Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang Amandemen UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena
pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya
bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasalpasal yang terlalu luwes (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan
rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup
didukung ketentuan konstitusi.
Perubahan UUD bukan suatu yang ditabukan, tapi merupakan tuntutan sejarah.
Perubahan UUD sudah bisa diprediksi oleh Ir. Soekarno. Pada saat pembahasan
penetapan UUD sudah dikemukakan bahwa UUD kita memang sudah simple namun
jika suatu saat terjadi perkembangan zaman boleh diubah agar bisa menyesuaikan
atau beradaptasi. Jadi ini juga merupakan amanat dari Ir. Soekarno.
Dahulu Indonesia pernah memiliki UUD yang isinya sangat berbeda dengan UUD
Negara RI tahun1945, yaitu UUD RIS dan UUDS. Yang berbeda adalah pada UUD
RIS sistem pemerintahannya adalah Serikat, pada UUDS sistem pemerintahannya
adalah Federal, sedangkan pada UUD Negara RI th 1945 sistem pemerintahannya
adalah Kesatuan.
Pada Orde Baru dituntut tidak adanya perubahan UUD 1945. Hal ini diperkuat dengan
adanya Tap MPR No. IV/MPR/1993 yang menjelaskan ketidakmungkinan terjadi
perubahan. Kalaupun terjadi perubahan harus diadakan referendum atau persetujuan
dari masyarakat. Namun hal ini berbeda sekali dengan Pasal 37 ayat 1 dan 2 yang
menyatakan bahwa perubahan boleh dilakukan tanpa adanya referendum. Sehingga
Tap MPR No. IV/MPR/1993 dicabut.

B.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana tuntutan reformasi 1998 terkait amandemen UUD 1945?
2. Apa saja Sebab-sebab amandemen UUD 1945?
3. Apa saja kesepakatan dasar untuk tidak merubah UUD 1945?
4. Bagaimana kedudukan Pancasila dalam UUD 1945?
1

5. Bagaimana susunan dan kedudukan lembaga kenegaraan RI sebelum amandemen


UUD 1945?
6. Bagaimana susunan dan kedudukan lembaga kenegaraan RI sesudah amandemen
UUD 1945?
C.

Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana tuntutan reformasi tahun 1998
2. Untuk mengetahui apa saja sebab-sebab amandemen UUD 1945
3. Untuk mengetahui bagaimana kesepakatan dasar untuk tidak merubah UUD 1945
4. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Pancasila dalam UUD 1945
5. Untuk mengetahui bagaimana susunan dan kedudukan lembaga kenegaraan RI
sebelum amandemen UUD 1945
6. Untuk mengetahui bagaimana susunan dan kedudukan lembaga kenegaraan RI
sesudah amandemen UUD 1945

BAB II
PRMBAHASAN
A.

Tuntutan Reformasi
Salah satu tuntutan reformasi tahun 1998 yang paling mendasar dari reformasi
yang digerakkan dan dipelopori mahasiswa adalah gugatan untuk melakukan
amandemen UUD 1945. Hal ini bisa diartikan bahwa mahasiswa secara praktis ataupun
2

intuitif tidak lagi melihat faktor penyebab berpangkal hanya pada manusia sebagai
pelaku. Gugatan mengenai UUD 1945 harus dipehami sebagai lahirnya kesadaran dna
kebutuhan bangsa untuk memiliki UUD ynag menjamin terselenggaranya kehidupann
bernegara yang demokratis, ynag menjunjung etika nilai dan moral, tidak bersikukuh
pada positivisisme hukum yang dipahami secara dangkal.
Reformasi adalah proses. Maka dalam proses itu tidak dapat dihindari terjadinya
tarik-menarik antara pihak yang masih menginginkan UUD seperti apa adanya, dengan
pihak yang menginginkan amandemen. Demikina juga ketegangan

antara yang

meninginkan perubahan segera dengan ereka yang meyakini bahwa amandemen harus
dilakukan secara berangsur-angsur, tidak bisa dihindari. Sesungguhnya amandemen atau
perubahan UUD, kalau harus terjadi , mempunyai premis agar dapat digunakan sebagao
pegangan untuk waktu ynag relatif panjang. Amandemen tidak saja harus menjawab
kontroversi sejumlah isubaik

di bidang politik, ekonomi, maupun budaya, yang

sebelumnya terpendam akibat kuatnya represi kekuasaan. Unsur perubahan itu kemudian
menyeruak menjadi diskursus di era reformasi
B.

Sebab-sebab amandemen UUD 1945


1. Karena UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang dijadikan landasan dalam
penyelenggaraan Negara maka harus sesuai dengan aspirasi tuntutan kehidupan
masyarakat Indonesia. Mengingat kehidupan masyarakat Indonesia yang selalu
tumbuh dan berkembang sesuai dengan peradaban manusia pada umumnya maka
UUD 1945 diamandemen oleh MPR. Perubahan UUD 1945 memiliki arti yang sangat
penting dalam kehidupan bangsa Indonesia.
2. Karena menghilangkan pandangan adanya keyakinan bahwa UUD 1945 merupakan
hal yang sakral, tidak bisa diubah, diganti, dikaji mendalam tentang kebenaran seperti
doktrin yang diterapkan pada masa orde baru.
3.

Karena perubahan UUD 1945 memberikan peluang kepada bangsa Indonesia untuk
membangun dirinya atau melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan
aspirasi masyarakat.

4. Karena perubahan UUD 1945 mendidik jiwa demoktrasi yang sudah dipelopori oleh
MPR pada waktu mengadakan perubahan UUD itu sendiri, sehingga lembaga Negara,
badan badan lainnya serta dalam kehidupan masyarakat berkembang jiwa demokrasi.
3

5.

Karena perubahan UUD 1945 menghilangkan kesan jiwa UUD 1945 yang sentralistik
dan otoriter sebab dengan adanya amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden
dibatasi, kekuasaan presiden dibatasi, system pemerintahan dIsentralisasi dan
otonomi.

6. Karena perubahan UUD 1945 menghidupkan perkembangan politik ke arah


keterbukaan.
7. Karena perubahan UUD 1945 mendorong para cendekiawan dan berbagai tokoh
masyarakat untuk lebih proaktif dan kreatif mengkritisi pemerintah (demi kebaikan)
sehingga mendorong kehidupan bangsa yang dinamis (berkembang) dalam segala
bidang, baik politik, ekonomi, social budaya sehingga dapat mewujudkan kehidupan
yang maju dan sejahtera sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju.
C.

Kesepakatan dasar untuk tidak merubah UUD 1945


Gugatan kalangan reformis adalah untuk melakukan amandemen (sebagian
daripadanya menghendaki perombakan total) atas konstitusi yang berlaku, UUD 1945.
Kalangan reformis berkeyakinan bahwa UUD 1945 memiliki kelemahan yang sangat
mendasar. Bagaimana mudahnya merombaksistem perpolitikan di satu sisi namun di sisi
lain masih membiarkan UUD yang menaungi segala aturan hukum dalam bentuk seperti
aslinya hanya menambah keyakinan bahwa UUD 1945 memang begitu mudah untuk
ditafsirkan menurut seleradan kehendak yang berkuasa. Tanpa harus ada amandemen
atau perubahan apapun dalam UUD 1945 titik berat kekuasaan mudah saja berpindah
dari wilayah eksekutif ke wilayah legislatif yang kemudian mengerucut di lembaga
MPR. Kini MPR sebagai lembaga tertinggi negara menjadi lembaga yang demikian
penting da kuat. Namun dalam sistem yang baru tidak terlihat bagaimana mekanisme
sistem kontrol (checks and balances system) atau pusat kekuasaan baru. Telah terbukti
UUD tersebut selalu saja melahirkan pemerintahan otoriter baik di tingkat eksekutif
maupun di tingkat legislatif, yang kesemuanya sama sekali tidak memiliki mekanisme
kontrol rakyat. Terpuurknya bangsa dan negara akibat krisis ekonomi yang kemudian
meluas ke segala bidang (krisis multi dimensi) tidak bisa bersumber dari konstitusi yang
memungkinkan lahirnya sistem pemerintahan semacam itu.

Doktrin bahwa UUD 1945 sudah sempurna, bahwa UUD 1945 adalah UUD
perjuangan yang bernilai sejarah, bahwa UUD 1945 adalah UUD yang luwes, dan lainlain menyebabkan tidak mudah untuk melakasanakan amandemen apalagi melakukan
perubahan secara total atas UUD tersebut. Masih banyak yang berkeyakinan bahwa
menafikan eksistensi UUD 1945 sama saja dengan menafikan sejarah perjuangan bangsa
yang sudah ditebus dengan darah dan air mata. Kalangan ini tetap berkeberatan bila
UUD 1945 dijadikan alasan sebagai penyebab keterpurukan yang melanda bangsa akibat
lemah dan tidak jelasnya UUD yang mengatur sistem pemerintahan dalam arti luas.
Mereka berkeyakinan bahwa kegagalan pemerintah melaksanakan misinya sepenuhnya
disebabkan oleh faktor manusia, yakni mereka tidak mampu menghayati bahkan
menyimpang dari jiwa dan pesan yang terkandung dalam UUD tersebut.
Terlepas dari setuju atau tidak setuju dengan ynag menghendaki perubahan dan
yang bersikukuh mempertahankan kemurnian UUD, kembali ynag perlu dilihat dan
dipelajari adalah catatan dan fakta sejarah bangsa. Sesungguhnya UUD berpengaruh
pada kestabilan politik, karena ternyata atas pemberlakuan empat macam UUD di
Indonesia, yakni UUD 1945 (yang masih murni), UUD RIS, UUD 1950 (sementara), dan
UUD 1945 (hasil amandemen pertama tahun 2000). Pada setiap periode tidak pernah ada
yang bebas dari gejolak politik. Terlalu pendek untuk melipakan fakta sejarah bahwa
pemberlakuan kembali UUD 1945 lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bahkan melahirkan
iklim politik yang makin memanas yang menyebabkan terbengkalainya pembangunan
ekonomi. Situasi sempat mereda sejenak, yakni setelah dibubarkannya PKI menyusul
kemudian setelah melalui proses konstitusional runtuhnya rezim Orde Lama (1966).
Orde Baru yang menggantikan Orde Lama dengan slogan terkenal, Melakukan koreksi
total terhadap kesalahan Orde Lama dengan melaksanakan kembali Pancasila dan
UUD 45 secara murni dan konsekuen berakhir pada kebangkrutan ekonomi dan
keterpurukan bangsa.

Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :


1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999; Pada amandemen ini, pasal-pasal
UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13

ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4),
21 ayat (1).
2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal
18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3), 20
ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3), 28A,
28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1) dan
(2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5),
36A, 36B, 36C.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal
1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), 7A,
7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1)
s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan
(2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu:
pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31
ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1)
s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II.

D.

Kedudukan Pancasila dalam UUD 1945


Kedudukan pancasila dan pembukaan UUD 1945 dalam konteks ketatanegaraan
Republik Indonesia dapat dijelaskan bahwasanya Pancasila dan pembukaan UUD 1945
memiliki hubungan yang mana Pancasila merupakan sumber diadakannya Pembukaan
UUD 1945, Dengan kata lain pembukaan UUD 1945 yang mana memuat Pancasila
sebagai dasar negara, Tujuan Negara, dan Bentuk negara Republik Indonesia dan
merupakan Sumber hukum tertinggi di Indonesia, menjadikan Pancasila sebagai dasar
hukum untuk memfilsafatkan pembukaan UUD 1945. Di Pembukaan UUD 1945 terlihat
bahwa alenia pertama hingga ke empat merupakan peryataan-pernyataan yang terkait
6

dengan pendahuluan bangsa Indonesia, dan di alenia ke empat merupakan kesatuan


organis dengan pasal-pasal yang berada pada batang tubuh UUD 1945.
Selain itu di dalam UUD 1945 yang merupakan bentuk atas deklarasi bangsa dan
negara Indonesia memiliki tujuan yang mana secara khusus adalah berusaha untuk
melindungi segenap bangsa dan tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa sedangkan secara umum Indonesia
bertujuan untuk menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial dan
perdamaian abadi. Selain itu Keberadaan pembukaan UUD 1945 dan Pancasila yang
mana sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia jika keberadaanya diubah sedikit pun
atau dihilangkan sama saja dengan menghancurkan atau menghilangkan bangsa
Indonesia oleh sebab itu Pembukaan UUD 1945 disebut pula sebagai pokok kaedah
negara yang fundamental. Dengan demikian kedudukan Pembukaan UUD 1945 dan
Pancasila sudah jelas, segala bentuk tantanan negara beserta peraturan-peraturannya
haruslah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila untuk mewujudkan tujuan
negara Indonesia yang telah di tentukan.
E.

Susunan dan Kedudukan Lembaga Kenegaraan RI sebelum Amandemen UUD


1945
Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi
dan lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut. UndangUndang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan
seluruhnya kepada MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara. MPR mendistribusikan
kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi dibawahnya. Kelima
lembaga Tinggi tersebut sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).

U
M
D
P
B
M
R
P
K
U
R
E
K
A
D
S
I
1
D
9
E
4
N
5
7

Gambar 1.1 Susunan Lembaga negara RI sebelum amandemen


Pembagian Tugas Masing-Masing Lembaga Negara RI Sebelum Amandemen
a. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
MPR yang sejak difungsikan kembali lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak
lebih fungsinya hanya sebatas lembaga pelengkap demokrasi. Situasi kemudian
berbalik setelah reformasi mencapai kemenangan. Setelah sebelumnya sempat
bersidang (11 hari dalam 5 tahun), anggota MPR yang berasal dari DPR kembali ke
fungsinya di DPR. Anggota MPR dari Utusan Daerah yang terdiri dari Gubernur,
Pangdam, Kapolda, Kajati, Ka DPRD Tk I kembali ke daerahnya masing-masing, dan
anggota MPR Utusan Golongan kembali pada organisasi tempat mereka bernaung,
kembali melakukan pekerjaan sehari-hari. Pada periode 1959-1965, seluruh anggota
MPR dipilih dan diangkat langsung oleh Presiden. Pada periode 1966-1998, 600 dari
1000 anggota MPR dipilih/ ditentukan oleh Presiden.
Euforia demokrasi telah menempatkan MPR (dan lembaga DPR) menjadi
lembaga yang benar-benar dominan dalam kancah penyelenggaraan negara.
Pencabutan mandat Abdurrahman Wahid sebagai Presiden adalah bukti tak
terbantahkan mengenai betapa kuat MPR dalam konstitusi yang berlaku. MPR
agaknya telah memposisikan peran dan fungsinya seperti yang diamanatkan UUD
1945. Dari uraian dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUD 1945 amat jelas MPR
adalah memang lembaga yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara. MPR
adalah lembaga pemegang kekuasaan negara tertinggi, penyelenggara negara
tertinggi, penjelmaan rakyat (Pasal 1 dan Pasal 2 Penjelasan UUD 1945). Lembaga
tersebut mengangkat dan memberhentikan Kepala Negara, membuat GBHN, dan
menetapkan UUD (Pasal 3), lembaga yang melakukan memegang kedaulatan negara
(Pasal 1 ayat 2 Penjelasan UUD 1945). MPR adalah lembaga yang teramat spesial
(Hendarmin Ranadireksa, 2002: 97).
Wajar bila kemudian ada pertanyaan, lembaga apakah sesungguhnya MPR itu?
Lembaga itu tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga legislative, karena fungsi
lembaga pembuat atau yang menyetujui undang-undang ada pada DPR. Lembaga itu
juga tidak dapat dikategorikan sebagai parlemen karena parlemen adalah untuk
mewakili kepentingan rakyat dan sepenuhnya berada dalam kontrol rakyat cq
konstituennya. Siapa dan bagaimana mengawasi atau mengontrol lembaga MPR?
8

Dalam sistem seperti itu dalam posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara
bagaimana mungkin terjadi prinsip checks and balances (yang mensyaratkan adanya
kesetaraan atau keseimbangan) bisa berlangsung? MPR adalah lembaga yang sudah
tentu jauh lebih kuat dari parlemen karena lembaga tersebut melakukan sepenuhnya
kedaulatan rakyat, sekaligus sebagai lembaga penjelmaan rakyat. Timbul pertanyaan
setelah rakyat menjelma menjadi MPR dan setelah pelaksanaan kedaulatan rakyat
dilakukan oleh MPR, lalu hak apa lagi yang masih tersisa pada rakyat? Lebih jauh
lagi, bagaimana sesungguhnya UUD 1945 memposisikan rakyat? Masih adakah peran
rakyat selain harus menerima apa saja yang ditetapkan dan diputuskan oleh MPR?
Tidakkah dalam fungsi dan posisi MPR yang seperti itu Negara Indonesia
sesungguhnya sudah bisa dikategorikan sebagai negara oligarki, karena kekuasaan
dan kedaulatan negara berada dan diatur oleh sekelompok individu yang berada dalam
lembaga dan tidak memiliki hubungan langsung dengan rakyat.
MPR adalah sebuah kasus dalam hal institusi kenegaraan. Lembaga MPR adalah
contoh bagaimana kaidah manajemen yang berlaku umum tidak berlaku. Adalah
sangat memprihatinkan bahwa hal tersebut terjadi pada tingkat pengelolaan Negara.
Tidak ada padanannya di dunia. Maka sesungguhnya masalah terbesar dalam
amandemen UUD 1945 terletak pada eksistensi lembaga tertinggi negara yang
bernama MPR. Tidak salah pendapat yang menyatakan bahwa melakukan amandemen
UUD 1945 sesungguhnya lebih merupakan perjuangan MPR untuk mengatasi
kepentingan subyektif dirinya sendiri.
Tentang tugas amandemen UUD 1945 seperti yang ditetapkan dalam TAP MPR
No IX/MPR/1999, kendalanya ada pada lembaga MPR itu sendiri. Hasil pertama
amandemen UUD 1945 oleh MPR sangat mengecewakan public. Sejak MPR
memulai tugasnya (1999) untuk melakukan amandemen konstitusi sudah terasa
lembaga tersebut terkesan enggan melakukan tugasnya. Hasil amandemen pertama
UUD 1945, adalah fakta bahwa amandemen UUD 1945 dilakukan tidak lebih sebagai
basa-basi, yakni hanya melakukan penambahan di sana sini untuk beberapa pasal
yang tidak substansial. Obyek bahasan lebih banyak bersangkut paut dengan masalah
kepresidenan (antara lain menjelaskan bahwa Presiden hanya boleh menjabat dua
kali). Mengenai materi perubahan, kalangan pakar, seperti Dr. Todung Mulya Lubis
S.H., L.L.M, Dr. (Jur.) Adnan Buyung Nasution, kalangan LSM, seperti YLBHI,
Elsam, Aliansi Ornop, d.l.l. , menginginkan perubahan perubahan atas batang tubuh
UUD 1945 secara lebih substansial, tidak terjebak pada pembahasan pasal demi pasal
9

tanpa memperhatikan kerangka besarnya. Hingga kini (2002) belum ada tinjauan dan
telaah yang bersifat substansif dan komprehensif. Telaah semacam itu penting untuk
menjadi dasar kesimpulan apakah UUD yang berlaku telah sempurna, atau perlu
sekadar amandemen pada beberapa pasal, atau perlu diamandemen secara mendasar,
atau bahkan kalau perlu dibuat UUD yang sama sekali baru. Muncul kemudian ide
untuk memberlakkan periode transisi dengan menempatkan UUD yang belum
ataupun yang sudah diamandemen dalam kategori UUD sementara yang bersifat
transisional. (Hendarmin Ranadireksa, 2002: 97-104).
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
1. Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
2. Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
3. Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
4. Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
5. Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
6. Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu
dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki
kursi di MPR.
Wewenang MPR antara lain :
1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang
lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan
Majelis.
3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan
Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
b. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
Tugas DPR sebelum amandemen meliputi:
1. Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
2. Memberikan persetujuan atas PERPU.
3. Memberikan persetujuan atas Anggaran.
4. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa

guna

meminta

pertanggungjawaban presiden.
c. Presiden/ Wakil Presiden
1. Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,
meskipun kedudukannya tidak neben akan tetapi untergeordnet.
2. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of
power and responsiblity upon the president).

10

3. Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga


memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif
(judicative power).
4. Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
5. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai
presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
d. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga
yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan

pertimbangan Dewan

Perwakilan

Daerah,

dan

diresmikan

oleh Presiden. Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil
pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
e. DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
DPA adalah lembaga tinggi negara Indonesia menurut UUD 1945 sebelum
diamandemen yang tugasnya member masukan atau pertimbangan kepada presiden.
DPA dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 1945 sebelu diamandemen. Ayat 2 pasal ini
menyatakan bahwa DPA berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan
berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Dalam penjelasan pasal 16 disebutkan
bahwa DPA berbentuk Council of State yang wajib memberi pertimbangan kepada
pemerintah.
f. MA (Mahkamah Agung)
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negaradalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersamasama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang
kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara.
F.

Susunan dan Kedudukan Lembaga Negara RI sesudah amandemen UUD 1945


MPR RI sebagai lembaga negara RI tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga
tertinggi Negara dan hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga, seperti juga DPR,
Presiden, BPK dan MA. Dalam pasal 1 ayat (2) yang telah mengalami perubahan perihal
11

kedaulatan disebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan


menurut undang-undang dasar sehingga tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi
pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat. Juga susunan MPR RI telah berubah keanggotaanya,
yaitu terdiri atas anggota DPR dan Dewan Perakilan Daerah (DPD), yang kesemuanya
direkrut melalui pemilu.
Perlu dijelaskan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara
juga mengalami perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga
Negara yang dihapus maupun lahir baru, yaitu sebagai Badan legislatif terdiri dari
anggota MPR, DPR, DPD, badan eksekutif meliputi Presiden dan Wakil Presiden, sedang
badan yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi (MK)
sebagai lembaga baru, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga
baru. Lembaga Negara lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA),
dan Badan Pemeriksa Keuangan tetap ada hanya diatur tersendiri diluar kesemuanya/ dan
sejajar.
Adapun tujuan dari diadakannya perubahan (amandemen) UUD 1945:
a. Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan
menempatkan

kekuasaan

kehakiman

sebagai

kekuasaan

yang

merdeka,

penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas
prinsip due process of law.
b. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara,
seperti Hakim.
c. Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances)
yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masingmasing.
d. Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
e. Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa
lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara
berdasarkan hukum.
f. Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga
negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
Berikut bagan susunan dan kedudukan lembaga kenegaraan RI sesudah amandemen:

12

P
U
B
M
M
K
U
P
R
A
K
Y
D
K
R
E
S
1
I
9
D
4
E
5
N
Gambar 1.2 Susunan lembaga negara RI sesudah amandemen
Pembagian Tugas Masing-Masing Lembaga Negara RI Sesudah Amandemen
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi
berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat
besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Kedudukan MPR sebagai
lembaga tinggi negara sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden,
DPR, DPD, MA, MK, BPK. Sebagai lembaga tinggi negara, ada beberapa
kewenangan yang dikurangi atau dihilangkan karena dianggap kewenangannya terlalu
besar, yaitu:
1. Menghilangkan supremasi kewenangannya.
2. Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
3. Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih
secara langsung melalui pemilu).
Susunan dan keanggotaan MPR (Kansil, 2008: 139):
1. MPR terdiri atas Anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum
setiap 5 tahun sekali.
2. Masa jabatan Anggota MPR adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat
Anggota MPR yang baru Mengucapkan sumpah/janji.
3. Sembelum memangku jabatannya, Anggota MPR mengucapkan sumpah /janji
bersama-sama yang dipandu oleh ketua Mahkamah Agung dalam Sidang
Paripurna MPR.
Tugas dan wewenang MPR (Kansil, 2008: 140):
1. Mengubah dan menetapkan Undang undang Dasar.
2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam
Sidang Paripurna MPR
3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk
memberhentikan Presiden dan / atau wakil presiden.
13

Sidang dan Putusan MPR (Kansil, 2008: 141):


MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara. Sidang MPR
sah apabila:
1. Sekurang-kurangnya dari jumlah anggota MPR untuk memutus usul Dpr untuk
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden.
2. Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR untuk mengubah dan
menetapkan UUD.
3. Sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari jumlah anggota MPR untuk selain
siding-sidang sebagai mana dimaksud diatas.
b. Dewan Perwkilan (DPR)
Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan
keberadaannya terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang memang
merupakan karakteristik sebuah lembaga legislatif. Hal ini membalik rumusan
sebelum perubahan yang menempatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan
membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat kedudukan DPR terutama ketika
berhubungan dengan Presiden.
Hal-hal yang diubah dalam amandemen UUD 1945 mengenai DPR:
1. Posisi dan kewenangannya diperkuat.
2. Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden,
sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah
berhak mengajukan RUU.
3. Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
4. Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
Tugas dan wewenang DPR:
1. Membentuk undang-undang yang dibahasa dengan presiden ntuk mendapat
persetujuan bersama;
2. Membahas dan memerikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undangundang;
3. Menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD
yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam
pembahasan;
4. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan Undang-Undang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan Agama;
5. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
6. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran
pendapatan dan belanja Negara serta kebijakang pemerintah.
Hak-Hak DPR:
14

1. Hak interplasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Hak angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan
dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundangundangan.
3. Hak imunitas
Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR tidak dapat
dituntut di hadapan dan diluar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat
yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.
4. Hak menyatakan pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
a) Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah
air atau di dunia internasional.
b) Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
c) Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran
hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden.
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi
keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah
ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota
MPR.
1. Keberadaannya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik
Indonesia.
2. Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
3. Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait
dengan kepentingan daerah.
d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

15

BPK adalah lembaga tinggi Negara yang memiliki wewenang memeriksa


pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK bertugas mengintegrasi peran
BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam
BPK. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. BPK
berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
e. Presiden
Sebelum adanya amandemen, Presiden dan Wapres dipilih oleh MPR. Sedangkan
setelah adanya amandemen UUD 1945 sekarang menentukan bahwa mereka dipilih
secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wapres diusulkan oleh
parpol atau gabungan parpol peserta pemilu. Presiden tidak lagi bertanggung jawab
kepada MPR melainkan bertanggung jawab langsung kepada Rakyat Indonesia.
Konsekuensinya karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka
mempunyai legitimasi yang sangat kuat. Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih
kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatannya.
Setelah amandemen UUD 1945 ada beberapa wewenang Presiden yang dikurangi,
antara lain sebagai berikut :
1. Hakim agung tidak lagi diangkat oleh Presiden melainkan diajukan oleh komisi
yudisial untuk diminta persetujuan DPR, selanjutkan ditetapkan oleh Presiden
(Pasal 24A ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).
2. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak lagi diangkat oleh Presiden, tetapi
dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh Presiden
(Pasal 23F ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Pengangkatan pejabat-pejabat
tersebut mencerminkan suatu mekanisme ketatanegaraan yang mengarah kepada
suatu

keseimbangan

dan

demokratisasi.

Namun

sangat

disayangkan,

pengangkatan seorang jaksa agung masih menjadi kewenangan presiden, tanpa


melibatkan DPR secara nyata.
3. Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan
dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial.
4. Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
5. Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
6. Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
16

7. Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan


pertimbangan DPR.
8. Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil
presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden:
1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
2. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut dan
angkatan udara.
3. Mengajukan Rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama
DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
4. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (dalam kegentingan
yang memaksa).
5. Menetapkan Peraturan Pemerintah.
6. Mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri.
7. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR.
8. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
9. Menyatakan keadaan bahaya.
10. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan DPR.
11. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan
DPR.
12. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.
13. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
14. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU.
15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
16. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan
disetujui DPR.
17. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan
Mahkamah Agung.
18. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan
DPR.
f. Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan
hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)]. Mahkamah Agung berwenang mengadili
17

pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang


dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang. Di bawahnya terdapat badanbadan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lainlain.
g. Mahkamah Konstitusi (MK)
Keberadaan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution). Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang
yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan
ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Wewenang Mahkamah Konstitusi:
1) Menguji UU terhadap UUD;
2) Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara;
3) Memutus pembubaran partai politik;
4) Memutus sengketa hasil pemilu;
5) Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
h. Komisi Yudisial (KY)
Tugas Komisi Yudisial yaitu mencalonkan Hakim Agung dan melakukan pengawasan
moralitas dank ode etik para Hakim.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Salah satu tuntutan reformasi tahun 1998 yang paling mendasar dari reformasi yang
digerakkan dan dipelopori mahasiswa adalah gugatan untuk melakukan amandemen UUD
1945. Hal ini bisa diartikan bahwa mahasiswa secara praktis ataupun intuitif tidak lagi
melihat faktor penyebab berpangkal hanya pada manusia sebagai pelaku. Gugatan mengenai
UUD 1945 harus dipehami sebagai lahirnya kesadaran dna kebutuhan bangsa untuk memiliki
UUD yang menjamin terselenggaranya kehidupann bernegara yang demokratis, yang

18

menjunjung etika nilai dan moral, tidak bersikukuh pada positivisisme hukum yang dipahami
secara dangkal.
Apabila ruh kedaulatan rakyat telah menjiwai pasal demi pasal UUD 1945, maka
rakyat akan menghayati keyakinan bahwa bangsa dan negara dan bersamanya sesungguhnya
berada pada, dan menuju arah yang benar. Bahkan amandemen UUD 1945 bila dikaji dengan
segala sesuatu yang mendasar dan lebih jernih maka dapat diandalkan sebagai landasan
utama menyosong partisipasi dan persaingan global. Artinya, UUD 1945 walaupun memang
benar milik bangsa Indonesia, namun maknanya harus mudah dimengerti dan dipahami oleh
masyarakat internasional. Kesadaran mengenai pemahaman ini penting karena dalam dunia
yang sudah mengglobal, pemahaman atas hukum dasar yang diberlakukan, yang di dalamnya
terkandung esensi adanya kepastian hukum, akan menentukan tertarik atau tidaknya pemilik
modal untuk menanamkan kapitalnya di negara tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://rikiseptiawan180991.blogspot.com/2012/11/fungsi-konstitusi.html

di

unduh

pada 10 April 2015


Ranadireksi, Hendarmin. Amandemen UUD 1945, Menuju konstitusi yang
berkedaulatan rakyat. Bandung: Pancur Siwah.2002

19

20

Anda mungkin juga menyukai