Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa yang sudah sangat maju seperti sekarang ini, banyak sekali perkembangan
yang telah terjadi di segala aspek kehidupan mulai dari aspek pendidikan, kesehatan,
hingga aspek teknologi. Namun, semakin dirasa bahwa kemajuan positif dalam segala
aspek kehidupan ini juga diikuti oleh sisi negatif dari kemajuan tersebut, salah satunya
yakni semakin maraknya perilaku penyimpangan seksual yang dilakukan tak hanya oleh
remaja namun juga dilakukan oleh para kalangan senior atau lansia. Hal ini banyak sekali
penyebabnya, mulai dari semakin luasnya pergaulan dalam masyarakat, munculnya
emansipasi wanita dan hilangnya perbedaan secara mencolok antara gender pria dengan
wanita, serta semakin mudahnya akses untuk mengetahui hal-hal berbau porno melalui
internet terutama para remaja yang memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi. Sangat
disayangkan jika banyak remaja yang terjerumus dalam pengetahuan sesat karena
minimnya pengawasan orang tua pada aktivitas mereka. Remaja memiliki peran besar
dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk yang diindikasikan dengan besarnya
proporsi remaja (Indrawanti, 2002). Menurut WHO (1995) seperlima dari penduduk
dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun. Sekitar 20 persen dari penduduk Indonesia
adalah remaja berusia 15-24 tahun atau setara dengan 41,4 juta orang (Kitting 2004).
Pada masa ini terjadi perubahan fisik yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda seks
primer dan sekunder serta perubahan kejiwaan meliputi perubahan emosi menjadi sensitif
dan perilaku ingin mencoba hal-hal baru (Depkes, 2003 ).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pandangan perilaku seksual
pada remaja karena pengawasan dan perhatian orang tua dan keluarga yang longgar, pola
pergaulan bebas, lingkungan permisif, semakin banyaknya hal-hal yang memberikan
rangsangan seksual sangat mudah dijumpai dan fasilitas seringkali diberikan oleh
keluarga tanpa disadari. Perubahan pandangan yang mempengaruhi perilaku seksual
tampak pada masa pacaran. Masa pacaran telah diartikan menjadi masa untuk belajar
melakukan aktivitas seksual dengan lawan jenis, mulai dari ciuman ringan, ciuman maut,
saling masturbasi, seks oral, bahkan sampai hubungan seksual (Pangkahila, 1997).
Pada lansia, tingkat kecenderungan untuk terjadi penyimpangan seksual juga cukup
tinggi. Dimana pada fase ini, seorang lansia berpotensi untuk mengetes daya seksualnya
kepada lawan jenis yang lebih muda darinya. Berdasarkan penelitian Kinsley di Amerika

Serikat tahun 1976, 48 persen laki laki yang berusia 75 92 tahun masih punya
kemauan bersenggama. Hal inilah yang mendukung sering terjadinya kasus
penyimpangan seksual oleh lansia terhadap lawan jenis bahkan sejenis dengan umur yang
lebih muda (BKKBN, 2012).
Dari penjabaran tersebut, maka penulis mencoba untuk mengangkat topik
menyangkut penyimpangan seksual yang terjadi pada remaja dan lansia, disertai dengan
pemeriksaan korban kejahatan seksual secara ilmu forensik dan medikolegal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dari gangguan psikoseksual?
2. Bagaimana kondisi hormonal pada pria remaja dan lansia jika dilihat dari segi
anatomi dan fisiologi?
3. Bagaimana undang-undang yang mengatur tentang tindak persetubuhan, pencabulan,
dan pemerkosaan yang ada di Indonesia?
4. Bagaimana cara pemeriksaan korban kasus kejahatan seksual dilihat dari segi ilmu
forensik?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari dan memahami kasus penyimpangan seksual oleh remaja pria dan
1.3.2

lansia jika dilihat dari segi ilmu forensik dan medikolegal kedokteran.
Tujuan Khusus
1. Memahami tentang penyimpangan seksual di kalangan remaja dan lansia,
berserta undang-undang yang mengaturnya.
2. Memahami kondisi hormonal pada remaja dan lansia dilihat dari ilmu
kedokteran.
3. Mempelajari cara pemeriksaan pada korban penyimpangan seksual secara ilmu
forensik.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat untuk Penulis
Untuk mempelajari kasus penyimpangan seksual beserta korbannya dilihat
dari segi forensik dan medikolegal.
1.4.2 Manfaat untuk Pendidikan

Untuk dapat memberikan informasi menyangkut penyimpangan seksual,


hukum yang mengatur, dan pemeriksaan yang dilakukan kepada korban
1.4.3

seksual dilihat dari segi forensik dan medikolegal.


Manfaat untuk Masyarakat
Untuk mengetahui tanda-tanda penyimpangan seksual yang terjadi di
masyarakat beserta hukum yang mengaturnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI


2.1.1 Anatomi Sistem Reproduksi Wanita

Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam rongga
panggul. Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-hormon
gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus hipothalamus hipofisis adrenal
ovarium. Selain itu terdapat organ/sistem ekstragonad/ekstragenital yang juga dipengaruhi
oleh siklus reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.

2.1.1.1 GENITALIA EKSTERNAL


1. Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis, labia
mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjarkelenjar pada dinding vagina.

2. Vagina

Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian kranial
dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix,
dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri.
Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa
berlapis, berubah mengikuti siklus haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus
pada

haid,

untuk

jalan

lahir

dan

untuk

kopulasi

(persetubuhan).

Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam
secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri.
Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding
vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.
3. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis
(m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda,
m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina.Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

2.1.1.2 GENITALIA INTERNAL

1. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa).
Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus.
Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus,
isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri.
2. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang
8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.

Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa
dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbedabeda pada setiap bagiannya (gambar).

3. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan.
Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari
korteks dan medula.Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi
(pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna
folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan pars
infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae menangkap ovum yang
dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium,
ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang
aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

2.1.1.3 ORGAN REPRODUKSI / ORGAN SEKSUAL EKSTRAGONADAL

1. Payudara
Seluruh susunan kelenjar payudara berada di bawah kulit di daerah pektoral. Terdiri dari
massa payudara yang sebagian besar mengandung jaringan lemak, berlobus-lobus (20-40
lobus), tiap lobus terdiri dari 10-100 alveoli, yang di bawah pengaruh hormon prolaktin
memproduksi air susu. Dari lobus-lobus, air susu dialirkan melalui duktus yang bermuara di
daerah papila / puting. Fungsi utama payudara adalah laktasi, dipengaruhi hormon prolaktin
dan oksitosin pascapersalinan. Kulit daerah payudara sensitif terhadap rangsang, termasuk
sebagai sexually responsive organ.

2. Kulit
Di berbagai area tertentu tubuh, kulit memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dan responsif
secara

seksual,

misalnya

kulit

di

daerah

bokong

dan

lipat

paha

dalam.

Protein di kulit mengandung pheromone (sejenis metabolit steroid dari keratinosit epidermal
kulit) yang berfungsi sebagai parfum daya tarik seksual (androstenol dan androstenon dibuat
di kulit, kelenjar keringat aksila dan kelenjar liur). Pheromone ditemukan juga di dalam urine,
plasma, keringat dan liur.

2.1.2 Anatomi Sistem Reproduksi Laki-laki

2.1.2.1 GENITALIA EKSTERNAL

1. Penis
Terdiri dari 3 tabung jaringan erektil,yaitu :

-Satu pasang korpus kavernosa.


-Satu korpus spongiosa.
Korpus spongiosum membungkus uretra pars kavernosa dan berakhir pada gland penis.

2. Skrotum
Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang berisi testis. Berjumlah sepasang, yaitu
skrotum kanan dan kiri. Dinding skrotum tidak mengandung lemak subkutan dan rambut
tetapi mengandung sedikit otot. Otot ini bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan testis
agar kondisinya stabil.

2.1.2.2 ORGAN REPRODUKSI INTERNA


1. Testis
Jumlah : 2 (kanan dan kiri) dan terletak di dalam kantong skrotum. Berbentuk seperti telur.
Testis terdiri dari belahan-belahan yang bernama lobulus testis jumlahnya sekitar 200-300
lobulus dan setiap lobulus terdiri dari 3 tubulus seminiferus. Testis dibungkus oleh tunika
albuginea dan tunika vaginalis, yang memungkinkan masing-masing testis dapat bergerak
bebas di dalam skrotum. Di dalam tubulus terdapat sel spermatogenik dan sel penunjang
yaitu sel sertoli. Diantara tubulus terdapat sel interstisial leydig.
3. Epididimis
Epididimis merupakan saluran panjang berkelok-kelok yang menempel di belakang testis
yang panjangnya 7 - 10 m
4. Vas deferens

Vas deferens merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari
epididimis. Merupakan saluran yang dapat diikat dan dipotong pada saat vasektomi.

5. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis merupakan kantong-kantong kecil yang berbentuk tidak teratur.
Panjangnya 5 10 cm. Saluran dari vesikula seminalis bergabung dengan vas deferens
membentuk ductus ejaculatorius
6. Saluran ejakulasi
Saluran ejakulasi merupakan saluran pendek yang menghubungkan kantung semen dengan
uretra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm.
7. Kelenjar prostat
Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah kantung kemih
8. Uretra
Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam penis.

2.1.3 POROS HORMONAL SISTEM REPRODUKSI

10

1. Hipotalamus
Kumpulan nukleus pada daerah di dasar otak, di atas hipofisis, di bawah talamus.
Tiap inti merupakan satu berkas badan saraf yang berlanjut ke hipofisis sebgai hipofisis
posterior (neurohipofisis). Menghasilkan hormon-hormon pelepas : GnRH (Gonadotropin
Releasing Hormone), TRH (Thyrotropin Releasing Hormone), CRH (Corticotropin Releasing
Hormone) , GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone), PRF (Prolactin Releasing
Factor). Menghasilkan juga hormon-hormon penghambat : PIF (Prolactin Inhibiting Factor).
.
2. Pituitari / hipofisis
Terletak di dalam sella turcica tulang sphenoid. Menghasilkan hormon-hormon gonadotropin
yang bekerja pada kelenjar reproduksi, yaitu perangsang pertumbuhan dan pematangan
folikel (FSH Follicle Stimulating Hormone) dan hormon lutein (LH luteinizing hormone).

2.1.4 Hormon Testosteron

11

Hormon testosteron atau yang diidentikkan sebagai hormon laki-laki ini memiliki
pengaruh terhadap libido, pembentukan massa otot dan ketahanan tingkat energi, serta
perubahan perubahan karakteristik seks sekunder pada pria seperti suara menjadi lebih berat.
Normalnya, kadar hormon testosteron dalam tubuh laki-laki berkisar antara 270-1070 ng/dL
(nanogram per desiliter) dengan kadar rata-rata 679 ng/dL. Ada pula penelitian yang
menunjukkan bahwa kadar hormon testosteron yang optimal berkisar 400-600 ng/dL.
Hormon ini meningkat selama masa pubertas dan mencapai puncaknya ketika lakilaki berusia sekitar 20 tahun. Setelah berusia 30 tahun ke atas, kadar hormon ini akan
berkurang sekitar satu persen tiap tahunnya. Sementara itu, pada laki-laki yang berusia lebih
dari 65 tahun, kadar hormon testosteron normal berkisar antara 300-450 ng/dL.
Penurunan Kadar Hormon Testosteron
Menurunnya kadar hormon testosteron sebenarnya merupakan kondisi alamiah seiring
penuaan pada laki-laki. Kondisi kekurangan testosteron juga dapat disebabkan oleh infeksi
dan cedera pada testis, gagal ginjal kronis, sindrom Klinefelter, dan sirosis hati. Kondisi stres
dan terlalu banyak mengonsumsi alkohol juga dapat menyebabkan kondisi tersebut
Ketika kadar hormon testosteron menurun, laki-laki akan mengalami gejala yang
berkaitan dengan fungsi seksual, seperti ketidaksuburan, berkurangnya hasrat seksual, serta
berkurangnya frekuensi ereksi yang terjadi secara spontan ketika sedang tidur. Selain itu,
berkurangnya kadar hormon testosteron juga dapat diiringi oleh gejala lain yang mencakup
perubahan fisik, seperti:
Berkurangnya rambut-rambut pada tubuh.
Tulang yang lebih rapuh.
Meningkatnya lemak tubuh.
Berkurangnya kekuatan atau massa otot.
Sensasi terbakar atau hot flashes.
Kelelahan yang meningkat.
Timbulnya pembengkakan pada kelenjar payudara.
Berdampak pada metabolisme kolesterol.

12

Sementara itu, dampak menurunnya kadar hormon testosteron terhadap perubahan psikis
antara lain kecenderungan untuk merasakan depresi atau perasaan sedih yang secara
keseluruhan dapat menurunkan kualitas hidup. Sebagian orang lainnya juga bisa mengalami
penurunan rasa percaya diri, berkurangnya motivasi, serta memiliki masalah pada memori
dan konsentrasi. Meski begitu, semua kondisi ini juga bisa merupakan efek samping proses
penuaan yang normal. Selain itu bisa disebabkan oleh kondisi medis lainnya, seperti efek
samping pengobatan, kondisi tiroid, maupun efek mengonsumsi minuman beralkohol. Selain
faktor penuaan, rendahnya hormon testosteron juga dapat dipicu oleh kondisi hipogonadisme.
Pada kondisi tersebut, testis memproduksi terlalu sedikit hormon testosteron.

Tingkat Hormon Testosteron yang Berlebihan


Di sisi lain, ada pula laki-laki yang memiliki kadar hormon testosteron di atas angka
normal. Ibarat dua sisi mata uang, kondisi ini bisa membawa dampak positif dan negatif.
Positifnya, kadar hormon testosteron yang tinggi dapat menormalkan tekanan darah dan
menurunkan kecenderungan laki-laki untuk mengalami obesitas dan serangan jantung.
Sementara itu, beberapa studi menunjukkan keterkaitan antara kadar hormon
testosteron yang tinggi dengan kecenderungan laki-laki untuk melakukan perilaku berisiko,
seperti dorongan perilaku seksual berlebihan yang berisiko kepada tindakan kriminal.
Namun, masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk membuktikan hal ini. Kadar
testosteron yang tinggi juga membuat kecenderungan laki-laki untuk lebih mengonsumsi
alkohol dan merokok.
2.2 GANGGUAN PSIKOSEKSUAL
Perilaku seksual bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktor-faktor
yang kompleks. Seksualitas ditentukan oleh anatomi, fisiologi, psikologi, kultur dimana
orang tinggal, hubungan seseorang dengan orang lain, dan mencerminkan perkembangan
pengalaman seks selama siklus kehidupannya. Ini termasuk persepsi sebagai laki-laki atau
wanita dan semua pikiran, perasaan, dan perilaku yang berhubungan dengan kepuasan dan
reproduksi, termasuk ketertarikan dari seseorang terhadap orang lain (Ronawulan, 2006)
Seksualitas seseorang dan kepribadian secara keseluruhan sangat berkaitan sehingga tidak
mungkin untuk membicarakan seksualitas sebagai bagian yang terpisah. Dengan demikian

13

istilah psikoseksual digunakan untuk mengesankan perkembangan dan fungsi kepribadian


sebagai sesuatu yang dipengaruhi oleh seksualitas seseorang (BJ & VA, 2010)
Seksualitas bergantung pada empat faktor yang saling berkaitan : identitas seksual,
identitas gender, orientasi seksual, dan perilaku seksual. Keempat faktor ini mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi kepribadian. Seksualitas adalah perilaku
keseluruhan seseorang yang menunjukkan ia laki-laki atau wanita. Perilaku seksual yang
normal adalah yang dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntunan masyarakat, tetapi
juga dengan kebutuhan diri sendiri dalam hal mencapai kebahagaiaan dan pertumbuhan. Juga
dapat mencapai perwujudan diri sendiri dalam men ingkatkan kemampuan untuk
mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik. (FM & AA, 2009)
Pada referat ini akan membahas gangguan psikoseksual. Gangguan psikoseksual tersebut
antara lain:
1. Paraphilia
Parafilia (Para artinya penyimpangan dan filia artinya obyek atau situasi yang
disukai). Parafilia menunjuk pada obyek seksual yang menyimpang (misalnya dengan benda).
Normal bila seorang pria terangsang nafsu seksnya ketika melihat celana dalam wanita
(terangsang pada benda). Baru dianggap abnormal ketika benda atau obyek tersebut sebagai
cara mendapatkan kepuasaan seksual. Perilaku penyimpangan seksual sering dianggap
perbuatan tidak bermoral oleh masyarakat. Ada penderita yang merasa bersalah atau depresi
dengan pemilihan obyek atau aktivitas seksualnya yang tidak normal. Namun banyak pula
yang tidak merasa terganggu dengan penyimpangannya tersebut kecuali bila ada reaksi dari
masyarakat atau sanksi dari yang berwenang. Penyimpangan ini bisa mengganggu hubungan
seksual yang sehat (mengingat banyak penderita parafilia yang menikah). Parafilia
digolongkan ke dalam kriteria tingkat ringan yaitu bila penderita hanya mengalami dorongan
parafilia yang kuat tetapi tidak melakukannya. Dianggap sedang bila dilakukan kadangkadang dan dianggap berat bila berulang-ulang dilakukan. Parafilia lebih banyak diderita pria
daripada wanita dengan perbandingan 20:1. Seorang paraphilia dapat dipidana jika terjadi
luka atau kematian orang lain (pasal 359 dan 360 KUHP) atau harus ganti rugi jika
perbuatannya telah menimbulkan kerugian orang lain (pasal 1366 KUHPerdata). Penderita
parafilia umunya tidak menganggap dirinya sakit, biasanya baru mendapat perhatian dokter
setelah perbuatan menyebakan konflik dengan masyarakat (Maslim, 2001)
2. Pedofilia
Pedofilia merupakan gangguan psikoseksual yang banyak mendapat sanksi keras dari
masyarakat. Ciri utamanya adalah dorongan seksual yang kuat terhadap anak-anak (biasanya

14

usia di bawah 13 tahun). Melalui kontak dengan anak-anak, penderita berusaha untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Rata-rata yang mengalami gangguan ini adalah para pria.
Penyimpangan seksualnya mencakup aktivitas melihat anak sambil melakukan masturbasi,
menjamah bagian-bagian tubuh anak termasuk daerah sekitar kemaluan, menyuruh anak
memanipulasi

penis

penderita

atau

melakukan

hubungan

seks

dengan

anak.

Yang menjadi korban bisa anak kandung sendiri, anak tiri, anak saudara atau orang lain.
Untuk menarik perhatian anak, penderita bertingkah laku baik misalnya sangat dermawan.
Sekaligus untuk mencegah anak agar tidak melaporkan aktivitas seksualnya. Ada juga yang
berperilaku kasar dengan cara mengancam.
Umumnya penderita pedofilia adalah orang yang takut gagal dalam berhubungan secara
normal terutama menyangkut hubungan seks dengan wanita yang berpengalaman. Akibatnya
penderita mengalihkannya pada anak-anak karena kepolosan anak tidak mengancam harga
dirinya. Di samping itu ketika kanak-kanak, penderita meniru perilaku seks dari model atau
contoh yang buruk. (FM & AA, 2009). Perbuatan pedofilia diancam pada pidana pasal 290
ayat (2) dan (3) KUHP.
3. Eksibionisme
Eksbionisme adalah dorongan untuk mendapatkan stimulasi dan kepuasaan seksual dengan
memperlihatkan alat genital terhadap orang yang tak dikenal. Setelah memamerkan alat
genitalnya, penderita tidak bermaksud melakukan aktivitas seksual lebih lanjut terhadap
korban misalnya memperkosa. Oleh sebab itu gangguan ini tidak berbahaya secara fisik bagi
korban. Penderita eksbionisme kebanyakan pria dan korbannya wanita (anak maupun
dewasa) biasanya terjadi di tempat-tempat umum. Para ahli mengatakan bahwa penderita
Eksibionisme biasanya mempunyai hubungan buruk dengan pasangan seksnya. Mereka tak
percaya diri dalam perannya sebagai pria. (BJ & VA, 2010). Jika tertangkap basah seorang
ekshibisionisme dapat dipidana menurut KUHP pasal 281.
4. Voyeurisme
Voyeurisme berasa dari kata voir artinya melihat. Ciri utama gangguan ini adalah
dorongan untuk memperoleh kepuasaan seks dengan cara melihat organ seks orang lain atau
orang yang sedang melakukan hubungan seks. Kepuasan seksual didapatkan ketika sedang
mengintip atau ketika sedang membayangkan adegannya. Setelah mengintip, penderita tidak
bermaksud untuk melakukan tindakan seksual dengan orang yang yang telah di intipnya.
Voyeurisme meempunyai ciri (1) mengintip merupakan kegiatan utama yang disukai (2)
korban tidak mengetahui (menonton tarian telanjang dalam sebuah pertunjukan tidak
termasuk Voyeurisme) (Levey, 2013)

15

5. Sadisme seksual
Sadisme ialah kelainan seksual dalam mana kepuasan seksual diasosiasikan dengan
penderitaan, kesakitan dan hukuman. Ciri utama dari sadisme seksual adalah keinginan untuk
mendapatkan gairah dan kepuasaan seksual dengan menyiksa partner seksnya. Siksaan bisa
secara fisik (menendang, memperkosa) maupun psikis (menghina, maki-maki). Penderitaan
korban inilah yang membuatnya merasa bergairah dan puas (Marwin, Fiona, Boyke, Emelia,
2013)
Adapun sebab-sebab Sadisme seksual antara lain:

Pendidikan yang salah, timbulah anggapan bahwa perbuatan seks itu adalah kotor,
sehingga perlu ditindak dengan kekejaman dan kekerasan dengan melakukan perbuatan

sadisme.
Di dorong oleh nafsu berkuasa yang ekstrim, sehingga seseorang perlu menampilkan

perbuatan kekejaman dan penyiksaan terhadap partner seksnya.


Mungkin juga disebabkan oleh pengalaman traumatis dengan ibunya atau dengan seorang
wanita sehingga oleh rasa dendam yang membara, seorang pria mengembangkan pola

sadistis dalam bersenggama baik secara sadar atau tidak sadar.


Pola kepribadian yang psikopatis. Penyiksaan hebat sampai pada penbunuhan untuk
mendapatkan kepuasan seks dan untuk mendapatkan orgasme, adalah puncak dari
sadisme, dimana korban dirusak tubuhnya dan dibunuh secara kejam. Biasanya semua ini
dilakukan dengan kondisi jiwa yang psikotis atau kondisi kejiwaan yang abnormal

(Bannon & Carroll, 2013)


6. Masokhisme Seksual
Masokhisme seksual ialah gangguan atau penyakit seksual yang mana individu
memperoleh kepuasaan seksual lewat kesakitan pada diri sendiri. Kesakitan ini dianggap
sebagai pendahuluan atau pelengkap bagi relasi-relasi seksual dan penerapan kesakitan
dianggap cukup baik untuk mendapatkan orgasme. Ciri utama dari masokhisme seksual
adalah mendapatkan kegairahan dan kepuasaan seks dengan cara diperlakukan secara kejam
baik disakiti secara fisik (memukul, di ikat) sedangkan psikis (dihina, diremehkan). Perlakuan
kejam bisa dilakukan sendiri (mengikat diri sendiri, menyetrum diri sendiri) atau dilakukan
oleh pasangannya (FM & AA, 2009)
7. Fetisisme
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita menggunakan benda sebagai cara untuk
menimbulkan gairah atau kepuasan seksual. Benda yang umum digunakan adalah benda

16

aksesoris wanita misalnya BH, celana dalam, kaus kaki, sepatu, dan lain-lain. Penderita
melakukan masturbasi sambil memegang, meremas-remas atau mencium benda-benda
tersebut. Bisa juga menyuruh pasangan seksnya untuk menggunakan benda tersebut ketika
melakukan hubungan seksual. Benda-benda ini digunakan untuk membangkitkan gairah
tanpa benda tersebut penderita tidak bisa melakukan hubungan seksual (FM & AA, 2009)
Penderita ini dapat dikenakan pidana sesuai pasal 362 KUHP misal mencuri BH dari jemuran
atau pasal 1366 KUHPerdata.
8. Transvestisme
Transvestisme ialah nafsu yang patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis
kelaminnya; orangnya mendapatkan kepuasaan seks dengan memakai pakaian dari jenis
kelamin lainnya. Jadi anak atau orang laki-laki yang lebih suka memakai pakaian perempuan
dan anak atau orang wanita yang lebih suka memakai pakaian laki-laki (BJ & VA, 2010)
9. Zoofilia
Ciri utama gangguan ini adalah penderita mendapatkan gairah atau kepuasaan seksual
dengan cara melakukan kontak seksual dengan binatang. Kontak seksual bisa berupa
senggama dengan binatang lewat anus atau vagina binatang, atau menyuruh binatang
memanipulasi alat genitalnya. (Marvin, Fiona, Boyke, Emelia, 2012) Dalam hal hewan
bersangkutan menjadi sakit atau mengalami luka karena perbuatan tersebut pelakunya dapat
dikenakan pidana menurut KUHP pasal 302.
10. Froteurisme
Ciri utama gangguan ini adalah dorongan untuk menyentuh atau meremas-remas organ
seks orang tak dikenal. Penderita umumnya senang berada di tempat yang penuh seks dimana
ia bisa melarikan diri dengan mudah (BJ & VA, 2010)
11. Homoseksual
Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik
dan mencintai jenis seks yang sama. Jumlah pria yang homoseksual diperkirakan 3-4 kali
lebih

banyak

daripada

jumlah

wanita

homoseksual.

Ekpresi homoseksualitas ada tiga, yaitu:


a) Aktif, bertindak sebagai pria yang agresif
b) Pasif, bertingkah laku dan berperan pasif-feminin seperti wanita
c) Bergantian peranan; kadang-kadang memerankan fungsi wanita, kadang-kadang jadi
laki-laki
Banyak teori yang menjelaskan sebab-sebab homoseksualitas antara lain:
1) Faktor herediter berupa ketidakimbangan hormon-hormon seks

17

2) Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan
kematangan seksual normal.
3) Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks, karena ia pernah menghayati
pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa remaja.
4) Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis dengan ibunya
sehingga timbul kebenciaan atau antipati terhadap ibunya dan semua wanita. Lalu
muncul dorongan homoseks yang jadi menetap.
Dalam homoseksual pria ada yang menyukai pria remaja. Pada lesbi menyukai gadis, wanita
dewasa, wanita tua, dan anak perempuan (FM & AA, 2009). Dalam KUHP melarang dan
mengancam seorang dewasa yang melakukan hubungan homoseksual dengan seorang yang
belum sampai umur walaupun tanpa paksaan (KUHP pasal 292). Pasal 290 (2)(3) KUHP jika
seorang dewasa melakukan perbuatan homoseksual dengan seorang yang umurnya belum 15
tahun, tanpa paksaan.
12. Koprofilia/Coprolagnia
Kepuasan seksual didapat dengan melihat atau membayangi seseorang yang sedang
buang air besar atau melihat feses. Dapat juga dilakukan anilinctus yaitu mencium dan
menjilati anus, atau memakan feses (coprophagy) (Marvin, Fiona, Boyke, Emelia, 2012)
13. Urofilia
Melihat perbuatan membuang air seni, merasa hangatnya air seni yang disiramkan
pada tubuh, menciumi bau air seni dan mencicipinya atau meminumnya membangkitkan
nafsu seksual dan dapat memberikan kepuasan. (Marvin, Fiona, Boyke, Emelia, 2012)
14. Felasio dan Kunilingus
Felasio berati mengisap penis, kunilingus berati menjilati vulva. Impuls erotik-oral
terdapat pada setiap manusia (BJ & VA, 2010)
15. Parsialisme
Disini impuls seksual atau libido terpaku pada salah satu bagian tubuh wanita. Misal
seorang parsialis payudara paling menyukai wanita dengan payudara besar (Marvin,
Fiona, Boyke, Emelia, 2012)
16. Troilisme
Suatu parafilia dimana tiga orang 2 wanita dengan1 pria atau 2 pria dengan 1 wanita
secara bersama melakukan serangkaian kegiatan parafilia seperti felasio, kunilingus,
pederasti, atau koitus disertai dengan beberaoa kegiatan seksual lain (BJ & VA, 2010).
17. Pluralisme
Pada pluralisme serombongan orang mengadakan pesta pora seksual, tukar-menukar
istri dan hal itu mencerminkan adanya homoseksualitas laten (BJ & VA, 2010)
18. Lustmurder/Pembunuhan karena nafsu seksual

18

Suatu pembunuhan dimana untuk menyalurkan dan mendapatkan kepuasan seksual


seseorang membunuh korbannya atau melukainya secara fatal. Pada pembunuhan seksual
sejati mematikan korban merupakan pengganti persetubuhan sekaligus merupakan tujuan
akhir. Dengan demikian pembunuhan seksual dapat dikenali berdasarkan sifat dari lukaluka. Ynag paling sering ditemukan adalah membuat cacat atau memotong alat kelamin.
Kemudian rongga perut disayat terbuka. Kayu atau benda lain ditusukkan ke dalam
vagina atau anus, payudara diangkat, rambat dicabut dan dilakukan pencekikan.
Pembunuhan seksual jarang dijumpai. Semua pembunuhan seksual adalah orang dengan
kelainan jiwa atau psikopat, penderita epilepsi atau skizophrenia (BJ & VA, 2010)
19. Nekrofilia
Mayat dijadikan sebagai obyek seksual. Nekrofilia terdapat dalam dua bentuk:
(1) Korban dibunuh (pembunuhan seksual) dan mayat korban degera digunakan sebagai
obyek seksual.
(2) Mayat yang sudah dikubur, yang terdapat di kamar mayat atau yang terdapat di
bangsal anatomi dicuri digunakan sebagai obyek seksual.
Perbuatan dengan mayat dapat berupa:menciumi, memeluk dan meraba tubuh mayat,
melakukan masturbasi sambil memegang payudara dan alat kelamin atau melakukan
koitus dengan mayat. Perbuatan tersebut dapat disertai dengan membuat cacat mayat
(nekrosadisme) (BJ & VA, 2010)
20. Vampirisme
Dalam bentuk simbolis perbuatan seorang vampir pria dapat berupa penghisapan
darah menstruasi, juga penghisapan darah yang keluar dari luka iris oleh seorang vampir
wanita untuk mendapat kepuasan seksual (BJ & VA, 2010)
21. Transeksualisme
Merupakan gangguan identitas jenis kelamin, ciri utama adalah bahwa orang
bersangkutan senantiasa merasa tidak senang pada dan tidak patut dengan seks
anatominya. Ia senantiasa ingin membebaskan diri dari alat kelaminnya itu dan hidup
sebagai seorang dari jenis kelamin lainnya (BJ & VA, 2010)
22. Hiperseksual
Minat atau keinginan yang berlebihan atau patologis untuk koitus. Hiperseksualitas
pada pria disebut satryasis dan pada wanita disebut (BJ & VA, 2010)

2.3

PEMERKOSAAN,

PENCABULAN,

UNDANG YANG TERKAIT

PERSETUBUHAN,

DAN

UNDANG-

19

2.3.1 Dasar Hukum


Menurut Soetandyo Wignjo Soebroto, pemerkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu
seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan
hukum yang berlaku adalah melanggar, hubungan pelampiasan tersebut dengan kondisi:
pertama, tidak atas kehendak dan persetujuan perempuan, kedua, dengan persetujuan
perempuan namun di bawah ancaman, ketiga, dengan persetujuan perempuan namun melalui
penipuan. Pelaku pemerkosaan ini diancam pidana paling lama 12 tahun menurut KUHP
pasal 285. Sedangkan menurut Islam pemerkosaan sering diidentikan dengan zina, yaitu
setiap hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan wanita di luar ikatan
yang syah baik dilakukan suksa sama suka ataupun tidak, baik dengan ancaman ataupun tidak
oleh masyarakat dipandang sebagai pemerkosaan, dan dalam hukum Islam tindak pidana
pemerkosaan ini pelakunya dikenakan hukuman had, bentuk jamaknya hudud. Pasal 285
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menentukan bahwa: Barangsiapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia,
dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Dalam kenyataannya sekarang ini banyak anak-anak yang rentan terhadap kekerasan, seperti
kekerasan seksual (pencabulan, perkosaan), penganiayaan, dan bahkan sampai menimbulkan
kematian. Pada tahun 2004 saja terdapat 544 kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap anak,
tahun 2005 meningkat menjadi 736 kasus.4 Dari data yang di rilis oleh Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) tersebut nampak sekali banyaknya anak yang mengalami kekerasan
yang dapat menyebabkan ketidak stabilan jiwanya dimasa mendatang.
Peraturan perundang-undangan yang secara tegas memberikan perlindungan hukum terhadap
hak-hak anak adalah, Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang pemasyarakatan Anak, Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Meskipun dalam UU No 39 Tahun 1999 telah mencantumkan hak-hak anak,
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, orang tua, masyarakat tapi
negara dan pemerintah memandang masih perlu memberikan perlindungan anak melalui
suatu peraturan perundangan-undangan yang lebih spesifik lagi mengenai perlindungan anak
sebagai suatu landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, dan walinya.

20

Dalam melanjutkan upaya melindungi hak-hak anak pemerintah pun telah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta juga mengatur mengenai ketentuan pidana
yang dapat diterapkan bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
yang terdapat dalam Undang-undang tersebut.
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak telah berlaku selama 10
(sepuluh tahun), akan tetapi penerapan sanksi dilapangan belum berjalan seperti yang
diharapkan. Masing-masing pihak yang terlibat dalam penerapan undang-undang tersebut
menyampaikan persoalan-persoalan yang nyata mereka hadapi sehari-hari di lapangan dalam
pelaksanaan undang-undang tersebut, penegak hukum masih saja menerapkan Undangundang
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) daripada Undang-undang Perlindungan Anak
dalam menjerat pelaku tindak pidana.
Dalam undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut telah
mencakup mengenai perbuatan-perbuatan yang akan dikenai sanksi pidana jika hak-hak anak
tersebut di langgar. Salah satu tindak pidana yang diatur tersebut adalah perbuatan cabul
terhadap anak yang diatur dalam pasal 82, berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)

Hak anak sebagai korban pun diatur dalam pasal 17, berbunyi :
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa;

21

b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan
upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum dan bantuan lainnya
Perbuatan cabul termasuk kedalam delik kesusilaan. Perbuatan cabul diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal 289 sampai pasal 296. Perbuatan cabul
terhadap anak tepatnya dimuat dalam KUHP yakni pada pasal 294 berbunyi :
Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya,
anak di bawah pengawasannya, yang belum cukup umur, atau dengan orang yang belum
cukup umur yang
pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan
bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun
Dapat dilihat dari pasal yang mengatur tentang tindak pidana pencabulan anak tersebut
seperti pasal 82 Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak itu
memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana pencabulan anak karena sanksinya
cenderung lebih tinggi dan memberikan perlindungan khusus bagi anak sebagai korban
tindak pidana pencabulan sedangkan pasal yang terdapat dalam KUHP seperti pasal 294
sanksinya cenderung lebih rendah dan tidak memberikan perlindungan khusus bagi anak
sebagai korban sebagai tindak pidana pencabulan anak.
Namun dengan azas Lex specialis derogat legi generalis ( hukum yang bersifat khusus
menyampingkan hukum yang bersifat umum ), maka hakim dalam menjatuhkan vonis
terhadap pelaku pencabulan terhadap anak harus menerapkan Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

22

Dalam menerapkan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana, jaksa dan hakim sebagai aparat
penegak hukum diharuskan memahami serta mempelajari unsur-unsur tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencabulan anak tersebut agar dapat menegakkan
keadilan bagi pelaku tindak pidana maupun bagi masyarakat.
2.3.2 Perbedaan Pemerkosaan, Persetubuhan, dan Pencabulan
1. Pengertian Pemerkosaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta (1984:
741), pengertian perkosaan dilihat dari etiologi/asal kata yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
Perkosa :

gagah; paksa; kekerasan; perkasa.

Memperkosa :

menundukkan dan sebagainya dengan kekerasan.

melanggar (menyerang) dengan kekerasan.


Perkosaan :

perbuatan memperkosa; penggagahan; paksaan.


pelanggaran dengan kekerasan.

Soetandyo Wignjosoebroto (Suparman Marzuki,1997: 25), mengemukakan pemerkosaan


sebagai berikut :
Pemerkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap
seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku
melanggar.

Menurut R. Sugandhi (1980: 302), mengemukakan pemerkosaan adalah sebagai berikut :


Seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan isterinya untuk melakukan
persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria
telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air
mani.

23

Adapun unsur-unsur selengkapnya tentang pemerkosaan menurut R. Sugandhi adalah


pemaksaan bersetubuh oleh laki-laki kepada wanita yang bukan menjadi isterinya.:
a) Pemaksaan bersetubuh itu diikuti dengan tindakan atau ancaman kekerasan
b) Kemaluan laki-laki harus masuk pada lubang kemaluan wanita
c) Mengeluarkan mani.
Pendapat Sugandhi ini jelas tidak mengenal istilah yang dipopulerkan ahli belakangan ini,
terutama kaum wanita maritel rape yang artinya pemerkosaan terhadap isterinya sendiri.
Suami yang memaksa isterinya untuk bersetubuh (berhubungan seksual) tidak dapat
dikatakan sebagai pemerkosaan.
Pendapat itu menunjukan pada suatu perkosaan yang terjadi secara tuntas, artinya pihak
pelaku

(laki-laki

pemerkosa)

telah

menyelesaikan

perbuatannya

hingga

selesai

(mengeluarkan air mani). Jika hal ini tidak sampai terjadi, maka secara eksplisit, apa yang
dilakukan laki-laki belum patut dikategorikan sebagai perkosaan.
Perbuatan perkosaan merupakan sex bebas diluar perkawinan yang merugikan pihak lain
yang diperkosa. Perbuatan perkosaan dilakukan dengan kekerasan karena bukan didasari suka
sama suka. Umumnya perkosaan dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Pelaku
perkosaan bisa satu atau lebih satu orang. Bila pelaku lebih dari satu orang, korban digilir
tanpa merasa kasihan, biasanya korban setelah diperkosa ditinggalkan begitu saja.
Sementara Adami Chazawi (2007: 55) mengemukakan bahwa:
Pemerkosaan dalam KUHPidana adalah tergolong dalam kejahatan, pemerkosaan terdapat
dalam Buku II KUHPidana, dapat dilihat dalam BAB XIV Tentang Kejahatan terdapat
Kesusilaan yaitu pada Pasal 285 sampai Pasal 288 KUHPidana, tetapi pokok pasalnya
terdapat pada Pasal 285 KUHPidana.
Pasal 285 KUHP yang berbunyi :Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, kerena
memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Dari pasal di atas dapat diuraikan bahwa unsur pemerkosaan menurut Pasal 285 KUHP
(Leden Marpaung, 2008: 49), yaitu :

24

1) Harus ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan


2) Harus ada paksaan
3) Dilakukan terhadap wanita yang bukan istrinya
4) Paksaan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan itu dimaksudkan untuk
bersetubuh dengannya.
Salah satu unsur dalam tindak pidana pemerkosaan adalah kekerasan atau ancaman
kekerasan, yang menurut Moch.Anwar (Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001: 53)
adalah :
Sarana untuk memaksa, suatu sarana yang mengakibatkan perlawanan dari orang dipaksa
menjadi lemah.
Sianturi (Abdul Wahid dan Muhammad Irfan 2001: 53) mengemukakan pengertian kekerasan
yang dengan pemaksaan, adalah :
Suatu tindakan yang menonjolkan seseorang sehingga tiada pilihan lain yang lebih wajar
baginya, selain dari mengikuti kehendak si pemaksa. Dengan perkataan lain mengikuti
kehendak si pemaksa, si terpaksa tidak akan melakukan atau melalaikan sesuatu sebagai
dengan kehendak pemaksa dan pemaksaan itu pada dasarnya dibarengi tindakan kekerasan
atau ancaman kekerasan.
2. Pengertian Persetubuhan
Dalam tataran kehidupan bermasyarakat, seringkali masyarakat menganggap bahwa antara
persetubuhan dan pemerkosaan memiliki makna yang sama, padahal pada dasarnya
persetubuhan dan pemerkosaan mempunyai perbedaan yang secara teori dapat dengan mudah
dibedakan.
Jika perbuatan dilakukan dengan kekerasaan atau ancaman kekerasan, maka perbuatan
tersebut adalah pemerkosaan, tetapi apabila perbuatan tersebut disertai dengan bujuk rayu
sehingga membuat korban melakukan hubungan intim, maka perbuatan tersebut dinamakan
persetubuhan.
Menurut R. Soesilo (1995: 167) persetubuhan ialah :

25

Perpaduan antara kelamin laki-laki dan perempuan yang biasanya dijalankan untuk
mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-laki harus masuk kedalam anggota kemaluan
perempuan, sehingga mengeluarkan air mani.
Pengertian persetubuhan menurut rumusan KUHP adalah sesuai arrest hoge read
sebagaimana dikutip (Andi Zainal Abidin Farid, 2007: 339) disebutkan :
Tindakan memasukan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan yang ada pada
umumnya menimbulkan kehamilan, dengan kata lain bilamana kemaluan itu mengeluarkan
air mani didalam kemaluan perempuan. Oleh karena itu, apabila dalam peristiwa perkosaan
walaupun kemaluan laki-laki telah agak lama masuknya kedalam kemaluan perempuan, air
mani laki-laki belum keluar hal itu belum merupakan perkosaan, akan tetapi percobaan
pemerkosaan.
Namun Andi Zainal Abidin Farid, (2007: 396) berpendapat bahwa persetubuhan itu terjadi
karena pertemuan atau peraduan alat kelamin laki-laki dan perempuan baik keluar mani atau
tidak .
Pandangan-pandangan tersebut juga menegaskan bahwa persetubuhan itu dapat terjadi
dengan adanya perpaduan dua jenis kelamin yang berbeda, yaitu jenis kelamin laki-laki dan
jenis kelamin perempuan.
Adapun pasal yang mengatur masalah persetubuhanadalah Pasal 286 KUHP, yang berbunyi :
Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, bahwa perempuan itu
pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Tentang keadaan korban yang tidak berdaya ini, bukanlah merupakan akibat dari perbuatan
pelaku, tapi korban tidak berdaya akibat dari perbuatannya sendiri, misalkan mabuk karena
minuman keras. Jika korban tidak berdaya karena perbuatan pelaku, lalu menyetubuhinya
maka perbuatan tersebut masuk ke dalam bentuk pemerkosaan, karena membuat pingsan atau
tidak berdaya oleh KUHP disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal berikutnya adalah Pasal 287 KUHP yang korbannya disyaratkan adalah anak yang
belum berusia 15 tahun dan antara korban dan pelaku tidak terdapat hubungan pernikahan.
Selain pasal-pasal di atas, pasal berikutnya yang mengatur masalah persetubuhan adalah
Pasal 288 KUHP, yang menyatakan bahwa dimana korban dan pelaku tidak terikat oleh

26

hubungan pernikahan atau merupakan suami istri, korban harus berusia belum 15 tahun dan
karena persetubuhan tersebut korban menderita luka-luka, luka berat ataupun meninggal
dunia.
Dalam persetubuhan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa syarat utama adanya
persetubuhan adalah kelamin laki-laki harus masuk ke dalam kelamin perempuan. Olehnya
itu persetubuhan ini juga berbeda dengan pencabulan, karena dalam hal pencabulan, kelamin
laki-laki tidak disyaratkan untuk masuk ke dalam kelamin perempuan.
3. Pengertian Pencabulan
Pengertian perbuatan cabul adalah segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada
diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat
kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual (Adami Chazawi,
2005: 80).
Menurut R. Soesilo (1996: 212), bahwa pencabulan adalah: Segala perbuatan yang
melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan
nafsu birahi kelamin, misalnya: cium-ciuman,meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba
buah dada, dan sebagainya.
Lebih tegas Adami Chazawi mengemukakan perbuatan cabul sebagai segala macam wujud
perbuatan baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun pada orang lain mengenai dan yang
berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
seksual. Misalnya : mengelus-elus atau menggosok-gosok penis atau vagina, memegang buah
dada, mencium mulut seorang perempuan dan sebagainyaAdami Chazawi (2005: 80).
KUHP menggolongkan tindak pidana pencabulan ke dalam tindak pidana kesusilaan. KUHP
belum mendefinisikan dengan jelas maksud dari pada pencabulan itu sendiri dan terkesan
mencampuradukkan pengertiannya dengan perkosaan ataupun persetubuhan, sedangkan
dalam konsep KUHP yang baru ditambahkan kata persetubuhan disamping pencabulan,
sehingga pencabulan dan persetubuhan dibedakan.
Persetubuhan adalah persentuhan sebelah dalam dari kemaluan si laki-laki dan perempuan,
yang pada umumnya dapat menimbulkan kehamilan. Tidak perlu bahwa telah terjadi
pengeluaran mani dalam kemaluan si perempuan. Pengertian bersetubuh pada saat ini
diartikan bahwa penis telah penestrasi (masuk) ke dalam vagina (Leden Marpaung, 2008: 53).

27

Dengan demikian terlihat jelas perbedaan antara pencabulan dan persetubuhan yaitu jika
seseorang melakukan persetubuhan itu sudah termasuk perbuatan cabul sedangkan ketika
seseorang melakukan perbuatan cabul, belum dikategorikan telah melakukan persetubuhan
karena suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu persetubuhan jika disyaratkan
masuknya penis ke dalam vagina perempuan kemudian laki-laki mengeluarkan air mani yang
biasanya menyebabkan terjadinya kehamilan sehingga jika salah satu syarat tidak terpenuhi
maka bukan dikategorikan sebagai suatu persetubuhan melainkan perbuatan cabul. Selain itu
perbuatan cabul tidak menimbulkan kehamilan (Leden Marpaung, 2008: 70).
Adapun ketentuan mengenai perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 KUHP sebagai berikut :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul,
dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
tahun.
Apabila rumusan Pasal 289 KUHP tersebut dirinci, akan terlihat unsur-unsurnya sebagai
berikut (Adami Chazawi, 2005: 78):
a) Perbuatannya: Perbuatan cabul dan memaksa caranya dengan kekerasan atau dengan
ancaman kekerasan
b) Objeknya: Seseorang untuk melakukan atau membiarkan melakukan.

2.4 PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM PADA KORBAN


Berdasarkan pasal 133 KUHAP menyatakan bahwa penyidik berhak minta bantuan dokter
untuk memeriksa korban pemerkosaan. Hal tersebut guna untuk menemukan beberapa hal
yang menjadi unsur tindak pidana, yakni unsur persetubuhan dan kekerasan. Bukti-bukti
medik dapat digunakan untuk menyimpulkan adanya unsur persetubuhan dan kekerasan.
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap korban pemerkosaan hal-hal yang perlu
diperhatikan sebagai berikut :

28

1. Harus ada surat permintaan Visum Et Repertum dari polisi dan keterangan mengenai
kejadiannya.
2. Harus ada persetujuan secara tertulis dari korban atau orang tua / wali korban yang
menyatakan tidak keberatan untuk diperiksa seorang dokter.
3. Harus ada seorang perawat wanita atau polisi wanita yang mendampingi dokter
selama melakukan pemeriksaan.
Tujuan pemeriksaan korban pemerkosaan adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mencari keterangan tentang korban.


Mencari keterangan tentang peristiwa pemerkosaan.
Mencari adanya bekas-bekas kekerasan.
Mencari adanya perubahan-perubahan pada alat kelamin korban.
Mencari adanya spermatozoa.
Mencari akibat dari pemerkosaan.

Pemeriksaan medis untuk korban pemerkosaan dilakukan secara berurutan yakni dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pada anamnesis untuk pemerkosaan
ditujukan untuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mencari keterangan tentang diri korban.


Nama, umur, alamat, dan pekerjaan korban.
Status perkawinan korban.
Persetubuhan yang pernah dialami korban sebelum terjadi peristiwa pemerkosaan.
Tanggal menstruasi terakhir.
Kehamilan, riwayat persalinan atau keguguran.
Penyakit dan operasi yang pernah dialami korban.
Kebiasaan korban terhadap alkohol atau obat-obatan.

Mencari keterangan tentang peristiwa pemerkosaan :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tanggal, jam, dan tempat kejadian.


Keadaan korban saat sebelum kejadian.
Posisi korban pada waktu kejadian.
Persetubuhan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban.
Cara perlawanan korban.
Hal-hal yang diperbuat korban setelah mengalami pemerkosaan.
Pelaporan peristiwa pemerkosaan kepada polisi oleh siapa, kapan, dimana, serta
hubungan si pelapor dengan korban.

2.4.1 Pemeriksaan pada korban


Peresetubuhan adalah suatu peristiwa terjadinya penetrasi penis ke dalam vagina, penetrasi
tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dengan atau tanpa disertai ejakulasi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi pembuktian persetubuhan antara lain :

29

1.
2.
3.
4.
5.

Besarnya penis dan derajat penetrasinya


Bentuk dan elastisitas selaput dara (hymen)
Ada tidaknya ejakulasi dan ejakulat itu sendiri
Posisi persetubuhan
Keaslian barang bukti serta waktu pemeriksaan

Pemeriksaan harus dilakukan sesegera mungkin oleh karena semakin lama tanda-tanda
persetubuhan akan menghilang dengan sendirinya. Sebelum dilakukan pemeriksaan harus
mendapatkan izin tertulis dari pihak-pihak yang diperiksa. Jika korban seorang anak maka
harus meminta izin dari orang tua atau walinya terlebih dahulu.
a. Pemeriksaan tubuh
Pemeriksaan dilakukan pada selaput dara untuk melihat apa ada ruptur atau tidak, apabila ada
rupture tentukan apakah rupture baru atau lama dan catat lokasi rupture tersebut, tentukan
apakah sampai insertion atau tidak. Tentukan besar orifisiumnya, sebesar ujung jari
kelingking, jari telunjuk atau dua jari. Tentukan ukuran lingkaran orifisiumnya dengan cara
ujung kelingking atau telunjuk yang dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai
terasa tepi selaput dara yang menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran
pada titik yang diukur. Ukuran wanita yang masih perawan kira-kira 2,5 cm, jika terjadi
persetubuhan maka ukurannya bias menjadi minimal 9 cm menurut Vonight. Tidak adanya
robekan pada selaput dara belum dapat dipastikan bahwa pada wanita tersebut tidak terjadi
penetrasi, sebaliknya jika robekan pada selaput dara sebagai tanda adanya suatu benda baik
penis atau benda lain yang masuk ke dalam vagina. Jika persetubuhan tersebut disertai
dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut mengandung sperma maka dengan adanya sperma di
dalam liang vagina sebagai tanda pasti adanya persetubuhan, untuk membuktikan adanya
persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan ejakulat tersebut. Komponen di
dalam ejakulat yang dapat diperiksa adalah enzim asam fosfatase, kolin dan spermin. Baik
enzim asam fosfatase kolin maupun spermin apabila dibandingkan dengan sperma nilai
pembuktiannya lebih rendah karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik. Meskipun
begitu enzim fosfatase dapat diandalkan karena kadar asam fosfatase yang terdapat di dalam
vagina wanita tersebut kadarnya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan asam fosfatase
yang berasal dari kelenjar prostat. Apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan
persetubuhan tidak sampai berakhir pada ejakulasi dengan demikian pembuktian adanya
persetubuhan secara kedokteran forensic tidak dapat dilakukan secara pasti. Setelah
persetubuhan

telah

dibuktikan

maka

selanjutnya

memperkirakan

saat

terjadinya

persetubuhan. Dalam waktu 4-5 jam postkoital sperma dalam liang vagina masih dapat

30

bergerak, sperma masih dapat ditemukan tetapi setelah 24-36 jam postkoital sperma
ditemukan tidak bergerak dan sperma masih dapat ditemukan hingga 7-8 hari pada wanita
yang menjadi korban meninggal. Selain itu, perkiraan saat terjadinya persetubuhan dapat pula
ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara yang robek. Pada umumnya penyembuhan
selaput dara dalam waktu 7-10 hari postkoital.
b. Pembuktian kekerasan
Untuk membuktikan adanya tindakan kekerasan yang telah dilakukan pada korban perlu
diketahui lokasi luka-luka yang sering ditemukan yakni di daerah mulut dan bibir, leher,
putting susu, pergelangan tangan, pangkal paha serta disekitar dan pada alat genital. Luka
yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual biasanya berbentuk luka lecet bekas kuku, gigitan
serta luka-luka memar. Akan tetapi, tidak semua tindakan kekerasan meninggalkan jejak atau
bekas yang berbentuk luka. Oleh karena itu, tidak ditemukannya luka bukan berarti pada
korban tidak terjadi tindakan kekerasan. Tanda-tanda kekerasan mencakup dua pengertian
yakni memang ada kekerasan dan kekerasan terjadi tetapi tidak menimbulkan bekas luka
atau memang bekas tersebut sudah menghilang. Tindakan pembiusan serta tindakan lain yang
dapat menyebabkan korban tidak berdaya merupakan salah satu bentuk tindakan kekerasan.
Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya racun atau obat-obatan
yang dapat membuat wanita tersebut pingsan yakni dengan pemeriksaan toksikologi. Pada
pemeriksaan dicari tanda-tanda bekas kekerasan pada tubuh korban yang berupa goresan,
garukan, gigitan serta luka lecet atau luka memar dan dapat digunakan untuk mencari daerah
sekitar mulut sewaktu korban dibungkam, daerah sekitar leher sewaktu korban dicekik,
pergelangan tangan, lengan, sewaktu korban disergap, payudara sewaktu digigit atau diremas,
sebelah dalam paha sewaktu korban dipaksa untuk membuka kedua tungkainya dan
punggung sewaktu korban dipaksa tidur di tanah. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan
tekanan darah, jantung, paru, abdomen, reflek-reflek serta pupil mata.
c. Perkiraan umur
Penentuan umur bagi wanita yang menjadi korban kejahatan seksual sesuai dengan pasal 284
dan 287 KUHP adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan kecuali didapatkan informasi
dari akte kelahiran. Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian
pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan fisik, ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi atau
penyatuan tulang-tulang khususnya tengkorak. Perkembangan payudara dan pertumbuhan
rambut kemaluan perlu dikemukakan. Ditentukan gigi geraham belakang ke-2 (molar 2)

31

sudah tumbuh pada usia kira-kira 12 tahun dan gigi molar 3 akan muncul pada usia 17-21
tahun. Perlu diketahui pula apakah korban telah menstruasi atau belum. Hal-hal tersebut perlu
diketahui sehubungan dengan bunyi pasal 287 KUHP untuk menentukan penuntutan harus
dilakukan atau tidak.
d. Penentuan pantas untuk dinikahi
Berdasarkan atas kesiapan secara biologis yang dapat dibuktikan oleh ilmu kedokteran yakni
menstruasi. Bila wanita tersebut sudah menstruasi maka wanita tersebut sudah layak untuk
menikah. Membuktikan wanita tersebut sudah menstruasi dengan merawat dan mengisolasi
untuk mengetahui dan mendapatkan bukti secara pasti bahwa memang wanita tersebut telah
menstruasi. Menurut Muller, untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi perlu dilakukan
observasi selama 8 minggu di rumah sakit sehingga dapat ditentukan apakah menstruasi atau
tidak. Selain itu juga dapat diketahui melalui vaginal smear. Bila mengacu pada undangundang tentang perkawinan maka wanita boleh menikah ketika wanita tersebut telah berusia
16 tahun.

e. Pemeriksaan pakaian
Untuk pembuktian adanya tindakan persetubuhan pemeriksaan dapat dilakukan pada pakaian
korban untuk menentukan adanya bercak ejakulat. Dari bercak ejakulat tersebut dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa bercak yang ditemukan tersebut
adalah air mani serta dapat digunakan untuk menentukan adanya sperma. Dari pakaian
korban yang perlu diperhatikan adalah, apakah :
-

Ada yang hilang


Ada robekan-robekan
Ada kancing yang hilang
Ada bekas-bekas tanah, pasir, lumpur, bahan lain
Ada noda darah
Ada noda sperma

2.4.2 Pemeriksaan pada pelaku


a. Pemeriksaan tubuh

32

Untuk mengetahui pria tersebut melakukan persetubuhan atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Perlu dilakukan pula
pemeriksaan secret uretra untuk menentukan ada tidaknya penyakit kelamin.
b. Pemeriksaan pakaian
Pada pemeriksaan pakaian dilakukan pencatatan adanya bercak semen, darah dan lain
sebagainya akan tetapi, adanya bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian. Darah
yang ditemukan mempunyai nilai karena kemungkinan darah tersebut berasal dari darah
deflorasi sehingga penentuan golongan darah sangat diperlukan. Trace evidence pada pakaian
yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila tidak terdapat fasilitas untuk
melakukan pemeriksaan tersebut dapat dikirim ke laboratorium forensic di kepoisian atau
bagian Ilmu Kedokteran Forensik, barang tersebut dibungkus, disegel serta dibuat berita
acara pembungkusan dan penyegelan.

2.4.3 Pemeriksaan Laboratorium


Ditemukannya cairan mani atau bercak yang dihasilkan dapat menjadi petunjuk adanya
tindakan pemerkosaan atau upaya pemerkosaan, pembunuhan seksual pada wanita. Hal
tersebut untuk mengungkapkan masalah paternitas atau nullitas sebagai pembelaan atau
pertahanan tindakan pemerkosaan. Sesuai dengan sirkumstansial, untuk membuktikan bercak
tersebut dihasilkan dari cairan mani atau cairan vagina selain itu juga dapat menentukan
potensi cairan. Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan biasanya banyak ditemukan dari
bercak mani pada pakaian dan cairan dari vagina atau anus. Pada kasus dugaan pemerkosaan
perlu untuk melihat cairan mani yang berupa bercak pada pakaian, di kulit perineum, paha,
labium minor, rambut pubis, vagina dan lubang anus. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat
membuktikan secara pasti bahwa cairan semen masuk ke dalam vagina, cukup sering
ditemukan pada labium minor atau rambut pubis sejak adanya penetrasi penis ke dalam
vagina meskipun bukan penetrasi yang komplit. Cairan semen yang telah kering pada
perineum atau labium minor paling baik dikumpulkan menggunakan swab tenggorok. Sampel
rambut pubis mungkin dibutuhkan untuk dibandingkan dengan rambut yang ada pada pakaian
terdakwa tindakan kejahatan seksual. Sampel harus diambil secara hati-hati dan dipindahkan
ke dalam kemasan kecil dari gelas. Cairan dari vagina dikumpulakn menggunakan pipet atau

33

swab tenggorok yang dimasukkan dengan atau tanpa bantuan spekulum. Sperma dapat rusak
secara cepat oleh karena itu penting untuk membuat satu atau lebih smear pada gelas slide
sesegera mungkin dan untuk mengirimnya bersama dengan specimen yang sesuai untuk
penyelidikan. Selain itu, smear dari anal swab juga perlu dibuat sesegera mungkin.

2.4.3.1 Pemeriksaan Laboratorium Korban Kejahatan Seksual


1. Tujuan

: Menentukan adanya sperma

Bahan pemeriksaan

: cairan vagina

Metoda

Tanpa pewarnaan: Satu tetes cairan vaginal ditaruh pada gelas objek dan kemudian ditutup,
pemeriksaan dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali.
Hasil yang diharapkan: sperma yang masih bergerak.
Dengan pewarnaan: Buat sediaan apus dari cairan vagina pada gelas objek, keringkan di
udara, fiksasi dengan api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit,
cuci dengan air, warnai dengan Eosin-yellowish 1% dalam air, tunggu 1 menit, cuci dengan
air, keringkan dan diperiksa dibawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: bagian basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung merah
muda.
2. Tujuan : menentukan adanya sperma
Bahan pemeriksaan

: pakaian

Metoda

Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian tengahnya (konsentrasi
sperma terutama di bagian tengah)
Warnai dengan pewarnaan BAEECHI selama 2 menit
Cuci dengan HCL 1%
Dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan alkohol absolut
Bersihkan dengan Xylol
Keringkan dan letakan pada kertas saring
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1- 2 helai, kemudian
diurai sampai menjadi serabut-serabut pada gelas objek
Teteskan canada balsem, ditutup dengan gelas penutup lihat dibawah mikroskop dengan
pembesaran 500 kali.
Hasil yang diharapkan

34

Kepala sperma berwama merah, bagian ekor biru muda. Kepala sperma tampak menempel
pada serabut-serabut benang.
Pembuatan pewarnaan BAEECHI :
acid-fuchsin 1 % (1 tetes atau 1 ml)
methylene-blue 1 % (1 tetes atau 1 ml)
HCL 1 % (40 tetes atau 40 ml).
3. Tujuan : menentukan adanya air mani (asam fosfatase)
Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal
Metoda

Cairan vaginal ditaruh pada kertas Whatman, diamkan sampai kering


Semprot dengan reagensia
Perhatikan warna ungu yang timbul dan catat dalam berapa detik warna ungu tersebut
timbul
Hasil yang diharapkan

Warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari
prostat, berarti indikasi besar. Warna ungu timbul kurang dari 65 detik, indikasi sedang.
Pembuatan reagensia

Bahan-bahan yang dibutuhkan :


1. Sodium chloride 23 gram
2. Glacial acetic acid 1/2 ml
3. Sodium acetate trihydrate 2 gram
4. Brentaminefast Blue B 50 mg
5. Sodium alpha naphthyl phosphate 50 mg
6. Aquadest 90 ml
7. Kertas Whatman no. 1 serta alat penyemprot (spray)
Bahan No. 1, 2 dan 3 dilarutkan dalam aquadest menjadi larutan buffer dengan pH sekitar 5.
Bahan No. 4 dilarutkan dengan sedikit larutan buffer dan kemudian bahan No. 5 dilarutkan
dalam sisa buffer. Selanjutnya bahan No 4 yang sudah dilarutkan tersebut dimasukan ke
dalam larutan sodium alpha-naphthyl-phosphate dan dengan cepat disaring dan dimasukkan
ke dalam botol yang gelap (reagensia ini bila disimpan dalam lemari es dapat tahan beberapa
minggu ).
Adapun dasar reaksi ini ialah: asam fosfatase akan menghidrolisir alpha naphthyl phosphate
dan alpha naphthol yang dibebaskan akan bereaksi dengan Brentamine dan membentuk
warna ungu.

35

4.Tujuan

: Menentukan adanya air mani (kristal kholin)

Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal


Metoda

: Florence

Cairan vaginal ditetesi larutan yodium


Kristal yang terbentuk dilihat di bawah mikroskop
Hasil yang diharapkan:
Kristal-kristal kholin-peryodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat.
5.Tujuan

: Menentukan adanya air mani (kristal spermin)

Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal


Metoda

: Berberio

Cairan vaginal ditetesi larutan asam pikrat., kemudian lihat di bawah mikroskop
Hasil yang diharapkan :
Kristal-kristal spermin pikrat akan berbentuk rhombik atau jarum kompas yang berwarna
kuning kehijauan.
6.Tujuan

: Menentukan adanya air mani

Bahan pemeriksaan : Pakaian


Metoda

a. Inhibisi asam fosfatase dengan L (+) asam tartrat


b. Reaksi dengan asam fosfatase
c. Sinar-UV; visual; taktil dan penciuman
Inhibisi asam Fosfatase dengan L (+) asam tartat
Pakaian yang diduga mengandung bercak air mani dipotong kecil dan diekstraksi dengan
beberapa tetes aquades.
Pada dua helai kertas saring diteteskan masing-masing satu tetes ekstrak, kertas saring
pertama disemprot dengan reagens 1, yang kedua disemprot dengan reagensia 2
Bila pada kertas saring pertama timbul warna ungu dalam waktu satu menit, sedangkan
pada yang kedua tidak terjadi warna ungu, maka dapat disimpulkan bahwa bercak pada
pakaian vang diperiksa adalah bercak air mani
Bila dalam jangka waktu tersebut warna ungu timbul pada keduanya, maka bercak pada
pakaian bukan bercak air mani, asam fosfatase yang terdapat berasal dari sumber lain
Pembuatan reagensia :
Reagensia 1: Sodium alpha naphthyl phosphate dan Brentamine fast blue B, dilarutkan dalam
larutan buffer citrat dengan pH. 4,9.
Reagensia 2: Sodium alpha naphthyl phosphate dan Brentamine fast blue B, dilarutkan dalam

36

larutan yang terdiri dari 9 bagian larutan buffer citrat pH.4,9 dan 1 bagian larutan 0,4 M. L(+)
tartaric acid dengan pH.4,9.
Reaksi dengan asam fosfatase
Kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquades diletakkan pada pakaian atau bahan yang
akan diperiksa selama 5-10 menit, kemudian kertas saring diangkat dan dikeringkan,
Semprot dengan reagensia, jika timbul warna ungu berarti pakaian atau bahan tersebut
mengandung air mani
Bila kertas saring tersebut diletakan pada pakaian atau bahan seperti semula, maka dapat
diketahui letak dari air mani pada bahan yang diperiksa.
Sinar ultra violet, visual, taktil dan penciuman
Pemeriksaan dengan sinar-UV : bahan yang akan diperiksa ditaruh dalam ruang yang gelap,
kemudian disinari dengan sinar ultra violet bila terdapat air mani, terjadi fluoresensi.
Pemeriksaan secara visual, taktil dan penciuman tidak sulit untuk dikerjakan.
7.Tujuan

: Menentukan adanya kuman Neisseria gonorrhoeae (GO)

Bahan pemeriksaan : Sekret uretra dan sekret serviks uteri


Metoda

: Pewarnaan Gram

Hasil yang diharapkan: Kuman Neisseria gonorrhoea


8.Tujuan

: Menentukan adanya kehamilan

Bahan pemeriksaan : Urin


Metoda

Hemagglutination inhibition test (Pregnosticon)


Agglutination inhibition test (Gravindex )
Hasil yang diharapkan: terjadi aglutinasi pada kehamilan.
9.Tujuan

: Menentukan adanya racun (toksikologi )

Bahan pemeriksaan : Darah dan urine


Metoda

TLC
Mikrodiffusi, dan sebagaianya
Hasil yang diharapkan : Adanya obat yang dapat menurunkan atau menghilangkan kesadaran.
10.Tujuan

: Penentuan golongan darah

Bahan pemeriksaan: Cairan vaginal yang berisi air mani dan darah.
Metoda

: Serologi (ABO grouping test)

Hasil yang diharapkan : Golongan darah dari air mani berbeda dengan golongan darah dari
korban.

37

Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku kejahatan termasuk golongan
"sekretor".
2.4.3.2 Pemeriksaan Laboratorium Pelaku Kejahatan Seksual
1.Tujuan

: Menentukan adanya sel epithel vagina pada penis

Bahan pemeriksaan : Cairan yang masih melekat di sekitar corona glandis


Metoda

: Dengan gelas objek ditempelkan mengelilingi korona glandis,

kemudian gelas objek tersebut diletakan di atas cairan lugol.


Hasil yang diharapkan : Epithel dinding vagina yang berbentuk heksagonal tampak berwarna
coklat atau coklat kekuningan.
2.Tujuan

: Menentukan adanya kuman Neisseria gonorrhoeae (GO)

Bahan pemeriksaan : Sekret urethrae


Metoda

: Sediaan langsung dengan pewarnaan Gram

Hasil yang diharapkan : Ditemukan kuman Neisseria gonorrhoeae.

2.5 CONTOH STUDI KASUS


a. Kronologi
Kejadian bermula ketika cucu pelaku menjemput korban yang berumur 9 tahun di
sekolahnya. Kemudian korban diajak jalan-jalan dan dibawa ke semak-semak yang telah
ditunggu oleh pelaku. Korban mempertanyakan mengapa masuk ke dalam semak-semak,
cucu pelaku menyuruh masuk saja dan mengancam akan memukuli korban. Korban
kemudian diikat oleh pelaku di pohon kelapa dengan posisi berdiri, mata dan mulut korban
ditutup dengan lakban. Setelah cucu pelaku pergi, korban kemudian melakukan pelecehan.
Setelah selesai, pelaku melepaskan ikatan korban dan menyuruh pulang ke rumah dengan
jalan kaki. Kejadian ini telah terjadi berulang kali, hingga sekitar empat atau lima kali. Pelaku
biasanya memberi uang Rp10.000,00 dan sandal kepada korban seusai tindakan jahatnya.
Kejadian ini diketahui oleh nenek korban yang curiga karena korban selalu mempunyai
banyak uang. Keluarga korban kemudian mencari tau asal uang tersebut dan melaporkan
peristiwa tersebut ke polisi.
b. Identitas Umum Korban

38

Nama

: Nn. X

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: Sembilan tahun

Alamat

: Surabaya

Pekerjaan

: Pelajar

Status perkawinan

: Belum menikah

Berat badan

: Tiga puluh lima kilogram

Panjang badan

: Seratus tiga puluh sentimeter

Warna kulit

: Sawo matang

Ciri rambut

: Hitam lurus panjang

Keadaan gizi

: Cukup

Tanggal menstruasi terakhir: Riwayat kehamilan

:-

Persetubuhan terakhir sebelum pemerkosaan : -

c. Temuan dari Pemeriksaan Tubuh bagian Luar


Tingkat kesadaran

: Sadar penuh

Tekanan darah

: Seratus sepuluh per tujuh puluh milimeter air raksa

Denyut nadi

: Delapan puluh kali per menit

Pernapasan

: Enam belas kali per menit

Suhu badan

: Tiga puluh enam koma lima derajat celcius

Kepala

: Bulat simetris

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Rambut
: Hitam lurus panjang rata-rata dua belas sentimeter
Dahi
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Mata kanan : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Mata kiri
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Hidung
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Pipi kanan : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Pipi kiri
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Telinga kanan : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Telinga kiri : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Mulut
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Rahang
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan

Leher

: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan

39

Dada

: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan

Perut

: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan

Punggung

: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan

Pinggang

: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan

Pinggul

: Ditemukan luka lecet di daerah pinggul kiri bawah sebelah pinggir

berbentuk tidak teratur batas tidak jelas berukuran enam sentimeter kali lima sentimeter
berwarna merah keunguan. Luka berjarak dua belas sentimeter dari garis tengah tubuh. Tidak
terlihat jembatan jaringan.
Anggota gerak atas

: Ditemukan luka memar pada pergelangan tangan kanan dan kiri

berukuran panjang dua sentimeter lebar tiga sentimeter berwarna merah keunguan. Tidak
terlihat darah disekitar luka. Kulit disekitar luka berwarna kebiruan. Tidak terlihat tebing luka
atau jembatan jaringan.
Anggota gerak bawah : Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
Alat kelamin bagian luar :
a. Bibir besar

: Pembengkakan di bagian luar kanan berwarna kemerahan, tidak ada

luka dan terdapat nyeri pada perabaan


b. Bibir kecil
: Berwarna kemerahan disertai luka lecet berukuran nol koma lima
sentimeter pada bagian dalam kanan, bawah dan atas. Terdapat pembengkakan dan
luka terbuka yang tidak teratur pada arah jam tiga, lima dan sepuluh berukuran nol
koma lima sentimeter dan didapatkan nyeri pada perabaan.
c. Kelentit
: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan
d. Selaput dara : Ditemuka robekan pada arah jarum jam tiga sampai lima dan
sembilan tidak sampai dasar
e. Liang sanggama: Tidak ada cairan keluar
f. Rambut kemaluan: Hitam, tidak ditemukan rambut lain
Dubur

: Tidak ditemukan kelaianan dan tanda-tanda kekerasan

d. Temuan dari Pemeriksaan Laboratorium


1)

Pada korban dilakukan pemeriksaan cairan vagina untuk mendeteksi keberadaan air
mani dari pelaku. Cairan vagina didapatkan ditaruh pada kertas Whatman, diamkan
sampai kering,kemudian disemprot dengan reagensia, Muncul warna ungu waktu
kurang dari tiga puluh detik. Hal ini menandakan pada cairan vagina korban terdapat
zat asam fosfatase yang berasal dari air mani pelaku.

2) Pada korban dilakukan pemeriksaan bakteri penyebab penyakit menular seksual yaitu

40

menentukan adanya kuman Neisseria gonorrhoeae (GO). Cairan dari saluran genitalia
diambil dan dilakukan pewarnaan gram, dan diperiksa dengan mikroskop. Ditemukan
bakteri Neisseria gonorrhoea.
e. Kesimpulan
Berdasarkan temuan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan atas korban tersebut
maka saya simpulkan bahwa korban tersebut perempuan berusia sembilan tahun berat
badan tiga puluh lima kilogram status gizi baik dalam keadaan sadar penuh. Pada pinggul
ditemukan luka lecet dan pada kedua pergelangan tangan ditemukan luka memar. Pada
bibir luar alat kelamin ditemukan kemerahan, bengkak serta pada bibir dalam kelamin
terdapat pembengkakan, luka terbuka dan nyeri. Ditemukan robekan pada selaput dara.
Luka tersebut dapat menyebabkan halangan atau rintangan dalam melaksanakan aktifitas
sehari-hari.

41

BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan kami maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Anatomi organ reproduksi manusia terdiri dari alat / organ eksternal dan internal.
Fungsi sistem reproduksi manusia dikendalikan / dipengaruhi oleh hormonhormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus - hipothalamus
hipofisis adrenal ovarium pada wanita dan testis pada pria. Kelebihan maupun
kekurangan daripada hormon-hormon tersebut dapat mengakibatkan adanya
perubaha karakteristik seks pada seseorang baik dari fisik maupun perilaku
seksualnya.
2. Perilaku seksual bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktorfaktor yang kompleks. Seksualitas ditentukan oleh anatomi, fisiologi, psikologi,
kultur dimana orang tinggal, hubungan seseorang dengan orang lain, dan
mencerminkan perkembangan pengalaman seks selama siklus kehidupannya.
Gangguan dari faktor yang mempengaruhi perilaku seksual seseorang dapat
mengakibatkan abnormalitas dari perilaku seksual, antara lain paraphilia,
pedofilia, eksibisionisme, voyeurism, sadisme, fetisisime, transvetisme, zoofilia,
froteurisme, homoseksual, koprofilia, urofilia, felasio, parsialisme, troilisme,
lustmurder, nekrofilia, vampirisme, transeksualisme, dan hiperseksualisme.
3. Persetubuhan adalah perpaduan antara kelamin laki-laki dan perempuan yang
biasanya dijalankan untuk mendapatkan anak (keturunan), maka anggota
kemaluan laki-laki harus masuk kedalam anggota kemaluan perempuan, sehingga

42

mengeluarkan air mani. Perbuatan perkosaan merupakan sex bebas diluar


perkawinan yang merugikan pihak lain yang diperkosa. Perbuatan perkosaan
dilakukan dengan kekerasan karena bukan didasari suka sama suka. Umumnya
perkosaan dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Pelaku perkosaan bisa
satu atau lebih satu orang. Bila pelaku lebih dari satu orang, korban digilir tanpa
merasa kasihan, biasanya korban setelah diperkosa ditinggalkan begitu saja.
Sedangkan pengertian perbuatan cabul adalah segala macam wujud perbuatan,
baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai
dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat
merangsang nafsu seksual.
4. Berdasarkan pasal 133 KUHAP menyatakan bahwa penyidik berhak minta
bantuan dokter untuk memeriksa korban pemerkosaan. Tujuan dari pemeriksaan
tersebut antara lain mencari keterangan tentang korban, keterangan tentang
peristiwa pemerkosaan, adanya bekas-bekas kekerasan, adanya perubahanperubahan pada alat kelamin korban, adanya spermatozoa, dan mencari akibat dari
pemerkosaan. Pemeriksaan tersebut mencakup pemeriksaan fisik pada korban dan
pelaku yang terdiri dari pemeriksaan tubuh, pakaian, umur, dan bukti adanya
tindak kekerasan, serta pemeriksaan laboratorium.

43

DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. & Hall, John E., 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Edition.
Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh : Irawati dkk. Jakarta :

EGC Medical

Publisher.
BKKBN, 2012. Pembinaan kesehatan reproduksi bagi lansia. Jakarta.
Advocates for Human Rights. 2013. Domestic violence and housing Stop Violence Against
Women: a project of the Advocates for Human Rights.
Berrios, Daniel C., Grady, Deborah. 1991. Domestic violence: risk factors and
outcomes. The

Western

Journal

of

Medicine (BMJ

Group) 155 (2):

133

135. PMC 1002942. PMID 1926841. Pdf.


Barnett, Ola W. 2001. Why battered women do not leave, part 2: external inhibiting factors

social

support

and

internal

inhibiting

factors. Trauma,

Violence,

&

Abuse (Sage) 2 (1): 335.doi:10.1177/1524838001002001001.


Bonnie S. Fisher; Steven P. Lab. Encyclopedia of Victimology and Crime Prevention.
Flury M., Nyberg E., Riecher-Rssler A. 2010. Domestic violence against women:
definitions, epidemiology, risk factors and consequences. The European Journal of
Medical

Sciences:

pp.

2-3.

Retrieved

Juny

25,

2016

from

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20853195
Hamberger, L. Kevin; Hastings, James E. 1986. "Personality correlates of men who abuse
their partners: a cross-validation study". Journal of Family Violence (Springer) 1 (4):
323341.doi:10.1007/BF00978276.
Hart, Stephen D.; Dutton, Donald G.; Newlove, Theresa. 1993. The prevalence of
personality disorder among wife assaulters. Journal of Personality Disorders (Guilford
Press) 7 (4): 329341.doi:10.1521/pedi.1993.7.4.329
Hariadi A, Hoediyanto. 2012. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi
8. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga

44

Komisi Nasional Perempuan Republik Indonesia. 2016. Lembar Fakta Catatan Tahunan
(Catahu). Retrieved Juny 23, 2016 from http://www.komnasperempuan.go.id/wpcontent/uploads/2016/03/Lembar-Fakta-Catatan-Tahunan-_CATAHU_-KomnasPerempuan-2016.pdf
Lazenbatt, Anne; Thompson-Cree, Margaret E.M. 2009. Recognizing the co-occurrence of
domestic and child abuse: a comparison of community- and hospital-based
midwives. Health

&

Social

Care

in

the

Community (Wiley) 17 (4):

358

370.doi:10.1111/j.1365-2524.2009.00833.x.PMID 19245424. Available online.


Newman, Willis C.; Newman, Esmeralda. Domestic violence: causes and cures and anger
management
Petranto, I. Rasa Percaya Diri Anak adalah Pantulan Pola Asuh Orang Tuanya. Retrieved
Juny 27, 2016 from http://www.binarymoon.co.uk/wordpress/290406.htm
Personality correlates of men who batter and nonviolent men: some continuities and
discontinuities. Journal

of

Family

Violence (Springer) 6(2):

pp.

131

147. doi:10.1007/BF00978715.
Simons, Ronald L., Johnson, Christine. 1998. An examination of competing explanations for
the intergenerational transmission of domestic violence in Danieli, Yael, International
handbook of multigenerational legacies of trauma
Taylor, S.E, Peplau, L. A., Sears, D.O. 2006. Social Psycology. Prentice Hal: New Jersey
Undang undang Republik Indoensia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan

dalam

Rumah

Tangga.

Retrieved

www.hukumonline.com>parent.UU_NO_23_2004.pdf
Widyatun, T.R. 2000. Ilmu Perilaku. Jakarta: Infomedik

Juny

23,

2016

from

Anda mungkin juga menyukai