Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

KOLESTASIS PADA NEONATUS

Oleh :
Adhika Tri Putra Sugiharta
(H1A011004)
Farah Almadina
(H1A011020)
Syafitri Yuli Istiarini
(H1A011066)
Pembimbing :
dr. I Wayan Gede Sugiharta, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN


KLINIK MADYA DI BAGIAN/ SMF ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
2016

KOLESTASIS PADA NEONATUS


Definisi
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum.1
Hambatan aliran empedu menyebabkan retensi berbagai substansi yang
seharusnya dieksresikan ke kandung empedu dengan bilirubin direk >1 mg/dL
bila bilirubin total <5 mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila
kadar bilirubin total >5 mg/dL. Berdasarkan the North American Society for
Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition Indikator kolestasis:1

Bilirubin direk >17mol/L(1,0 mg/dL)

Bilirubin direk >20% dari konsentrasi serum bilirubin total, jika jumlah
bilirubin >85mol/L (5,0 mg/dL)

Epidemiologi
Secara keseluruhan kolestasis pada bayi terjadi cukup tinggi yaitu 1 per
2.500 kelahiran hidup. Penyebab paling umum kolestasis pada bulan-bulan
pertama kehidupan adalah atresia bilier dapat terjadi 1:10.000 hingga 1:15.000
bayi dan hepatitis neonatal.
Pada penelitian di RSUP. Dr Hasan Sadikin Bandung dari Januari 2011
hingga Desember 2012 didapatkan 50 bayi yang terdiri dari bayi laki-laki 30
(60%) dan perempuan 20 (40%), pada usia 1-19 bulan dan terbanyak pada usia 2
bulan 15 (30%). Tingkat bilirubin direk 6,41-18,21 mg/dL, dengan keseluruhan
keluhan kolestasis dengan hepatitis CMV, 50 (100%), Hepatomegali 47(94%),
Splenomegali 10(21%), disertai oleh atresia bilier 9(18%), sirosis 5(10%), 1(2%)
bayi mengalami kebutaan kortikal, 4(8%) gangguan pendengaran, 1(2%)
Hidrosefalus, 4(8%) cerebral palsy, dan 1(2%) kalsifikasi intraserebral.2,3

Anatomi
1. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, berperan penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk sintesis protein plasma, penyimpanan
glikogen, dan penetralan obat. Hati memproduksi empedu, yang penting dalam
pencernaan.8 Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya
akan pembuluh darah kapiler. Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang
bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati
sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di
dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.9 Hati terdiri dari lobus kanan dan
lobus kiri dengan disertai arteri hepatika, dan vena porta.9
2. Kandung empedu
Organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan cairan empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada anak usia <1 tahun panjang
kandung empedu adalah sekitar 1.5-3 cm dan pada anak yang lebih besar sekitar
3- 7-10 cm dan berwarna hijau gelap.10 Organ ini terhubungkan dengan hati dan
duodenum melalui saluran empedu (common bile duct).9
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:9

Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama


haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.

Gambar 1. Histopatologi hari normal (a), kolestasis pada hati (b), dan sirosis hati (c).

Metabolisme Bilirubin
Penumpukan bilirubin merupakan penyebab terjadinya kuning pada bayi
baru lahir. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Hemoglobin
(Hb) yang berada di dalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb
akan menghasilkan 34 mg bilirubin.4
Bilirubin ini dinamakan bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) yang larut dalam
lemak dan akan diangkut ke hati terikat oleh albumin. Di dalam hati bilirubin
dikonyugasi oleh enzim glukoronid transferase menjadi bilirubin direk
(terkonjugasi) yang larut dalam air untuk kemudian disalurkan melalui saluran
empedu di dalam dan di luar hati ke usus.4
Di dalam usus bilirubin direk ini akan terikat oleh makanan dan dikeluarkan
sebagai sterkobilin bersama bersama tinja. Apabila tidak ada makanan di dalam
usus, bilirubin direk ini akan diubah oleh enzim di dalam usus yang juga terdapat
di dalam air susu ibu (ASI), yaitu beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek
yang akan diserap kembali dari dalam usus ke dalam aliran darah. Bilirubin
indirek ini akan diikat oleh albumin dan kembali ke dalam hati. Rangkaian ini
disebut sirkulus enterohepatik (rantai usus-hati).4
Metabolisme bilirubin 80% berasal dari degenerasi hemoglobin yang berasal
dari hemolisisi sel darah merah baik di intravaskuler atau ekstravaskuler yang
membentuk bilirubin tidak terkonjugasi (indirek) dan berikatan dengan albumin
dari pembuluh darah akan masuk ke sinusoid hepatik kemudian akan masuk sel
hati dengan bantuan transporter yaitu ligandin atau proein Z, dan akan
terkonjugasi dengan asam glukoronic sehingga menjadi bilirubin terkonjugasi
(bilirubin direk).4
Bilirubin terkonjugasi tersebut akan masuk ke sisitem bilier dan kemudian
diteruskan ke usus halus dan dengan adanya protease bakteri usus akan diubah
menjadi urobilinogen. Urobilinogen tersebut 90% akan dibuang melalui feses
menjadi sterkobilin sedangkan sisanya 10 % akan kembali melalui vena porta
masuk ke hati dan menjadi suatu siklus enterohepatik yang akan diserap kembali
oleh pembuluh darah dan masuk ke ginjal dan diekskresi menjadi urobilin.4

Sehingga untuk mengetahui gangguan metabolisme bilirubin ini kita bisa


mendeteksi awal dari adanya gangguan warna feses yang pucat karena sterkobilin
yang harusnya terbentuk dan dikeluarkan menjadi tidak ada atau berkurang, begitu
juga pada urin.4

Gambar 2. Metabolisme Bilirubin


Patofisiologi
Mekanisme kolestasis dapat secara luas diklasifikasikan menjadi
hepatoseluler, di mana terjadinya

penurunan pembentukan empedu, dan

obstruktif yang berhubungan dengan aliran empedu setelah terbentuk. Gambaran


histopatologi khas kolestasis hepatoselular termasuk adanya empedu dalam
hepatosit dan ruang canalicular. Sedangakan pada kolestasis obstruktif adalah

adanya penyumbatan saluran empedu interlobular, saluran portal, dan saluran


empedu atau tidak terbentuknya kandung empedu.4
Empedu adalah media berbasis air yang sangat kompleks yang
mengandung ion anorganik dan organik, dan memerlukan transporter. Karena
ketidakmatangan fungsi hepatobilier, keadaan ikterus kolestasis akan berbeda
gangguannya dimana lebih besar selama periode neonatal dibandingkan pada
periode lain. Oleh karena itu Diagnosis banding kolestasis pada neonatal dan bayi
jauh lebih luas dibandingkan anak yang lebih tua dan orang dewasa. Hal ini
karena hati yang belum matang relatif sensitif terhadap cedera, dan respon dari
hati yang belum matang lebih terbatas.4
Orang tua dari bayi dengan kolestasis sering melaporkan urin gelap atau
popok bernoda , dan pemeriksaan urin merupakan titik awal yang berguna dalam
evaluasi bayi dengan penyakit kuning. Peningkatan konsentrasi serum bilirubin
direk.4
Klasifikasi Kolestasis pada Neonatus
A. Kolestasis intrahepatik
Terdapat kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris intrahepatik.
B. Kolestasis ekstrahepatik
Terdapat penyumbatan atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik.

Bagan 1. Klasifikasi Kolestasis pada Neonatus5

Etiologi6

Tabel 1. Etiologi Kolestasis pada Neonatus


Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis
Riwayat prenatal, neonatal, prematuritas, riwayat morbiditas ibu selama
kehamilan misalnya infeksi Toksoplasma, others, rubela, cytomegalovirus, dan
Herpes (TORCH), hepatitis B, riwayat pemberian nutrisi parenteral, transfusi
darah, serta penggunaan obat hepatotoksik, riwayat pemberian ASI, riwayat feses
dempul, air kencing berwarna gelap, riwayat mulai tampak kuning.6
b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien, adanya dismorfik atau makroglosi, adanya kulit tampak
ikterik, pucat, seklera ikterik, kulit ikterik, hepatomegali, spleenomegali, kelainan
jantung, hernia umbilikalis, venektasi, petechie /purpura, hidrokel, asites atau
clubbing.6

Tabel 2. Manifestasi Klinis Kolestasis pada Neonatus


c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan serum bilirubin direk dan indirek.
2. Feses seperti dempul atau pucat (akholic)
Pada pemeriksaan feses ini dapat dilakukan dengan teknik 3 porsi, diambil
contoh feses selama 3 kali berturut-turut dan dibandingkan untuk melihat
warna dari pada feses atau dengan menggunakan kartu warna feses.1

Gambar 3. Warna Feses

3. Urine berwarna gelap, pemeriksaan urine analisis dan bilirubin dalam


urine.

Gambar 4. Warna Urine


4. Pemeriksaan

darah

aminotransferase,
Transpeptidase,

lengkap,
Aspartat

alkali

pemeriksaan

fungsi

aminotransferase,

phosftase,

albumin,

hati:

Gama

Protombine

Alanin
Glutamin

time

dan

tromboplastin dan Infeksi TORCH.5


5. Pemeriksaan Ultra Sonografi 2 fase (atresia biliaris, duktus choledokus,
batu empedu, slude bilier, atau tumor) ataupun MRCP, ERCP, Skintigrafi,
kolangiografi.5
6. Biopsi Hati.5
Tatalaksana
Pada bayi dengan usia 2-3 minggu yang masih mengalami kuning
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan terutama pemeriksaan bilirubin direk.
Bagi tenaga medis yang mendapatkan bayi dengan keadaan tersebut diharapkan
dapat mengivestigasi lebih dini kemungkinan terjadinya kolestasis.

Gambar 6. Alogaritma pendekatan kasus kolestasis1

Gambar 7. Pedoman Klinis praktis kolestasis.1


Penatalaksanaan tergantung dari diagnosis:

Medikamentosa supportif kolestasis dapat diberikan UDCA, multivitamin


yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K), MCT, dan hepatoprotektor.1

Terapi bedah dilakukan portoenterostomy Kasai, pasien yang dioperasi


kasai tetap hidup sampai 4 tahun pascaoperasi 30hari (49%), 31-90 hari
(36%), dan >90 hari (23%).26 dan harus dilanjutkan dengan transplan hati.2

Antibiotik ataupun antiviral pada neonatal hepatitis.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Moyer V, Freese DK, Whitington PF, et al. Guideline for the evaluation of
cholestatic jaundice in infants: recommendations of the North American
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition. J
Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39:115-28.
2. Sokol RJ, Narkewicz MR. Liver & pancreas. In: Hay WR, Levin Mj,
Sondheimer JM, Deterding RR,eds. Current Diagnosis & Treatment in
Pediatrics. 18th ed. New York: McGraw-Hill 2007:638-48.
3. S. Ermaya, I. Rosalina, D. Prasetyo, I.M. Sabaroedin, Neonatal Hepatitis
Human Citomegalovirus Characteristics And Complications In Infants At
Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung, West Java Indonesia, 31st
Annual Meeting of the European Society for Paediatric Infectious
Diseases, Milan, Italy, Mei 2013.
4. Byung-Ho Choe, M.D., Early Exclusive Diagnosis of Biliary Atresia
among Infants with Cholestasis, Korean J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2011
Jun;14(2):122-9.
5. Suchy FJ at all. Approach to the infant with cholestasis.Liver disease in
children. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2001:18794.
6. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal
cholestasis. Clin Perinatol. 2002;29:159-80.

Anda mungkin juga menyukai