Anda di halaman 1dari 34

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
1. ANATOMI FISIOLOGI

Sumber : http://www.astoundsurround.com/the-musculoskeletal-system-4.jpg
Di akses pada tanggal 1 September 2016

Sumber : http://www.astoundsurround.com/skeletal-system.jpg
Di akses pada tanggal 1 September 2016
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal
yang berarti tulang. Muskulo atau muskular adalah jaringan otot-otot tubuh. Ilmu
yang mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-otot tubuh adalah Myologi.
Skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh. Ilmu yang mempelajari tentang
muskulo atau jaringan otot-otot tubuh adalah Osteologi.

A. Otot (Muskulus / Muscle)


Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia

menjadi

energi

mekanik/gerak
2

sehingga

dapat

berkontraksi

untuk

menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.Otot


disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu menggerakan
tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.
Otot membentuk 40-50% berat badan; kira-kira1/3-nya merupakan protein
tubuh dan -nya tempat terjadinya aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Terdapat
lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut
dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh, dan sebagian kecil ada yang melekat
di bawah permukaan kulit. Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri dari :
1) Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak. Fungsi
fascia

yaitu

mengelilingi

otot,

menyedikan

tempat

tambahan

otot,

memungkinkan struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan tempat


peredaran darah dan saraf.
2) Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang mengembung.
3) Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari jaringan ikat
dan besrifat liat. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon dibedakan
sebagai berikut.
a) Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi.
b) Inersio. Merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika
otot berkontraksi.
Fungsi Sistem Otot sebagai : Pergerakan, Otot menghasilkan gerakan pada
tulang tempat otot tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
Penopang tubuh dan mempertahankan postur, Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap
gaya gravitasi. Produksi panas, Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan
panas untuk mepertahankan suhu tubuh normal.
Ciri ciri sistem otot : Otot memendek jika sedang berkontraksi dan
memanjang jika sedang berelaksasi. Kontraksi otot terjadi jika otot sedang
melakukan kegiatan.
Relaksasi otot terjadi jika otot sedang beristirahat. Dengan demikian otot
memiliki 3 karakter, yaitu:
1) Kontrakstilitas, yaitu serabut otot berkontraksi dan menegang, otot menjadi lebih
pendek dari ukuran semula.
2) Ekstensibilitas, yaitu serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang
melebihi panjang otot saat rileks (memanjang).
3) Elastisitas, yaitu serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah
berkontraksi atau meregang.
3

Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
a) Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah
dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot paha,
otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
Struktur mikroskopis otot skelet/rangka yaitu Memiliki bentuk sel yang
panjang seperti benang/filament. Setiap serabut memiliki banyak inti yang
terletak di tepi dan tersusun di bagian perifer. Serabut otot sangat panjang,
sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron
sampai 100 mikron.
b) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja secara
tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti
kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem
respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur Mikroskopis Otot Polos yaitu memiliki bentuk sel otot seperti
silindris/gelendong dengan kedua ujung meruncing. Serabut sel ini berukuran
kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah). Memiliki satu
buah inti sel yang terletak di tengah sel otot dan mempunyai permukaan sel
otot yang polos dan halus/licin.

c) Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur yang
sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung. Bekerja terusmenerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa
istirahat, yaitu setiap kali berdenyut. Memilki banyak inti sel yang terletak di
tepi agak ke tengah. Panjang sel berkisar antara 85-100 mikron dan
diameternya sekitar 15 mikron.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
a) Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya bertolak
belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan. Contohnya: Ekstensor
(meluruskan) dengan fleksor (membengkokkan), misalnya otot bisep dan otot
trisep. Depressor (gerakan ke bawah) dengan elevator (gerakan ke atas),
misalnya gerak kepala menunduk dan menengadah.
4

b) Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya pronator
teres dan pronator kuadrus. (Marieb & Mallat 2001)
3) Berdasarkan letaknya, otot dapat ditemukan diberbagai daerah bagian tubuh
dengan nama-nama otot tertentu, dapat dilihat pada gambar berikut.
B. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk
mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa
tulang.
Fungsi Rangka yaitu sebagai penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya
ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ. Penyimpanan mineral (kalsium dan
fosfat) dan lipid (yellow marrow). Produksi sel darah (red marrow). Pelindung;
membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak. Penggerak; dapat
mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak karena adanya persendian.

Struktur tulang
Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat disebut periosteum.
Periosteum memberikan nutrisi pada tulang dan memungkinkan tumbuh, selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah,
dan limfatik. Lapisan yang terdekat mengandung osteoblast. Dibagian dalamnya terdapat
endosteum yaitu membran vascular tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast terletak dekat endosteum dan dalam lacuna
howship (cekungan pada permukan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vascular dalam rongga sumsum (batang) tulang
panjang dan tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di sternum, ilium,
vetebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggungjawab dalam produksi sel darah
merah dan putih. Pada orang dewasa tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang baik. Tulang kanselus menerima asupan
darah melalui pembuluh metafis dan epifis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke
5

tulang kompak melalui kanal volkman. Selain itu terdapat arteri nutrient yang menembus
periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil).
Arteri nutrient memasok darah ke sumsum tulang, System vena ada yang keluar sendiri
dan ada yang mengikuti arteri. Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu :
a) Osteoblas
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik
tulang. Matrik tulang tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar
(glukosaminoglikan/ asam polisakarida dan proteoglikan). Matrik tulang merupakan
kerangka dimana garam garam mineral ditimbun terutama calsium, fluor, magnesium
dan phosphor.
b) Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak pada osteon (unit matrik tulang). Osteon yaitu unit fungsional
mikroskopik tulang dewasa yang di tengahnya terdapat kapiler dan disekeliling
kapiler tedapat matrik tulang yang disebut lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit,
yang memperoleh nutrisi lewat prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus
(kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak kurang lebih 0,1
mm).
c) Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan remodeling tulang. Tidak seperti osteoblas
dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Tulang merupakan jaringan yang dinamis
dalam keadaan peralihan tulang (resorpsi dan pembentukan tulang). Kalium dalam
tubuh orang dewasa diganti 18% pertahun.
Berdasarkan bentuknya tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Tulang Panjang atau Tulang Pipa
Tulang ini sering terdapat dalam anggota gerak. Fungsinya sebagai alat ungkit
dari tubuh dan memungkinkan untuk bergerak. Batang atau diafisis tersusun atas
tulang kortikal dan ujung tulang panjang yang dinamakan epifis tersusun terutama
oleh tulang kanselus. Plat epifis memisahkan epifiis dan diafisis dan merupakan pusat
pertumbuhan longitudinalpada anak-anak. Yang pada orang dewasa akan mengalami
kalsifikasi. Misalnya pada tulang humerus dan femur.
2) Tulang Pendek

Tulang ini sering didapat pada tulang-tulang karpalia di tangan dan tarsalia di
kaki. Fungsinya pendukung seperti tampak pada pergelangan tangan. Bentuknya tidak
teratur dan inti dari konselus (spongi) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang
padat.
3) Tulang Pipih
Tulang ini sering terdapat di tengkorak, panggul / koxa, sternum, dan iga-iga,
serta scapula (tulang belikat). Fungsinya sebagai pelindung organ vital dan
menyediakan permukaan luas untuk kaitan otot-otot, merupakan tempat penting untuk
hematopoesis. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselus diantara 2 tulang kortikal.
4) Tulang Tak Beraturan
Berbentuk unik sesuai dengan fungsinya. Struktur tulang tidak teratur, terdiri
dari tulang kanselous di antara tulang kortikal. Contoh : tulang vertebra, dan tulang
wajah.
5) Tulang Sesamoid
Merupakan tulang kecil disekitar tulang yang berdekatan dengan persendian
dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial. Contoh : tulang patella (Kap lutut).
Bentuk dan kontruksi tulang ditentukan fungsi dan gaya yang bekerja padanya.
Pembentukan Tulang
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan
berlangsung sampai dewasa. Pada rangka manusia, rangka yang pertama kali terbentuk
adalah tulang rawan (kartilago) yang berasal dari jaringan mesenkim. Kemudian akan
terbentuk osteoblas atau sel-sel pembentuk tulang. Osteoblas ini akan mengisi ronggarongga tulang rawan.
Sel-sel tulang dibentuk

terutama

dari

arah

dalam

keluar, atau

proses

pembentukannya konsentris. Setiap satuan-satuan sel tulang mengelilingi suatu


pembuluh darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut sistem Havers.
Disekeliling sel-sel tulang terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks
tulang. Kelak didalam senyawa protein ini terdapat pula kapur dan fosfor sehingga
matriks tulang akan mengeras. Proses ini disebut osifikasi.
C. Hubungan Antar Tulang
Hubungan antartulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat bergerak,
diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Sendi yang menyusun kerangka
manusia terdapat di beberapa tempat. Terdapat tiga jenis hubungan antartulang, yaitu:
1) Sinartrosis
Sinartrosis disebut juga dengan sendi mati, yaitu hubungan antara dua tulang
yang tidak dapat digerakkan sama sekali. Artikulasi ini tidak memiliki celah sendi
7

dan dihubungkan dengan jaringan serabut. Dijumpai pada hubungan tulang pada
tulang-tulang tengkorak yang disebut sutura/suture.
2) Amfiartosis
Amfiartosis disebut juga dengan sendi kaku, yaitu hubungan antara dua tulang
yang dapat digerakkan secara terbatas. Artikulasi ini dihubungkan dengan
kartilago. Dijumpai pada hubungan ruas-ruas tulang belakang, tulang rusuk
dengan tulang belakang.
3) Diartosis
Diartosis disebut juga dengan sendi hidup, yaitu hubungan antara dua tulang
yang dapat digerakkan secara leluasa atau tidak terbatas. Untuk melindungi
bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah persendian terdapat rongga yang berisi
minyak sendi/cairan synovial yang berfunggsi sebagai pelumas sendi.
Diartosis dapat dibedakan menjadi:
a. Sendi Engsel
Sendi engsel yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan
hanya satu arah saja. Dijumpai pada hubungan tulang Os. Humerus dengan Os.
Ulna dan Os. Radius/sendi pada siku, hubungan antar Os. Femur dengan Os.
Tibia dan Os. Fibula/sendi pada lutut.
b. Sendi Putar
Sendi putar yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan salah satu
tulang berputar terhadap tulang yang lain sebagai porosnya. Dijumpai pada
hubungan antara Os. Humerus dengan Os. Ulna dan Os. Radius, hubungan antar
Os. Atlas dengan Os. Cranium.
c. Sendi Pelana/Sendi Sellaris
Sendi pelana yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke
segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os.
Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis.
d. Sendi Kondiloid atau Elipsoid
Sendi Kondiloid yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan
berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke kanan; gerakan maju dan mundur;
gerakan muka/depan dan belakang. Ujung tulang yang satu berbentuk oval dan
masuk ke dalam suatu lekuk yang berbentuk elips. Dijumpai pada hubungan Os.
Radius dengan Os. Carpal.
e. Sendi Peluru
Sendi peluru yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke
segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os.
Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis.
f. Sendi Luncur
8

Sendi luncur yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan


badan melengkung ke depan (membungkuk) dan ke belakang serta gerakan
memutar (menggeliat). Hubungan ini dapat terjadi pada hubungan antarruas
tulang belakang, persendian antara pergelangan tangan dan tulang pengumpil.

2. DEFINISI
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang sehingga mengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah,
tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh
pada tulang normal (Brunner & Suddarth, 2000).
Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolik tulang
dengan meningkatkan kecepatan resorpsi tulang tetapi kecepatan pembentukannya
berjalan lambat sehingga terjadi kehilangan massa tulang. Tulang yang terkena
gangguan ini akan kehilangan garam-garan kalsium serta fosfat dan menjadi porous,
rapuh serta secara abnormal rentan terhadap fraktur (Kowalak, 2011).
Pengertian Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa
tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan
resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan
penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan
mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan
menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Osteoporosis sering mengkibatkan
fraktur kompresi vetebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan
daerah trokhanter dan patah tulang colles pada pergelangan tangan. Fraktur kompresi
ganda vertebra mengkibatkan deformitas skelet (Mansjoer, 2000).
3. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
a. Determinan Massa Tulang
1) Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain
kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang
9

mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis.
2) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan
berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.
3) Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal
sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan

pertumbuhan

tulang

yang

bersangkutan

sesuai

dengan

kemampuan genetiknya.
b. Determinan penurunan Massa Tulang
1) Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya
serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.
10

2) Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun
dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting.
Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik
dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu
akibat masukan serta absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang
bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg
kalsium sehari.
4) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.
5) Estrogen
11

Berkurangnya/hilangnya
mengakibatkan

terjadinya

estrogen

gangguan

dari

dalam

keseimbangan

tubuh

kalsium.

Hal

akan
ini

disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan


dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
7) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu

dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan

masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1)Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia
antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya
massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah
menopause.
2)Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan
hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast).
Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca
menopause.
3)Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder
yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat,

12

anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4)Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan

jenis

osteoporosis

yang

penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
4. EPIDEMIOLOGI
Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah lanjut usia
(lansia) di Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan demikian, masalah
penyakit akibat penuaan akan semakin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang
harus kita antisipasi adalah penyakit osteoporosis dan patah tulang. Pada situasi
mendatang, akan terjadi perubahan demografis yang akan meningkatkan populasi
lanjut usia dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena osteoporosis. Kelainan
ini 2-4 kali lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Dari seluruh klien, satu di
antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun dan satu di antara enam pria yang
berusia di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini (Arif
Mutaqqin, 2008).
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Osteoporosis mungkin tidak memberikan gejala klinis
sampai terjadi patah tulang. Nyeri dan deformitas biasanya engertai patah tulang.
Dengan melemah dan kolapsnya korpus vertebra, tinggi seseorang dapat berkurang
atau timbul kifosis dan individu menjadi bungkuk (kadang-kadang disebut dowagers
hump) Gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti patah tulang,
punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi badan, nyeri punggung. Jika
kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan timbul
nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri
punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara
spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan
dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita
berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya
rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa
bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan
yang abnormal dari tulang belakang, yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
13

karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Hal sering juga terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu,
pada penderita osteoporosis patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan
(Brunner & Suddarth, 2001).
6. PATOFISIOLOGI
a. Patofisiologi Narasi
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor
genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras
keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi,
merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas,
anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan
menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang,
peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang
yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru
sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi
suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu
proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada
proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan
keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride
konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau
penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang
bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang
bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria
akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap
tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia
lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut pada
14

awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini
akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang
akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa
tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian
tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa
tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut:
metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang
lain, misalnya: tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses
tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti
pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta
pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik
kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah
sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma
mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang
sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian
prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai
sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.

15

b. Patofisiologi Skema
Genetik

faktor mekanis

Tulang membesar

lansia

Faktor nutrisi hormonal

kalsium

protein

menopause

kalsium protein

masukan kalsium

estrogen
konservasi ginjal

eksresi asam amino

Gaya hidup : rokok,


kopi alkohol
Masukan kalsium rendah

gangguan keseimbangan
Kalsium

Aktifiitas fisik

reabsorbsi negatif

ekskresi sulfat
Melalui urine

Keseimbangan kalsium
Konstipasi

Ekskresi kalsium

Kurang pengetahuan
Masa tulang menurun/ OSTEOPOROSIS

Primer

Sekunder
Pemberian steroid

Post menompuse

Senile osteoporosis
16

Juvenile idiopathic osteoporosis

ekskresi urine

Reabsorbsi tulang

Absorbsi kalsium

Osteobalst terganggu

di usus
Fraktur fertebrata

hiperparatirodisme

Reabsorbsi tulang
dan formasi tulang

Apoptosis

Tulang mudah rapuh


dan mudah patah

Nyeri
bone Turnofer

17

Resiko cidera

7. DIAGNOSTIC TEST
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu ;
a. BMD (Bone Mineralo Densitometry)
Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu
pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini
sangat membantu seseorang yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah
seseorang mengalami osteoporosis atau tidak.
b. Pemeriksaan radioisotop
1) Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200 mci, yang
diperiksa pada tulang perifer radius dan calcaneus.
2) Dual Photon Absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang
mempunyai energi (44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur vertebra
dan kolum femoris.
c. Quantitative Computerized Tomography
Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral tulang
secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dapat mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi,
hanya dengan lapangan magnet yang sangat kuat, tetapi pemeriksaan ini mahal
dan memerlukan sarana yang banyak.
e. Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA. Bedanya
pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Pemeriksaan
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu SXA Single X-ray Absorbtiometry dan SXADEXA-Dual Energy X-Ray Absorbtiometry. Metode ini sangat sering digunakan
untuk pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai
presisi dan akurasi yang tinggi. Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA
berupa: Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai satuan
bentuk gram per cm.

Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.

Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas
pada orang seusia dan sewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi
(Z score atau T-score).
f. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang perifer
menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang. Dalam pemeriksaan
ini, yang dinilai adalah kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati
tulang dengan ultra broad band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas tulang
18

membuktikan adanya kecepatan tembus gelombang dan kekuatan tulang dengan


ultrasound.
g. Pemeriksaan Biopsi
Bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan
osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar Ca, P, dan fosfatase alkali tidak menunjukan kelainan yang nyata.
2) Kadar HPT (pada pascamenopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
estrogen merangsang pembentukan Ct).
3) Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorpsi Ca menurun.
Ekskresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya
8. MEDIKASI
a. Estrogen
1) Mencegah kehilangan tulang, meningkatkan densitas tulang, mengurangi risiko
fraktur.
2) 0,625 mg per oral atau 0,3 mg yang dikombinasikan dengan penggantian
kalsium adalah dosis efektif minimal; harus dikombinasikan dengan progestin
pada wanita yang uterusnya normal untuk mencegah kanker endometrium.
3) Penanganan harus dimulai segera setelah menopause untuk memaksimalkan
densitas tulang.
b. Modulator reseptor estrogen selektif (SERMS)
1) Raloxifene disetujui untuk digunakan pada osteoporosis dan terbukti
meningkatkan densitas mineral tulang secara bermakna dan mengurangi risiko
fraktur tanpa meningkatkan risiko kanker endometrium atau payudara.
2) Tibolone adalah modulator reseptor steroid yang telah terbukti efektif dalam
beberapa studi dalam mengurangi risiko fraktur.
c. Bifosfonat
1) Alendronate mengurangi fraktur pinggul dan spinal sekitar 50% dan
meningkatkan densitas mineral tulang secara bermakna dalam 2 sampai 3 tahun;
bisfosfonat lain meliputi etridonate dan risedronate.
2) Bekerja dengan menekan pergantian tulang dengan menghambat aksi osteoklas
dalam tulang; kadang digambarkan berfungsi sebagai perisai tulang.
3) Ditoleransi baik dengan sedikit efek samping, kecuali iritasi esofagus dan GI;
alendronate dapat diberikan per minggu.
4) Harus dipertimbangkan untuk menggantikan estrogen pada wanita dengan risiko
kanker payudara atau tromboflebitis; beberapa studi menemukan bahwa agen ini
lebih efektif bila digunakan dalam kombinasi dengan estrogen atau SERMS.
d. Kalsitonin
1) Dapat diberikan melalui subkutan atau melalui spray nasal.
19

2) Meningkatkan massa tulang dan menurunkan kecepatan fraktur (kurang dari


HRT atau bisfosfonat)
3) Efek analgesiknya dapat digunakan pada fraktur tulang osteoporosis yang nyeri.
e. Fluorida
1. Mengurangi risiko fraktur, tetapi kurang kuat dibanding estrogen.
2. Dosis rendah mempunyai efek samping yang dapat ditoleransi tetapi dapat
menyebabkan toksisitas berat pada beberapa pasien.
f. Hormon paratiroid (teriparatida)
1) Hasil pendahuluan memperlihatkan peningkatan dramastis dalam densitas
mineral tulang pada wanita penderita osteoporosis berat.
2) Memerlukan injeksi harian.
g. Lain-lain/eksperimental
1) Antisitokin
2) Osteoprotegerin
3) Ipriflavon
4) Inhibitorreduktase HMG CoA (statin)
5) Strontium
6) Obat antiinflamasinonsteroid dan inhibitor COX2.

BAB 2
NURSING CARE PLAN
1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan
riwayat psikososial.
a. Anamnese
1) Identitas
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
b) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya:
a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b) Berat badan menurun
20

c) Biasanya diatas 45 tahun


d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
3) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian
waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat
membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu,
olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan
aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh
memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak
persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan
stamina menurun.
4) Pengkajian psikososial
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri. Klien mungkin membatasi
interaksi social karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya
tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena
harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis
menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas
dan takut pada pasien.
5) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu
luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah
agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan
memanipulasi

ketrampilan

motorik

halus)

menurun.

Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan
osteoporosis adalah :
a) Data subyektif :
- Klien mengeluh nyeri tulang belakang
- Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
- Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak

dan keterbatasan gerak


- Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
- Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
- Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
- Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
b) Data obyektif :
Tulang belakang bungkuk
Terdapat penurunan tinggi badan
Klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
21

Klien tampak gelisah


Klien tampak meringis

b. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi
: Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi
: Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi
: Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
2) B2 (Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah. Kepala dan wajah: Ada sianosis. Mata: Sklera
biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis. Leher: Biasanya JVP dalam batas
normal. Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari
dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi
vertebra.
4) B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
5) B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
6) B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering
menunjukan kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan dan
berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality
dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis
8 dan lumbalis 3.

2. PATHWAY
Penggunaan
Obat-obatan

Tulang
mudah
Hormon
estrogen
Fraktur
patah

Menapouse

Usia Lanjut

Penyakit.
22
Gg, fungsi
Aktivitas
osteoblas,
tulang
Hambatan
gg,fisik,
penyerapan
fungsi K+, ansietas
Tulang
Osteoporosis
rapuh
mobilitas
Nyeri Resiko
metabolisme
def,
vit D

Asupan kalsium &


vit.D tdk adekuat
Kolaps
Deformitas
Perubahan.
pada
Ganggua
Bentuk
skeletal
tulang
tubuh
citra

Aktivitas
osteoblas
Matriks
tulang
Masa
tulang

Gangguan fungsi
ekstremitas atas da
bawah, pergerakan
fragmen tulang,
spasme otot
3. ANALISA DATA
Data-Data
DS :

Etiologi
Osteoporosis

Pasien

mengatakan

Nyeri

Tulang belakang
Pasien mengatakan Sakit hebat
dan terlokalisasi pada vertebra

yg terserang
Pasien mengatakan

Tulang rapuh
Tulang mudah patah

Nyeri
Fraktur

berkurang pada saat istirahat di


tempat tidur

Gangguan fungsi ekstremitas atas


DO :

da bawah, pergerakan fragmen

23

Analisa Problem
Nyeri

Pasien

kelihatan

menahan

nyeri
Pasien tidak bisa bergerak

tulang, spasme otot


Nyeri

bebas
DS :

Osteoporosis

Pasien

mengatakan

aktivitasnya terganggu
Pasien mengatakan kesulitan
dalam bergerak

Hambatan mobilitas
fisik

Tulang rapuh
Tulang mudah patah

DO :
-

Pasien mengalami kesulitan

bergerak tempat tidur


Pasien terlihat terbaring lemah

Fraktur
Hambatan mobilitas fisik

di tempat tidur
Risiko cidera

Faktor resiko :
-

Fisik
Tulang rapuh dan mudah patah

DS :
-

Osteoporosis

Klien mengatakan tidak bisa


berinteraksi

dengan

Tulang rapuh

lingkungannya.
-

Klien mengatakan tidak keluar

Kolaps pada tulang

rumah hanya istirahat dikamar


saja.

Perubahan bentuk tubuh

DO :
-

Deformitas skeletal

Tulang belakang bungkuk


Terdapat penurunan tinggi
badan

Klien

tampak

cemas

Gangguan citra tubuh

dan

gelisah
-

Klien tampak tegang

Klien

bertanya

tentang

penyebab penyakitnya

24

Gangguan citra tubuh

DS :
-

Osteoporosis

Klien mengatakan cemas akan


perubahan bentuk tubuhnya

DO :
-

Klien tampak gelisah


Ekspresi wajah tegang
Klien Sering bertanya
Klien merasa takut

Tulang rapuh
Kolaps pada tulang
Perubahan bentuk tubuh
Deformitas skeletal
Ansietas

25

Ansietas

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot.
b. Hambatan mobilitas fiik Berhubungan Dengan kerusakan struktur tulang.
c. Gangguan Citra Tubuh Berhubungan Dengan osteoporosis
d. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kemampuan fisik.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh dan status kesehatan

26

5. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Diagnosa 1
Diagnosa keperawatan : Nyeri berhubungan dengan spasme otot.
Hasil yang Diharapkan
Setelah
diberikan
keperawatan,

diharapakan

Intervensi Keperawatan
tindakan 1. Kaji skala nyeri.
nyeri

Rasional
1. Untuk mengetahui kualitas nyeri pasien

2. Kaji tanda-tanda vital.

dapat teratasi dengan kriteria hasil :


1. Nyeri berkurang
2. Skala nyeri 0 - 1
3. Wajah klien tampak rileks
4. TTV dalam batas normal
a. Blood
Pressure:
120/80 3. Atur

2. Perubahan

tanda-tanda

vital

dapat

menunjukkan adanya respon tubuh terhadap


nyeri.
posisi

klien

senyaman

mmHg
mungkin.
0
b. Temperature: 36,5-37,5 C
c. Pulse: 60 100 X/menit
4. Manajemen lingkungan (lingkungan
d. Respirasi: 16-24 X/menit
tenang, batasi pengunjung, dan
5. Klien menunjukkan peningkatan
istirahatkan klien).
rasa nyaman

3. Untuk menurunkan ketegangan atau spasme


otot.
4. Lingkungan yang tenang untuk menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung

akan

meningkatkan

kondisi

oksigen ruangan yang akan berkurang apabila


banyak pengunjung diruangan. Istirahatakan
5. Ajarkan

teknik

distraksi

dan

menurunkan
perifer.
5. Teknik

relaksasi.
6. Kolaborasi pemberian analgesik

kebutuhan

distraksi

dan

oksigen

jaringan

relaksasi

dapat

menurunkan nyeri yang dirasakan pasien.


6. Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga

27

nyeri akan berkurang.

b. Diagnosa 2
Diagnosa Keperawatan : Hambatan mobilitas fiik Berhubungan Dengan kerusakan struktur tulang.
Hasil yang Diharapkan

Intervensi Keperawatan

28

Rasional

Setelah

diberikan

tindakan 1. Observasi kemampuan klien dalam 1. Mengetahui atau mengidentifikasi toleransi klien

keperawatan, diharapakan hambatan

melakukan mobilitas fisik.

dalam melakukan mobilitas.

mobilitas fisik dapat teratasi dengan


kriteria hasil :
1. Klien

2. Bantu dalam melakukan aktivitas.


mendemonstrasikan

lemah.

mobilitas yang optimal.


2. Klien dapat ikut serta dalam
program latihan. Pasien dapat
menyangga berat badan.
3. Klien
berjalan
menggunakan

3. Tindakan ini mencegah kerusakan kulit dengan


3. Lakukan latihan rentang gerak.

mengurangi tekanan.

dengan 4. Libatkan keluarga dalam membantu

langkah-langkah

2. Menghemat energi agar klien tidak semakin

klien dalam melakukan aktivitasnya.

yang benar.
5. Ajarkan teknik ambulasi
4. Melakukan aktivitas kehidupan
berpindah yang aman.
sehari-hari secara mandiri dengan

4. Otot

volunter

akan

kehilagan

tonus

dan

kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.

dan
5. Mengetahui efektifnya latihan gerak yang
dilakukan perawat terhadap pasien.

menggunakan alat bantu.


6. Ajarkan pasien tentang penggunaan
alat bantu mobilitas.

6. Membantu pasien dalam melakukan mobilisasi.

7. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik


dan okupasi sebagai suatu sumber
untuk mengembangkan perencanaan
dan

mempertahankan

meningkatkan mobilitas.

29

atau

7. Untuk

membantu

musculoskeletal.

rehabilitasi

defisit

c. Diagnosa 3
Diagnosa Keperawatan : Gangguan Citra Tubuh Berhubungan Dengan osteoporosis
Hasil yang Diharapkan
Setelah
dilakukan

Intervensi Keperawatan
Rasional
tindakan 1. Kaji dan dokumentasikan respons 1. Dapat menunjukkan depresi atau keputusasaan,

keperawatan, gangguan citra tubuh

verbal dan non-verbal klien terhadap

kebutuhan

klien berkurang dengan kriteria hasil:

tubuh klien.

intervensi lebih intensif.

1. Menunjukan

untuk

pengkajian

lanjut

atau

penerimaan

penampilan.
2. Dengarkan klien dan keluarga secara 2. Alat dalam mengidentifikasi atau mengartikan
2. Mengenali perubahan aktual pada
aktif dan akui realitas kekhawatiran
masalah untuk memfokuskan perhatian dan
penampilan tubuh.
terhadap perawatan, kemajuan, dan
intervensi secara konstruktif.
3. Bersikap
realistik
mengenai
prognosis.
hubungan antara tubuh dan
lingkungan.
4. Memelihara interaksi sosial yang 3. Dukung mekanisme koping yang 3. Penerimaan perubahan tidak dapat dipaksakan
30

dekat dan hubungan personal.

biasa

digunakan

klien:

sebagai

contoh, tidak meminta klien untuk


mengeksplorasi

perasaannya

dan proses kehilangan membutuhkan waktu


untuk membaik.

jika

klien tampak enggan melakukannya.


4. Berikan perawatan dengan cara yang 4. Penolakan dapat mengakibatkan penurunan harga
tidak menghakimi, jaga privasi, dan

diri dan memengaruhi penerimaan gambaran diri

martabat klien.

yang baru.

5. Beri dorongan kepada klien untuk 5. Memberikan


mengungkapkan

secara

verbal

pengetahuan

dan

pemahaman

tentang osteoporosis.

konsekuensi perubahan fisik dan


emosi yang memengaruhi konsep
diri.
6. Kolaborasikan klien untuk rujuk dan 6. Klien atau orang terdekat mungkin membutuhkan
konseling psikiatri.

dukungan selama berhadapan dengan proses


jangka panjang atau ketidakmampuan

31

d. Diagnosa 4
Diagnosa Keperawatan : Resiko cedera dengan faktor resiko fisik, Tulang rapuh dan mudah patah
Hasil yang Diharapkan
Intervensi Keperawatan
Rasional
Selama dalam masa perawatan, klien 1. Identifikasi faktor lingkungan yang 1. Menghindari resiko terjatuh saat melakukan
tidak terjadi cedera dengan kriteria

memungkinkan risiko terjatuh (mis:

hasil:

lantai licin, karpet yang sobek, anak

- Risiko cedera akan menurun, yang


dibuktikan

oleh

keamanan

personal, pengendalian risiko, dan

tangga

tanpa

pagar

pergerakan.

pengaman,

jendela, dan kolam renang) dan


berikan pencahayaan yang adekuat.

lingkungan yang aman.


- Menghindari cedera fisik.

2. Berikan materi edukasi pada pasien 2. Mencegah terjadinya resiko terjatuh pada pasien.
dan

keluarga

pasien

yang

berhubungan dengan strategi dan


tindakan untuk mencegah cedera.
3. Bantu ambulasi pasien, jika perlu.

3. Untuk meningkatkan mobilitas dan kekuatan


otot, mencegah deformitas, mempertahankan

32

fungsi skeletal semaksimal mungkin

4. Sediakan alat bantu berjalan (seperti 4. Mempermudah pasien saat melakukan aktivitas,
tongkat dan walker).

seperti berjalan, toileting.

5. Tempatkan bel atau lampu panggil 5. Mempermudah pasien dalam membutuhkan


pada tempat yang mudah dijangkau

pertolongan tenaga medis.

pasien yang tergantung pada setiap


waktu.

e. Diagnosa 5
Diagnosa Keperawatan : Ansietas berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh dan status kesehatan
33

Hasil yang Diharapkan


Intervensi Keperawatan
Selama dalam masa perawatan, klien 1. Kaji tingkat kecemasan klien
tidak

merasakan

cemas

Rasional
1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat

dengan

kecemasan

kriteria hasil :
1.
2.
3.
4.
5.

klien

sehingga

memudahkan

penanganan selanjutnya.

Klien dapat tenang


2. Berikan kesempatan kepada klien 2. Untuk
menghilangkan
keraguan
dan
Klien tidak gelisah.
Klien tidak merasa putus asa.
untuk mengungkapkan perasaan
meningkatkan dukungan dari orang disekitar.
Cemas hilang,
yang dirasakannya.
Rasa nyaman terpenuhi setelah
3. Meningkatkan
pengetahuan
membantu
dilakukan tindakan keperawatan
3. Beri informasi mengenai penyakit
mengurangi ansietas.
pasien dan penanganannya.
4. Ajarkan

pasien

teknik

penatalaksanaan stress atau lakukan

4. Memperbaiki manajemen stress, mengurangi


frekwensi dan beratnya penyakit pasien.

rujukan bila perlu.


5. Situasi penuh stress dapat memperberat gejala
5. Beri upaya kenyamanan dan hindari
aktivitas yang menyebebkan stress.

34

kondisi ini..

Anda mungkin juga menyukai