Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pumping Unit Jack


Korosi merupakan peristiwa alamiah yang terjadi karena adanya interaksi
antara logam dengan lingkungan yang menimbulkan reaksi elektrokimia sehingga
logam mengalami pelarutan yang berdampak pada menurunnya kualitas fisik
suatu logam. Pada saat suatu logam di ekspos ke lingkungannya, maka akan
terjadi interaksi diantara keduanya (Rochim S., 2005). Ada pengertian dari pakar
lain, yaitu :
a. Korosi adalah perusakan material tanpa perusakan material
b. Korosi adalah kebalikan dari metalurgi ekstraktif
c. Korosi adalah sistem thermodinamika logam dengan lingkungan (udara, air,
tanah), yang berusaha mencapai kesetimbangan.
Timbulnya korosi ini akan sangat merugikan suatu industri karena dapat
menimbulkan kerusakan benda kerja, penurunan penampilan, biaya perawatan
yang besar, kontaminasi produk, serta keamanan berkurang.
Korosi yang biasanya terjadi di lapangan memiliki berbagai macam jenis,
antara lain galvanic corrosion (korosi galvanik), uniform corrosion (korosi
merata), crevice corrosion (korosi celah), pitting corrosion (korosi sumur),
interganular corrosion (korosi batas butir), erosion corrosion (korosi erosi), stress
corrosion cracking (korosi retak tegang). Faktor-faktor yang harus ada dalam
korosi antara lain, anoda, katoda, konduktor, dan elektrolit (Fontana, M.G. 1987).
21.1. Anoda
Anoda merupakan elektroda yang bisa berupa logam maupun penghantar
listrik lainnya dimana pada sel elektrokimia akan terpolarisasi jika arus listrik
mengalir ke dalamnya. Logam anoda adalah logam yang memiliki angka potensial
antar muka lebih rendah dibandingkan dengan logam yang berkontak dengannya
dan bersifat anodik.
2.1.2.
Katoda
Elektron yg hilang pada anoda akan pergi ke katoda sehingga terjadi reaksi
pada katoda. Katoda memiliki nilai potensial lebih tinggi dari logam yang
berkontak dengannya sehingga berisfat katodik dan bereaksi reduksi. Reaksi
katoda dalam larutan alkali yang terjadi adalah seperti pada reaksi berikut ini :
5

Universitas Sriwijaya

O2 + 2H2O + 4e 4(OH)
2.1.3.
Elektrolit
Elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik dengan
memberikan gejala berupa menyalanya lampu pada alat uji atau timbulnya
gelmbung gas dalam larutan .Larutan yang menunjukan gejala gejala tersebut
pada pengujian tergolong ke dalam larutan elektrolit. Pada pengjuian korosi,
elektrolit merupakan media yang membasahi logam anoda dan logam katoda agar
dapat dilalui oleh aliran listrik.
Sebetulnya semua lingkugan adalah korosif pada kadar tertentu. Beberapa
contohnya adalah udara dan uap lembab; air suling, air bersih, air garam dan air
tambang; lingkungan industri, pedesaan, dan perkotaan; uap gas, gas ammonia,
klorin, H 2 S , dan gas bahan bakar (Fontana, M.G. 1987).
Lapisan kromium pada stainless steel bertindak sebagai anoda sehingga
mengalami oksidasi. Proses korosi lapisan kromium dalam medium NaCl dapat
dilihat pada reaksinya berikut ini :
Cr(s) Cr3+(aq) + 3eReaksi katodik juga berlangsung dalam proses korosi. Reaksi katodik
diasumsikan melalui penurunan nilai elektron valensi yang dihasilkan dari reaksi
anodik sehingga oksigen tereduksi. Reaksi katodik yang terjadi adalah
O2(g) + 2H2O(aq) + 4e- 4OH-(aq)
Reaksi redoks keseluruhan adalah:
4Cr(s) + 3O2(g) + 6H2O(aq) 4Cr(OH)3(s)
Kromium(III) hidroksida bereaksi dengan oksigen terlarut dalam air
sehingga terbentuk oksida yang berbentuk karat. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut:

2Cr(OH)3(aq) + O2(g) Cr2O3.nH2O(s)


produk karat

2.2. Macam-Macam Korosi


Terdapat beberapa macam bentuk korosi yang ada, diantaranya uniform
corrosion, pitting corrosion, galvanic corrosion, crevice corrosion, stress
cracking corrosion.
2.2.1. Uniform corrosion (korosi seragam)
Uniform corrosion adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam akibat
reaksi kimia karena pH air yang rendah dan udara yang lembab, sehingga makin
Universitas Sriwijaya

lama logam akan semakin menipis. Biasanya ini terjadi pada pelat baja atau profil,
logam homogen. Korosi jenis ini bisa dicegah dengan cara diberi lapis lindung
yang mengandung inhibitor seperti gemuk.
Korosi merata terjadi secara merata pada permukaan logam. Korosi ini
terjadi jika lingkungan korosif mempunyai akses yang sama ke seluruh bagian
dari permukaan logam dan secara thermodinamika logamnya harus mempunyai
komposisi kimia yang sama. Akan tetapi kondisi ini tidak berlaku umum. Pada
umumnya korosi merata ini tidak mempunyai sifat protektif mandiri yang baik,
sehingga mekanisme korosi di semua tempat berlangsung tanpa hambatan yang
berarti.

Gambar 2.1. Korosi Seragam pada pipa ballast (Utomo, 2009)

2.2.2. Pitting corrosion (korosi sumur)


Korosi sumur adalah korosi yang terjadi di satu titik di permukaan logam
yang membentuk rongga (sumur). Korosi sumur hadir sebagai batasan penting
terhadap keamanan dan keandalan dari penggunaan banyak jenis campuran logam
pada berbagai jenis industri. Korosi sumur adalah jenis dampak korosi yang
paling berbahaya, karena kecepatan perusakannya pada bagian-bagian logam,
sehingga akibatnya bagian logam menjadi memiliki lubang-lubang. Kehadiran
dan perhambatan laju korosi yang tidak dapat diprediksi membuat korosi sumur
sulit untuk diangkat perhitungannya dalam perancangan pada bidang engineering
(ASM Handbook, Vol 13).

Universitas Sriwijaya

Gambar 2.2. Mekanisme pitting corrosion (Martanto, 2014)

2.2.3. Galvanic corrosion (korosi galvanik)


Korosi galvanik adalah korosi yang terjadi akibat adanya kontak langsung
antara dua logam yang berbeda tersambung melalui elektrolit sehingga salah satu
dari logam tersebut akan terserang korosi. Korosi galvanik sangat ditentukan oleh
besarnya perbedaan potensial antar kedua logam. Semakin besar beda
potensialnya, maka semakin besar pula arus korosi.
(ASM Handbook, Vol 13) tingkat laju korosi galvanik dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya:
a. Perbedaan potensial antar logam atau paduan
b. Sifat lingkungan tempat logam berada
c. Perilaku polarisasi logam atau paduan
d. Hubungan geometris dari komponen logam atau paduan

Gambar 2.3. Korosi galvanik pada sambungan baut (Martanto, 2014)

Universitas Sriwijaya

Mekanisme korosi galvanik terjadi karena proses elektro kimiawi dari dua
jenis logam yang berbeda potensial dan dihubungkan langsung dalam elektrolit
yang sama. Elektron mengalir dari logam anodik menuju logam katodik,
akibatnya logam anodik berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan
elektron.
2.2.4. Crevice corrosion (korosi celah)
Korosi celah merupakan korosi yang terjadi pada celah di antara dua
komponen logam atau komponen logam dan non-logam. Mekanismenya adalah
dimana ketika logam berdempetan dengan logam lain, maka kotoran serta air akan
tertahan akibat adanya celah kedua logam tersebut.
Maka dari itu, terdapat perbedaan konsentrasi oksigen di bagian luar dan
bagian dalam pada sambungan kedua logam yang mengakibatkan timbulnya sel
aerasi differensial. Hal itu mengakibatkan celah bagian dalam menjadi anodik
sedangkan celah bagian luar menjadi katodik

Gambar 2.4. Mekanisme korosi celah (Wibowo, 2012)

Ada beberapa variabel yang mengakibatkan terjadinya korosi celah,


diantaranya:
a. Lebar celah
b. Elektrolit yang ada di sekitar celah
c. Mating metals (metal to metal, metal to non-metal)
2.2.5. Stress corrosion cracking (korosi retak tegang)
Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan
retak dalam logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yangbekerja
Universitas Sriwijaya

10

pada bahan tersebut dengan lingkungan korosif. Proses korosi retak tegang (SCC)
dapat terjadi dalam beberapa menit jika berada pada lingkungan korosif atau
beberapa tahun setelah pemakaiannya. Hal ini terjadi karena adanya serangan
korosi terhadap bahan.
SCC terjadi karena tiga hal, yaitu:
a. Adanya proses korosi lokal
b. Adanya tegangan tarik yang melewati yield point
c. Lingkungan yang begitu korosif yang menyebabkan korosi local

Gambar 2.5. Korosi retak tegang pada specimen (Jackets, 2012)

2.3. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)


Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung sedikitnya 11,5%
krom berdasar beratnya. Stainless steel memiliki sifat tidak mudah terkorosi
sebagaimana logam baja yang lain. Stainless steel berbeda dari baja biasa dari
kandungan kromnya. Baja karbon akan terkorosi ketika diekspos pada udara yang
lembab. Besi oksida yang terbentuk bersifat aktif dan akan mempercepat korosi
dengan adanya pembentukan oksida besi yang lebih banyak lagi. Stainless steel
memiliki persentase jumlah krom yang memadahi sehingga akan membentuk
suatu lapisan pasif kromium oksida yang akan mencegah terjadinya korosi lebih
lanjut.
Stainless Steel (SS) secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya
Emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena pengaruh
kondisi lingkungan, sementara SS masih mengalami korosi. Daya tahan korosi SS
disebabkan lapisan yang tidak terlihat (invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi
SS dengan oksigen yang akhirnya membentuk lapisan pelindung (protective layer)
Walaupun demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan
protective layer tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi
terbentuk, maka korosi akan terjadi. Banyak media yang dapat menjadi penyebab

Universitas Sriwijaya

11

korosi, seperti halnya udara, cairan/ larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas
proses (misal gas asap hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia lainnya),
logam yang berlainan jenis dan saling berhubungan dan sebagainya.
Untuk memperoleh ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi biasanya
dilakukan dengan menambahkan krom sebanyak 13 hingga 26 persen. Lapisan
pasif chromium(III) oxide (Cr2O3) yang terbentuk merupakan lapisan yang sangat
tipis dan tidak kasat mata, sehingga tidak akan mengganggu penampilan dari
stainless steel itu sendiri. Dari sifatnya yang tahan terhadap air dan udara ini,
stainless steel tidak memerlukan suatu perlindungan logam yang khusus karena
lapisan pasif tipis ini akan cepat terbentuk kembali katika mengalami suatu
goresan. Peristiwa ini biasa disebut dengan pasivasi, yang dapat dijumpai pula
pada logam lain misalnya aluminium dan titanium.
Ada berbagai macam jenis dari stainless steel. Ketika nikel ditambahkan
sebagai campuran, maka stainless steel akan berkurang kegetasannya pada suhu
rendah. Apabila diinginkan sifat mekanik yang lebih kuat dan keras, maka
dibutuhkan penambahan karbon. Sejumlah unsur mangan juga telah digunakan
sebagai campuran dalam stainless steel. Stainless steel juga dapat dibedakan
berdasarkan struktur kristalnya menjadi: austenitic stainless steel, ferritic
stainless steel, martensitic stainless steel, precipitation-hardening stainless steel,
dan duplex stainless steel.
2.3.1. Baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steel)
Austenitic stainless steel memiliki paduan yang cukup untuk menstabilkan
austenite pada suhu ruang. Baja ini bersifat non ferromagnetic. Baja tahan karat
austenitic memiliki sifat mampu bentuk dan keuletan pada suhu rendah yang
sangat baik. Selain itu baja tahan karat austenitic juga memiliki sifat mampu las
dan ketahanan karat yang sangat baik. Baja tahan karat jenis ini sangat cocok
diterapkan pada sistem dengan suhu tinggi. Di sisi lain baja tahan karat austenitic
relatif memiliki kekuatan yield yang rendah dan hanya dapat ditingkatkan
kekuatannya dengan pengerjaan dingin (cold working), precipitation hardening,
atau substitutional solid solution strengthening.
Menurut standar AISI-SAE, baja tahan karat austenitic umumnya memiliki
nomor 3xx. Material AISI-SAE 3xx merupakan paduan ferro-karbon-chromiumUniversitas Sriwijaya

12

nickel dengan kandungan chromium sebesar 16%-26% dan kandungan nickel


sebesar 6%-22%. Baja tahan karat austenitic yang populer adalah tipe AISI-SAE
304, di mana mengandung 18%-20% Cr dan 8%-12% Ni. Berikut ini beberapa
variasi dari baja tahan karat austenitic:
Tabel 2.1. Variasi baja tahan karat austenitik

Tipe

Deskripsi

201

sedikit nickel diganti dengan manganese dan nitrogen

202

kandungan manganese lebih besar daripada variasi 201

205

kandungan manganese dan nitrogen lebih besar daripada

301

variasi 202
kandungan nickel dan chromium yang lebih rendah untuk

302

meningkatkan kemampuan kerja pengerasan


baja tahan karat yang dapat diterapkan secara umum

302B
303
303Se
304

mampu

menahan

proses

terbentuknya

kerak

dengan

penambahan silicon
machinability meningkat dengan penambahan sulfur
permukaan hasil penyayatan ditingkatkan dengan penambahan
selenium
kandungan karbon lebih rendah dari variasi 302

304L

kandungan karbon lebih rendah dari variasi 304, untuk

304L

meningkatkan ketahanan karat


kandungan karbon lebih rendah dari variasi 304 dengan

N
304H

penambahan nitrogen untuk meningkatkan kekuatan


kandungan karbon lebih tinggi daripada variasi 304

304Cu

penambahan

304N

pengerjaan dingin
penambahan nitrogen untuk meningkatkan kekuatan

tembaga

untuk

meningkatkan

kemampuan

305

peningkatan kandungan nickel untuk mengurangi kerja

308

pengerasan
peningkatan chromium dan nickel untuk meningkatkan sifat

309

mampu las
kandungan

309S

meningkatkan ketahanan panas


kandungan karbon lebih rendah daripada variasi 309

309Cb

penambahan niobium (columbium)

chromium

dan

nickel

yang

tinggi

untuk

Universitas Sriwijaya

13

310

kandungan chromium dan nickel lebih tinggi daripada variasi

310S

309 untuk meningkatkan ketahanan panas


kandungan karbon lebih rendah daripada variasi 310

310Cb

penambahan niobium (columbium)

314

peningkatan kandungan silicon untuk meningkatkan ketahanan

316

panas
penambahan molybdenum untuk meningkatkan ketahanan

316F

karat
peningkatan sulfur dan phosphorus untuk machinability

316L

(mampu mesin atau mampu sayat)


kandungan karbon yang lebih rendah untuk meningkatkan

316L

ketahanan karat dan sifat mampu las


kandungan karbon yang lebih rendah dan nitrogen yang lebih

N
316H

tinggi untuk meningkatkan kekuatan


kandungan karbon lebih tinggi daripada variasi 316

316N

penambahan nitrogen untuk meningkatkan kekuatan

316Ti

penambahan titanium

316Cb

penambahan niobium (columbium)

317

peningkatan chromium dan molybdenum untuk meningkatkan

317L

ketahanan karat
kandungan karbon lebih rendah dari variasi 317 untuk

321

meningkatkan sifat mampu las


penambahan titanium untuk mengurangi timbulnya chromium

330

carbide
kandungan nickel tinggi untuk mengurangi karburisasi dan

347

meningkatkan thermal shock


niobium dan tantalum ditambahkan

347H
348
348H
384

untuk

mengurangi

timbulnya chromium carbide


kandungan karbon lebih tinggi daripada variasi 347
tantalum dan cobalt ditambahkan untuk beberapa aplikasi
nuklir
kandungan karbon lebih tinggi daripada variasi 348
peningkatan nickel untuk mengurangi kerja pengerasan

Pada baja tahan karat austenitic, pembatasan karbon sangatlah penting.


Ketika dipanaskan, karbon akan membentuk chromium carbide yang mengendap
pada batas butir austenite dan menimbulkan kondisi yang dikenal dengan istilah
Universitas Sriwijaya

14

sensitization. Karena chromium terikat sebagai carbide, maka chromium akan


berdekatan dengan batas atom dan memberikan ruang kosong sebagai tempat
terbentuknya karat. Sensitization dapat diubah dengan memanaskan baja pada
suhu 1040-1150C dan diikuti dengan pendinginan ke suhu ruang dengan cepat.
Suhu tinggi bisa menyebabkan carbide hancur. Sedangkan pendinginan cepat
dapat mencegah pengendapan ulang dari carbide.
2.3.2. Baja tahan karat feritik (ferritic stainless steel)
Baja tahan karat ferritic merupakan baja dengan paduan chromium 10,5%30% dan karbon kurang dari 0,12%. Nikel tidak digunakan pada baja tahan karat
ferritic kecuali dalam jumlah kecil (kurang dari 1%, pada paduan tertentu). Baja
tahan karat ferritic memiliki struktur mikro ferrite dan bersifat ferromagnetic.
Baja tahan karat jenis ini relatif murah. Baja tahan karat ferritic juga memiliki
tingkat kekuatan yang baik dan memiliki sifat mampu bentuk yang cukup. Berikut
ini beberapa variasi dari baja tahan karat ferritic:
Tabel 2.2. Beberapa variasi baja tahan karat feritik

Tipe

Deskripsi

405

rendah chromium dengan tambahan aluminium

409

rendah chromium, aplikasinya untuk pembuangan pada bidang

429

otomotif
pengurangan chromium secara halus, meningkatkan sifat

430

mampu las
baja tahan karat ferritic dengan kegunaan umum

430F

peningkatan sulfur dan phosphorus untuk meningkatkan

430S

machinability
penambahan selenium untuk meningkatkan kualitas permukaan

e
434

hasil penyayatan
penambahan molybdenum untuk meningkatkan ketahanan

436

karat
penambahan molybdenum, niobium, dan tantalum untuk

439

meningkatkan ketahanan karat dan ketahanan panas


kadar karbon rendah dengan penambahan titanium untuk
mengurangi sensitization

Universitas Sriwijaya

15

442

peningkatan

chromium

untuk

meningkatkan

ketahanan

444

pembentukan kerak oksida


kadar karbon rendah dengan penambahan molybdenum untuk
ketahanan karat, serta penambahan titanium dan niobium untuk

446

mengurangi sensitization
kadar chromium paling tinggi untuk meningkatkan ketahanan
pembentukan kerak

2.3.3. Baja tahan karat martensitik (martensitic stainless steel)


Baja tahan karat martensitic dibuat dengan mengubah baja paduan dari fase
austenite ke martensite. Perubahan menjadi martensite terjadi bila baja paduan
dipanaskan pada kisaran suhu 800-1400C dan di-quench menuju suhu ruang.
Baja tahan karat jenis ini mengandung chromium kurang dari 17% dan karbon
hingga 1%. Baja tahan karat jenis ini juga memiliki kekuatan yang lebih tinggi
dibanding dengan baja tahan karat austenitic dan ferritic. Baja tahan karat
martensitic biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan pisau kualitas tinggi
dan ball bearing. Berikut beberapa variasi dari baja tahan karat martensitic.
Tabel 2.3. Beberapa variasi baja tahan karat martensitik

Tipe

Deskripsi

403

cocok untuk komponen yang mengalami tegangan tinggi

410

baja tahan karat martensitic dengan kegunaan umum

414

penambahan nickel untuk ketahanan karat

416

kandungan

416S

meningkatkan machinability
penambahan selenium untuk meningkatkan permukaan hasil

e
420

penyayatan
kandungan karbon tinggi untuk meningkatkan kekuatan

420F

peningkatan phosphorus dan sulfur untuk meningkatkan

422

machinability
penambahan molybdenum, vanadium, dan tungsten untuk

431

meningkatkan kekuatan dan keuletan


kandungan chromium tinggi, serta penambahan nickel untuk

phosphorus

dan

sulfur

yang

tinggi

untuk

meningkatkan ketahanan karat


Universitas Sriwijaya

16

440A

mengandung paling banyak chromium, serta penambahan

440B

karbon untuk meningkatkan kekerasan


mengandung paling banyak chromium, serta penambahan

440C

karbon lebih untuk meningkatkan kekerasan/keuletan


mengandung paling banyak chromium, serta paling banyak

501

karbon untuk meningkatkan kekerasan/keuletan


kandungan chromium rendah, penambahan molybdenum

502

kandungan karbon rendah, penambahan molybdenum

2.4. Pengaruh Paduan Terhadap Sifat Baja


Penambahan unsur paduan pada baja ditujukan agar mendapat sifat baja
yang lebih baik. Tujuan dari penambahan unsur paduan pada baja diantaranya
adalah (Smith,1990):
1. Meningkatkan sifat mekanis baja dengan meningkatkan hardenability.
2. Meningkatkan suhu temper dengan tetap mempertahankan kekuatan dan
keuletan.
3. Meningkatkan sifat mekanis pada suhu rendah dan tinggi.
4. Meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi pada suhu tinggi.
5. Meningkatkan sifat-sifat khusus seperti ketahanan aus dan kelelahan.
Adapun kegunaan unsur-unsur tambahan yang terkandung dalam baja tahan
karat adalah sebagai berikut (Callister, 2011):
1. Karbon (C), berguna untuk meningkatkan

kemampuan

dikeraskan

(hardenability) stainless steel.


2. Boron (B), berfungsi sama seperti C sebagai peningkat hardenability.
3. Kromium (Cr), berguna untuk membentuk lapisan pasif untuk melindungi
dari korosi.
4. Tembaga (Cu), berguna untuk meningkatkan ketahanan korosi 18.
5. Molybdenum (Mo), berguna untuk menstabilkan lapisan pasif dalam
lingkungan yang korosif dimana banyak mengandung ion klorida (Cl), seperti
fluida panas bumi.
6. Nikel (Ni), berguna untuk menstabilkan austenite, memperkuat kekuatan
mekanis, dan meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
7. Mangan (Mn), berguna untuk membantu fungsi Nikel.
8. Silika (Si), berguna untuk meningkatkan kekuatan (0.2 0.7 %), pada
persentase tinggi dapat memperbaiki proprti magnetik.
9. Sulfur (S), Meningkatkan kemampuan machining.
10. Vanadium (V), berguna untuk meningkatkan kekuatan tetapi menjaga
keuletan, memperbaiki struktur butir, dan meningkatkan ketahanan terhadap
suhu tinggi.
Universitas Sriwijaya

17

2.5. Stainless Steel Tipe 316


Tipe 316 merupakan baja tahan karat austenitik yang mengandung
molibdenum. Penambahan ini meningkatkan ketahanan korosi pada umumnya
serta memberikan peningkatan kekuatan pada temperatur tinggi. Berdasarkan AK
Steel Cooparation, komposisi Stainless Steel tipe ini mengandung 0,08% Karbon,
2% Mangan, 0,045% Fosfor, 0,03% Sulfur, 0,75 Silika, 16-18% Kromium, 1014% Nikel, 2-3% Molibdenum, serta 0,1 Nitrogen.
Tipe 316L adalah jenis 316 versi karbon ekstra-rendah yang meminimalkan
pengendapan karbida berbahaya karena pengelasan. Penggunaan khas termasuk
berjenis knalpot, bagian tungku, penukar panas, bagian-bagian mesin jet, farmasi
dan peralatan fotografi, katup dan langsing pompa, peralatan kimia, digester,
tangki, evaporator, peralatan pengolahan tekstil , bagian terkena atmosfer laut dan
tubing.
2.6. Stainless Steel Tipe 304
Dalam penelitian (Sumarji, 2011) baja paduan SS 304 merupakan jenis baja
tahan karat austenitic stainless steel yang memiliki komposisi 0.042%C,
1.19%Mn, 0.034%P, 0.006%S, 0.049%Si, 18.24%Cr, 8.15%Ni, dan sisanya Fe.
Beberapa sifat mekanik yang dimiliki baja karbon tipe 304 ini antara lain,
kekuatan tarik 646 Mpa, yield strength 270 Mpa, elongation 50%, kekerasan 82
HRB.
Stainless steel tipe 304 merupakan jenis baja tahan karat yang
serbaguna.dan paling banyak digunakan. Komposisi kimia, kekuatan mekanik,
kemampuan las dan ketahanan korosinya sangat baik dengan harga yang relatif
terjangkau. Stainless steel tipe 304 ini banyak digunakan dalam dunia industri
maupun skala kecil. Penggunaannya antara lain untuk tanki dan container, untuk
berbagai macam cairan dan padatan, peralatan pertambangan, kimia, makanan,
dan industri farmasi.
2.7. Korosi di Lingkungan Air
Pada umumnya, semua reaksi korosi di lingkungan air dapat dianggap tidak
berbeda dengan contoh sel korosi basah sederhana. Bahkan meskipun sel itu
merupakan bagian dari permukaan logam yang sama, anoda dan katoda biasanya
dapat dibedakan. Kita dapat menduga bahwa besilah yang akan menjadi anoda
ketika diperbandingkan dengan ion-ion hidrogen (Chamberlain, 1998).
Persamaan-persamaan untuk reaksi itu adalah:
Universitas Sriwijaya

18

1. Ketika besi terlarut


Fe Fe2+ + 2e
2. Ketika gas hidrogen terbentuk
2H+ + 2e- H2
3. Reaksi keseluruhan
Fe + 2H+ Fe2+ + H2(gas)
2.8. Aerasi dan Pengaruh Oksigen terhadap Korosi
Aerasi merupakan penyusupan oksigen ke dalam air. Oksigen ini didapat
dari dari udara yang berdifusi ke dalam air. Dengan adanya oksigen terlarut dalam
air akan meningkatkan laju korosi pada logam, karena oksigen digunakan dalam
proses reaksi katodik. Akan tetapi kandungan oksigen di dalam air ini akan
merugikan bagi logam yang terdapat di dalamnya karena dapat menimbulkan
korosi.
Oksigen adalah salah satu penyebab utama terjadinya korosi, karena di
dalam proses terjadinya korosi, oksigen akan bereaksi berdasar persamaan sebagai
berikut:
O2 + 4H+ + 4e-

2H2O (reduksi oksigen larutan bersifat asam)


Atau
O2 + 2H2O + 4e4OH- (reduksi larutan oksigen netral/basa)
Dengan demikian, semakin banyak kandungan oksigen yang terdapat dalam

lingkungan terjadinya korosi, semakin cepat pula korosi yang akan terjadi.
2.9. Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas. Dalam larutan biasanya terdapat
dalam bentuk larutan ammonium hidroksida yang merupakan senyawa kaustik
yang dapat merusak kesehatan. Ammonia memiliki sifat-sifat yang tertera pada
table di bawah ini.
Tabel 2.4. Sifat-sifat amonia (Rahmawati, 2010)

No
1
2
3
4
5
6

Sifat Fisika Amonia


Massa jenis dan fase (g/L)
Kelarutan dalam air (g/100 mL pada 0C)
Titik lebur (C)
Titik didih (C)
Keasaman (PKa)
Kebasaan (PKb)

Nilai
0,6942
89,9
-77,73
-33,34
9,25
4,75

Amonia dalam air mudah terdekomposisi menjadi ion ammonium dengan


persamaan sebagai berikut:
Universitas Sriwijaya

19

NH3 + H2O NH3H2O NH4- + OH


Dimana NH3 adalah amonia yang tidak larut, dan NH4+ adalah amonia yang
terionkan (ion ammonium). Pada air dengan temperatur 0C dan pH 6, hampir
semua amonia membentuk ion ammonium. Hanya 0,01% amonia saja yang
berada dalam bentuk tak terionkan. Sedangkan pada temperature 30C dan pH 10,
sebanyak 89% amonia berada dalam bentuk tak terionkan (Rahmawati, 2010).
Berbagai industri manufaktur yang menggunakan amonia diantaranya adalah
industri pestisida, farmasi, cat, dan pewarna, petrokimia, deterjen, plastik, kertas,
dan sebagainya.
2.10. Laju Korosi
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas
bahan terhadap waktu. Perhitungan laju korosi dapat menggunakan metode
kehilangan berat. Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan
mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan
jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi
yang terjadi. Mengacu pada ASTM G31-72 untuk menghitung laju korosi dapat
dilakukan dengan rumus berikut:
Laju Korosi (CPR) :

(k W)
( A T D)

Dimana :
K

= konstanta pada persamaan laju korosi

W = kehilangan berat (gram)


A

= luas permukaan spesimen (cm2)

= waktu perendaman spesimen (jam)

= densitas spesimen (gram/cm3)


Tabel 2.5. Konstanta pada rumus variasi laju korosi (ASTM,1999)

Variasi unit laju korosi


Mils per year (mpy)
Inches per year (ipy)
Inches per month (ipm)
Millimeters per year (mm/y)
Micrometers per second (pm/s)

Konstanta (K)
3.45 X 106
3.45 X 103
3.45 X 102
2.87 X 104
8.76 X 107
Universitas Sriwijaya

20

Picometers per second (pm/s)

2.78 X 106

Tabel 2.6. Densitas berbagai logam dan paduannya (ASTM G 1 vol. 03.02)

NILAI UNS
S20100
S20200
S30200
S30400
S30403
S30900
S31000
S31100
S31600
S31603
S31700

PADUAN
STAINLESS STELS
Tipe 201
Tipe 202
Tipe 302
Tipe 304
Tipe 304L
Tipe 309
Tipe 310
Tipe 311
Tipe 316
Tipe 316L
Tipe 317

M1XXXX
R03600
P04960
P07016
R05200
L13002
R50250
L13002
R50250

Logam Lainnya
Magnesium
Molibdenum
Platinum
Silver
Tantalum
Tin
Titanium
Zinc
Zirkonium

DENSITAS(gr/cm2)
7,94
7,94
7,94
7,94
7,94
7,98
7,98
7,98
7,98
7,98
7,98

1,74
10,22
21,45
10,49
16,60
7,30
4,54
7,13
6,53

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai