Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah
penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium
leprae. Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang saraf tepi dan
secara sekunder menyerang kulit serta organ-organ lain (WHO, 2003). Kusta
memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan
multibasilar (MB) (WHO, 1998). Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak
menular dan disebut juga sebagai kusta kering. Sedangkan kusta tipe MB atau
kusta basah adalah kusta yang sangat mudah menular.
Penyakit kusta masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh
sebagian besar masyarakat dunia terutama di negara berkembang, dan
Indonesia merupakan penyumbang penyakit kusta setelah India dan Brazil
(WHO, 2008). Di Indonesia masih ada 14 provinsi dan 155 kabupaten yang
memperlihatkan kecenderungan peningkatan kusta baru, salah satunya adalah
propinsi Jawa Timur. Jawa Timur merupakan propinsi dengan jumlah penderita
kusta tertinggi di Indonesia, sekitar 30%.
Kabupaten Sumenep merupakan satu daerah dengan jumlah penderita kusta
yang besar di provinsi Jawa timur. Di antara kecamatan pada kebupaten
Sumenep, Kecamatan Lenteng menduduki peringkat ke-4 penderita kusta
terbanyak setelah kecamatan Pragaan, Talango, dan Bluto. Diperlukan data
prevalensi penderita kusta untuk mengetahui gambaran penyebaran penderita
kusta di Kecamatan Lenteng. Mini project ini berupaya melalukan
pengumpulan data terhadap prevalensi penderita kusta, serta beberapa variabel
lain yang berhubungan antara lain tipe kusta yang diderita, cara pendataan
penderita kusta, prevalensi kecacatan penderita kusta, rerata usia penderita
kusta, dan prevalensi ketuntasan pengobatan kusta. Pengumpulan data
dilakukan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep
yang merupakan salah satu desa yang diduga memiliki prevalensi penderita
kusta yang cukup banyak.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran prevalensi penderita kusta di Desa Lenteng Barat
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Tahun 2009 - November 2014?
1.3 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran prevalensi penderita kusta di Desa Lenteng Barat
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009- 2014.
1.4 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tren peningkatan atau penurunan jumlah penderita kusta di
Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009
2014.
2. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan jenis kelamin di Desa
Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 2014.
3. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan tipe kusta di Desa Lenteng
Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 2014.
4. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan usia di Desa Lenteng Barat
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 2014.
5. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan cara pendataan di Desa
Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 2014.
6. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan kecacatan di Desa Lenteng
Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 2014.
7. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan ketuntasan pengobatan di
Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009
2014.
1.5 Manfaat
1. Mengetahui prevalensi penderita kusta, jumlah penderita, jumlah penderita
berdasarkan jenis kelamin, tipe kusta, usia, cara pendataan, kecacatan, dan
ketuntasan pengobatan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng
Kabupaten Sumenep tahun 2009- 2014.
2. Dapat menjadi acuan analisis penelitian lebih lanjut mengenai faktor
penyebab dari data yang ditemukan di Desa Lenteng Barat Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009- 2014.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kusta


Kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa, saluran pernapasan bagian atas,
sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Penyakit Hansen atau
Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau
lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui
hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae hingga ditemukan
bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008,
yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang
dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan
bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia
bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen
yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini
penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk
menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan
leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang
netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya
diderita oleh pasien kusta. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa
pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit
adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat
sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota
gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada
penyakit tzaraath.
2.2 Etiologi
Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae, yang ditemukan oleh
warga negara Norwegia, G.A Armauer Hansen pada tahun 1873 dan sampai
sekarang

belum

Mycobacterium

dapat

dibiakkan

dalam

media

buatan.

Kuman

leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan
alkohol serta bersifat Gram positif. Mycobacterium leprae hidup intraseluler
dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem
retikulo endothelial (Kosasih et al, 2005).
2.3 Masa inkubasi
Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, dengan
rata-rata 3-5 tahun. Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang
lama, yaitu antara 2 3 minggu dan di luar tubuh manusia (kondisi tropis)
kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo
kuman kusta pada tikus pada suhu 27 300C.
2.4 Epidemiologi Kusta
Secara deskriptif epidemiologi penyakit kusta digambarkan menurut
tempat, waktu dan orang. Gambaran epidemiologis penyakit kusta adalah
sebagai berikut :
a. Distribusi menurut tempat
Penyakit kusta tersebar di dunia dengan endemisitas berbeda. Dari 122
negara endemis tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta
dengan angka prevalensi < 1 / 10.000 penduduk. Lebih dari 10 juta
penderita telah disembuhkan dengan MDT pada akhir 1999. Beberapa
faktor yang dapat berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta yaitu
iklim (panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi dan
genetik. Perkiraan jumlah penderita kusta di dunia tahun pada 2005 dan
2006 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Regional WHO

Prevalensi
( awal 2006 )

Kasus Baru
( selama 2005 )

Afrika
40.830 (0,56)
42.814 (5,92)
Amerika
32.904 (0,39)
41.780 (4,98)
Asia Tenggara
133.422 (0,81)
201.635 (12,17)
Mediterania Timur
4.024 (0,09)
3.133 (0,67)
Pasifik Barat
8.646 (0,05)
7.137 (0,41)
Total
219.826
296.499
Tabel 2.1 Situasi penderita kusta menurut regional WHO tahun
2005 2006 (diluar regional Eropa) (Depkes RI, 2006)
b. Distribusi penyakit kusta menurut waktu
Pada tahun 2005 sebanyak 17 negara melaporkan 1000 atau lebih kasus baru,
yang semuanya menyumbang 94 % kasus kusta baru di dunia. Secara
4

global terjadi penurunan kasus baru, tetapi sejak tahun 2002 terjadi
peningkatan kasus baru dibeberapa negara seperti Republik Demokrasi
Kongo, Philipina dan Indonesia. Pada tahun 2005 Indonesia menempati
urutan ketiga dalam jumlah kasus baru setelah Brazil dan India (Depkes
RI, 2006).
c. Distribusi penyakit kusta menurut orang
1. Distribusi menurut umur
Penyakit kusta jarang sekali ditemukan pada bayi. Angka kejadian
penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncak kejadian pada
umur 10-20 tahun (Depkes RI, 2006). Penyakit kusta dapat mengenai
semua umur dan terbanyak terjadi pada umur 15-29 tahun. Serangan
pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi. Di Brasilia
terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada
penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut. Menurut Depkes
RI (2006) kebanyakan penelitian melaporkan bahwa distribusi penyakit
kusta menurut umur berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang
berdasarkan insiden karena pada saat timbulnya penyakit sangat sulit
diketahui.
2. Distribusi menurut jenis kelamin
Kejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi dari
pada wanita, kecuali di Afrika, wanita lebih banyak terkena penyakit
kusta dari pada laki-laki (Depkes RI, 2006). Menurut Louhennpessy
dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) bahwa perbandingan penyakit
kusta pada penderita laki-laki dan perempuan adalah 2,3 : 1,0, artinya
penderita kusta pada laki-laki 2,3 kali lebih banyak dibandingkan
penderita kusta pada perempuan. Menurut Noor dalam Buletin Penelitian
Kesehatan (2007) penderita pria lebih tinggi dari wanita dengan
perbandingannya sekitar 2.
2.5 Diagnosis Kusta
Diagnosis

penyakit

kusta

didasarkan

pada

gambaran

klinis,

bakteriologis dan histopatologis. Dari ketiga diagnosis klinis merupakan yang


terpenting dan paling sederhana. Sebelum diagnosis klinis ditegakkan, harus
dilakukan anamnesa, pemeriksaan klinik (pemeriksaan kulit, pemeriksaan
saraf tepi dan fungsinya). Untuk menetapkan diagnosis klinis penyakit kusta

harus ada minimal satu tanda utama atau cardinal sign.. Tanda utama tersebut
yaitu :
a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainan dapat berbentuk bercak keputihan (hipopigmentasi) atau
kemerah-merahan (eritematosa) yang mati rasa (anestesi)
b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat
peradangan saraf (neuritis perifer) , bisa berupa :
1) Gangguan fungsi sensoris (mati rasa)
2) Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot, kelumpuhan
3) Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak
c. Adanya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit
(BTA positif).
2.6 Klasifikasi Kusta
Dikenal beberapa jenis klasifikasi kusta, yang sebagian besar di
dasarkan pada tingkat kekebalan tubuh (kekebalan seluler) dan jumlah
kuman. (Ditjen PPM, 2001). Beberapa klasifikasi kusta di antaranya adalah :
a. Klasifikasi Madrid (1953)
Pada klasifikasi kusta ini penderita kusta di tempatkan pada dua kutub,
satu kutub terdapat kusta tipe tuberculoid (T) dan kutub lain tipe
lepromatous (L) . Diantara kedua tipe ini ada tipe tengah yaitu tipe
borderline (B). Di samping itu ada tipe yang menjembatani yaitu disebut
tipe intermediate borderline (B).
b. Klasifikasi Ridley Jopling (1962)
Berdasarkan gambaran imunologis, Ridley dan Jopling membagi tipe
kusta menjadi 6 kelas yaitu : intermediate (I), tuberculoidtuberculoid (TT),
borderline tuberculoid (BT), borderlineborderline (BB), borderline
lepromatous (BT) dan lepromatous lepromatous (LL).20
c. Klasifikasi WHO ( 1997 )
Pada pertengahan tahun 1997 WHO Expert Committee menganjurkan
klasifikasi kusta menjadi pausi basiler (PB) lesi tunggal, pausi basiler (PB
lesi 2-5) dan multi basiler (MB). Sekarang untuk pengobatan PB lesi
tunggal disamakan dengan PB lesi 2-5. Sesuai dengan jenis regimen MDT
(multi drug therapy) maka penyakit kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu tipe
PB dan MB.
Sekarang untuk pengobatan PB lesi tunggal disamakan dengan PB lesi 25. Sesuai dengan jenis regimen MDT (multi drug therapy) maka penyakit
kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu tipe PB dan MB.Klasifikasi WHO (1997)

inilah yang diterapkan dalam program pemberantasan penyakit kusta di


Indonesia (Sasakawa,2004). Penentuan klasifikasi atau tipe kusta
selengkapnya seperti tabel di bawah ini :
Tanda Utama
Jumlah lesi

PB
1-5

MB
Lebih dari 5

Penebalan saraf yang

Hanya 1 saraf

Lebih dari 1

disertai
Sediaan apus

gangguan fungsi saraf


BTA negatif

BTA positif

Tabel 2.2 Klasifikasi tipe kusta

2.7 Imunologi Penyakit Kusta


Imunitas terdapat dalam bentuk alamiah (non spesifik) dan didapat
(spesifik). Imunitas alamiah tergantung pada berbagai keadaan struktural
jaringan dan cairan tubuh, tidak oleh stimulasi antigen asing. Imunitas di
dapat tergantung pada kontak antara sel-sel imun dengan antigen yang bukan
merupakan unsur dari jaringan host sendiri. Imunitas didapat ada dua jenis
yaitu humoral dan seluler. Imunitas humoral didasarkan oleh kinerja gamma
globulin serum yang disebut antibodi (imunoglobulin). Imunoglobulin
disintesis oleh leukosit yaitu limphosit B. Imunitas seluler berdasarkan kerja
kelompok limphosit yaitu limfosit T dan makrofag (Kresno, 2001).
Pada penyakit kusta, kekebalan dipengaruhi oleh respon imun seluler
(cell mediated immunity / CMI). Variasi atau tipe dalam penyakit kusta
disebabkan oleh variasi dalam kesempurnaan imunitas seluler. Bila seseorang
mempunyai imunitas seluler yang sempurna, tidak akan menderita penyakit
kusta walaupun terpapar Mycobacterium leprae. Orang yang tidak
mempunyai imunitas seluler sempurna, bila menderita kusta akan mendapat
salah satu tipe penyakit kusta . Penderita yang mempunyai imunitas seluler
cukup tinggi akan mendapat kusta tipe T (klasifikasi Madrid) atau tipe TT
(klasifikasi Ridley Jopling) atau tipe PB (klasifikasi WHO). Semakin rendah
imunitas seluler, tipe yang akan diderita semakin kearah L / LL / MB.
2.8 Pengobatan kusta
Obat yang dipakai dalam pengobatan penyakit kusta adalah :
7

a. DDS ( Diamino Diphenil Sulfon / Dapson )


Dapson bersifat bakteriostatik atau menghambat pertumbuhan kuman
kusta. Dapson mempunyai efek samping berupa alergi (manifestasi kulit),
anemia hemolitik, gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, tidak
nafsu makan), gangguan persarafan (neuropati perifer, vertigo, sakit
kepala, mata kabur)
b.

Clofazimin
Clofazimin bersifat bakteriostatik dengan efek samping yaitu perubahan
warna kulit menjadi ungu sampai kehitaman, gangguan pencernaan berupa
mual, muntah, diare dan nyeri lambung.

c.

Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid atau membunuh kuman kusta, 99 % kuman
kusta mati dalam satu kali pemberian. Efek samping yang mungkin terjadi
setelah pemberian rifampisin yaitu kerusakan hati, gangguan fungsi hati,
air seni warna merah dan munculnya gejala influenza.

d. Vitamin
1. Sulfas ferros, untuk penderita yang anemia berat
2. Vitamin A, untuk penderita dengan kulit bersisik (iktiosis)
BAB 3
HASIL DAN ANALISIS

3.1 Profil Desa


Desa Lenteng Barat yang juga termasuk dalam wilayah Kecamatan
Lenteng, secara geografis di sisi utara berbatasan dengan Desa Rubaru, di sisi
timur berbatasan dengan Desa Lenteng Timur, di sisi selatan berbatasan
dengan Desa Bilapora Rebba, di sisi barat berbatasan dengan Desa Ganding.
Jumlah penduduk keseluruhan di desa Lenteng Barat pada bulan yang sama
sebesar 9898 orang, yang terdiri dari 4792 laki-laki dan 5106 perempuan.
3.2 Data Penderita Kusta
3.2.1 Data Penderita Kusta Desa Lenteng Barat
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014

Jumlah Penderita
17
8
30
21
15
17

Tabel 3.1 Data penderita Kusta Desa Lenteng Barat Tahun 2009 2014
Pada tahun 2009 2014 didapatkan jumlah penderita kusta
245 orang. Dari keseluruahn jumlah penderita tersebut di Kecamatan
Lenteng, Desa Lenteng Barat memiliki prevalensi 44,08 %. Untuk Desa
Lenteng Barat, dari data diatas didapatkan peningkatan yang cukup
signifikan dari tahun 2010 ke tahun 2011 dan merupakan jumlah
tertinggi diantara 5 tahun terakhir. Hal ini dapat disebabkan karena
diadakannya rapid village survey yang aktif pada tahun 2011 sehingga
kasus baru banyak ditemukan di tahun 2011. Para kader dan perangkat
desa diberi pengetahuan mengenai kusta dan diminta untuk membantu
program pencarian penderita kusta. Secara gradual terjadi penurunan
jumlah penderita dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Peningkatan
jumlah penderita kembali terjadi di tahun 2014, meski tidak setinggi
yang terjadi pada tahun 2011.
3.2.2 Grafik Penderita Kusta Desa Lenteng Barat

Jumlah Penderita
40
30
20
10
0
2009

2010

2011

2012

2013

2014

Grafik 3.1 Penderita Kusta Desa Lenteng Barat Tahun 2009 - 2014
Dari grafik di atas dapat diamati sempat terjadi penurunan
jumlah penderita pada tahun 2010. Lonjakan signifikan terjadi di tahun
2011 dimana merupakan angka tertinggi pada 5 tahun terakhir di Desa
Lenteng Barat.. Lonjakan jumlah penderita di tahun 2011 diikuti
penurunan jumlah penderita selama dua tahun berturut-turut, hingga
tahun 2013. Peningkatan jumlah penderita kembali terjadi pada tahun

2014, meski tidak terjadi secara signifikan seperti lonjakan yang terjadi
pada tahun 2011.
3.2.3 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki Laki
Perempuan

Jumlah
53
55

Tabel 3.2 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin Desa


Lenteng Barat tahun 2009 2014
Pada data di atas tergambar bahwa jenis kelamin perempuan
memiliki jumlah lebih banyak dari laki-laki, meskipun tidak terdapat
perbedaan jumlah yang signifikan antara penderita perempuan dan laki.
Penderita laki laki berjumlah 53 orang dan perempuan 55 orang. Hal
ini dapat dipengaruhi karena sebagian besar perempuan memiliki
kesadaran lebih tinggi untuk berobat. Mereka juga lebih berani untuk
memeriksakan diri ke pusat kesehatan yang ada sehingga kasus kusta
pada perempuan lebih banyak ditemukan.
3.2.4 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Laki-Laki
Perempuan

Diagram 3.2 Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin


Desa Lenteng Barat tahun 2009 2014
3.2.5 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta
Tipe

Jumlah

10

Paucibasiler
56
Multibasiler
52
Tabel 3.3 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta
Desa Lenteng Barat tahun 2009 2014
Pada Desa Lenteng Barat, tipe kusta paucibasiler lebih banyak
daripada multibasiler tetapi tidak terdapat perbedaan yang cukup
berarti.

Penyebab

lebih

tingginya

kejadian

tipe

paucibasiler

dibandingkan multibasiler ini memerlukan pengamatan lebih jauh. Pada


tipe paucibasiler gejala kusta yang muncul relatif lebih ringan
dibandingkan dengan tipe multibasiler. Hal ini menunjukkan bahwa
kesadaran masyarakat untuk memeriksakan bercak mati rasa sudah
cukup tinggi, meskipun gejala yang ditimbulkan tipe paucibasiler tidak
seberat pada multibasiler.
3.2.6 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta

Tipe

PB
MB

Diagram 3.3 Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta


Desa Lenteng Barat tahun 2009 2014
3.2.7 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Usia
Usia
Jumlah
Mean
41
Di bawah mean
50
Di atas mean
58
Tabel 3.4 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Usia Desa
Lenteng Barat tahun 2009 2014

11

Berdasarkan usia, dari 108 pasien yang menderita kusta di


lenteng timur didapatkan rata rata pasien berusia 41 tahun. Dari rata
rata usia tersebut didapatkan 50 orang yang memiliki usia dibawah 41
tahun, sedangkan 58 orang yang berusia di atas 41 tahun. Pada usia
yang lebih tua dimungkinkan turunnya respon imun sehingga
pertahanan tubuh akan kusta lebih rendah dibandingkan pada usia yang
lebih muda.
3.2.8 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Usia

Umur
Di bawah
mean

Di atas mean

Diagram 3.4 Penderita Kusta Berdasarkan Usia Desa


Lenteng Barat tahun 2009 2014
3.2.9 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan cara Pendataan
Cara Pendataan
Jumlah
Sukarela
82
Kontak
11
Kontak Serumah
0
Kontak Tetangga
2
Kontak Sekolah
1
Rapid village survey
7
Tabel 3.5 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Cara Pendataan
Desa Lenteng Barat tahun 2009 2014
Berdasarkan cara pendataan, didapatkan beberapa macam cara.
Cara yang paling banyak yaitu penderita datang ke puskesmas secara
sukarela karena memiliki keluhan yang berkaitan dengan penyakit
kusta. Kemudian dengan adanya keluhan tersebut, penderita diperiksa
12

dan terbukti positif memiliki penyakit kusta. Cara kedua yaitu


mengadakan survei ke desa-desa untuk mencari penderita yang
memiliki gejala seperti kusta. Para kader dan perangkat desa diberi
pengetahuan mengenai gejala dan ciri ciri kusta. Kemudian kader dan
perangkat desa tersebut memberikan penyuluhan ke masyarakat. Dari
cara tersebut diketemukan beberapa penderita kusta baru. Survei ini
dinamakan rapid village survey yang diadakan setahun sekali.
Didapatkan 7 pasien yang berasal dari Rapid village survey yang
kemudian periksa ke puskesmas dan menjadi penderita kusta baru. Dari
rapid village survey tersebut pasien yang berasal dari penemuan kader
yang datang ke puskesmas disebut berasal dari kontak.
Cara ketiga adalah memeriksa kontak yang berada pada sekitar
penderita. Kontak kemudian dibagi menjadi kontak serumah, kontak
tetangga, atau kontak sekolah. Kontak serumah didapatkan dari
pemeriksaan keluarga yang tinggal serumah dengan pasien. Dari data di
atas, yang paling banyak adalah didapat dari kontak tetangga. Tetangga
sekitar pasien yang berikatan erat dengan pasien, yaitu memiliki kontak
10 rumah sekitar rumah pasien. Secara teori, kusta dapat menular
melalui kontak jika berhubungan lebih dari 20 jam dalam seminggu.
Sehingga banyak penderita yang terdapat dari kontak tetangga. Kontak
sekolah didapatkan dari pemeriksaan tim puskesmas yang datang ke SD
dan SMP setiap 4 bulan. Pada saat pemeriksaan di sekolah, ditemukan 1
penderita yang merupakan kontak sekolah.

13

3.2.10 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Cara Pendataan

Status
Sukarela

Kontak

Kontak Tetanggal

Kontak Sekolah

Kontak Serumah

Rapid Village
Survey

Diagram 3.5 Penderita Kusta Berdasarkan Cara Pendataan Desa


Lenteng Barat tahun 2009 2014
3.2.11 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Kecacatan
Kecacatan
Jumlah
Ya
6
Tidak
102
Tabel 3.6 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Kecacatan
Desa Lenteng Barat tahun 2009 2014
Di desa Lenteng Barat, terdapat dua pasien yang mengalami
kecacatan setelah menjalani pengobatan. Kecacatan yang dialami
seperti kehilangan atau menurunnya fungsi anggota tubuh. Kecacatan
ini dinilai sebelum pengobatan maupun setelah pengobatan. Pasien
yang mengalami kecacatan diberi obat simptomatis dan diajarkan cara
tertentu sehingga kecacatan maupun menurunnya fungsi anggota tubuh
itu tidak terlalu berpengaruh pada kegiatan sehari harinya. Sehingga
setelah selesainya pengobatan, akan dilakukan evaluasi kembali apakah
ada kecacatan yang terjadi pada penderita atau tidak.

14

3.2.12 Diagram Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Kecacatan

Kecacatan
Ya
Tidak

Diagram 3.6 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan


Kecacatan Desa Lenteng Barat Tahun 2009 2014
3.2.13 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Ketuntasan Pengobatan
Ketuntasan
Jumlah
Tuntas
90
Belum Tuntas
18
Tabel 3.7 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Ketuntasan
Pengobatan Desa Lenteng Barat Tahun 2009 - 2014

Pada data di atas, ada 18 penderita yang belum tuntas


pengobatan dari 108 pasien di Desa Lenteng Barat. Hal ini dapat
disebabkan karena ada beberapa pasien yang drop out pada masa
pengobatan. Pengobatan kusta membutuhkan waktu yang lama dan
membutuhkan ketaatan penderita untuk datang ke puskesmas setiap
bulannya. Namun petugas kusta maupun kader di desa Lenteng aktif
memantau penderita saat mengambil obatnya setiap bulan di
puskesmas. Jika penderita kusta tidak mengambil obat, petugas akan
mengantarkan obat pasien tersebut ke rumah. Oleh karena itu angka
ketuntasan pengobatan cukup tinggi.

15

3.2.14 Diagram Jumlah Penderita Berdasarkan Ketuntasan Pengobatan

Ketuntasan Pengobatan
Tuntas
Tidak Tuntas

Diagram 3.7 Penderita Berdasarkan Ketuntasan Pengobatan Desa


Lenteng Barat Tahun 2009 2014
BAB 4
DISKUSI
Dari gambaran pada bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa Desa
Lenteng Barat memiliki prevalensi kusta yang tertinggi dibandingkan seluruh desa
di kecamatan Lenteng. Hal ini bisa disebabkan karena Desa Lenteng Barat
memiliki area yang cukup luas dan berdekatan dengan Puskesmas Lenteng
sehingga dimungkinkan petugas kusta maupun kader kesehatan menjangkau
wilayah ini. Masyarakat yang memiliki keluhan yang menyerupai kusta juga lebih
mudah memeriksakan dirinya ke Puskesmas Lenteng sehingga kasus baru mudah
ditemukan.
Dari data sejak tahun 2009 hinga tahun 2014, didapatkan peningkatan
tajam di tahun 2011. Hal ini dapat disebabkan karena keaktifan petugas kusta
maupun kader kesehatan dalam rapid village survey. Berdasarkan jenis kelamin,
penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki yang dapat disebabkan
karena kesadaran mereka untuk memeriksakan diri kepusat kesehatan lebih tinggi.
Penderita kusta dengan tipe multibasiler lebih sedikit daripada penderita
dengan tipe paucibasiler. Pada tipe paucibasiler yang muncul hanya bercak putih
pada kulit, sedangkan pada tipe multibasiler gejala yang muncul lebih dominan.

16

Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Lenteng Barat untuk


memeriksaan keadaan kesahatannya tinggi meskipun gejala yang muncul tidak
berat. Berdasarkan usia, usia penderita yang berada di atas usia 41 tahun lebih
banyak daripada yang berusia di bawah 41 tahun. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
nutrisi maupun daya tahan tubuh yang menurun seiring bertambahnya usia.
Cara pendataan secara sukarela penderita datang ke puskesmas lebih
banyak daripada cara pendataan yang lain. Hal ini bisa disebabkan karena desa
Lenteng Barat yang letaknya berdekatan dengan puskesmas Lenteng sehingga
penderita lebih mudah untuk memeriksakan dirinya dan mengikuti program
pengobatan. Berdasarkan tingkat kecacatan, hanya enam penderita yang
mengalami kecacatan dari seluruh penderita yang berada di Desa Lenteng Barat.
Jumlah penderita kusta yang belum tuntas pengobatan mencapai 18 orang
penderita karena pengobatan akan berlanjut di tahun 2015. Keaktifan petugas
kusta dan penderita dalam mengikuti program pengobatan sangat berpengaruh
dalam munculnya kecacatan.

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Prevalensi penderita kusta di Desa Lenteng Barat sebesar 44,08 %.
Jumlah penderita kusta dari tahun 2009 hingga November 2014 di Desa Lenteng
Timur sebesar 108 orang. Dari 108 orang tersebut, 53 orang laki laki dan 55
orang perempuan. 56 orang penderita memiliki tipe paucibasiler dan 52 orang
multibasiler. 50 orang berusia di bawah 41 tahun dan 58 orang berusia di atas 41
tahun. Dari cara pendataan, 82 orang datang secara sukarela,7 orang dari rapid
village survey, 11 orang ditemukan oleh kader kesehatan, 2 orang dari kontak
tetangga dan 1 orang dari kontak sekolah. Hanya 6 orang yang mengalami
kecatatan dan 18 orang yang belum tuntas pengobatan karena pengobatan masih
berjalan hingga tahun 2015.

17

5.2 Saran
Demi perbaikan dan peningkatan keaktifan petugas dan kader kesahatan
maupun masyarakat akan penemuan kasus kusta diharapakan petugas maupun
kader kesehatan dapat meningkatkan penyuluhan maupun penemuan dini penyakit
kusta di Desa Lenteng Barat khususnya dan Kecamatan Lenteng pada umumnya.
Untuk masyarakat diharapkan mampu menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat dan meningkatkan pengetahuannya mengenai kusta sehingga deteksi dini
penyakit ini dapat ditingkatkan. Bagi penulis perlu juga dilakukan perbandingan
dengan Desa lain di Kecamatan Lenteng ini dan perlu juga penelitian lebih lanjut
agar kasus kusta di Kecamatan Lenteng ini dapat segera diberantas.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen PPM & PL Dep.Kes.RI, Modul Aspek Klinis, Komplikasi Penyakit Kusta
Dan Penanggulangannya, Jakarta, 2001; 1-21
Kosasih A, Made Wisnu I, Emmy S.J, Linuwih S. M, Kusta, dalam : Juanda, Adhi,

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi IV, FKUI, Jakarta,2005;73-88.


Kresno S.B, Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, FKUI, Jakarta,
2001; 10-1

18

Anda mungkin juga menyukai