Menurut data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010
adalah sebesar 5,9% dan mengalami penurunan pada kisaran 5.4-5.8% di
2015
(http://www.infobanknews.com).
Penurunan
pertumbuhan
dipasar
internasional.
Sementara
populasi
penduduk
Indonesia
ekonomi
maka
secara
langsung
akan
diiringi
dengan
meningkat dari 21,52 Gwh (gigawatt hour) di tahun 2000 menjadi sekitar
444,53 Gwh pada tahun 2030 (http://www.esdm.go.id). Terdapat empat
sektor
utama
pengguna
energi,
yaitu
sektor
industri
44.2%,
diikuti
tranportasi 40,6%, kemudian rumah tangga 11,4% dan yang terakhir sektor
komersial sebesar 3,7%.
. Hal ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun 1982
tertanggal 7 April 1982, yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia, tentang Konservasi Energi. Inpres ini terutama ditujukan terhadap
pencahayaan
gedung,
AC,
peralatan
dan
perlengkapan
kantor
yang
b.
c.
d.
e.
tergolong negara pengguna energi yang boros. Parameter yang digunakan untuk
mengukur pemborosan energi adalah elastisitas dan intensitas energi. Elastisitas
energi
adalah
perbandingan
antara
pertumbuhan
konsumsi
energi
dan
pertumbuhan ekonomi. Elastisitas energi Indonesia berada pada kisaran 1,04 1,35
dalam kurun waktu 1985 2000, sementara negara-negara maju berada pada
kisaran 0,55 0,65 pada kurun waktu yang sama.
Sedangkan yang dimaksud dengan Intensitas Energi adalah perbandingan
antara jumlah konsumsi energi per pendapatan domestik bruto (PDB). Semakin
efesien suatu negara dalam pola konsumsi energi, intensitas energinya akan
semakin kecil. Intensitas energi Indonesia mencapai angka 400, empat kali lipat
dibanding Jepang yang berada pada angka 100, sementara negara-negara Amerika
Utara berada pada angka 300, negara-negara
Cooperation and Development (OECD) pada 200 dan Thailand pada 350.
Untuk mengimplementasikan penghematan energi sesuai dengan Kepres No.
10 tahun 2005, sebaiknya keberhasilan negara lain seperti Jepang dan Thailand
dalam melakukan penghematan energi dengan pemberian insentif melalui bantuan
audit energi pada sektor industri, patut ditiru. Audit energi pada industri di
Indonesia sudah sangat perlu dilakukan untuk mengidentifikasi peluang konservasi
dan efisiensi dalam pemakaian energi di sektor industri. Sejalan dengan hal di atas,
PT. Miranti Konsultan Permai telah melakukan Audit Energi di PT Rajawali Nusindo,
UPK. Tanjungsari sebagai salah satu industri pengolahan kulit (kategori industry