diberikan kepadanya. Jika memang ini penelitian, semestinya obat yang diberikan tidak
dibiayai pasien namun oleh penyelenggaran penelitian tersebut.
Ketika terjadi resiko terhadap pasien akibat penelitian ini, pasien tidak tahu sebagai
dampak dari penelitian. Namun penyelenggara penelitian bisa saja mengetahui dampak
penelitian ini karena pasien akan kembali ke rumah sakit. Dampak penelitian ini sama
sekali tidak ditanggung penyelenggara penelitian.
Di sini lah pentingnya etika, aturan main, dan kaidah-kaidah hukum dalam penelitian. Isu
ini harus menjadi persoalan serius karena dampak dari penelitian ini kepada manusia
sebagai subjek dan objek penelitian kesehatan ternyata sangat signifikan.
Secara konstitusi, negara kita sudah memiliki Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1995
tentang penelitian dan pengembangan kesehatan. Namun masih banyak yang harus
dikembangkan dan dibenahi dari peraturan pemerintah ini.
Makalah ini akan mencoba mengkaji lebih dalam tentang pentingnya etika dalam
penelitian kesehatan sehingga kita tidak mengorbankan manusia lain. Tak hanya itu,
perangkat aturan perundang-undangan tentang etika ini akan disiapkan regulasinya sejauh
mana untuk kemanfaatan masyarakat umum. Untuk pelaksanaannya pun perlu
pengawasan yang member perlindungan kepada masyarakat dan member ruang yang
kondusif bagi dunia kesehatan.
B. Permasalahan
Selama ini hak-hak pasien di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain kurang
terlindungi. Pasien yang datang ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnnya
berhak mendapatkan informasi tentang penyakit yang dideritanya, pengobatan yang akan
ditangani, termasuk obat yang akan diberikan kepadanya.
Sebaliknya, dokter, perawat, atau rumah sakit harus memberikan informasi yang sejelasjelasnya kepada pasien tentang penyakit dan pengobatan yang akan dilakukannya kepada
pasien. Jika perawat atau dokter tidak melakukan hal itu akan mendapat sanksi pidana.
Informasi itu wajib diberikan kepada pasien dan yang akan menentukan langkah-langkah
yang diambil adalah pasien sendiri.
Demikian pula dalam penelitian yang dilakukan kepada pasien di rumah sakit. Informasi
bahwa pasien dan data-datanya akan akan dijadikan penelitian harus disampailkan kepada
pasien. Paling tidak, ini diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 39 tahun 1995 tentang
penelitian dan pengembangan kesehatan.
Dalam PP no. 39 tahun 1995 pasal 8 itu jelas disebutkan bahwa:
(1) Penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap manusia hanya dapat dilakukan atas
dasar persetujuan tertulis dari manusia yang bersangkutan.
(2) Persetujuan tertulis dapat pula dilakukan oleh orang tua atau ahli warisnya apabila
manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1):
a. tidak mampu melakukan tindakan hukum;
b. karena keadaan kesehatan atau jasmaninya sama sekali tidak memungkinkan dapat
menyatakan persetujuan secara tertulis;
c. telah meninggal dunia, dalam hal jasadnya akan digunakan sebagai obyek penelitian
dan pengembangan kesehatan.
(3) Persetujuan tertulis bagi penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap keluarga
diberikan oleh kepala keluarga yang bersangkutan dan terhadap masyarakat dalam
wilayah tertentu oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mendapatkan persetujuan tertulis diatur
oleh Menteri.
Dalam pasal 9 juga secara tegas menyebutkan bahwa pelaksanaan penelitian dan
pengembangan kesehatan wajib dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan
keselamatan jiwa manusia, keluarga dan masyarakat yang bersangkutan. Pelaksanaaan
penelitian dan pengembangan kesehatan ini pun harus dilakukan dengan memperhatikan
norma yang berlaku dalam masyarakat serta upaya pelestarian lingkungan. Ini tercantum
jelas dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1995 ini.
Penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan yang tidak memperhatikan etika
dan aturan hukum, diancam pidana sebagaimana ditulis dalam pasal 20. Di sini tegaskan
dikatakan bahwa :
Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
kesehatan:
a. dengan cara yang tidak sesuai dengan standar profesi penelitian kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
c. tanpa persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3);
d. tanpa memberi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
e. dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Dari uraian ini kita mendapatkan permasalahan secara jelas bahwa:
1. Penelitian terselebung di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan untuk
kepentingan tertentu seperti kepentingan pemasaran obat farmasi, telah melanggar etika
dan hukum yang mengatur tentang penelitian dan pengembangan kesehatan.
2. Tidak dipahaminya etika dan hukum yang berlaku tentang penelitian dan
pengembangan kesehatan membuat praktek penelitian terselubung di rumah sakit dan
tempat pelayanan kesehatan masih marak terjadi di banyak tempat.
3. Dari sisi regulasi dan ketentuan Peraturan Pemerintan tantang penelitian kesehatan
belum mampu melindungi masyarakat awam yang bisa menjadi objek penelitian
kesehatan. Hak-hak pasien di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya belum
terlindungi keberadaannya karena berbagai alasan.
4. Sanksi yang kurang tegas dalam PP No. 39 tahun 1995 ini membuat penyelenggara
penelitian yang selalu diam-diam ini tidak akan memiliki efek jera. Denda sebesar Rp 10
juta dinilai terlalu kecil untuk sebuah denda yang memiliki resiko besar bagi masyarakat
umum.
C. Pembahasan
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos. Kata ethos ini dalam bentuk tunggal
memiliki artis tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak kata etos berarti adat kebiasaan.
Dalam pemahaman adat kebiasaan ini kata etika banyak diterjemaahkan sebagai bagian
filsafat untuk memahami sebuah kebenaran. Istilah etika bila ditinjau dari aspek
etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam
masyarakat.
Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat,
etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan
norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata
kehidupan masyarakat.
Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang
diterapkan dalam kegiatan penelitian. Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan
penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (
scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun
intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan
atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek
sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004).
Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama
yang perlu dipahami oleh pembaca, yaitu:
1. 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang
terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan
pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (
autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan
martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek
(informed consent) yang terdiri dari:
a. penjelasan manfaat penelitian
b. penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan
c. penjelasan manfaat yang akan didapatkan
d. persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek berkaitan
dengan prosedur penelitian.
penelitian
berperikemanusiaan,
dan
dilakukan
secara
memperhatikan
jujur,
hati-hati,
professional
faktor-faktor
ketepatan,
keseksamaan,
dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti
mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan
yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and
benefits) (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004).
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan
hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat
digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak
yang merugikan bagi subyek (
nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau
stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah
terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun kematian subyek penelitian.
Dari pembahasan ini , kita bisa melihat bahwa penelitian terselubung yang dilakukan
banyak pihak penyelenggara penelitian terselubung sangat tidak mengindahkan etika
penelitian, kaidah-kaidah penelitian, dan aturan yang ada. Ketidakjujuran kepada pasien
membuat pasien dirugikan ketika dampak atau resiko dari penelitian ini terjadi.
D. Kesimpulan dan Saran
Makalah ini berkesimpulan sebagai berikut:
1. Penelitian terselubung yang dilakukan untuk kepentingan tertentu melanggar etika,
kaidah-kaidah semangat penelitian, dan hukum tentang penelitian.
2. Di Indonesia hukum tentang penelitian berupa Peraturan Pemerintah No. 39 tahun
1995 tentang penelitian dan pengembangan kesehatan sudah tidak sesuai dengan kondisi
kekinian. Pemerintah dinilai perlu melakukan revisi peraturan tersebut yang disesuaikan
dengan semangat yang baru, mengacu kepada Undang-undang kesehatan nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan.
3. Perlu regulasi yang ketat bagi penelitian-penelitian yang diawasi secara ketat pula oleh
lembaga yang bisa melibatkan publik sehingga penelitian-penelitian terselubung terawasi
bersama-sama.
4. Masih banyak agenda dan masalah tentang etika penelitian kesehatan sehingga
memerlukan perhatian kalangan pendidikan dan praktisi kesehatan secara lebih serius
lagi. Diskusi-diskusi tentang etika penelitian ini perlu banyak digelar lagi sehingga bisa
lebih menghasilkan konvensi yang lebih disepakati secara nasional. Deklarasi Helsinki
perlu dipertegas lagi dengan konvensi nasionak dari berbagai stakeholder kesehatan
sehingga menghasilkan keputusan yang lebih mengikat moral para peneliti kesehatan.
E. Daftar Pustaka
K. Bertens, Etika, Penerbit Gramedia, Jakarta, tahun 2004.
Prof. Dr. Sri Oemijati, dkk.
Pedoman Penelitian Kedokteran Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1987
Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1995 tentang Penelitian dan pengembangan
kesehatan, 1995.