Anda di halaman 1dari 18

Referat

FISIKA OPTIK

Oleh:
Muhammad Bazli Fadjrin, S.Ked

Pembimbing:
dr. Hj. Ani, SpM(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul: Fisika Optik


Disusun oleh :

Muhammad Bazli Fadjrin (04054821618082)

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode.

Palembang, Agustus 2016


Pembimbing

dr. Hj. Ani, SpM(K)

KATA PENGANTAR
2

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Fisika
Optik untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan
Mata Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj.
Ani, SpM(K), selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan
masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.
Palembang, Agustus 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
3

Lebih dari satu abad, berbagai upaya telah dilakukan untuk menyederhanakan
sistem optik mata manusia, terutama dengan menggunakan berbagai metode untuk
perhitungan optis. Proses penyederhanaan ini mengaitkan ilmu fisika optik,
perhitungan geomteri, dan perhitungan aljabar untuk mendapatkan pemahaman yang
baik tentang fisiologi maupun kelainan penglihatan refraksi sehingga pemahaman
ilmu fisika optik menjadi penting bagi seorang dokter untuk memberikan edukasi dan
tatalaksana terbaik bagi pasiennya.
Fenomena optik dapat dibagi menjadi fisika optik, optik geometrik, dan optik
kuantum. Fisika optik menjelaskan fenomena cahaya sebagai gelombang yaitu
refleksi, refraksi, difraksi, interferensi, dan polarisasi. Optik geometri menjelaskan
cahaya sebagai berkas sinar yang membentuk bayangan mengikuti hukum Snell
akibat sifat refleksi dan refraksi cahaya pada cermin dan lensa. Optik kuantum
menjelaskan sifat dualisme cahaya sebagai gelombang dan partikel. Pada praktik
kedokteran, terutama di bagian mata, fenomena optik yang penting dipelajari adalah
fisika optik dan optik geometrik.
Fisika optik menjelaskan sifat refleksi dan refraksi cahaya yang penting
sebagai ilmu dasar bagi seorang dokter untuk memahami proses penglihatan dan
kelainan-kelainan pada mata, terutama kelainan refraksi seperti myopia, hyperopia,
dan astigmatisma. Fisika optik dan optik geomterik juga dapat menjelaskan
mekanisme dari berbagai alat-alat yang dipakai di bagian kesehatan mata seperti
kacamata, lensa kontak, retinoskop, oftalmoskop, genioskop, dan lain-lain.
Tinjauan pustaka ini membahas konsep-konsep fisika optik sebagai dasar
ilmu bagi seorang dokter untuk memahami efek berkas cahaya seperti, refleksi dan
refraksi, sewaktu melewati berbagai permukaan dan media yang berbeda yang
penting dalam mempelajari ilmu kesehatan dan penyakit mata, khususnya di bagian
refraksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ILMU DASAR FISIKA OPTIK DAN GEOMETRIK
2.1.1 GELOMBANG CAHAYA
4

Gelombang air merupakan analiogi yang baik untuk memahami gelombang


cahaya. Molekul air saat membentuk gelombang akan bergerak naik-turun tanpa
bergerak bersama dengan arah gerak gelomban sedangkan pada gelombang cahaya
yang bergerak naik-turun adalah kekuatan medan listrik yang meningkat dan
menurun saat gelombang cahaya melewatinya.
Karakteristik dari gelombang ada tiga, yaitu frekuensi, panjang gelombang
dan amplitudo. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang terjadi setiap detik.
Panjang gelombng adalah jarak satu gelombang. Amplitudo adalah nilai maksimum
dari gelombang yang dapat dilihat dari nilai intensitasnya. Frekuensi dan panjang
gelombang saling berhubungan membentuk persamaan kecepatan gelombang yang
dapat dilihat sesuai persamaan berikut:
kecepatan=frekuensi panjang gelombang
Pada media optis yang berbeda, kecepatan dan panjang gelombang cahaya
berubah tetapi frekuensinya tetap. Warna tergantung pada frekuensi sehingga warna
dari seberkas cahaya tidak diubah sewaktu melewati media optis, kecuali oleh
fluoresensi atau nontransmittance yang selektif. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata
manusia memiliki panjang gelombang 400-700 nanometer.
2.1.2 HUKUM REFLEKSI DAN REFRAKSI
Hukum-hukum refleksi (pemantulan) dan

refraksi

(pembiasan)

diformulasikan pada tahun 1621 oleh ahli astronomi dan matematika Blanda
Willbrod Snell di Universitas Leyden. Hukum Snell dan prinsip Fermat
membentuk dasar optik geomterik terapan. Hukum-hukum terseebut
dinyatakan sebagai berikut:
1. Berkas cahaya yang datang, dipantulkan, dan dibiaskan semua terletak
pada bidang yang dikenal sebagai bidang datang, yang normal (tegak
lurus) terhadap permukaan.
2. Sudut datang sama dengan sudut refleksi tetapi memliki tanda yang
berlawanan I = -I
3. Hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datang dan sinus sudut
datang berkas cahaya yang datang sama dengan hasil kali besaran-besaran
yang sama pada berkas cahaya biasan, berkas cahaya yang dibiaskan
dinyatakan oleh: n sin I = n/ sin I

4. Berkas cahaya yang berjalan dari satutitik ke titik lain mengikuti lintasan
yang memerlukan waktu paling singkat untuk dijalani (prinsip Fermat).
Panjang lintasan optis adalah indeks refraksi dikali panjang lintasan yang
sebenarnya.
Terdapat dua pendekatan dalam penerapan prinsip optik geomterik ke lensa
tunggal atau system lensa gabungan. Trigonometric ray tracing adalah
penentuan secara matematis perjalanan berkas-berkas cahaya tertentu
melintasi system lensa. Terdapat tiga berkas utama yaitu berkas paraksial,
berkas zonal, dan berkas marginal. Berkas marginal masuk di tepi lensa,
berkas paraksial terletak sangat dekat dengan sumbu optis. Dan berkas zonal
di bagian lensa tempat rerata fluks cahaya melewati lensa.

Trigonometric ray tracing menentukan titik fokus secara pasti dan


memberikan informasi mengenai kualitas bayangan yang terbentuk oleh
sistem lensa. Perbedaan antara panjang fokus belakang berkas cahay marginal
dan

paraksial

adalah

suatu

ukuran

penyebaran

fokus

sehingga

mengindikasikan derajat aberasi sferisnya sedangkan dispersi cahaya dapat


menentukan derajat aberasi kromatiknya. Seberapa dekat jalur optis berkas
marginal dan paraksial bersesuaian akan menentukan kecerahan dan kontras
bayangan akhir.

Metode aljabar dapat digunakan dalam penyederhanaan persamaaan


optik tnpa menghitung dan melukiskan gambaran berkas cahaya saat
melewati lensa atau cermin. Persamaan lensa tipis digunakan dalam metode
aljabar dengan persamaan sebagai berikut:
1
1
1
=
+
fokus jarak bayangan jarak objek
Posisi lensa yang direduksi menjadi sebuah garis adalah bidang utama yang
berpotongan dengan sumbu optis di titik nodal (pusat optis). Titik fokus
primer adalah titik di sepanjang sumbu optis, tempat suatu benda harus
diletakkan untuk membentuk bayan di tak terhingga. Titik fokus promer
adalah titik di sepanjang sumbu optis tempat berkas cahaya datang yang
parallel akan diarahkan ke fokus.
Dipotri adalah ukuran kekuatan lensa yang ditrunkan dari metode
aljabar perhitungan optis. Besaran ini didefinisikan sebagai kebalikan dari
jarak fokus suatu lensa di udara dalam meter.
Dioptri=

1
Fokus( meter)

Dioptri dapat ditambahkan, tetapi hanya untuk lensa-lensa yang berkekuatan


rendah. Hasil gabungan lensa-lensa berkekuatan tinggi sangat bervariasi
tergantung pada ketebalan dan jarak pemisahnya. Lensas berkekuatan tinggi
harus dinyatakan oleh tiga nilai, yaitu radius kelengkungan, indeks refraksi,
2.1.3

dan ketebalan.
LENSA SILINDRIS
Suatu lensa planosilindris memiliki satu permukaan datar dan satu
permukaan silindris, menghasilkan sebuah lensa tanpa kekuatan optis di
meridian sumbunya dan kekuatan maksimum di meridian 90 derajat terhadap
meridian sumbunya.

Perjanjian oftalmik untuk menentukan orientasi sumbu suatu lensa


planosilindris memulai 0 derajat di sebelah nasal di lensa kanan dan di
sebelah temporal di lensa kiri kemudian berjalan melawan arah jarum jam
sebesar 180 derajat.

Pada lensa sferosilindris, permukaan silindris melengkung dalam dua


meridian, tetapi tidak sama besarnya. Pada lensa oftalmik, meridian utama ini
terletak 90 derjaat satu sama lain. Efek suatu lensa sferosilindris pada suatu
objek titik adalah menghasilkan suatu gambar geometrik yang dikenal
sebagai conoid of sturm, yang terdiri atas dua garis fokus yang dipisahkan
oleh interval Sturm. Posisi relatif garis fokus terhadap lensa ditentukan oleh
kekuatan kedua meridian dan orientasinya terhadap sudut antara kedua
meridian. Potongan melintang melalui coroid of Sturm memperlihatkan
8

bentuk garis di garis fokus dan bentuk elips di tempat lain. Pada satu posisi,
potongan melintang akan memperlihatkan bentuk bundar yang mencerminkan
circle of least confusion.
Penulisan resep untuk lensa sferosilindris menggunakan notasi tulisan
tangan, dan lensanya dapat dispesifikasikan dalam bentuk silinder plus atau
minus. Prosedur untuk melakukan pertukaran di antara kedua bentuk tersebut
adalah dengan menjumlahkan bentuk sferis dan silinder secaara aljabar,
2.1.4

membalikkan tanda silinder, dan mengubah sumbu silinder sebesar 90 derjat.


PRISMA

Prisma terdiri atas sebuah bahan transparan dengan permukaan datar


nonparalel. Pada potongan melintang, prisma memiliki sebuah puncak dan
sebuah dasar. Prisma dispsifikasikan berdasarkan kekuatan dan orientasi
dasarnya. Prisma membiaskan cahaya ke arah dasarnya, sedangkan suatu
objek yang dilihat melalui suatu prisma tampak menyimpang kea rah puncak
prisma. Besar deviasi bervariasi sesuai kemiringan prisma, yakni sudut
cahaya datang. Untuk prisma kaca kalibrasi dalam posisi Prentice. Pada
posisi ini, cahaya datang tegak lurus terhadap permukaan prisma. Untuk
prisma plastic dan optik pada umumnya, prisma dilaibrasi dalam posisi
deviasi minimum, dengan besar refraksi di kedua permukaan prisma setara.
Sewaktu prisma digunakan dalam praktik klinis, orientasi ini harus diikuti
untuk memperoleh hasil yang akurat.
9

Kekuatan prisma dinyatakan dalam dioptri prisma. Satu dioptri prisma


menyebabkan deviasi suatu bayangan sebesar 1 cm di 1 m. tangent busur
1/100 adalah 0,57 derajat. Prisma digunakan dalam oftalmologi untuk
mengukur dan mengatasi heterotropia dan heteroforia. Orientasi dasar suatu
prisma dinyakan dengan arahnya, biasanya secara dekriptif.
Prisma Fresnel adalah prisma plastic ringan yang terdiri dari
rangkaian parallel prisma-prisma sempit dengan sudut apeks yang sama
seperti prisma tunggal yang diinginkan.

Prisma ini tersedia sebagai prisma press-on untuk dilekatkan di belakang


lensa kacamata sehingga menghasilkan suatu koreksi prismatic temporer
yang mudah disesuaikan dan lebih ringan dibandingkan dengan prisma kaca
konvensional. Kekurangan prisma ini adalah adanya penurunan kualitas
bayangan akibat hamburan cahaya dan kotoran di dalam alur.

10

2.2 MATA SEBAGAI ALAT OPTIK


2.2.1 Skema Mata dan Bentuk Tereduksi

Skema mata sangat berguna untuk membantu membuat konsep optik dari
mata manusia. Banyak model matematika dari mata telah dikembangkan,
dimulai dari Listing, Donders, Tscherming, von Helmholtz, dan Gullstrand.
Gullstrand, seorang professor oftalmologi dari swiss mendapat hadiah nobel
tahun 1911 untuk penelitian difraksi cahaya pada lensa mata manusia. Dalam
pendekatan secara skematik ini, beberapa unsure optik dari mata manusia
yang hidup diacuhkan, yaitu bentuk permukaan kornea yang tidak sferis,
letak lensa kritalin yang tidak ditengah axis visual mata, dan lensa mata
memiliki konsistensi yang lamellar (tidak homogen).
Mata skematik dari Gullen dapat lebih disederhanakan menjadi satu
elemen refraksi yang memisahkan bagian luar bola mata dengan indeks
refraksi 1 dan bagian dalam bola mata dengan indeks refraksi 1,33. Model ini
11

disebut Skema mata tereduksi. Perhitungan dari ukuran bayangan retina dapat
diukur dengan lebih mudah dengan model ini. Kalkulasi ini menggunakan
konsep titik nodus. Berkas cahaya yang memasuki dan meninggalkan lensa
mata tidak akan mengalami deviasi. Dengan prinsip geometri dari segitiga
sebangun maka dapat dihitung ukuran bayangan yang jatuh di retina dengan
mengetahui: (1) ukuran dari huruf tabel Snellen, (2) jarak dari tabel Snellen
ke mata sejauh 6 m (6000 mm), dan (3) jarak dari titik nodus ke retina sejauh
17 mm. Rumusnya adalah sebagai berikut:
tinggi bayangan retina
jarak dari titik nodus ke retina
=
tinggi huruf Snellen
jarak tabel ke mata(titik nodus)
Jarak dari kornea ke titik nodus adalah 5,6 mm, sangat kecil dibandingkan
dengan jarak penderita ke tabel Snellen sejauh 6000 mm sehingga jarak dari
2.2.2

tabel ke mata cukup diukur sampai ke kornea.


Efek Visual Pupil dan Pinhole

Ukuran dari bayangan lingkaran yang kabur pada retina meningkat


berbanding lurus dengan peningkatan ukuran pupil pasien, terutama pada
pasien yang ametropi. Jika lubang pinhole diletakan di depan mata maka
lubang pinhole menjadi pupil artifisial dan ukuran dari bayangan kabur akan
berkurang yang meningkatkan ketajaman penglihatan.
Pinhole digunakan secara klinis untuk mengukur ketajaman
penglihatan

pinhole.

Jika

ketajaman

penglihatan

meningkat

ketika

menggunakan pinhole, maka penurunan ketajaman penglihatan diakibatkan


oleh kelainan refraksi. Ukuran pinhole yang terbaik untuk kelainan refraksi
-5,00 D dan +5,00 D adalah 1,2 mm. Untuk ukuran lubang yang lebih kecil,
efek pandangan kabur karena difraksi cahaya di pinggir lubang akan lebih
2.2.3

besar dibandingkan dengan efek pinhole yang dihasilkannya.


Akomodasi
12

Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah kekuatan refraksi


dengan cara mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih pipih atau
menjadi lebih tebal. Titik fokus akan berpindah ke arah anterior saat mata
berakomodasi.
Usaha akomodasi terjadi ketika otot siliaris berkontraksi dan benangbenang zonula berelaksasi terhadap respon saraf parasimpatis. Tegangan yang
mengarah ke arah luar dari kapsul lensa akan berkurang dan lensa menjadi
lebih bundar. Ujung ekuator dari lensa akan menjauhi sklera saat akomodasi
dan mendekati sklera ketika tidak berakomodasi.

Respon akomodasi terjadi akibat peningkatan dari kecembungan


lensa, terutama bagian anterior. Kemampuan mata untuk fokus dari titik
terjauh sampai titik terdekat dapat disebut sebagai amplitudo akomodasi atau
jarak akomodasi mata. Lensa yang telah kehilangan elastisitasnya akibat
proses penuaan akan mengalami gangguan akomodasi walaupun kekuatan
2.2.4

kontraksi dari otot siliaris masih baik.


Axis pada Mata

13

Principal line of vision adalah garis yang melewati target fiksasi, tegak lurus
dengan permukaan kornea. Aksis pupil adalah garis imajiner yang tegak lurus
dengan permukaan kornea dan melewati titik tengah pupil. Aksis visual
adalah garis yang menyambungkan target fiksasi dan fovea. Aksis optic
adalah garis yang meleewati pusat optikal dari kornea, lens, fovea.
Sudut alfa adalah sudut antara aksis visual dan aksis optikal. Sudut ini
dikatakan positif ketika aksis visual dari ruang objek berada di sebelah nasal
dari aksis optikal. Sudut kappa adalah sudut antara aksis pupilaris dan aksis
2.2.5

visual.
Ketajaman Visual
Terdapat beberapa istilah dalam ketajaman visual yang perlu diketahui untuk
pengukuran dari fungsi visual, yaitu ambang minimal legibilitas, ambang
minimal visibilitas, ambang minimal memisahkan, dan ketajaman vernier.
Ambang minimal legibilitas berkatitan dengan titik dimana kemampuan
visual pasien tidak dapat membedakan huruf yang lebih kecil atau yang
menyatu dalam satu baris. Ambang minimal visibilitas adalah terang minimal
dari target dimana pasien dapat membedakan target dengan latar. Ambang
minimal memisahkan berkaitan dengan sudut visual terkecil yang dibentuk
mata dan 2 objek terpisah dimana pasien dapat membedakan kedua objek
tersebut. Ketajaman Vernier adalah jumlah terkecil dari 2 garis tidak sejajar
yang masih dapat dideteksi.

Pemeriksaan ketajaman visual dengan Snellen menggunakan huruf


optotipe, yang dibuat sedemikian rupa sehingga setiap huruf membentuk
sudut 5 menit arkus (arcmin), dimana setiap garis dari hurufnya membentuk 1

14

arcmin. Huruf dengan ukuran yang berbeda memiliki jarak yang membentuk
sudut 5 arcmin. Kesepakatan dari pengukuran ketajaman visual tidak
menggunakan sudut namun menggunakan notasi dimana numerator adalah
jarak pemeriksaan (dalam kaki atau meter) dan denominatornya adalah jarak
dimana huruf membentuk sudut standar visual 5 arcmin. Maka pada baris 6/6,
huruf pada baris tersebut akan membentuk sudut 5 arcmin saat dilihat pada
jarak sejauh 6 meter. Pada ruangan pemeriksaan dengan panjang kurang dari
6 meter, dapat digunakan cermin untuk memperpanjang jarak penglihatan.
Walaupun tabel Snellen sudah diterima secara luas, pemeriksaan dengan
Snellen tidak sempurna. Huruf di baris yang berbeda pada Snellen tidak
saling berhubungan dari ukurannya menurut geometri maupun logaritma.
Contohnya, pembesaran huruf dari baris 6/6 ke baris 6/7,5 tidak sama dengan
pembesaran ukuran huruf dari baris 6/7,5 ke baris 6/9. Selain itu beberapa
huruf (seperti C, D, O dan G) lebih sulit untuk dikenali dibandingkan yang
2.2.6

lain (seperti A dan J).


Status Refraksi Mata
Dalam menentukan status refraksi dari mata, kita dapat menggunakan salah
satu dari konsep berikut ini yaitu, konsep titik fokus dan konsep titik jauh.
Konsep titik fokus menentukan status refraksi mata dari lokasi bayangan
yang terbentuk dari objek pada jarak tak terhingga dengan mata yang tidak
berakomodasi. Objek yang difokuskan pada bagian anterior atau posterior
dari retina akan membentuk bayangan kabur pada retina sedangkan objek
yang fokus pada retina akan membentuk bayangan yang tajam. Konsep titik
jauh adalah titik terjauh dari bayangan fovea jika fovea yang menjadi objek.
Emetropia adalah status refraksi dimanan berkas cahaya yang parallel
dari objek yang jauh difokuskan ke retina pada mata yang tidak
berakomodasi. Titik terjauh dari mata emetropia adalah tak terhingga.
Ametropia berkaitan dengan absennya emetropia dan menurut etiologinya
dapat diklasifikasikan menjadi refraktif atau aksial. Pada ametropia aksial,
bola mata memiliki ukuran yang panjang (miopia) atau pendek (hiperopia)
sedangkan pada ametropia refraktif, panjang bola mata masih normal tetapi
kekuatan refraksi dari kornea dan/atau lensa abnormal. Hiperopia ekstrim

15

terdapat pada kondisi mata afakia kecuali pada mata dengan miopia lebih dari
20,00 D sebelum pengangkatan lensa. Pada lensa yang ametropi diperlukan
lensa divergen atau konvergen untuk memfokuskan bayangan ke tengah
fovea.

Astigmatisma adalah kelainan refraksi dimana berkas cahaya dari


objek tidak difokuskan pada satu titik karena terdapat variasi kurvatura
kornea atau lensa di meridian yang berbeda. Mata dengan astigmatisma
diklasifikasikan berdasarkan orientasi dan letak titik fokus. Klasifikasi dari
kelainan astigmatisma ini dapat dilihat pada gambar.

Jika meridian dari astigmatisma memiliki orientasi konstan di setiap


titik pada pupil dan besar astigmatisma sama di setiap titik, kondisi refraktif
ini disebut sebagai astigmatisma regular. Kondisi ini dapat dikoreksi dengan
lensa silindris. Perlu diperhatikan aksis dari koreksi lensa silindris adalah
tegak lurus dari aksis astigmatisma. Pada astigmatisma with-the rule (bentuk
yang umum pada anak) meridian vertikal pada kornea lebih curam sehingga
koreksi silindris dilakukan pada sudut 90 derajat sedangkan pada
astigmatisma against-the-rule (bentuk yang umum pada orang dewasa)
meridian horizontal pada kornea lebih curam sehingga koreksi silindris
dilakukan pada sudut 180 derajat. Istilah astigmatisma oblik digunakan untuk

16

menjelaskan astigmatisma regular dengan meridian berada di sudut 45 derajat


atau 135 derajat.
Astigmatisma iregular, orientasi dari meridian atau besar astigmatisma
berbeda di setiap titik pada pupil. Meridian-meridian utamanya tidak terletak
dalam 20 derajat horizontal dan vertikal. Walaupun memiliki meridian 90
derajat di setiap titik, pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri meridian
utama dari kornea secara keseluruhan tidak tegak lurus satu sama lain. Semua
mata memiliki sedikit astigmatisma iregular dan peralatan seperti topographer
kornea dan aberometer gelombang dapat mendeteksi kondisi ini secara klinis.

BAB III
KESIMPULAN
Pengetahuan dasar fisika optik dan geometri diperlukan bagi seorang dokter
dalam memahami penglihatan mata normal, kelainannya serta koreksinya. Ilmu
fisika optik yang berkaitan dengan ilmu kesehatan mata adalah sifat cahaya, indeks
pembiasan cahaya, sifat-sifat cahaya seperti refleksi dan refraksi, dan sifat-sifat
lensa. Untuk menghitung dan membuat bayangan dari objek akibat pembiasan lensa
dapat digunakan metode trigonometric ray tracing dan metode aljabar.

17

Mata sebagai alat optik memiliki 2 struktur yang sangat berperan dalam
proses refraksi yaitu kornea dan lensa. Kornea memiliki kekuatan 40,00 D sedangkan
lensa memiliki kekuatan 20,00 D. Mata manusia dapat dibuat bentuk skematik
maupun bentuk skematik yang tereduksi. Skema mata yang tereduksi merupakan
penyederhanaan skema mata Gullstrand dengan menganggap mata sebagai satu
elemen refraksi. Titik nodus kornea dan lensa menurut skema Gullstrand memiliki
jarak yang sangat dekat sehingga dapat digantik dengan satu titik nodus.
Lensa mata bersifat elastis dan dapat menyesuaikan bentuknya menjadi lebih
sferis atau planar sesuai dengan kontraksi dan relaksasi otot siliaris dalam merespon
jarak objek ke mata. Kemampuan akomodasi diperlukan untuk memfokuskan
bayangan agar tepat jatuh di fovea sehingga ketajaman penglihatan menjadi
maksimal. Dengan kemampuan akomodasi, mata normal dapat melihat titik terjauh
pada jarak tak terhingga dan titik terdekat pada jarak 25-30 cm dari mata.
Status refraksi mata dapat dibagi menjadi emetropia dan ametropia.
Ametropia dapat dibagi menjadi ametropia aksial dan ametropia refraktif. Ametropia
juga dapat dibedakan menurut titik fokus yang jatuh di retina, yaitu miopia jika jatuh
di depan retina, hiperopia jika jatuh di belakang retina dan astigmatisma jika jumlah
titik fokus lebih dari satu akibat kurvatura kornea dan/atau lensa yang berbeda.
Kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan pemberian kacamata. Kacamata sferis
dengan kekuatan lensa sferis negatif untuk miopia, lensa sferis positif untuk
hiperopia, dan lensa silindris untuk astigmatisma regular.

18

Anda mungkin juga menyukai