Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGOENSEFALITIS

OLEH :
1. Nyoman Krisna Triwijaya ( H1A011056)
2. Siti Zulfiana (H1A011065)

PEMBIMBING :
dr. I Wayan Sugiharta, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2016

DEFINISI
Meningoensefalitis adalah infeksi yang terjadi pada encephalon dan meningens.
Meningoensefalitis merupakan gabungan dari dua penyakit yaitu meningitis dan ensefalitis.
Meningitis merupakan infeksi yang terjadi pada selaput otak atau meningens, dan ensefalitis
merupakan proses inflamasi akibat infeksi pada susunan saraf pusat yang melibatkan
parenkim otak yang dapat bermanifestasi sebagai gangguan neurofisiologis difus dan atau
fokal. Meningens merupakan selaput atau membran yang terdiri atas jaringan ikat yang
melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens terdiri dari tiga bagian yaitu,
durameter, arachnoid, dan piameter 1,2.
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini
terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat
dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk sinus-sinus
venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi
permukaan dalam tulang cranium. Lapisan arachnoid merupakan suatu membran yang
impermeable halus, yang menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter.
Mebran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari
piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid
(subarachnoid space) merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf. Sedangkan encephalon merupakan
bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam cranium, terdiri atas proencephalon,
mesencephalon dan rhombencephalon.

Gambar 1. Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak 3


ETIOLOGI
Secara

umum

meningoensefalitis

dapat

disebabkan

oleh

berbagai

macam

mikroorganisme seperti bakteria, protozoa, cacing, jamur dan virus. Meningitis dibagi
menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis
serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein
yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering
dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

Saluran nafas merupakan port dentre

utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui
pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk melalui jalur
hematogen, memperbanyak diri didalam darah masuk ke dalam cairan serebrospinal
selanjutnya memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput
otak dan otak.1,5.
Meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak-anak. Karena anak-nak biasanya
tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Infectious Agent meningitis purulenta
mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu. Selama 2 bulan pertama kehidupan,
organisme yang paling sering menyebabkan meningitis adalah organisme flora ibu atau
lingkungan dimana bayi berada yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan
Haemophilus influenzae. Kebanyakan meningitis bakteri pada anak-anak usia 2 bulan - 12
tahun disebabkan oleh H.influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau Nesseria meningitidis.
3

Pada anak-anak berusia lebih dari 12 tahun, meningitis biasanya terjadi akibat infeksi S.
pneumoniae, atau N.meningitidis. 1,4,5
Ensefalitis biasanya timbul sebagai akibat proses inflamasi akut tapi dapat juga
berupa reaksi inflamasi pasca infeksi penyakit lain, penyakit kronik degeneratif, atau akibat
infeksi virus. Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur dan virus. Penyebab yang tersering adalah virus. Ensefalitis
biasanya disebabkan oleh virus secara langsung melalui dua jalur yakni hematogen atau
secara neuronal. Malaria serebral merupakan jenis ensefalitis yang dapat terjadi akibat
komplikasi terberat pada malaria oleh Plasmodium falciparum. Dibandingkan orang dewasa
malaria serebral lebih cenderung terjadi pada anak anak. Biasanya terjadi pada anak berusia
kurang dari 6 tahun di daerah endemik malaria. Ensefalitis pasca infeksi merupakan penyebab
yang relatif sering pada kasus ensefalitis yang tidak didapatkan agen penyebabnya dari
parenkim otak, sehingga dipikirkan mungkin sebagai akibat dari respon imunologis terhadap
infeksi sebelumnya. Agen yang dapat menjadi pencetus respon imunologis tersebut antara
lain measles, rubella, mumps, VZV, dan infeksi M pneumoniae. Juga dapat terjadi setelah
imunisasi dengan vaksin dari agen agen tersebut.2,7. Ensefalitis oleh bukan virus dapat
disebabkan oleh ricketsia, Mycoplasma pneumoni, Mycobacterium tuberculosis, Spirochaeta
(sifilis), protozoa (Plasmodium, Trypanosoma), dan fungi (Histoplasmosis, Cryptococcus,
Aspergillosis, Mucormycosis, Moniliasis, Coccidiomycosis).8
EPIDEMIOLOGI
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih
nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena
sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.5
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang
adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak
usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus
influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi
pada umur < 5 tahun. Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.

PATOFISIOLOGI
Meningoensefalitis sering diawali dengan adanya infeksi terebih dahulu, terutama
infeksi bakteri melalui proses yang kompleks, komponen komponen bakteri dan mediator
inflamasi berperan dalam menimbulkan respon radang pada selaput otak (meningen) yang
4

kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak
yang dapat menimbulkan gejala sisa. Umumnya otak dilindungi oleh sistem imun dan sawar
darah otak pada selaput darah otak yaitu antara aliran darah dengan otak. Jika bakteri dapat
lolos masuk ke dalam cairan otak maka bakteri akan memperbanyak diri dengan mudah dan
cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan
otak.1,9
Bakteri yang telah berkembang biak akan tersebar keseluruh ruang subaraknoid secara
pasif karena aliran cairan serebrospinal. Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada
waktu mati akan melepaskan dinding sel atau komponen komponen membran sel
(endotoksin, teichoic acid ) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan
peradangan diselaput otak. Bakteri Gram negatif pada waktu lisis akan melepaskan
lipopolisakarida atau endotoksin, dan bakteri Gram positif akan melepaskan asam teikoat.
Adanya komponen bakteri yang dilepaskan oleh bakteri akan menstimulasi sel endotel dan
sel makrofag sistem saraf pusat untuk melepaskan mediator mediator inflamasi seperti
Interleukin-1 ( IL-1 ) dan tumor necrosis factor ( TNF ). Mediator mediator ini kemudian
menginduksi Prostaglandin E2 yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar darah
otak. 1,9
Meningkatnya permeabilitas kapiler ini menyebabkan cairan intravaskular akan
merembes keluar ke dalam ruang ekstraselular (edema vasogenik). Permeabilitas kapiler
selaput otak mempermudah migrasi neutrofil, sel fagosit, polimorfonuklear sehingga terjadi
pleositosis pada cairan serebrospinalis yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran
sel sehingga terjadi pengumpulan cairan di dalam neuron, glia, dan sel endotel yang
menyebabkan pembengkakkan sel tersebut (edema sitotoksik). Terjadinya proses fagositosis
bakteri oleh sel polimorfonuklear di ruang subaraknoid menyebabkan terbentuknya debris sel
dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang dapat menyumbat saluran cairan serebrospinalis.
Keadaan ini dapat menyebabkan tekanan hidrostatatik ruang subaraknoid meningkat sehingga
terjadi pemindahan cairan dari sistem ventrikel ke jaringan otak (edema interstisial). Ketiga
macam edema serebri ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. IL-1 dan
TNF juga menyebabkan interaksi antara endotel dengan leukosit dengan akibat terjadinya
kerusakan endotel dan kemudian meningkatkan permeabilitas sawar darah otak. Mediator
diatas juga menginduksi produksi platelet-activating factor ( PAF ) yang dapat menimbulkan
trombosis yang dapat mengganggu aliran darah ke otak. Tekanan intrakranial yang meningkat
juga menyebabkan penurunan aliran darah ke otak sehingga otak kekurangan O2 untuk
metabolisme sehingga terjadi gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati
5

toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan serebrospinal dan
asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme anaerobik. 1,9
Pada infeksi virus, umumnya secara hematogen sampai selaput otak. Enterovirus
berkembang biak dalam traktus digestivus menjalar ke kelenjar getah bening regional dan
kemudian menimbulkan viremia. Viremia yang berlangsung sesaat menyebarkan virus ke
sistem retikuloendotelial dan otot. Setelah mengalami replikasi terus-menerus, viremia
sekunder tejadi dan menyebarkan virus ke lokasi tubuh yang lain, diantaranya sisten saraf
pusat.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Gejala Klinis
Gejala klinis pada meningoensefalitis sangatlah beragam. Gejala-gejala meningitis
bakteri biasanya didahului oleh gejala saluran nafas bagian atas atau saluran cerna selama
beberapa hari sebelumnya. Biasanya radang selaput otak akan disertai panas mendadak mual,
muntah, anoreksia, fotofobia, dan kaku kuduk. Bila infeksi memberat, timbul peradangan
korteks dan edema otak dengan gejala-gejala penurunan tingkat kesadaran, koma, kejangkejang, kelumpuhan saraf otak yang bersifat sementara atau menetap, dan pada bayi
fontanella mencembung. Pada anak dengan demam dan kejang, bila diagnosis kejang demam
dan epilepsi telah disingkirkan, maka diagnosinya hampir pasti meningitis atau
meningoensefalitis. Pada bayi umur 28 hari gejala mungkin samar dan tidak spesifik, seperti
tidak mau menyusu, menjadi sangat tenang atau sangat gelisah, muntah, atau tampak tidak
sehat. Temperatur cenderung rendah daripada tinggi. Jika ada muntah, maka fontanel akan
mendatar atau mencekung. Sehingga lingkaran kepala bayi harus diukur setiap hari. Pada
bayi yang lebih besar (sampai umur dua tahun), gejala meliputi kegelisahan, demam, muntah,
fotofobia, ketegangan, dan kejang.
Anak tampak kejang dan gugup. Pada bagian akhir penyakit, fontanel akan
menggelembung, terasa nyeri bila menekuk leher dan akan timbul Kernigs sign yang positif
(tidak dapat menaikkan tungkai dengan membengkokkannya di sendi pinggul). Pada anak
yang berumur lebih dari dua tahun, sebagai tambahan dari gejala di atas, mungkin mengeluh
sakit kepala, pusing, bahkan sampai koma. Gejala klinis meningitis virus yang benigna,
gejalanya dapat sedemikian rupa ringannya sehingga diagnosis meningitis menjadi tidak
terlihat. Jika gejala agak berat biasanya ditandai dengan nyeri kepala dan nyeri kuduk.
Gejala klinis pada ensefalitis lebih kurang sama, yang terpenting pada ensefalitis
terjadi penurunan kesadaran. Umumnya didapatkan suhu yang mendadak naik, seringkali
ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun. Anak besar, sebelum kesadaran
6

menurun sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan, kejang-kejang dapat
bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam.
Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama
misalnya paresis atau paralisis. 1
Tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis
bakteri. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus. Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan
intrakranial dan pasien akan mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun
menonjol, ptosis, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi, kecuali ada
oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak. Pada infeksi ensefalitis akut biasanya
didahului oleh prodrome beberapa hari gejala spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan,
demam, sakit kepala, dan keluhan perut, yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif,
perubahan perilaku, dan defisit neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak
dengan ensefalitis juga mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti
fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau
peripheral neuropathy.
Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit
kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf termasuk berubah status
mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat membantu
mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West Nile, tandatanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise, nyeri periokular,
limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan fisik yang unik termasuk
makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.

Perbedaan meningitis bakteriais, menigitis TB dan meningitis karena Virus


M. bakterialis/Purulenta
Meningitis TB
Pnemococcus, stafilococcus, Mycobacterium Tuberculosis
H.influenza B,
Demam tinggi
yang

tidak

M.Virus
Virus Parotis,Coxakie

mendadak Riwayat kontak TB , nyeri Nyeri kepala, demam tidak


diketahui kepala

progresif,

muntah terlalu tinggi, kaku kuduk


7

penyebabnya,

muntah, hebat, fontanella menonjol, ringan, terdapat gejala ISPA

kejang, nyeri kepala, kaku konvulsi.


kuduk, penurunan kesadaran
CSS keruh/purulen
CSS santokrom
>> leukosit PMN
>> sel MN
Jumlah sel antara 1.000- Jumlah sel 10-500/ml
Peingkatan protein >60mg%
1.000/mm3
Penurunan glukosa 20-40mg
Peningkatan protein 75 mg%
Penurunan glukosa <20%
%

atau infeksi GIT


CSS jernih
>> limfosit
Jumlah sel 200-500/ml
Peningkatan protein 80-100
mg%
Glukosa normal

TATALAKSANA
Pasien umumnya mengalami penurunan kesadaran. Oleh karena itu pasien perlu
langsung menerima cairan intravena. Bila pasien masuk dalam status konvulsi, diberikan
diazepam 0,5 mg/kgBB/kali intravena yang dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit
kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya dengan dosis
yang sama tapi diberikan secara intramuskular. Setelah kejang dapat diatasi, diberikan
fenobarbital awal sebesar 75 mg untuk anak usia diatas 1 tahun. Selanjutnya diberikatan
terapi rumatan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Pada
pasien yang dicurigai mengalami infeksi bakteri, pasien diberikan antibiotik secara empiris
kemudian disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi. Terapi empirik antibiotik untuk
usia 1-3 bulan adalah ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV dan sefotaksim 200
mg/kg/hari setiap 6 jam IV atau seftriakson 100 mg/kg/hari setiap 12 jam IV. Untuk pasien
dengan usia > 3 bulan dapat diberikan sefotaksim 200 mg/kg/hari setiap 6-8 jam IV atau
seftriakson 100 mg/kg/hari setiap 12 jam IV atau ampisilin 200 mg/kg/hari setiap 6 jam IV
dikombinasi dengan kloramfenikol 100 mg/kg/hari setiap 6 jam. Selain itu, menurut
rekomendasi American Academy of Pediatrics diberikan juga Deksametason dengan dosis 0,6
mg/kg/hari dibagi 4 dosis untuk 2 hari pertama. Pada kasus ensefalitis yang dicurigai
disebabkan oleh virus, dapat diberikan asiklovir dengan dosis 10 mg/kg tiap 8 jam . Selain
itu, gejala lain seperti hiperpireksia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
edema juga harus diatasi.

Untuk mengatasi edema otak dapat diberikan manitol 0,5-1

gram/kgBB yang diberikan setiap 8 jam disertai metilprednisolon 1-2 mg/kgBB/hari dan
loop diuretik seperti furosemide 0,5-1 mg/KgBB/dosis IV tiap 6-12 jam.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Depkes RI, 2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak : Jakarta.
Depkes RI, 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak : Jakarta.
Depkes RI, 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB Gizi Buruk. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak : Jakarta.
Harsono, 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Hasaroh Y. 2010. Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk yang Dirawat di RSUP
Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara Institutional Repository. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20564/3/Chapter%20II.pdf (Accessed on
05 October 2012)
Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak : Jakarta.
Pudjiadi AH, et al, editor. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Anak. Jilid 1, Cetakan I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
Tim Adaptasi WHO-Indonesia. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. WHO, Depkes RI, IDAI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai