FISIKA OPTIK
Oleh:
Muhammad Bazli Fadjrin, S.Ked
Pembimbing:
dr. Hj. Ani, SpM(K)
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode.
KATA PENGANTAR
2
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Fisika
Optik untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan
Mata Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj.
Ani, SpM(K), selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan
masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.
Palembang, Agustus 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
3
Lebih dari satu abad, berbagai upaya telah dilakukan untuk menyederhanakan
sistem optik mata manusia, terutama dengan menggunakan berbagai metode untuk
perhitungan optis. Proses penyederhanaan ini mengaitkan ilmu fisika optik,
perhitungan geomteri, dan perhitungan aljabar untuk mendapatkan pemahaman yang
baik tentang fisiologi maupun kelainan penglihatan refraksi sehingga pemahaman
ilmu fisika optik menjadi penting bagi seorang dokter untuk memberikan edukasi dan
tatalaksana terbaik bagi pasiennya.
Fenomena optik dapat dibagi menjadi fisika optik, optik geometrik, dan optik
kuantum. Fisika optik menjelaskan fenomena cahaya sebagai gelombang yaitu
refleksi, refraksi, difraksi, interferensi, dan polarisasi. Optik geometri menjelaskan
cahaya sebagai berkas sinar yang membentuk bayangan mengikuti hukum Snell
akibat sifat refleksi dan refraksi cahaya pada cermin dan lensa. Optik kuantum
menjelaskan sifat dualisme cahaya sebagai gelombang dan partikel. Pada praktik
kedokteran, terutama di bagian mata, fenomena optik yang penting dipelajari adalah
fisika optik dan optik geometrik.
Fisika optik menjelaskan sifat refleksi dan refraksi cahaya yang penting
sebagai ilmu dasar bagi seorang dokter untuk memahami proses penglihatan dan
kelainan-kelainan pada mata, terutama kelainan refraksi seperti myopia, hyperopia,
dan astigmatisma. Fisika optik dan optik geomterik juga dapat menjelaskan
mekanisme dari berbagai alat-alat yang dipakai di bagian kesehatan mata seperti
kacamata, lensa kontak, retinoskop, oftalmoskop, genioskop, dan lain-lain.
Tinjauan pustaka ini membahas konsep-konsep fisika optik sebagai dasar
ilmu bagi seorang dokter untuk memahami efek berkas cahaya seperti, refleksi dan
refraksi, sewaktu melewati berbagai permukaan dan media yang berbeda yang
penting dalam mempelajari ilmu kesehatan dan penyakit mata, khususnya di bagian
refraksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ILMU DASAR FISIKA OPTIK DAN GEOMETRIK
2.1.1 GELOMBANG CAHAYA
4
refraksi
(pembiasan)
diformulasikan pada tahun 1621 oleh ahli astronomi dan matematika Blanda
Willbrod Snell di Universitas Leyden. Hukum Snell dan prinsip Fermat
membentuk dasar optik geomterik terapan. Hukum-hukum terseebut
dinyatakan sebagai berikut:
1. Berkas cahaya yang datang, dipantulkan, dan dibiaskan semua terletak
pada bidang yang dikenal sebagai bidang datang, yang normal (tegak
lurus) terhadap permukaan.
2. Sudut datang sama dengan sudut refleksi tetapi memliki tanda yang
berlawanan I = -I
3. Hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datang dan sinus sudut
datang berkas cahaya yang datang sama dengan hasil kali besaran-besaran
yang sama pada berkas cahaya biasan, berkas cahaya yang dibiaskan
dinyatakan oleh: n sin I = n/ sin I
4. Berkas cahaya yang berjalan dari satutitik ke titik lain mengikuti lintasan
yang memerlukan waktu paling singkat untuk dijalani (prinsip Fermat).
Panjang lintasan optis adalah indeks refraksi dikali panjang lintasan yang
sebenarnya.
Terdapat dua pendekatan dalam penerapan prinsip optik geomterik ke lensa
tunggal atau system lensa gabungan. Trigonometric ray tracing adalah
penentuan secara matematis perjalanan berkas-berkas cahaya tertentu
melintasi system lensa. Terdapat tiga berkas utama yaitu berkas paraksial,
berkas zonal, dan berkas marginal. Berkas marginal masuk di tepi lensa,
berkas paraksial terletak sangat dekat dengan sumbu optis. Dan berkas zonal
di bagian lensa tempat rerata fluks cahaya melewati lensa.
paraksial
adalah
suatu
ukuran
penyebaran
fokus
sehingga
1
Fokus( meter)
dan ketebalan.
LENSA SILINDRIS
Suatu lensa planosilindris memiliki satu permukaan datar dan satu
permukaan silindris, menghasilkan sebuah lensa tanpa kekuatan optis di
meridian sumbunya dan kekuatan maksimum di meridian 90 derajat terhadap
meridian sumbunya.
bentuk garis di garis fokus dan bentuk elips di tempat lain. Pada satu posisi,
potongan melintang akan memperlihatkan bentuk bundar yang mencerminkan
circle of least confusion.
Penulisan resep untuk lensa sferosilindris menggunakan notasi tulisan
tangan, dan lensanya dapat dispesifikasikan dalam bentuk silinder plus atau
minus. Prosedur untuk melakukan pertukaran di antara kedua bentuk tersebut
adalah dengan menjumlahkan bentuk sferis dan silinder secaara aljabar,
2.1.4
10
Skema mata sangat berguna untuk membantu membuat konsep optik dari
mata manusia. Banyak model matematika dari mata telah dikembangkan,
dimulai dari Listing, Donders, Tscherming, von Helmholtz, dan Gullstrand.
Gullstrand, seorang professor oftalmologi dari swiss mendapat hadiah nobel
tahun 1911 untuk penelitian difraksi cahaya pada lensa mata manusia. Dalam
pendekatan secara skematik ini, beberapa unsure optik dari mata manusia
yang hidup diacuhkan, yaitu bentuk permukaan kornea yang tidak sferis,
letak lensa kritalin yang tidak ditengah axis visual mata, dan lensa mata
memiliki konsistensi yang lamellar (tidak homogen).
Mata skematik dari Gullen dapat lebih disederhanakan menjadi satu
elemen refraksi yang memisahkan bagian luar bola mata dengan indeks
refraksi 1 dan bagian dalam bola mata dengan indeks refraksi 1,33. Model ini
11
disebut Skema mata tereduksi. Perhitungan dari ukuran bayangan retina dapat
diukur dengan lebih mudah dengan model ini. Kalkulasi ini menggunakan
konsep titik nodus. Berkas cahaya yang memasuki dan meninggalkan lensa
mata tidak akan mengalami deviasi. Dengan prinsip geometri dari segitiga
sebangun maka dapat dihitung ukuran bayangan yang jatuh di retina dengan
mengetahui: (1) ukuran dari huruf tabel Snellen, (2) jarak dari tabel Snellen
ke mata sejauh 6 m (6000 mm), dan (3) jarak dari titik nodus ke retina sejauh
17 mm. Rumusnya adalah sebagai berikut:
tinggi bayangan retina
jarak dari titik nodus ke retina
=
tinggi huruf Snellen
jarak tabel ke mata(titik nodus)
Jarak dari kornea ke titik nodus adalah 5,6 mm, sangat kecil dibandingkan
dengan jarak penderita ke tabel Snellen sejauh 6000 mm sehingga jarak dari
2.2.2
pinhole.
Jika
ketajaman
penglihatan
meningkat
ketika
13
Principal line of vision adalah garis yang melewati target fiksasi, tegak lurus
dengan permukaan kornea. Aksis pupil adalah garis imajiner yang tegak lurus
dengan permukaan kornea dan melewati titik tengah pupil. Aksis visual
adalah garis yang menyambungkan target fiksasi dan fovea. Aksis optic
adalah garis yang meleewati pusat optikal dari kornea, lens, fovea.
Sudut alfa adalah sudut antara aksis visual dan aksis optikal. Sudut ini
dikatakan positif ketika aksis visual dari ruang objek berada di sebelah nasal
dari aksis optikal. Sudut kappa adalah sudut antara aksis pupilaris dan aksis
2.2.5
visual.
Ketajaman Visual
Terdapat beberapa istilah dalam ketajaman visual yang perlu diketahui untuk
pengukuran dari fungsi visual, yaitu ambang minimal legibilitas, ambang
minimal visibilitas, ambang minimal memisahkan, dan ketajaman vernier.
Ambang minimal legibilitas berkatitan dengan titik dimana kemampuan
visual pasien tidak dapat membedakan huruf yang lebih kecil atau yang
menyatu dalam satu baris. Ambang minimal visibilitas adalah terang minimal
dari target dimana pasien dapat membedakan target dengan latar. Ambang
minimal memisahkan berkaitan dengan sudut visual terkecil yang dibentuk
mata dan 2 objek terpisah dimana pasien dapat membedakan kedua objek
tersebut. Ketajaman Vernier adalah jumlah terkecil dari 2 garis tidak sejajar
yang masih dapat dideteksi.
14
arcmin. Huruf dengan ukuran yang berbeda memiliki jarak yang membentuk
sudut 5 arcmin. Kesepakatan dari pengukuran ketajaman visual tidak
menggunakan sudut namun menggunakan notasi dimana numerator adalah
jarak pemeriksaan (dalam kaki atau meter) dan denominatornya adalah jarak
dimana huruf membentuk sudut standar visual 5 arcmin. Maka pada baris 6/6,
huruf pada baris tersebut akan membentuk sudut 5 arcmin saat dilihat pada
jarak sejauh 6 meter. Pada ruangan pemeriksaan dengan panjang kurang dari
6 meter, dapat digunakan cermin untuk memperpanjang jarak penglihatan.
Walaupun tabel Snellen sudah diterima secara luas, pemeriksaan dengan
Snellen tidak sempurna. Huruf di baris yang berbeda pada Snellen tidak
saling berhubungan dari ukurannya menurut geometri maupun logaritma.
Contohnya, pembesaran huruf dari baris 6/6 ke baris 6/7,5 tidak sama dengan
pembesaran ukuran huruf dari baris 6/7,5 ke baris 6/9. Selain itu beberapa
huruf (seperti C, D, O dan G) lebih sulit untuk dikenali dibandingkan yang
2.2.6
15
terdapat pada kondisi mata afakia kecuali pada mata dengan miopia lebih dari
20,00 D sebelum pengangkatan lensa. Pada lensa yang ametropi diperlukan
lensa divergen atau konvergen untuk memfokuskan bayangan ke tengah
fovea.
16
BAB III
KESIMPULAN
Pengetahuan dasar fisika optik dan geometri diperlukan bagi seorang dokter
dalam memahami penglihatan mata normal, kelainannya serta koreksinya. Ilmu
fisika optik yang berkaitan dengan ilmu kesehatan mata adalah sifat cahaya, indeks
pembiasan cahaya, sifat-sifat cahaya seperti refleksi dan refraksi, dan sifat-sifat
lensa. Untuk menghitung dan membuat bayangan dari objek akibat pembiasan lensa
dapat digunakan metode trigonometric ray tracing dan metode aljabar.
17
Mata sebagai alat optik memiliki 2 struktur yang sangat berperan dalam
proses refraksi yaitu kornea dan lensa. Kornea memiliki kekuatan 40,00 D sedangkan
lensa memiliki kekuatan 20,00 D. Mata manusia dapat dibuat bentuk skematik
maupun bentuk skematik yang tereduksi. Skema mata yang tereduksi merupakan
penyederhanaan skema mata Gullstrand dengan menganggap mata sebagai satu
elemen refraksi. Titik nodus kornea dan lensa menurut skema Gullstrand memiliki
jarak yang sangat dekat sehingga dapat digantik dengan satu titik nodus.
Lensa mata bersifat elastis dan dapat menyesuaikan bentuknya menjadi lebih
sferis atau planar sesuai dengan kontraksi dan relaksasi otot siliaris dalam merespon
jarak objek ke mata. Kemampuan akomodasi diperlukan untuk memfokuskan
bayangan agar tepat jatuh di fovea sehingga ketajaman penglihatan menjadi
maksimal. Dengan kemampuan akomodasi, mata normal dapat melihat titik terjauh
pada jarak tak terhingga dan titik terdekat pada jarak 25-30 cm dari mata.
Status refraksi mata dapat dibagi menjadi emetropia dan ametropia.
Ametropia dapat dibagi menjadi ametropia aksial dan ametropia refraktif. Ametropia
juga dapat dibedakan menurut titik fokus yang jatuh di retina, yaitu miopia jika jatuh
di depan retina, hiperopia jika jatuh di belakang retina dan astigmatisma jika jumlah
titik fokus lebih dari satu akibat kurvatura kornea dan/atau lensa yang berbeda.
Kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan pemberian kacamata. Kacamata sferis
dengan kekuatan lensa sferis negatif untuk miopia, lensa sferis positif untuk
hiperopia, dan lensa silindris untuk astigmatisma regular.
18