Anda di halaman 1dari 28

BAB I

1.1.

Pendahuluan
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai

pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan, seorang ibu adalah sosok
yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anaknya. Oleh karena itu,
seorang anak harus mendapatkan perlindungan baik saat masih dalam kandungan
maupun

setelah

dilahirkan.

Namun,

sekarang

ini

berita-berita

tentang

ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan meninggal karena dibunuh oleh
ibunya, seringkali dijumpai di media massa.1
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak
dahulu dan terjadi dimana saja. Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk
kejahatan terhadap nyawa dimana kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut
dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau
motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut
ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut
adalah hasil hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya adalah saat
dilakukannya tindakan menghilangkan nyawa anaknya, yaitu saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian. Patokannya dapat dilihat apakah sudah atau belum ada
tanda-tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat, atau diberikan pakaian.2
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental
emosional dari ibu, seperti rasa malu, takut, benci, serta rasa nyeri bercampur
aduk menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam
keadaan mental yang tenang, sadar, serta dengan perhitungan yang matang.2
Untuk dapat menuntut seorang ibu telah melakukan tindak pidana
pembunuhan anak sendiri, haruslah terbukti bahwa bayi tersebut hidup pada saat

dilahirkan. Sebagai dokter forensik, tanda-tanda kehidupan sudah tidak ditemukan


lagi pada saat otopsi. Tanda yang masih dapat ditemukan adalah tanda pernah
bernapas di luar rahim. Hal tersebut menjadi sulit bila saat otopsi dilakukan,
jenazah bayi sudah berada dalam keadaan membusuk. Kesulitan juga dijumpai
pada saat menentukan sebab kematian bayi. Pada umumnya tidak terdapat
keterangan apapun mengenai jalannya persalinan dan keadaan bayi setelah
dilahirkan. Bila ditemukan tanda kematian akibat asfiksia, maka penyebabnya
harus ditentukan karena penyebab asfiksia tersebut adalah penyebab kematian
bayi.3
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan, maka rumusan masalah pada
penulisan ini adalah untuk mengetahui infanticide secara menyeluruh
1.3.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemeriksaan pada infanticide secara menyeluruh
Mampu membedakan kondisi ante natal dan pos mortem
Pemeriksaan lengkap untuk menemukan pelaku

2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan pemeriksaan kasus dugaan infanticide dengan
1.4.

segala aspek yang mempengaruhinya


Manfaat Penulisan
1. Untuk Hukum
Mengetahui dan mempu melakukan pemeriksaan pada kasus dugaan
infsanticide dengan segala aspek yang mempengaruhinya
2. Masyarakat
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai infanticide dan
mampu mengenali kasus dugaan infanticide
3. Instansi Kesehatan
Menambah wawasan mengenai infanticide, dan membantu penanganan
kasus dugaan infanticide dengan segala aspek yang mempengaruhinya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri
Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama
kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Dengan demikian
berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus
pembunuhan anak, adalah:
1. Pelaku adalah ibu kandung.
2. Korban adalah anak kandung.
3. Alasan melakukan tindakan tersebut adalah takut ketahuan telah melahirkan
anak.
4. Waktu pembunuhan, yaitu tepat pada saat melahirkan atau beberapa saat
setelah melahirkan.4
Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut, suatu pembunuhan
yang tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai
pembunuhan anak, melainkan suatu pembunuhan biasa.4
2.2 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan
terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya adalah:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan
karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak

dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau
pembunuhan berencana.5
Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor
penting, yaitu:
Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan
pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau
belum. Sedangkan, bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh
anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana,
dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara (pasal 338
pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati
(pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).
Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang
tepat, tetapi hanya dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian. Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih
sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul
maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan
akan diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang
dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah.5
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya
tempat sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah
korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339,
5

340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan
sampai mati (pasal 308).5
2.3 Peran Dokter pada Kasus Pembunuhan Anak Sendiri
Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa
jenazah bayi. Dokter akan diminta oleh penyidik secara resmi guna membantu
penyidikan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal sebagai berikut:
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab
kematian?2,5
Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti
barang bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam
hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain
ketiga kejelasan di atas, masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VeR,
yaitu:
4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?2,5
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus
dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate
existence). Selain itu, viabilitas dan maturitas bayi juga perlu ditentukan untuk
menerangkan sebab lahir mati. Bila bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang,
maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan anak sendiri, melainkan kasus
lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran dan kematian.5,6
2.3.1

Lahir hidup atau lahir mati

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi
yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda
kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat
dipotong dan ari dilahirkan.6
Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum
ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian
ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan
lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.5
Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan
(paru mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis,
adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan
hemoglobin, isi usus, dan keadaan tali pusat.6
1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan
sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen
pada paru. Pernapasan setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak
diafragma dan sifat paru-paru.3,6
a. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5
atau ke-6. Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke4.3
b. Gambaran Makroskopik Paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak
homogen namun berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya adalah

seperti spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan, pada paru-paru bayi
yang belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna hati bayi dan
homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati atau limpa.3

c. Uji Apung Paru


Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan
timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat
manipulasi berlebihan.5
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah
dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal
sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole
disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring,
esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang.
Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan
benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya
cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar
melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.5
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep
atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.
Kemudian esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan.
Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung
dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil
meragukan.5
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali
ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap
lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah
9

mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap
lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau
tenggelam.5
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung
oleh karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah
penekanan tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas
pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan
kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau
tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang
tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli
pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu
keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.5
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil
paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial
respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau
vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih
dalam uterus atau dalam vagina).5
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru
harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.5
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang
dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.5

10

d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan
melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke
dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah
membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.5
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum
bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia
gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah
adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like)
yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga
akan tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas
projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum
bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau
Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli
berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection
berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan
membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).5
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat
tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan
janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti

11

piknotik berbentuk huruf S, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti
bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak
jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.5
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua
mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan
deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini,
atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.5
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan
otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia
intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus.5

12

Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:4,6


n
No.
1.

2.

Paru belum bernapas

1 Volume kecil, kolaps,


menempel pada vertebra,
konsistensi padat, tidak ada
krepitasi
2
Tepi paru tajam

Paru sudah bernapas


Volume 4-6x lebih besar, sebagian
menutupi jantung, konsistensi seperti
karet busa (ada krepitasi)
Tepi paru tumpul

7.

3 Warna homogen, merah


kebiruan/ungu
5 Kalau diperas di bawah
permukaan air tidak keluar
gelembung gas atau bila sudah
ada pembusukan
gelembungnya besar dan tidak
rata.
6 Tidak tampak alveoli yang
berkembang pada permukaan
6 Kalau diperas hanya keluar
darah sedikit dan tidak berbuih
(kecuali bila sudah ada
pembusukan)
8 Berat paru kurang lebih 1/70
BB

8.

8 Seluruh bagian paru tenggelam Bagian-bagian paru yang mengembang


dalam air
terapung dalam air.

3.
4.

5.
6.

Warna merah muda

Gelembung gas yang keluar halus dan


rata ukurannya.
Tampak
alveoli,
kadang-kadang
terpisah sendiri
Bila diperas keluar banyak darah
berbuih
walaupun
belum
ada
pembusukan (volume darah dua kali
volume sebelum napas.
Berat paru kurang lebih 1/35 BB

2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi
tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir
hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina.
Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara dalam
uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2 dalam
darah meningkat.4,6

13

3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak
dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup
kemudian mati maupun yang lahir mati.4,6
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung
(harus ada saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb
serta perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus
venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior).4
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada
bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran
hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu
hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi
jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3
hari sampai beberapa minggu.4
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk
akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup).
Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar,
pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat
dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama
lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke
dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan
adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua
seluruhnya dari usus besar.4,6

14

6. Keadaan Tali Pusat


Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya
denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi
mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali
pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul).4,6
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan
setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa
bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi bila bayi
sudah mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan
dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena
terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan,
sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.4,6
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum
dilahirkan, atau setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam
kandungan adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu
melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
Tidak ada gas, baunya khas.
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.4
2.3.2 Tanda Perawatan
Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam
kasus pembunuhan anak. Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan

15

petunjuk dari bayi tersebut tidak lama setelah dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi
baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang baru dilahirkan dan belum dirawat.
Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan tidak dapat disebut
sebagai pembunuhan anak sendiri.3,5
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat
diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:
Tubuh masih berlumuran darah.
Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan

dengan pusat (umbilikus).


Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini
dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan

air.
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan
bagian belakang bokong.3,5

Gambar 1. Tali Pusat Belum Terpotong dan Masih Terhubung dengan


Ari-Ari.
2.3.3 Viabilitas

16

Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar
kandungan ibunya atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate
existence). Viabilitas mempunyai beberapa syarat, yaitu:
a. Umur 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan 35 cm.
c. Berat badan 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital 32 cm.3,4
Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus
atau mikrosefalus), dan saluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).2
2.3.4 Cukup Bulan dalam Kandungan
Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah
dikandung selama 37 minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh.
Pengukuran bayi cukup bulan dapat dinilai dari:
Ciri-ciri eksternal
Daun telinga
Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan
pembentukan tulang rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba
tulang rawan yang keras pada bagian dorsokranialnya dan bila dilipat
cepat kembali ke keadaan semula.3
Susu
Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola
menonjol diatas permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7
milimeter atau lebih.3

17

Kuku jari tangan


Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung
distalnya tegas dan relatif keras sehingga terasa bila digarukkan pada
telapak tangan pelaku autopsi. Kuku jari kaki masih relatif pendek.
Pada bayi yang prematur kuku jari tangan belum melampaui ujung jari
dan relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah dilipat.3
Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak
kaki, dari depan hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif
lebar dan dalam. Dalam hal kulit telapak kaki itu basah maka dapat
juga tampak garis-garis yang halus dan superfisial.3
Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna
yakni pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap.
Pada bayi perempuan yang matur, labia minor sudah tertutup dengan
baik oleh labia mayor.3
Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu
sama lain dan tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada
bayi yang prematur rambut kepala halus seperti bulu wol atau kapas,
masing-masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut
pada dahi tidak jelas.3

18

Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga
pembuluh darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau
tampak samar-samar. Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh tersebut
tampak jelas.3
Processus xiphoideus
Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke
dorsal, sedangkan pada yang prematur membengkok ke ventral atau
satu bidang dengan korpus manubrium sterni.3
Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian
lateralnya sudah terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu

belum terdapat.3
Pusat penulangan
Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur)
mempunyai arti yang cukup penting. Bagian distal femur dan
proksimal tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur
kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan cuneiform.
Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada
umur kehamilan 28 minggu.

19

Penaksiran umur gestasi


Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit
dalam sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5
bulan terakhir, panjang badan adalah sama dengan angka bulan
dikalikan dengan angka 5.3
Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2
Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.3
Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)3

2.3.5 Penyebab Kematian


Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan
penyebab kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka
ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin (fetal
death).3
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami

Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup
di luar kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.

Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang
mengandung seperti sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki
cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ internal
seperti paru-paru, jantung dan otak.
20

2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak
lengkap seperti anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak
akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding
uterus akan dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat
diketahui jika sang ibu meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau
akibat pembesaran kelenjar timus.

21

6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung
anak dengan rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk
antibodi yang menyerang sel darah merah anak dan menyebabkan
lisisnya sel darah merah anak, sehingga menyebabkan kematian anak
baik sebelum maupun setelah kelahiran.
b. Kematian akibat kecelakaan
1. Akibat persalinan yang lama
Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari
darah ke selaput otak atau hingga mencapai jaringan otak akibat
kompresi kepala dengan pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur
tulang kepala.
2. Jeratan tali pusat
Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran.
Hal ini dapat menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena
sufokasi.
3. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan
senjata tumpul, terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan
penyebab kematian bayi intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus
diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.

22

4. Kematian dari ibu


Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan,
maka anak tidak akan bertahan lama di dalam kandungan sehingga
harus dilahirkan sesegera mungkin. Jika kematian disebabkan oleh
penyakit kronis, seperti perdarahan kronis, maka kesempatan untuk
menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil. Sedangkan jika kematian
disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan, dimana ibu
sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa
bayi lebih besar.
c. Kematian karena tindakan pembunuhan
1. Pembekapan (sufokasi)
Ini merupakan tindakan yang paling sering dilakukan. Bayi baru lahir
sangat mudah dibekap dengan menggunakan handuk, sapu tangan atau
dengan tangan. Dapat juga ditemukan benda asing yang menyumbat
jalan napas, seringkali karena ibu berusaha mencegah agar anak tidak
menangis dan ini justru menyebabkan kematian.
2. Penjeratan (strangulasi)
Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering
ditemui. Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang sangat
berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda
bekas jeratan akan ditemukan di daerah leher disertai dengan memar
dan resapan darah. Kadang juga ditemukan penjeratan dengan
menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati secara alami.

23

3. Penenggelaman (drowning)
Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air,
sungai dan bahkan toilet.
4. Kekerasan tumpul pada kepala
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi
kekerasan terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi
hingga terjadi patah tulang.
5. Kekerasan tajam
Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi
dengan senjata tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka
yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati, jantung dan otak.
6. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium
pada putting susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan
menyebabkan bayi tersebut mati.
Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi
anatomi yang diambil dari jaringan tubuh mayat bayi. 3
2.4 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri
Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi
bersangkutan bertujuan untuk menentukan apakah wanita tersebut baru
melahirkan. Pada pemeriksaan juga perlu dicatat keadaan jalan lahir untuk
menjawab pertanyaan Apakah mungkin wanita tersebut mengalami partus
presipitatus?.3
1. Tanda telah melahirkan anak
24

a.
b.
c.
d.

Robekan baru pada alat kelamin


ostium uteri dapat dilewati ujung jari
keluar darah dari rahim
ukuran rahim saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum

setinggi tulang kemaluan


e. payudara mengeluarkan air susu
f. hiperpigmentasi aerola mamma
g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih2
2. Berapa lama telah melahirkan
a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari2
3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus
a. robekan pada alat kelamin
b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar,
lebih-lebih bila tali pusat pendek
c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada
tempat lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan
pemeriksaan histopatologis
d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala,
perdarahan di dalam tengkorak2
4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari
rahim.2
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang
diperiksa adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan,
yaitu:
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri,
lochia, kolostrum dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat
dari usia pasca lahir ditambah lama kematian.

25

2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak


Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya
dapat ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu
individu sedang individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya
adalah bila golongan AB sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya.
Penggunaan banyak jenis golongan darah akan lebih memungkinkan
mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya maka cara ini tidak
merupakan prosedur rutin.
3. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang
besar.2,3

26

BAB III
PEMBAHASAN
Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama
kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Berdasarkan undangundang, terdapat tiga faktor penting mengenai pembunuhan anak sendiri, yaitu
faktor ibu, waktu, dan psikis.
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang
diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan mengenai
anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati, adanya tanda-tanda perawatan,
luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian, anak tersebut
dilahirkan cukup bulan dalam kandungan, dan adanya kelainan bawaan yang
dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Pemeriksaan terhadap kasus pembunuhan anak sendiri dilakukan terhadap
pelaku/tertuduh (ibu kandung yang baru melahirkan) dan korban (bayi yang baru
dilahirkan). Pada ibu, diperiksa tanda telah melahirkan anak, berapa lama telah
melahirkan, adanya tanda-tanda partus precipitates, pemeriksaan golongan darah,
dan pemeriksaan histopatologi terhadap sisa plasenta dalam darah yang berasal
dari rahim. Sedangkan, pada korban diperiksa viabilitas, penentuan umur, pernah
atau tidak pernah bernapas, umur ekstrauterin, dan sebab kematian. Sebab
kematian dapat berupa akibat penyakit, kecelakaan, dan tindakan kriminal.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan
Pembunuhan Bayi Di Wilayah DIY. Available from: http://eprints.undip.ac.id
(accessed: 2011, Mei 28)
2. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa
Aksara.
3. Budijanto, dkk. 1988.Pembunuhan Anak Sendiri. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Apuranto H, Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
5. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Edisi pertama, cetakan
kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal. 165 176.
6. Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak
(Infanticide). Available from: http://www.fk.uwks.ac.id (accessed: 2011, Mei
28)

28

Anda mungkin juga menyukai