang
akan diperiksa selama 5-10 menit, kemudian kertas saring diangkat dan dikeringkan,
Semprot dengan reagensia, jika timbul warna ungu berarti pakaian atau bahan tersebut
mengandung air mani
Bila kertas saring tersebut diletakan pada pakaian atau bahan seperti semula, maka dapat
diketahui letak dari air mani pada bahan yang diperiksa.
Sinar ultra violet, visual, taktil dan penciuman
Pemeriksaan dengan sinar-UV : bahan yang akan diperiksa ditaruh dalam ruang yang gelap,
kemudian disinari dengan sinar ultra violet bila terdapat air mani, terjadi fluoresensi.
Pemeriksaan secara visual, taktil dan penciuman tidak sulit untuk dikerjakan.
7.Tujuan
: Pewarnaan Gram
TLC
Mikrodiffusi, dan sebagaianya
Hasil yang diharapkan : Adanya obat yang dapat menurunkan atau menghilangkan kesadaran.
10.Tujuan
Bahan pemeriksaan: Cairan vaginal yang berisi air mani dan darah.
Metoda
Hasil yang diharapkan : Golongan darah dari air mani berbeda dengan golongan darah dari
korban.
37
Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku kejahatan termasuk golongan
"sekretor".
2.4.3.2 Pemeriksaan Laboratorium Pelaku Kejahatan Seksual
1.Tujuan
38
Nama
: Nn. X
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: Sembilan tahun
Alamat
: Surabaya
Pekerjaan
: Pelajar
Status perkawinan
: Belum menikah
Berat badan
Panjang badan
Warna kulit
: Sawo matang
Ciri rambut
Keadaan gizi
: Cukup
:-
: Sadar penuh
Tekanan darah
Denyut nadi
Pernapasan
Suhu badan
Kepala
: Bulat simetris
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Rambut
: Hitam lurus panjang rata-rata dua belas sentimeter
Dahi
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Mata kanan : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Mata kiri
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Hidung
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Pipi kanan : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Pipi kiri
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Telinga kanan : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Telinga kiri : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Mulut
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Rahang
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Leher
39
Dada
Perut
Punggung
Pinggang
Pinggul
berbentuk tidak teratur batas tidak jelas berukuran enam sentimeter kali lima sentimeter
berwarna merah keunguan. Luka berjarak dua belas sentimeter dari garis tengah tubuh. Tidak
terlihat jembatan jaringan.
Anggota gerak atas
berukuran panjang dua sentimeter lebar tiga sentimeter berwarna merah keunguan. Tidak
terlihat darah disekitar luka. Kulit disekitar luka berwarna kebiruan. Tidak terlihat tebing luka
atau jembatan jaringan.
Anggota gerak bawah : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Alat kelamin bagian luar :
a. Bibir besar
Pada korban dilakukan pemeriksaan cairan vagina untuk mendeteksi keberadaan air
mani dari pelaku. Cairan vagina didapatkan ditaruh pada kertas Whatman, diamkan
sampai kering,kemudian disemprot dengan reagensia, Muncul warna ungu waktu
kurang dari tiga puluh detik. Hal ini menandakan pada cairan vagina korban terdapat
zat asam fosfatase yang berasal dari air mani pelaku.
2) Pada korban dilakukan pemeriksaan bakteri penyebab penyakit menular seksual yaitu
40
menentukan adanya kuman Neisseria gonorrhoeae (GO). Cairan dari saluran genitalia
diambil dan dilakukan pewarnaan gram, dan diperiksa dengan mikroskop. Ditemukan
bakteri Neisseria gonorrhoea.
e. Kesimpulan
Berdasarkan temuan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan atas korban tersebut
maka saya simpulkan bahwa korban tersebut perempuan berusia sembilan tahun berat
badan tiga puluh lima kilogram status gizi baik dalam keadaan sadar penuh. Pada pinggul
ditemukan luka lecet dan pada kedua pergelangan tangan ditemukan luka memar. Pada
bibir luar alat kelamin ditemukan kemerahan, bengkak serta pada bibir dalam kelamin
terdapat pembengkakan, luka terbuka dan nyeri. Ditemukan robekan pada selaput dara.
Luka tersebut dapat menyebabkan halangan atau rintangan dalam melaksanakan aktifitas
sehari-hari.
41
BAB III
KESIMPULAN
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. & Hall, John E., 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Edition.
Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh : Irawati dkk. Jakarta :
EGC Medical
Publisher.
BKKBN, 2012. Pembinaan kesehatan reproduksi bagi lansia. Jakarta.
Advocates for Human Rights. 2013. Domestic violence and housing Stop Violence Against
Women: a project of the Advocates for Human Rights.
Berrios, Daniel C., Grady, Deborah. 1991. Domestic violence: risk factors and
outcomes. The
Western
Journal
of
Medicine (BMJ
133
social
support
and
internal
inhibiting
factors. Trauma,
Violence,
&
Sciences:
pp.
2-3.
Retrieved
Juny
25,
2016
from
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20853195
Hamberger, L. Kevin; Hastings, James E. 1986. "Personality correlates of men who abuse
their partners: a cross-validation study". Journal of Family Violence (Springer) 1 (4):
323341.doi:10.1007/BF00978276.
Hart, Stephen D.; Dutton, Donald G.; Newlove, Theresa. 1993. The prevalence of
personality disorder among wife assaulters. Journal of Personality Disorders (Guilford
Press) 7 (4): 329341.doi:10.1521/pedi.1993.7.4.329
Hariadi A, Hoediyanto. 2012. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi
8. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
44
Komisi Nasional Perempuan Republik Indonesia. 2016. Lembar Fakta Catatan Tahunan
(Catahu). Retrieved Juny 23, 2016 from http://www.komnasperempuan.go.id/wpcontent/uploads/2016/03/Lembar-Fakta-Catatan-Tahunan-_CATAHU_-KomnasPerempuan-2016.pdf
Lazenbatt, Anne; Thompson-Cree, Margaret E.M. 2009. Recognizing the co-occurrence of
domestic and child abuse: a comparison of community- and hospital-based
midwives. Health
&
Social
Care
in
the
358
of
Family
pp.
131
147. doi:10.1007/BF00978715.
Simons, Ronald L., Johnson, Christine. 1998. An examination of competing explanations for
the intergenerational transmission of domestic violence in Danieli, Yael, International
handbook of multigenerational legacies of trauma
Taylor, S.E, Peplau, L. A., Sears, D.O. 2006. Social Psycology. Prentice Hal: New Jersey
Undang undang Republik Indoensia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan
dalam
Rumah
Tangga.
Retrieved
www.hukumonline.com>parent.UU_NO_23_2004.pdf
Widyatun, T.R. 2000. Ilmu Perilaku. Jakarta: Infomedik
Juny
23,
2016
from