Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat melahirkan
bayi dengan sempurna. Namun berbagai permasalahan sangat sering ditemukan,
salah satunya adalah kejadian ketuban pecah dini (KPD). Kejadian KPD
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun
perinatal. KPD merupakan masalah yang kontroversial dalam bidang obstetrik
yang berkaitan dengan penyebabnya.
KPD didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum menunjukan tanda-tanda inpartu atau persalinan, dan satu jam
kemudian tidak diikuti adanya tanda-tanda awal persalinan. Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan kehamilan preterm terjadi
sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. 1,2
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi. Prinsip penatalaksanaan ini diawali
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang
mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter
kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi, status kesehatan
ibu secara umum, komplikasi yang telah terjadi, keadaan janin, dan protap yang
berlaku pada masing-masing tempat pelayanan. Hal ini berkaitan dengan proses
kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila
dilakukan persalinan maupun tokolisis. 2,3
Tingginya insiden KPD ditambah dengan tingginya morbiditas dan
mortalitas maternal dan janin akibat komplikasi dari KPD memerlukan perhatian
yang lebih besar, karena prevalensinya yang cukup besar dan cenderung
meningkat. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka KPD,
laporan kasus pasien, dan pembahasan laporan kasus. Melalui laporan kasus ini
diharapkan akan meningkatkan pemahaman mengenai KPD sehingga nantinya
dapat memberikan penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap KPD.
1

BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
KPD adalah keadaan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukan tanda-tanda inpartu atau persalinan, dan satu jam kemudian tidak
diikuti adanya tanda-tanda awal persalinan.1 Berdasarkan umur kehamilan,
kejadian KPD dapat diklasifikasikan menjadi:
1. KPD Preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes / PPROM)
KPD preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling,
tes nitrazin (+), dan terjadi pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan.
KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu antara
24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur
kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu. 2
2. KPD Aterm (Premature Rupture of Membranes / PROM)
KPD aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin (+), tes fern (+), dan terjadi pada usia kehamilan
37 minggu.2

2.2

Epidemiologi
KPD terjadi pada 10% kehamilan, dan 2% terjadi pada kehamilan preterm.
PPROM terjadi sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. Pada kehamilan aterm angka insiden mencapai 30-40%.
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena prevalensinya yang
cukup besar dan cenderung meningkat. 3

2.3

Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor predisposisi yang dapat menyebabkannya, yaitu: infeksi, defisiensi Cu, Zn,
dan vitamin C, faktor selaput ketuban, hormon, faktor umur dan paritas,
kehamilan kembar dan polihidramnion, faktor tingkat sosio-ekonomi, dan faktorfaktor lain:4
1. Infeksi

Data epidemiologi menunjukan adanya hubungan antara peningkatan


kejadian KPD terhadap kolonisasi bakteri pada traktus genitalia oleh
streptokokus B, clamidia, Neisseria gonorrhea, dan mikroorganisme yang
menyebabkan vaginal vaginosis. Mikroorganisme tersebut mensekresikan
protease yang dapat menyebabkan degradasi kolagen dan melemahkan
selaput ketuban. Komponen lain dari infeksi adalah pembentukan
glukokortikoid. Glukokortikoid merangsang pembentukan prostaglandin.
Penemuan ini menunjukan bahwa pembentukan glukokortikoid dalam respon
terhadap infeksi menyebabkan ruptur membran amnion. Selain itu, Respon
imun terhadap infeksi berupa pembentukan sitokin dapat meningkatkan
pembentukan prostaglandin E2 oleh sel amnion. Prostaglandin E2
mengurangi sintesis kolagen dan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP3. 4
2.

Defisiensi Cu, Zn, dan vitamin C


Cu, Zn, dan vitamin C diperlukan dalam pembentukan struktur kolagen yang
normal dan berperan dalam pembentukan kolagen. Asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Kolagen
merupakan komponen utama dari selaput ketuban. Gangguan dari
pembentukan kolagen akan menyebabkan selaput ketuban menjadi tidak
elastis dan mudah pecah. 4

3. Faktor selaput ketuban


Faktor selaput ketuban meliputi peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion serta
pada kelainan selaput ketuban itu sendiri, seperti gangguan pada jaringan ikat
oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa
hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen. Abnormalitas atau rendahnya struktur
kolagen, akibat adanya enzim kolagenase dan protease yang menyebabkan
depolimerisasi kolagen, sehingga elastisitas dari kolagen berkurang. 4

4. Hormon

Progesteron dan estradiol menekan remodeling matrik ekstraseluler pada


jaringan reproduksi. Kedua hormon tersebut menekan konsentrasi MMP-1
dan MMP-3 dan meningkatkan konsentrasi metalloproteinase tissue inhibitor
pada fibroblast serviks. tingginya konsentrasi progesteron menekan produksi
kolagenase pada jaringan fibroblast serviks. Relaxin merupakan hormon yang
meregulasi remodeling connective tissue, yang mana diproduksi pada desidua
dan plasenta dan melawan efek inhibitor dari estradiol dan progesteron
dengan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 selaput amnion. 4
5. Faktor umur dan paritas
Faktor umur memiliki pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-alat
reproduksi wanita. Umur terlalu muda (<20 tahun) atau terlalu tua (>35
tahun) memiliki resiko besar karena kemampuan dan elastisitasnya sudah
mulai berkurang. Selain itu, paritas juga berpengaruh. Semakin tinggi paritas
ibu maka akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya
struktur serviks akibat persalinan sebelumnya. 4
6. Kehamilan kembar dan polihidramnion
Dengan terjadinya overdistensi intrauterin menyebabkan peregangan selaput
amnion dan dapat menurunkan perfusi pada membran amnion sehingga
mempermudah terjadinya KPD. 4
7. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi menentukan kualitas dan kuantitas kesehatan di suatu
keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan pola pikir dimana
jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat. 4
8.

Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. 4

Gambar 2.1 Inkompetensi serviks5


Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban
pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kebiasaan merokok atau
lingkungan dengan rokok bisa menyebabkan penurunan konsentrasi serum
asam askorbat. Selain itu, kadmium dalam tembakau telah terbukti dapat
meningkatkan metal-binding protein metallothionein dalam trofoblas, yang
dapat mengakibatkan penyerapan tembaga. Hal ini menunjukkan bahwa,
penurunan ketersediaan tembaga dan asam askorbat dapat menyebabkan
abnormal struktur kolagen membran ketuban pada perokok.4,5
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis

dapat

meningkatkan risiko terjadinya KPD. Kelainan letak dan kesempitan panggul


lebih sering disertai dengan KPD namun mekanismenya belum diketahui
dengan pasti. 4
Faktor-faktor

lain

seperti

Riwayat

persalinan

dengan

KPD

sebelumnya, hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria,


pH vagina di atas 4,5; stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.4

2.4

Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini

dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks


ekstraseluler pada selaput ketuban.3

Gambar 2.2 gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm. 6
Pada KPD terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan
kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2
dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-1. 6,7
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah
pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Semua mekanisme yang
menyebabkan terjadinya peningkatan MMP, cenderung mencetuskan terjadinya
KPD. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda namun pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan KPD. Sedangkan

pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta
kadar TIMP-1 yang rendah. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh
adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.3,6,7
2.5

Diagnosis

2.5.1 Anamnesis
Dari anamnesis biasanya didapatkan keluhan keluar air dari vagina yang bisa
berlangsung tiba-tiba. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari
cairan yang keluar, warna, bau, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD
aterm sebelumnya, serta faktor risikonya. Normalnya ketuban berwarna jernih dan
berbau amis.2,8,9
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Apabila ada keluhan ketuban pecah dalam kehamilan, maka harus dilakukan
pemeriksaan untuk membuktikan bahwa memang benar yang mengalir keluar
adalah air ketuban. 2,3,8,9
Beberapa cara untuk membuktikan air ketuban:1,2,3,8,9
1.

Inspeksi: keluar cairan pervaginam. 1

2.

Inspekulo: Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan


lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh
serviks. Pada KPD didapatkan cairan keluar dari osteum uteri eksternum
(OUE). Bila dari hasil anamnesis curiga KPD namun pada inspekulo tidak
tampak cairan keluar dari OUE maka dapat dilakukan penekanan fundus uteri
atau menggoyangkan bagian terendah dari janin dan mengevaluasi ada
tidaknya cairan yang keluar dari OUE. Pada KPD dapat terlihat tidak keluar
cairan dari OUE akibat blokade jalan lahir oleh kepala janin yang sudah
mulai mengalami penurunan. Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari
serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi
diagnosis. 1,2,3,8,9

3.

Pemeriksaan dalam: pada KPD didapatkan ada cairan dalam vagina dan
selaput ketuban sudah pecah. Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering
dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan
risiko infeksi neonatus. 1

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

1.

Pemeriksaan kertas lakmus: pemeriksaan ini dilakukan dengan merendam


kertas lakmus merah pada cairan ketuban. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengukur pH cairan vagina secara kualitatif. Tes positif, apabila kertas
lakmus merah menjadi berwarna biru.1,2

2.

Pemeriksaan mikroskopis: pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk melihat


adanya vernix caseosa dan lanugo yang terkandung dalam ketuban.
Pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan
mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan amnion. 1,2

Gambar 2.3 Gambaran ferning

3.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG), dapat berguna untuk melengkapi


diagnosis untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan
amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas
pada janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka
kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume
cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat
digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi
janin, serta kelainan kongenital janin. 1,2

2.6

Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa

pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan


diagnosis pasti, dokter kemudian menatalaksana berdasarkan usia gestasi. Hal ini
berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan
mortalitasnya.1
Pada pasien dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan
preterm dan kehamilan aterm. Menurut protap Rumah Sakit Sanglah
penatalaksanaan KPD adalah sebagai berikut :1
A.

KPD dengan kehamilan aterm


1. Diberikan antibiotika profilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari.
2. Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
3. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6ocelcius, segera dilakukan
terminasi.
4. Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.
5. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik
6. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi pelvic score. Bila pelvic score
lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. Bila
pelvic score kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks degan ripening
misoprostol 25g setiap 6 jam maksimal 4 kali pemberian.

B.

KPD dengan kehamilan preterm


1. Penanganan dirawat di RS
2. Diberikan antibiotika: Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
3. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK
kurang dari 35 minggu) berupa deksametason 12 mg /hari.
4. Observasi di kamar bersalin: tirah baring selama 24 jam, selanjutnya
dirawat di ruang obstetri dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam,
bila ada kecenderungan terjadi peningkatan lebih atau sama dengan 37,6o
celcius segera dilakukan terminasi.

10

5. Di ruang obstetri: temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam, dikerjakan


pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah (LED) setiap 3
jam.
6. Tata cara perawatan konservatif: dilakukan sampai janin viable. Selama
perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam.
Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Bila air
ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7
dengan saran sebagai berikut: tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan
manipulasi vagina, segera kembali ke RS bila keluar air lagi. Bila masih
keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis lakukan terminasi. Terminasi
kehamilan dilakukan dengan cara: induksi persalinan dengan drip
oksitosin, seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau
bila drip oksitosin gagal, bila pelvic score jelek dilakukan pematangan dan
induksi persalinan dengan Misoprostol 25-50 mcg oral tiap 6 jam,
maksimal 4 kali pemberian.
2.7

Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau
gagalnya persalinan normal. 3
1. Persalinan Prematur
Persalinan prematur merupakan komplikasi tersering dari KPD. Setelah
ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 - 34 minggu 50 %
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu. 3
2. Infeksi

11

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Adapun risiko infeksi yang
dapat terjadi pada ibu berupa infeksi intrauterin seperti endomyometritis,
korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum
janin terinfeksi. 3
3. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat. 3
4. Sindrom Deformitas Janin
Pecahnya ketuban yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasi pulmonar yang nantinya akan berujung pada sindrom distress
pernafasan.3

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

Identitas Pasien
Nama

: NKS

No CM

: 222438

Tempat, tanggal lahir

: 24 Februari 1986

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Suku

: Bali

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Hindu

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Pedagang

Status pernikahan

: Kawin

Alamat

: BD Budakeling, Bebandem, Karangasem

12

3.2

Nama suami

: IMB

Umur

: 33 tahun

Pekerjaan

: Tukang Kebun

MRS

: 3 Agustus 2016 Pukul 16.30 WITA

Keluar RS

: 5 Agustus 2016 Pukul 14.00 WITA

Anamnesis
Keluhan utama
Keluar air pervaginam.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keadaan sadar ke ruang bersalin pada tanggal 3 Agustus
2016 Pukul 16.30 WITA dengan keluhan utama keluar air pervaginam sejak pukul
15.30 WITA (3 Agustus 2016) atau kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Saat itu pasien sedang mandi dan merasa keluar cairan merembes
dari kemaluan yang keluar secara tiba-tiba dan tidak bisa ditahan oleh pasien.
Volume cairan yang keluar awalnya sedikit, cairan berwarna jernih dan tidak
12
berbau. Saat tiba di RSUD Karangasem
volume cairan yang keluar semakin

banyak. Gerakan janin masih dirasakan aktif.


Sakit perut hilang timbul, adanya darah dan lendir pada cairan yang keluar
serta keluhan demam disangkal oleh pasien.
Riwayat menstruasi
Hari Pertama Haid Teraakhir (HPHT): 30 Oktober 2015
Tafsiran Persalinan (TP)

: 7 Agustus 2016

Menarche

: 15 tahun, teratur, siklus 28-30 hari, lama


3-4 hari.

Keluhan saat haid tidak ada. Frekuensi ganti pembalut pada saat sedang haid 3
kali dalam 1 hari.
Riwayat ANC
Pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di bidan sejak usia
kehamilan 3-4 minggu. Kontrol di SpOG 3 kali dan. melakukan USG (+)
sebanyak 3 kali di SpOG dengan hasil normal saat usia kandungan 12 minggu, 20
minggu, dan 39 minggu.

13

Riwayat persalinan
Hamil ini merupakan kehamilan pertama bagi pasien.
Hamil
Ke:

Umur

Berat

Sex/

Cara

Penolong

Tempat

Kehamil

Badan

Umur

Persalina

Persalina

persalina

an

Lahir

Abortus

Lahir

Td

Hidup

/Mati

Ya

Hamil
saat ini
Riwayat pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada usia 27 tahun dengan lama pernikahan dengan suami
yaitu 3 tahun.
Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak pernah memakai kontrasepsi sebelumnya.

Riwayat penyakit terdahulu


Riwayat penyakit sistemik seperti kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung,
dan asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit sistemik seperti kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung,
asma pada keluarga disangkal.
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat-obatan.
Riwayat sosial dan lingkungan
Selama hamil pasien tidak melakukan pekerjaan berat. Pasien tidak merokok
maupun mengonsumsi minuman beralkohol, namun suami pasien merupakan
perokok dan pasien terpapar asap rokok selama kehamilannya sehingga pasien
merupakan perokok pasif.
3.3

Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Present

14

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis (E4V5M6)

Tanda Vital
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80x / menit

Napas

: 20x / menit

Suhu axilla

: 36,5oC

Suhu rectal

: 36,8oC

Berat badan

: 90 kg

Tinggi badan

: 155 cm

Indeks Massa Tubuh (IMT) : 37,5 kg/m2


3.3.2 Status General
Mata

: Konjungtiva pucat (-/-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks

: Jantung
Paru

: S1 S2 tunggal regular murmur (-)


: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

: Sesuai status obstetri

Extremitas

: Akral hangat

, edema

3.3.3 Status Obstetri


Mammae
Inspeksi

: Tampak hiperpigmentasi areola mammae,


Payudara tampak menggantung dengan puting susu menonjol
Penonjolan glandula Montgomery (+)

Abdomen
Inspeksi

: Perut membesar ke depan, striae gravidarum (+), bekas luka


operasi (-).

Palpasi

Pemeriksaan Leopold
I. Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).

15

II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan teraba


bagian-bagian kecil di kanan (kesan ekstremitas).
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan
kepala).
IV. Bagian bawah kesan sudah masuk pintu atas panggul,
tangan pemeriksa divergen.

Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus (32


cm).

His (-)

Gerak janin (+)

Penurunan 4/5

Auskultasi

: Denyut jantung janin terdengar paling keras di regio kiri


bawah umbilicus dengan frekuensi 140 x/menit

Vagina
Inspeksi: Blood slym (-) Cairan ketuban (+)
Inspekulo: tampak keluar cairan dari OUE ketika bagian terbawah
digoyangkan, tes lakmus menjadi biru tua (+)
VT : Pembukaan servik 1 jari (1cm), efficement 25%, ketuban (-)
jernih, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I
tidak teraba bagian kecil atau tali pusat.
3.4

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap tanggal 3 Agustus 2016 di
RSUD Karangasem:
Parameter
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Platelet
HBsAg
Golongan Darah
Rhesus

3.5

Diagnosis

Hasil

Rujukan

Satuan

8,03
12,4
36,9
228
A
+

4,00-11,0
11,5-15,0
34,00-46,00
140-400

103/uL
g/dl
%
103/uL

16

G1P0000, UK 39 minggu 5 hari Tunggal/Hidup + Ketuban Pecah Dini + Obesitas


kelas II
PBB : 3100 gr
PS
3.6

:3

Penatalaksanaan
Pdx

:-

Tx

:
-

Mx

Exp. pervaginam

Cefoperazone 2 gr (IV)
:

MRS

Observasi keluhan, vital sign, DJJ, dan tanda inpartu


Observasi 12 jam, jika dalam 12 jam setelah pecah ketuban tidak ada tanda
inpartu atau temperatur rectal 37,6C maka terminasi kehamilan sesuai
dengan pelvic score: PS<5 terminasi dengan misoprostol 25 mcg @ 6 jam
intravaginal. Jika PS5 terminasi dengan drip oksitosin.

KIE

:
Menjelaskan kepada pasien mengenai kondisi saat ini, janin, rencana

tindakan, dan risiko yang dapat terjadi pada pasien dan janin akibat kondisi pasien
saat ini. Perencanaan KB post partum.
3.7

Perkembangan Persalinan Pasien


Tanggal 03/08/2016 Pukul 20.30
S
O
Nyeri
perut St. Present:

A
G1P0000, UK 39 Dx : -

hilang timbul (+), TD: 120/80 mmHg

minggu

gerak anak (+) N : 82x / menit

Tunggal/Hidup,

baik

RR : 20x / menit

PK

Tax : 36,5oC

grade II

Trec : 36,8 oC
St. Generalis:
Mata: Anemis -/Cor : S1S2 tunggal

I,

hari Tx : ekspektatif
pervaginam

Obesitas Mx

kelola

partograf WHO

17

regular murmur (-)


Pulmo : ves +/+; rh
-/-; wh -/Abdomen : ~ status
obsetri
Ekstremitas : Akral

hangat

edema
St. Obstetri
Abdomen : His : 34x/10 menit ~ 30-35
detik,

DJJ

140

x/menit
VT : P 4 cm, eff
25%,

ketuban

(-)

jernih, teraba kepala,


UUK kiri depan,
HI,

tidak

teraba

bagian kecil atau tali


pusat.
Tanggal 04/08/2016 Pukul 00.20
S
O
Pasien
ingin St. Obstetri
mengedan, sakit Abdomen : His : 4perut

hilang 5x/10 menit ~ 40-45

timbul (+), gerak detik,


anak (+) baik

DJJ

150

x/menit
VT : P lengkap
ketuban (-) jernih

A
P
G1P0000, UK 39 Dx : Tx : pimpin
minggu 1 hari
persalinan
Tunggal/Hidup,
Mx : Keluhan,
PK II, Obesitas
vital sign, DJJ,
grade II
His
KIE:
Cara
mengedan.

18

Teraba kepala, UUK


kiri

depan,

tidak

teraba bagian kecil


atau tali pusat.
Tanggal 04/08/2016 Pukul 00.30
Lahir bayi spontan, perempuan, 3100 gram, AS 8-9, anus (+), kelainan kongenital
(-)
S
O
Nyeri perut (+), St. Present:

A
G1P1001, PK III

P
Dx : -

tampak tali pusat TD: 110/70 mmHg

Tx :

menjulur

N : 80x / menit

Management aktif

RR : 20x / menit

kala III

Tax : 36,7oC

-injeksi oksitoksin

St. Generalis:

10 IU IM

Mata: Anemis -/-

-PTT

Cor : S1S2 tunggal

(penegangan

regular murmur (-)

pusat terkendali)

Pulmo : ves +/+; rh

-masase

-/-; wh -/-

uteri

Abdomen : ~ status

Mx

obsetri

vital sign

Ekstremitas : Akral

hangat

edema
St. Obstetri
Abdomen
setinggi

TFU
pusat,

kontraksi (+) baik


Vagina : tampak tali
pusat

menjuntai,

tali

fundus
keluhan,

19

tampak

semburan

darah (+)
Tanggal 04/08/2016 Pukul 00.35
Lahir plasenta kesan lengkap, hematoma (-), kalsifikasi (-)
Evaluasi :

Kontraksi uterus (+) baik insersi IUD

Perineum Intak

Perdarahan aktif (-)


S
O
Nyeri perut
St. Present:

A
P1001, pspt B PP Dx : -

TD: 120/80 mmHg

hari

ke-0

N : 84x / menit

akseptor IUD

+ Tx :
-asam mefenamat

RR : 20x / menit

3 x 500 mg PO

Tax : 36,7oC

Mx

St. Generalis:

vital sign

Mata: Anemis -/-

KIE

Cor : S1S2 tunggal

-mobilisasi dini

regular murmur (-)

-pemberian

Pulmo : ves +/+; rh

esklusif

-/-; wh -/-

-vulva higiene

Abdomen : ~ status
obsetri
Ekstremitas : Akral

hangat

edema
St. Obstetri
Abdomen : TFU 2
jari

bawah

pusat,

kontraksi (+) baik


Vagina : pendarahan

keluhan,

ASI

20

aktif (-)

3.8

Evaluasi Kala IV
Observasi 2 jam post partum
Waktu
Tensi
Nadi

Tax

TFU

Kont.

Perdar

VU

ahan
(-)

(-)

Pk. 01.05

(Mmhg)
110/80

(x/mnt)
84

(oC)
36

2 jari

Ut.
(+) baik

Pk. 01.20

110/80

84

36

bpst
2 jari

(+) baik

(-)

(-)

Pk. 01.35

110/80

80

36

bpst
2 jari

(+) baik

(-)

(-)

36

bpst
2 jari

(+) baik

(-)

(-)

(+) baik

(-)

(-)

(+) baik

(-)

(-)

Pk. 01.50

110/80

80

Pk. 02.20

110/80

80

36

bpst
2 jari

Pk. 02.50

110/80

80

36

bpst
2 jari
bpst

Tanggal 04/08/2016 Pukul 03.55


2 jam post partum
S
O
Nyeri
perut St. Present:

A
P1001, pspt B PP dx : -

hilang timbul (+)

TD: 110/80 mmHg

hari

N : 84 x/menit

akseptor IUD

ke-0

+ tx :
-asam mefenamat

RR : 20 x/menit

3 x 500 mg PO

Tax : 36oC

Mx

Trec : 36,3 oC

vital sign

St. Generalis:

BPD

Mata: Anemis -/-

Kamboja

Cor : S1S2 tunggal

KIE

regular murmur (-)

-mobilisasi dini

Pulmo : ves +/+; rh

-pemberian

-/-; wh -/-

esklusif

Abdomen : ~ status

-vulva higiene

obsetri

keluhan,
ke

ruang

ASI

21

Ekstremitas : Akral

hangat

edema
St. Obstetri
Abdomen : TFU 2
jari

bawah

pusat,

kontraksi (+) baik


Vagina : pendarahan
aktif (-), lochia (+)

3.9

Perkembangan Pasien
Tanggal 05/08/2016 Pukul 06.00
S
O
ASI (+), BAK St. Present:

A
P1001, pspt B PP Dx : -

(+),

(-), TD: 120/80 mmHg

hari

flatus

(+), N : 64 x/menit

akseptor IUD

mobilisasi

(+), RR : 20 x/menit

nyeri

BAB

perineum Tax : 36 oC

(+) berkurang

ke-1

+ Tx :
-asam mefenamat
3 x 500 mg PO
Mx

keluhan,

St. Generalis:

vital sign

Mata: Anemis -/-

KIE

Cor : S1S2 tunggal

-mobilisasi dini

regular murmur (-)

-pemberian

Pulmo : ves +/+; rh

esklusif

-/-; wh -/-

-vulva hygiene

Abdomen : ~ status

BPL

obsetri
Ekstremitas : Akral

ASI

22

hangat

edema
St. Obstetri
Abdomen : TFU 2
jari

bawah

pusat,

kontraksi (+) baik


Vagina : pendarahan
aktif (-), lochia (+)

BAB IV
PEMBAHASAN
Masalah yang dibahas pada kasus ini adalah:
1. masalah diagnosis
2. masalah etiologi
3. masalah penatalaksanaan
4. masalah prognosis
4.1

Masalah Diagnosis
Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien mengatakan ini adalah kehamilan pertama kalinya
dan tidak terdapat riwayat keguguran. Dari anamnesis didapatkan tanda tidak pasti
kehamilan berupa amenorea dan terasa gerakan janin di dalam perut (quickening).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda tidak pasti kehamilan berupa
hiperpigmentasi areola mamae, pembesaran payudara, penonjolan kelenjar
montgomeri, striae gravidarum pada abdomen, dan pembesaran abdomen, serta
ditemukan tanda pasti kehamilan berupa terabanya bagian-bagian janin melalui
palpasi (pemeriksaan leopold) dan pada auskultasi terdengar denyut jantung janin

23

di regio kiri bawah umbilikus (140x/menit). Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
tersebut dapat ditentukan bahwa pasien merupakan G1P0000.
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar air pervaginam yang
tidak dapat ditahan, jernih, tidak berbau, dengan volume yang banyak. Keluhan
nyeri perut hilang timbul dan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan
disangkal. Hal ini sesuai dengan gejala dari KPD dimana terjadi perembesan
cairan ketuban dari kemaluan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan.1-4
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan secara umum diantaranya
pemeriksaan tanda-tanda vital masih dalam batas normal. Penilaian IMT juga
dilakukan pada pasien ini, dimana berat badan pasien sebelum hamil yaitu 77 kg
dan tinggi 155 cm, sehingga didapatkan IMT sebesar 31,68 kg/m2 (Obesitas kelas
2).10 Pemeriksaan secara menyeluruh dilakukan dari atas kepala sampai ujung
kaki, didapatkan pada pemeriksaan mata dalam batas normal, thorax dalam batas
normal, untuk perut sesuai dengan status obstetri, dan ekstremitas hangat. Pada
pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan pengeluaran dari vagina berupa air ketuban.
23

Dari pemeriksaan palpasi didapatkan tidak terdapat adanya his. Pada pemeriksaan
inspekulo didapatkan tampak keluar cairan dari OUE ketika bagian terbawah
digoyangkan. Pada pemeriksaan dalam vaginal toucher didapatkan hasil
pembukaan 1 cm dan selaput ketuban sudah tidak teraba disertai keluar cairan
jernih. Hal ini sesuai dengan tanda KPD dimana selaput ketuban sudah robek dan
menyebabkan perembesan cairan dari OUE. Cairan yang keluar biasanya
berwarna jernih dan sering berisi partikel partikel vernix caseosa dan terjadi
tanpa diikuti adanya tanda persalinan (tidak dirasakan his dan terdapat pembukaan
serviks 1 cm).1
Pada pemeriksaan penunjang tes lakmus didapatkan hasil positif dimana
lakmus merah berubah menjadi biru saat direndam dengan cairan yang keluar dari
OUE. Hal ini berarti bahwa cairan tersebut bersifat basa yang sesuai dengan
karakteristik cairan ketuban. Cairan ketuban dapat dibedakan dengan sekret
vagina yang produksinya meningkat menjelang persalinan melalui tes lakmus.
Sekret vagina bersifat asam (pH 4,5) sedangkan cairan ketuban bersifat basa (pH
sekitar 7,1 - 7,3) sehingga apabila cairan ketuban diteteskan pada kertas lakmus
merah akan terjadi perubahan warna menjadi biru karena sifat basanya.3

24

Pemeriksaan mikroskopik tidak dikerjakan karena pada kasus ini cukup


spesifik dan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang tes lakmus telah dapat mendukung diagnosis Ketuban
Pecah Dini. Selain itu pemeriksaan mikroskopik bukan merupakan pemeriksaan
yang rutin dilakukan.1
Setelah menegakkan diagnosis KPD, penting untuk mengetahui usia
kehamilan pasien untuk dapat mengklasifikasikan KPD aterm ataupun preterm
karena berpengaruh terhadap penanganan pasien. Dari anamnesis diketahui bahwa
hari pertama haid terakhir pasien adalah 30 Oktober 2015. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan TFU setinggi 3 jari di bawah prosesus xipoideus (32 cm). Berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut mendukung usia kehamilan pasien
39 minggu 5 hari.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
tersebut maka pasien ini didiagnosis dengan G1P0000, UK 39 minggu 5 hari
Tunggal/Hidup + KPD, PBB : 3100 gr.
4.2

Masalah Etiologi
Pada pasien ini faktor predisposisi yang mungkin turut berperan terhadap
terjadinya KPD adalah paparan terhadap asap rokok. Paparan asap rokok dapat
menyebabkan rendahnya kadar tembaga dan asam aksorbat. Kadar tembaga dan
asam aksorbat yang rendah yang menyebabkan gangguan pembentukan kolagen
sehingga terjadi abnormalitas struktur membran kolagen plasenta.3
Selain itu, faktor sosioekonomi yang rendah dapat dipertimbangkan menjadi
faktor resiko pada pasien ini. Sosioekonomi yang rendah juga menyebabkan status
gizi yang kurang. Padahal, zat-zat makro dan mikro seperti Cu, Zn, serta vitamin
C diperlukan dalam pembentukan struktur kolagen yang normal dan berperan
dalam pembentukan kolagen. Kolagen sendiri merupakan komponen utama dari
selaput ketuban. Abnormalitas struktur kolagen akan menyebabkan berkurangnya
elastisitas selaput ketuban sehingga menjadi mudah pecah.2,3
Mendekati akhir masa kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron dan
esterogen yang berfungsi untuk menjaga ketenangan rahim, selain itu terjadi
peningkatan kadar prostaglandin yang menyebabkan terjadinya kontraksi rahim.

25

Adanya kontraksi uterus dan peregangan berulang ini akan meningkatkan resiko
pecahnya ketuban.
4.3

Masalah Penatalaksanaan
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda dan gejala gawat janin ataupun infeksi
intrauterin. Dari hasil anamnesis pasien menyangkal keluhan demam. Hasil
pemeriksaan fisik, frekuensi nadi pasien dalam batas normal (80x/menit), suhu
axilla 36,5oC dan suhu rectal 36,8oC, Denyut Jantung Janin (DJJ) dalam batas
normal (140x/menit), air ketuban yang keluar berwarna jernih dan tidak berbau.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 8,03x103/uL dan hasil Non
Stress test (NST) reaktif. Apabila terjadi infeksi intrauterin maka ketuban yang
keluar akan berwarna hijau keruh dan berbau, terjadi maternal takikardi, fetal
takikardi, peningkatan suhu tubuh maternal, keluar cairan ketuban dengan yang
berbau, dan terjadi leukositosis (WBC > 15.000/uL).
Tanpa adanya infeksi intrauterin dan gawat janin, pada KPD kehamilan
aterm dilakukan ekspektatif pervaginam. Pada pasien dilakukan penatalaksanaan
MRS, ekspektatif pervaginam, dan pemberian injeksi Cefoperazone Sulbactam 2
gram (iv). Kemudian dilakukan evaluasi 12 jam setelah pecahnya ketuban untuk
menunggu tanda-tanda inpartu.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan protap
yang ada. Dalam evaluasi 12 jam, 5 jam setelah ketuban pecah pasien memasuki
kala I fase aktif yang ditandai dengan keluhan sakit perut hilang timbul yang
dirasakan semakin sering dan semakin lama, dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan his 3-4x/10 menit ~ 30-35 detik dan pembukaan serviks 4 cm. Karena
pasien sudah inpartu sebelum 12 jam pecah ketuban, maka tidak dilakukan
induksi persalinan.
Pemberian antibiotik pada pasien ini dimaksudkan sebagai upaya preventif
untuk mencegah infeksi intrauterin. Namun disini antibiotik yang diberikan
merupakan golongan Cefoperazone Sulbactam 2 gr (iv). Sedangkan menurut
Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo antibiotik profilaksis yang
disarankan adalah Ampisilin 4x500 mg secara per oral. Hal ini dikarenakan
Ampisilin merupakan antibiotik lini utama dalam profilaksis infeksi. Pemberian

26

antibiotik yang lebih poten sejak awal akan menyebabkan semakin banyaknya
resistensi bakteri terhadap antibiotik. Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD
khususnya dalam pemberian antibiotika profilaksis. Pembatasan penggunaan
antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk mengurangi efek samping
antibiotika, mencegah resistensi kuman dan mengurangi biaya.
4.4

Masalah Prognosis
Prognosis pada pasien KPD adalah dubia dengan mempertimbangkan wanita yang
melahirkan dengan ketuban pecah dini, memiliki risiko terjadinya infeksi
intrauterin dan sepsis neonatorum. Oleh karena itu pada saat perawatan penting
untuk memonitoring keluhan yang dapat mengarah ke infeksi, dilakukan
pemantauan vital sign untuk mengetahui adanya peningkatan suhu tubuh dan
frekuesi nadi serta DJJ. Pada pasien ini, sudah dilakukan monitoring keluhan dan
vital sign. Selain itu, telah diberikan antibiotik profilaksis berupa Cefoperazone
Sulbactam 2 gr (iv) untuk mencegah infeksi. Pada kasus ini tidak terjadi
komplikasi pada ibu. Hal ini dapat dilihat dari tidak didapatkan keluhan demam,
peningkatan suhu tubuh, fetal takikardi, maternal takikardi, maupun cairan
amnion yang berbau. Komplikasi pada bayi juga tidak ditemukan. Bayi lahir
vigorous dengan AS 8-9, pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas
normal dimana N = 140x/menit, RR = 40x/menit, dan Tax = 36,6oC.
Pasien ini juga merupakan pasien obesitas kelas II yang beresiko
mengalami diabetes militus gestasional, persalinan preterm, serta resiko
persalinan seperti distosia bahu, seksio sesaria, dan BBLR. Prognosisnya adalah
dubia, tergantung perawatan antenatal yang dilakukan pasien. Pada saat perawatan
antenatal pertama dilakukan penilaian IMT, pemeriksaan gula darah sewaktu, gula
darah puasa, glukosa 2 jam setelah makan, dan kadar HbA1C. Hal ini dilakukan
untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat demi luaran kehamilan yang lebih
baik seperti pengaturan diet saat hamil untuk menghindari kemungkinan bayi lahir
besar dan mengidap diabetes di usia dewasa. Pada pasien ini peningkatan berat
badan melebihi target optimal (5-9 kg) yaitu sebesar 13 kg. Namun pada kasus ini
tidak terjadi komplikasi pada bayi dimana bayi normal yaitu memiliki berat badan
3100 gram dan panjang badan 51 cm.

27

Setelah melahirkan, ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik


setelah 7 hari persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina
berbau atau terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke UGD RSUD
Karangasem atau tempat pelayanan kesehatan lain secepatnya.

BAB V
RINGKASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
dapat ditegakkan bahwa pasien ini mengalami KPD. Pasien mengeluh keluar air
pervaginam yang tidak dapat ditahan, jernih, tidak berbau, volume banyak. Pada
pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan keluar cairan dari vagina, pada inspekulo
tampak keluar cairan dari OUE, pada vaginal toucher selaput ketuban sudah
tidak dapat teraba disertai keluar cairan jernih, pada USG ditemukan cairan
ketuban yang sedikit (oligohidramion) dan tes lakmus positif. Selain itu, keluhan
nyeri perut hilang timbul dan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan
disangkal, serta tidak terdapat his, dan permbukaan porsio hanya 1 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami KPD dimana terjadi keadaan pecahnya
selaput ketuban tanpa diikuti tanda-tanda persalinan 1 jam kemudian.
Faktor predisposisi yang terdapat pada pasien ini diperkirakan adalah
paparan terhadap asap rokok dimana pasien sebagai perokok pasif, faktor
sosioekonomi yang rendah dan adanya perubahan hormon menjelang akhir
kehamilan. Paparan asap rokok dapat menyebabkan penghambatan penyerapan
kadar tembaga dan asam aksorbat yang penting untuk pembentukan kolagen,
sehingga kadar tersebut rendah. Zat-zat makro dan mikro seperti Cu, Zn, serta

28

vitamin C diperlukan dalam pembentukan struktur kolagen yang normal sehingga


kekurangan zat-zat ini dapat mengurangi elastisitas selaput ketuban sehingga
mudah pecah. Mendekati akhir kehamilan terjadi penurunan progesteron dan
esterogen serta peningkatan prostaglandin yang menyebabkan kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Apabila terjadi pada trisemester akhir dimana selaput
ketuban sudah mulai melemah, dan adanya kontraksi uterus maka selaput ketuban
yang kolagennya degradasi akan mudah pecah dan adanya keluar air ketuban
secara tiba-tiba di OUE.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan protap
yang ada. Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi intrauterin dan gawat
janin sehingga pada pasien dilakukan ekspektatif pervaginam melalui evaluasi
selama 12 jam setelah pecahnya ketuban untuk menunggu tanda-tanda inpartu.
Prognosis pada pasien ini dubia 28
karena KPD meningkatkan resiko infeksi
intrauterin dan sepsis neonatorum. Namun pada pasien ini telah diberikan
antibiotik profilaksis dan dilakukan monitoring keluhan dan tanda vital dimana
pada perkembangan persalinan pasien tidak terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayi. Hal ini dapat dilihat dari tidak didapatkan keluhan demam, peningkatan suhu
tubuh, fetal takikardi, maternal takikardi, maupun cairan amnion yang berbau.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. RSUP Sanglah. Ketuban Pecah Dini dalam Prosedur Tetap Bagian/SMF
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah: Denpasar. 2004.
2. POGI. PNPK Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI, 2015.
3. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Wiknjosastro GH, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2008 : hal. 677 682.
4. Gjoni,M. Preterm Premature Rupture of the Membrane, available at :
http://www.gfmer.ch/Endo/PGC_network/Preterm_premature_rupture_Gjoni.ht
m, akses : 7 Agustus 2016.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD;
Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 22nd edition. McGraw Hill Medical
Publishing Division, USA. 2005. p: 855-873.
6. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division,
USA. 2001. p: 357-67.
7. Durfee RB, Pernoll ML, Premature rupture of the membranes In: Current
obsetrics & gyecologic diagnosis & treatment, Pernoll ML, ed, Lange Medical
Publications, New Jersey; 1991; 332-334.
8. Hariadi R. dan Karkata MK. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri:
Ketuban Pecah Dini. Himpunan Kedokteran Fetomaternal: Jakarta, 2012.
9. Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ketuban Pecah Prematur. HKFM
POGI: Surabaya, 2004.
10. Flier, J.S.; Maratos-Flier, E. Biology of obesity. Harrisons Principles of
Internal Medicine. 17thedition .McGraw Hill. 2008. 74: 362-367.

30

30

Anda mungkin juga menyukai