Secara fisiografis Perbukitan Bayat merupakan suatu inlier dari batuan Pra Tersier dan
Tersier di sekitar endapan Kuarter, yang terutama terdiri dari endapan flufio-vulkanik dari
Merapi. Elevasi tertinggi dari Puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 meter diatas
muka laut, sehingga perbukitan tersebut dapat disebut perbukitan rendah. Perbukitan itu
tersebar menurut jalur yang arahnya berbeda. Di bagian barat (Jiwo Barat), jalur puncakpuncak bukit berarah utara selatan, yang diwakili oleh puncak-puncak Jabalkat, Kebo, Merak,
Cakaran, Budo Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah barat,
yaitudaerah perbukitan Kampak. Di sebelah timur (Jiwo Timur) arah jalurnya adalah barattimur, dengan puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, dengan percabangan kearah utara,
yang terwakili oleh puncak Jokotuo dan Bawak.
Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan
memanjang dengan pegunungan yang tumpul sehingga kenampakan puncak tidak begitu
nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alur tidak banyak
dijumpai. Sebagai contoh adalah perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan perbukitan
Tugu-Kapak di Jiwo Barat. Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorf, ini terisi oleh
campuran endapan pasir Merapi, endapan lempung hitam dan endapan rombakan dari
Pegunungan Selatan. Endapan lepas yang berumur kuater ini diduga menutup lembah sesar
yang membatasi Pegunungan Selatan dengan perbuukitan Jiwo. enis dan arah gerakan sesar
ini belum diketahui dengan pasti karena singkapannya saat ini belum ditemukan.
STRATIGRAFI
Batuan tertua yang tersingkap didaerah Perbukitan Jiwo adalah kompleks batuan
metamorf yang diduga berumur Pra Tersier. Kompleks Batuan ini merupakan basement dari
cekungan sedimen Paleogen, dan merupakan salah satu batuan yang tertua di Jawa, serupa
yang dijumpai di daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah dan Ciletuh di Jawa Barat.
Endapan Paleogen yang dijumpai berupa batupasir dengan sisipan batugamping yang kaya
akan foraminifera besar. Batuan tersebut diterobos oleh tubuh batuan beku yang terutama
terdiri dari mikrodiorit. Penerobosan ini diduga terjadi pada Paleogen akhir.
Secara tidak selaras di atas batuan beku dan batuan sedimen Paleogen tersebut
terdapat batuan karbonat berumur Neogen yang dijumpai dlam bentuk 2 fasies yang berbeda,
yaitu fasies laut dan fasies laut dangkal.
Erosi yang terjadi pada Neogen atas berakibat bahwa batuan Kuarter menumpang
secara tidak selaras pada batuan dibawahnya. Batuan yang terbentuk pada jaman Kuarter
berturut-turut adalah breksi vulkanik, endapan koluvial, endapan fluvio vulkanik dan endapan
aluvial.
PRA TERSIER
Batuan yang tertua di perbukitan Jiwo berupa kompleks batuan metamorf, terutama
berupa filit, sekis dan marmer. Filit dan sekisnya menunjukkan foliasi yang secara umum
mempunyai jurus barat-daya timur laut. Kedudukan filit terhadap sekis sangat sukar
ditentukan karena kebanyakan singkapan sudah lapuk dan di banyak tempat terpotong oleh
sesar yang sangat kompleks. Disamping itu dijumpai pula kuarsit yang mempunyai
kedudukan baik memotong maupun sejajar atau mengisi celah diantara bidang foliasi. Erosi
dari kuarsit ini menghasilkan butiran kuarsa susu, berukuran kerikil sampai berangkal dan
merupakan penciri khas daerah batuan metamorf.
Batuan metamorf ini tersebar membentuk perbukitan dengan relief yang kuat dan
terbiku sedang sampai kuat, dengan puncak-puncak yang meruncing, beberapa diantaranya
membentuk kerucut. Di daerah Jiwo Barat penyebaran batuan ini meliputi perbukitan
Jabalkat di selatan hingga Sari di utara. Di lereng baratdaya Jabalkat, didaerah Pagerjurang,
dijumpai Serpentinit diantara filit dan sekis, yang menunjukkan mineralisasi garnet. Di dekat
puncak Cakaran, Kebo, dan Pegat batuan metamorf ini diterobos oleh tubuh diorit,
mikrodiorit dan gabro. Intrusi gabro juga dijumpai lereng selatan dari G. Jabalkat. Sedangkan
pada aliran sungai Kebo diantara puncak G.Kebo dengan G.Cakaran dan G.Merak, dijumpai
batuan terobosan yang berupa diorit dan basalt. Pertanggalan absolut dari batuan beku di
tempat ini menunjukkan umur 36 jtl., yaitu Oligosen (Soeria Atmaja,1991). Di daerah Jiwo
Timur batuan metamorf dijumpai dari daerah G.Konang di ujung barat, membentuk bukit
yang memanjang kearah timur. Perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata, dengan
tebing-tebing terbiku kuat. Kuatnya penorehan tebing tersebut berakibat bahwa di kaki
perbukitan ini banyak teronggok endapan hasil erosi yang dikenal sebagai endapan colluvial.
Puncak-puncak perbukitan yang tersusun oleh batuan metamorf ini kelihatan lebih menonjol
dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut, misalnya puncak Jabalkat dan
puncak Semangu. Daerah dengan relief kuat ini dijumpai di Jiwo Barat antara daerah puncak
Jabalkat ke utara hingga daerah puncak Sari, sedang di Jiwo Timur mulai dari daerah puncak
Konang ke arah timur hingga puncak Semangu dan Jokotuo. Daerah sekitar puncak Pendul
adalah satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondsi
morfologinya cukup kasar mirip perbukitan batuan metamorf, namun relief yang ditunjukkan
puncak-puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorf.
Di utara dan di tenggara Perbukitan Jiwo Timur terdapat bukit yang terisolir yang
mencuat dari dataran aluvial yang ada di sekitarnya. Inlier atau isolated hills ini adalah bukit
Jeto di utara dan bukit Lanang di Tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh
batugamping Neogen, yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf,
sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batugamping Neogen tersebut. Di
daerah Jiwo Barat juga dijumpai inlier, masing-masing bukit wungkal (So) dan bukit Salam.
Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat penggalian penduduk untuk mengambil
batu asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.
Daerah Jiwo Barat dan Jiwo Timur dipisahkan oleh aliran sungai Dengkeng, yang
memotong deretan perbukitan secara anteseden. Sungai Dengkeng sendiri mempunyai aliran
yang memutari kompleks Jiwo Barat, bermula mengalir ke arah selatan tenggara, berbelok
kearah timur kemudian ke utara, memotong perbuktian untuk kemudian mengalir kearah
timur laut. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering utama dari dataran rendah di sekitar
Perbukitan Jiwo. Dataran rendah ini semula merupakan rawa yang luas, akibat air yang
mengalir dari Gunung Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini di daerah
utara, yang lebih dekat ke arah Gunung Merapi mengendapkan pasir yang berasal dari lahar,
sedangkan di bagian selatan atau pada lekukan antar bukit di Perbukitan Jiwo mengendapkan
endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu ciri khas suasana rawa. Pada
pertengahan kedua abad ke 19, daerah rawa yang mengandung sedimen Merapi yang subur
ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk dijadikan daerah
perkebunan, terutama untuk tanaman tembakau dan tebu. Reklamasi ini dilakukan dengan
jalan membuat saluran-saluran sungai yang ditanggung cukup tinggi, sehingga air yang
datang dari arah gunung Merapi tetap tertampung di sungai, sedang daerah rendahnya yang
semula berupa rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan.
Sebagian dari rawa yang semula lebar disisakan di daerah yang dikelilingi oleh puncak Sari,
Tugu dan Kampak di Jiwo Barat, dan dikenal dengan nama Rowo Jombor. Rawa yang
disisakan ini berfungsi sebagai tandon (reservoir) untuk keperluan irigasi daerah perkebunan
di dataran di utara Perbkitan Jiwo Timur. Untuk menyalurkan air rawa tersebut, dibuat
saluran buatan dari sudut tenggara rawa, menembus perbukitan batuan metamorf di Gunung
Pegat mengalir ke timur melewati desa Sedan dan memotong sungai Dengkeng lewat
aquaduct di selatan desa Jotangan terus ke arah timur laut melewati jalur yang hampir sejajar
dengan kaki utara dari Perbukitan Jiwo Timur.
Di selatan Perbukitan Jiwo, terdapat dataran rendah yang berarah memanjang barattimur, sejajar dengan kaki Pegunungan Selatan yang berada di selatannya. Dataran Bukit ini
terpotong oleh sesar dan singkapan batuan metamorf tergeser ke arah timur laut di daerah
Padasan, G. Semangu dan berbelok ke utara hingga daerah Jokotuo, dijumpai marmer yang
merupakan kantong diantara filit.
Umur batuan metamorf secara tepat belum dapat diketahui. Bothe (1929) menyatakan
bahwa di daerah Santren di kawasan Jiwo Timur dijumpai konglomerat yang mengandung
fragmen marmer, dan di dalam marmer tersebut dijumpai fragmen foraminifera besar yang
berupa Orbitolina. Atas dasar data ini maka ia menyatakan bahwa batuan metamorf tersebut
berasal dari batugamping yang terbentuk pada jaman Kapur. Namun karena data ini
merupakan satu-satunya data yang tidak disertai dengan ilustrasi yang meyakinkan, maka
kesimpulan asal jaman kapur tersebut belum dapat dipegang. Untuk amannya, karena batuan
metamorf tersebut terletak tidak selaras di bawah batuan Tersier, maka secara umum
dikatakan bahwa batuan metamorf tersebut berasal dari jaman Pra Tersier.
PALEOGEN
Secara tidak selaras di atas batuan metamorf terdapat seri batuan klastika dan
karbonat yang kaya akan kandungan fosil foraminifera besar. Bothe (1929) menyebut batuan
ini sebagai Wungkal Beds untuk bagian bawah dan Gamping Beds di bagian atas. Perbedaan
diantara dua beds tersebut bukan atas dasar perbedaan Litologinya, melainkan lebih
didasarkan pada perbedaan kandungan fosilnya, sehingga nama wungkal dan Gamping pada
dasarnya adalah nama untuk satuan biostratigrafi.
Walaupun batuan neogen ini tersingkap di beberapa tempat, namun posisi stratigrafi
satu terhadap yang lain sangat sukar untuk ditetapkan. Singkapan utama dari batuan ini
adalah di Watuprahu-Padasan, lereng selatan G.Pendul, di dekat desa Gamping Gede dan di
daerah Dowo, keempat-empatnya terletak di kawasan Jiwo Timur. Di Jiwo Barat batuan
Paleogen tersingkap di lereng timur G.Jabalkat, lereng barat G.Cakaran dan di dua perbuktian
yang berupa inlier diantara endapan fluvio-vulkanik Merapi yaitu di G.Wungkal (G.So) dan
di Salam. Rekonstruksi sementara dari hasil korelasi singkapan-singkapan yang etrpencar
tersebut menunjukkan bahwa lapisan terbawah berupa konglomerat kuarsa yang tersingkap di
sekitar puncak Cakaran. Semakin ke atas, konglomerat ini berangsur berubah menjadi
batupasir kuarsa. Di atas batupasir kuarsa ini terdapat batugamping yang kaya akan
kandungan Numulites javanus, N. bagelensis, Assilina spira, seperti yang tersingkap di
G.Wungkal dan G. Salam, menunjukkan umur Tb atau Eosen atas (Bothe,1929 ; Kurniawan,
1977). Singkapan serupa juga dijumpai pada singkapan di Dowo, lereng baratdaya dari
G.Pendul. Semakin ke atas disamping fosil foraminivera juga dijumpai fosil coraline algae
dan echinoid, seperti yang dijumpai pada singkapan di Padasan. Algae tersebut biasanya
membentuk struktur lapisan yang konsentris seperti bola (oncoid) dengan inti foraminifera
besar, menunjukkan hasil pengendapan laut dangkal. Ke arah atas, batugamping ini berubah
menjadi batupasir yang bersifat gampingan dan mengandung fosil foraminifera plangton yang
berjumlah sedikit dengan pengawetan yang buruk. Seluruh rangkaian batuan ini mulai
konglomerat, batupasir kuarsa, batugamping berfosil hingga batupasir gampingan oleh Bothe
disebut sebagai Wungkal Beds. Nama ini diberikan karena singkapannya yang khas dijumpai
di daerah G.Wungkal.
Di dekat desa Gamping Gede dijumpai singkapan batugamping lempungan dan napal,
yang hanya sedikit mengandung Numulites javanus tetapi melimpah dengan kandungan
Discocyclina dispansa, D. omphalus serta Orthophragmina sp. dan foraminifera plankton.
Oleh Bothe batuan ini dianggap lebih muda dari Wungkal Beds dan disebut dengan Gamping
Beds. Namun penetapan urutan stratigrafi ini sangat meragukan, karena kedudukan Gamping
beds ini terhadap anggota dari Wungkal beds tidak diketahui secara pasti, letaknya berjauhan
dan terpisah oleh sesar. Dari fosil foraminifera yang dijumpai masih menunjukkan umur yang
sama, yaitu Tb atau Eosen Atas, sehingga diduga bahwa hubungan antara Wungkal beds dan
Gamping beds bukan hubungan vertikal dengan umur yang berbeda dari dua formasi batuan
yang berbeda (lihat Sumarso & Ismoyowati, 1973), tetapi lebih bersifat hubungan lateral
dengan fasies yang berbeda. Numulites yang terbentuk lentikuler-eliptik bersama dengan
oncoid alga mencirikan kondisi laut yang dangkal, jernih dan tertampi dengan baik,
sedangkan Discocyclina dan Orthopragmina yang berbentuk pipih tipis dan agak melebar dan
terdapat batugamping lempungan mencirikan zone laut dangkalyang lebih keruh tetapi lebih
tenang (Hallock & Glenn, 1928). Dengan demikian untuk batuan Paleogen di Perbukitan
Jiwo ini lebih tepat disebut sebagai fasies wungkal dan fasies gamping . Namun untuk
kepentingan tatanama stratigrafi, sebelum urutan stratigrafi yang pasti dapat diperoleh,
diusulkan agar kedua fasies tersebut dianggap sebagai satu formasi, dan untuk sementara
disebut dengan Formasi Wungkal-Gamping, berumur Eosen Atas.
Batuan metamorf Pra Tersier dan batuan Paleogen keduanya diterobos oleh tubuh
batuan beku yang terutama terdiri dari mikrodiorit. Karena singkapan utama batuan beku ini
terdapat di G.Pendul, maka untuk selanjutnya secara umum akan disebut sebagai Mikrodiorit
Pendul atau Formasi Pendul. Selain berupa mikrodiorit, batuan beku ini menunjukkan variasi
berupa diorit, dasit dan monzonit tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit. Didaerah Jiwo Barat
yaitu di aliran S. Kebo dijumpai variasi yang berupa basalt sedang di selatan G. Jabalkat
dijumpai dalam bentuk Gabbro. Batuan beku ini telah mengalami retakan dan pelapukan.
Retakan kebanyakan telah mengalami pengisian yang berupa kalsit. Akibat retakan tersebut
maka terjadi pelapukan mengulit bawang (sphaeroidal weathering) yang banyak dijumpai di
lereng selatan dan timur G.Pendul.
Di lereng utara dan timur laut G.Pendul dijumpai bongkah batupasir dari formasi
Wungkal-Gamping yang berada di dalam batuan beku sebagai xenolith. Sedangkan di kaki
timur G. Pendul dijumpai efek bakar (baking effect) pada daerah kontak antara batuan beku
ini dengan batupasir tersebut. Sedangkan di lereng G.Cakaran dijumpai batugamping
Numulites telah mengalami rekristalisasi menjadi marmer pada daerah kontak antara
singkapan batugamping ini dengan batuan beku. Di daerah G. Pegat di selatan G. Sari di Jiwo
Barat dijumpai singkapan diorit memotong batuan metamorf pada arah yang hampir tegak
lurus bidang foliasi. Atas dasar semua data tersebut diambil kesimpulan bahwa batuan beku
yang termasukdalam Formasi Pendul tersebut bersifat menerobos batuan yang lebih tua.
NEOGEN
Di bagian utara dari Jiwo Barat yaitu di G. Tugu, G. Kampak dan daerah Ngembel
serta bagian utara, timur dan tenggara dari Jiwo Timur, msing-masing di G. Jeto, G. Bawak,
G. Temas dan di G. Lanang, tersingkap batugamping yang menumpang secara tidak selaras di
atas batuan yang lebih tua. Di bagian tenggara G. Kampak dan di G. Jeto, batugamping ini
menumpang di atas batuan metamorf, sedang di Temas menumpang di atas batuan beku.
Batugamping ini terdiri dari dua fasies yang berbeda. Fasies yang pertama terdiri dari
batugamping algae, kenampakan perlapisan tidak begitu jelas. Algae membentuk struktur
onkoid dalam bentuk bola-bola berukuran 2 hingga 5 cm. Fasies seperti ini dijumpai di
G.Kampak, bagian selatan G.Tugu, G. Jeto, G. Bawak dan di bagian barat G.Temas. Fasies
yang kedua berupa batugamping berlapis, yang merupakan perselingan antara kalkarenit
dengan kalsilutit. Fasies batugamping berlapis ini dijumpai di Ngembel, utara G. Tugu,
bagian timur G. Temas dan di G. Lanang. Di beberapa tempat kalsilutitnya menebal kearah
lateral dan berubah menjadi napal, seperti yang terdapat di utara G. Tugu. Fasies ini tidak
menunjukkan struktur alga dan kaya akan kandungan foraminifera plangon, kemungkinan
diendapkan di dangkalan karbonat yang lebih dalam ditandai dengan adanya struktur
nendatan (slump structures) seperti yang terlihat di bagian timur Temas dan di G. Lanang.
Di selatan G. Temas dijumpai kontak antara batuan beku dengan batugamping. Batuan
bekunya sudah sangat lapuk, menunjukkan tanda-tanda retakan yang kebanyakan telah terisi
oleh oksida besi (limonit) dan sebagian terisi oleh kalsit. Retakan pada batuan beku tersebut
tidak menerus pada batugamping. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum pengendapan
batugamping, batuan bekunya telah mengalami retakan, terisi oleh hasil pelapukannya sendiri
yang berupa limonit. Setelah terjadi pengendapan batugamping, sebagian dari karbonatnya
mengisi celah akibat retakan tersebut membentuk urat kalsit. Belakangan setelah
batugamping terangkat dan tererosi, sebagian dari urat kalsit pada batuan beku ini bersama
batuan bekunya tersingkap dan mengalami pelapukan, membentuk tanah. Urat kalsit yang
ada mengalami pelarutan dan pengendapan kembalidalam bentuk caliche, seperti yang
banyak dijumpaidi barat G. Temas dan lereng timur dan selatan G.Pendul.
Berdasarkan kandungan fosilnya, batugamping neogen di Perbukitan Jiwo ini
menunjukkan umur N12 atau Miosen Tengah (Sumarno & Ismoyowati, 1973, Resiwati,
1985). Berdasarkan atas umur ini maka batugamping tersebut dapat dikorelasikan dengan
Formasi Wonosari untuk fasies batugamping algae , sedangkan fasies batugamping berlapis
adalah sepadan dengan formasi Oya.
KUARTER
Setelah pengendapan batugamping, di Perbukitan Jiwo tidak diketemukan lagi batuan
lain yang berumur Tersier. Jaman Kuarter terwakili oleh breksi lahar, endapan pasir fluviovulkanik Merapi serta endapan lempung hitam dari lingkungan rawa.
Breksi lahar dijumpai pada bagian utara dari perbukitan Ngembel, berupa breksi
dengan fragmen andesit yang berukuran aneka ragam, mulai dari kerikil hingga bongkah.
Fragmen tersebut tersebar umumnya mengapung pada matriks yang berukuran lanau sampai
pasir halus, bersifat tufan. Gejala perlapisan dan fosil tida ditemukan pada breksi ini. Breksi
ini diduga berasal dari aktifitas aliran lahar dari G. Merapi dari arah barat laut, yang berhenti
karena membentur bukit batugamping Ngembel, dan terjadi pada kala Pleistosen.
metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan
konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit Wungkal dan bukit
Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat penggalian penduduk untuk
mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.
2.3 Daerah Jiwo Timur
Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan deretan perbukitan
yang terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan
Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara Desa
Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala terdapat ragmen sekis mika ada di
dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul tersingkap batu lempung abu-abu
berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena
kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran. Kepastian stratigrafis
antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika telah ada pengukuran umur absolut.
Walaupun demikian berbagai pendekatan penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah
banyak dilakukan oleh para ahli.
Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah barat-timur yang
diwakili oleh puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, Gunung J okotuo dan Gunung T
emas.
Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi cukup
baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung Jokotuo
merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut dijumpai tanda-tanda
struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas merupakan tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg nummulites, berwarna
abu-abu dan sangat kompak, disekitar batu gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir
berlapis. Penyebaran batugamping nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di
sekitar desa Padasan, dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo
dan Bawak.
Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang menonjol
dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit Jeto di utara
dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu gamping Neogen
yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang secara
keseluruhan tersusun oleh batu gamping Neogen.
2.4 Daerah Pegunungan selatan
Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke
arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping
yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike!
intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta
tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan
bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen.
Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih
memerlukan kajian yang lebih hati-hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh
pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir oligosen. Proses erosi terse
but telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode transgresi
dan menghasilkan pengendapan batu garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah
Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang
tersingkap lenih banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi WungkalGampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan Baturagung
di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan
sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaanperbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah
Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang diikuti
dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah
lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif
mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut
dari Perbukitan Jiwo.
Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur
Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah
(N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung
dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi Nglanggran.
Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi
aliran.
Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan
dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan
Formasi Kepek.