A. Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan Menurut Wexley & Yuki (2003) adalah proses penggunaan pengaruh
positif terhadap orang lain yang didalamnya termasuk mempengaruhi orang untuk
melakukan usaha yang lebih banyak dalam sejumlah tugas atau mengubah
perilakunya, Sedang Gibson et.al (1994) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk
memotivasi individu dalam mencapai tujuan.
Berbicara tentang pemimpin (leader) dan manajer, ibaratnya seperti sekeping mata
uang yang memiliki dua permukaan yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan
dalam fungsinya. Untuk menjadi seorang manajer yang baik, mungkin telah banyak
buku dan sekolah yang mengajarkannya, seperti : Manajemen Keuangan,
Manajemen SDM, Manajemen Pemasaran, dsb. Sedangkan leadership banyak
melekat pada perilaku yang akan diterapkan oleh pemimpin/supervisor dalam
membina anggotanya.
Yang membedakan satu individu satu dan individu lain adalah : (1) Kemampuan, (2)
Kemauan, dan (3) Kepribadian. Hal yang paling sulit bagi seseorang adalah
mengukur secara obyektif keberadaan dirinya dalam lingkungannya. Proses
pengembangan potensi diri dimulai dengan bagaimana menemukan Jati diri.
Jati Diri
(Diadapsi dari: Kisdarto Atmosoeprapto: Temukan Kembali Jati Diri Anda)
Dalam proses pemberdayaan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh
masyarakat adalah mengenal jati diri. Jati diri suatu bangsa dicerminkan oleh jati
diri masyarakat dan individu individu warganya. Jati diri inilah yang akan
memberdayakan diri kita dan pada akhirnya diharapkan akan memberdayakan
masyarakat sehingga mampu mengatasi segala gejolak maupun krisis yang
melanda dirinya.
Menemukan jati diri berarti menyadari, menghayati dan memahami untuk apa kita
dilahirkan, apa makna dari kelahiran dan hidup kita selanjutnya bagi kehidupan dan
makna kehidupan itu sendiri bagi diri kita.
Apabila kita menyadari makna diri kita bagi kehidupan itu sendiri,kita akan tetap
menjaga dan memelihara potensi dan karakteristik bawaan kita serta
mengembangkannya untuk memperbaiki terus menerus kualitas hidup dan
kehidupan. Kesadaran ini akan menjadi dorongan yang kuat bagi diri kita untuk
mengejar dan mewujudkan cita cita dan memaknai kehidupan kita sesuai
dengan kebutuhan dasar (kebutuhan yang paling tinggi nilainya) yaitu self
transendence. Kebutuhan tertinggi itu merupakan keseimbangan antara
selfish dan selfless. Selfish mengandung arti aku yang teguh
sedangkan selfless mengandung arti pengorbanan untuk sesama.
Kenyataannya apabila orang menyadari makna dirinya dalam kehidupan dan makna
kehidupan bagi dirinya, segala perbuatan dalam hidupnya merupakan buah dari
sikap mental positif-nya yang bersumber dari kesadaran menemukan jati
diri nya, kesadaran bahwa ia dilahirkan dengan bekal potensi dan
karakteristik bawaan dan keberadaannya di dunia diharapkan bisa berperan
betapapun kecilnya dalam memperbaiki kualitas kehidupan sebagai
dikehendaki oleh Sang Pencipta.
Setiap perbuatan berawal dari pikiran, maka apa yang dipikirkan seseorang
sebelum mewujudkannya dalam perbuatan mempunai peranan yang menentukan
nilai dari hasil perbuatannya. Apabila pikiran yang berkembang bisa
mendengarkan bisikan nurani, berarti mampu menangkap maksud dan
tujuan kehidupan ini diciptakan , maka pikiran itu akan memperoleh daya (power)
luar biasa sehingga perbuatan yang diwujudkannyapun mempunyai nilai yang
besar.
Kitapun sebenarnya perlu menyadari atau menemukan kembali jati diri kita sendiri
sebagai manusia, makhluk yang diciptakan lebih unggul dari segala makhluk
ciptaan Tuhan, dengan segala karakteristik dan potensi bawaan sejak lahir yang
bisa dikembangkan untuk mencapai kemanfaatan yang lebih besar bagi diri kita
sendiri dan bagi kehidupan secara keseluruhan agar selalu mengarah pada maksud,
tujuan dan kehendak Sang Pencipta.
Bila kita mempunyai pendirian yang teguh dan keyakinan pada kebenaran yang
selalu kita kejar, rintangan apa pun harus berani kita hadapi. Bila diri kita berdaya,
tidak seorang pun bisa memberdayakan kita, bahkan kita bisa memberdayakan
orang lain. Untuk menemukan jati diri kita, kenalilah terlebih dahulu diri kita; siapa
sebenarnya kita. Hal tersebut bisa dilakukan cukup dengan perenungan pada
perjalanan hidup yang sudah dilalui, kapan saja setiap saat, mawas diri pada apa
yang selama ini telah kita peroleh dan telah kita amalkan dalam hidup kita.
Pandanglah Diri
Sebelum mengenali diri, pandanglah terlebih dahulu diri kita. Cobalah berdiri di
depan cermin, bayangan dalam cermin itulah wujud diri. Dialah cermin kita, yang
paling setia dan jujur. Kita tidak akan bisa berbohong, karena setiap kali kita akan
berbohong kawan anda yang ada dalam cermin akan
mengingatkannya. Kalau kita tidak berdiri dalam cermin kawan kita
tersebut sebenarnya bersembunyi dalam diri kita, bahkan pikiran kita.
Itulah yang disebut hati nurani.
Jangan sekali kali mencemoohkan rupa atau wujud bayangan kita dalam
cermin. Karena jika kita mencemoohkannya berarti kita kecewa dengan diri sendiri
dan akhirnya orang lainpun akan mencemoohkan dan meremehkan kita.
Kenalilah Diri
Setelah bisa melihat atau memandang diri , berusahalah untuk mengenali apa yang
ada dalam diri kita. Untuk mengenali diri banyak cara yang bisa dilakukan . Jo Luft
dan Harry Ingham mengembangkan model yang disebut Jendela Johari (Johari
Window) membantu kita untuk mengenali diri, bisa dilihat dalam gambar kuadran di
bawah ini :
Terbuka : Kita mengenal diri sendiri begitu juga orang lain mengenal kita, berarti
kita mempunyai keterbukaan dengan demikian kita mampu membantu orang lain
dan sebaliknya.
Buta : orang lain mengenal diri kita, tetapi kita sendiri tidak tahu artinya kita
buta,dan akan hidup terombang ambing .
Tertutup : kita mengenal diri kita, akan tetapi orang lain tidak tahu berarti kita
menutup
diri dan tidak seorangpun bisa membantu apabila kita memerlukan bantuan.
Gelap : orang lain tidak dan diri sendiri sama sama tidak mengenal siapa
sebenarnya kita, berati hidup dalam kegelapan tidak tahu ke mana harus
menuju dan apa sebaiknya yang harus dilakukan.
Bila kita diberikan pada dua alternatif pilihan, manakah yang anda akan pilih :
Bila alternatif pertama yang dipilih, artinya kita membiarkan dibentuk oleh orang
lain/lingkungan (faktor eksternal). Bisa jadi apa yang diperbuat sebenarnya hanya
sekedar memenuhi harapan atau keinginan orang lain/lingkungan.
Bila memilih alternatif yang kedua, bisa dianggap tidak peduli pada orang
lain/lingkungan, bahka bisa dianggap melawan arus. Tokoh tokoh
pemimpin yang kuat tidak jarang harus berani melawan arus demi
membela kepentingan sesama, walaupun harus mengorbankan dirinya karena
berpegang tehuh pada prinsip. Contohnya : Gandhi.
Untuk mengenali diri kita bisa mencari sendiri lewat perenungan, mawas diri dan
lain lain. Kekuatiran bahwa bila kita mencari sendiri akan terlalu subjektif
karena ego atau aku sebenarnya bergantung pada seberapa besar
ego kita dan apakah kita hanya sekedar ingin tahu atau sadar merupakan
kebutuhan kita untuk mengetahui atau mengenali jati diri kita. Juga bergantung
apakah kita mau membohongi diri kita sendiri yang sebenarnya sesuatu yang
tidak mungkin kita lakukan atau jujur pada diri kita sendiri.
Mengenali, menemukan dan menyadari jati diri kita akan lebih memberdayakan diri
kita sehingga kita menjadi semakin kuat untuk menghadapi dan mengatasi segala
rintangan dan hambatan dalam hidup guna mewujudkan cita cita kita, visi kita
menuju kesuksesan dalam hidup, membuat kualitas hidup kita menjadi lebih baik
dan berpeluang memperbaiki kualitas kehidupan bagi sesama. Bukankah itu yang
menjadi tujuan dan kehendak Sang Pencipta, untuk itu pulalah kita dilahirkan dan
kita dilahirkan sama, dibekali karakteristik dan potensi yang sama pula.