Lapsus KPD Fix Arum
Lapsus KPD Fix Arum
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat melahirkan
bayi dengan sempurna. Namun berbagai permasalahan sangat sering ditemukan,
salah satunya adalah kejadian ketuban pecah dini (KPD). Kejadian KPD
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun
perinatal. KPD merupakan masalah yang kontroversial dalam bidang obstetrik
yang berkaitan dengan penyebabnya.
KPD didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum menunjukan tanda-tanda inpartu atau persalinan, dan satu jam
kemudian tidak diikuti adanya tanda-tanda awal persalinan. Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan kehamilan preterm terjadi
sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. 1,2
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi. Prinsip penatalaksanaan ini diawali
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang
mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter
kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi, status kesehatan
ibu secara umum, komplikasi yang telah terjadi, keadaan janin, dan protap yang
berlaku pada masing-masing tempat pelayanan. Hal ini berkaitan dengan proses
kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila
dilakukan persalinan maupun tokolisis. 2,3
Tingginya insiden KPD ditambah dengan tingginya morbiditas dan
mortalitas maternal dan janin akibat komplikasi dari KPD memerlukan perhatian
yang lebih besar, karena prevalensinya yang cukup besar dan cenderung
meningkat. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka KPD,
laporan kasus pasien, dan pembahasan laporan kasus. Melalui laporan kasus ini
diharapkan akan meningkatkan pemahaman mengenai KPD sehingga nantinya
dapat memberikan penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap KPD.
1
BAB I
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
KPD adalah keadaan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukan tanda-tanda inpartu atau persalinan, dan satu jam kemudian tidak
diikuti adanya tanda-tanda awal persalinan.1 Berdasarkan umur kehamilan,
kejadian KPD dapat diklasifikasikan menjadi:
1. KPD Preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes / PPROM)
KPD preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling,
tes nitrazin (+), dan terjadi pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan.
KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu antara
24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur
kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu. 2
2. KPD Aterm (Premature Rupture of Membranes / PROM)
KPD aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin (+), tes fern (+), dan terjadi pada usia kehamilan
37 minggu.2
2.2
Epidemiologi
KPD terjadi pada 10% kehamilan, dan 2% terjadi pada kehamilan preterm.
PPROM terjadi sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. Pada kehamilan aterm angka insiden mencapai 30-40%.
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena prevalensinya yang
cukup besar dan cenderung meningkat. 3
2.3
Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor predisposisi yang dapat menyebabkannya, yaitu: infeksi, defisiensi Cu, Zn,
dan vitamin C, faktor selaput ketuban, hormon, faktor umur dan paritas,
kehamilan kembar dan polihidramnion, faktor tingkat sosio-ekonomi, dan faktorfaktor lain:4
1. Infeksi
4. Hormon
Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. 4
dapat
lain
seperti
Riwayat
persalinan
dengan
KPD
2.4
Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
Gambar 2.2 gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm. 6
Pada KPD terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan
kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2
dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-1. 6,7
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah
pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Semua mekanisme yang
menyebabkan terjadinya peningkatan MMP, cenderung mencetuskan terjadinya
KPD. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda namun pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan KPD. Sedangkan
pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta
kadar TIMP-1 yang rendah. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh
adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.3,6,7
2.5
Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Dari anamnesis biasanya didapatkan keluhan keluar air dari vagina yang bisa
berlangsung tiba-tiba. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari
cairan yang keluar, warna, bau, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD
aterm sebelumnya, serta faktor risikonya. Normalnya ketuban berwarna jernih dan
berbau amis.2,8,9
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Apabila ada keluhan ketuban pecah dalam kehamilan, maka harus dilakukan
pemeriksaan untuk membuktikan bahwa memang benar yang mengalir keluar
adalah air ketuban. 2,3,8,9
Beberapa cara untuk membuktikan air ketuban:1,2,3,8,9
1.
2.
3.
Pemeriksaan dalam: pada KPD didapatkan ada cairan dalam vagina dan
selaput ketuban sudah pecah. Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering
dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan
risiko infeksi neonatus. 1
1.
2.
3.
2.6
Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
B.
10
Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau
gagalnya persalinan normal. 3
1. Persalinan Prematur
Persalinan prematur merupakan komplikasi tersering dari KPD. Setelah
ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 - 34 minggu 50 %
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu. 3
2. Infeksi
11
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Adapun risiko infeksi yang
dapat terjadi pada ibu berupa infeksi intrauterin seperti endomyometritis,
korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum
janin terinfeksi. 3
3. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat. 3
4. Sindrom Deformitas Janin
Pecahnya ketuban yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasi pulmonar yang nantinya akan berujung pada sindrom distress
pernafasan.3
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
Identitas Pasien
Nama
: NKS
No CM
: 222438
: 24 Februari 1986
Umur
: 30 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Suku
: Bali
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Hindu
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Pedagang
Status pernikahan
: Kawin
Alamat
12
3.2
Nama suami
: IMB
Umur
: 33 tahun
Pekerjaan
: Tukang Kebun
MRS
Keluar RS
Anamnesis
Keluhan utama
Keluar air pervaginam.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keadaan sadar ke ruang bersalin pada tanggal 3 Agustus
2016 Pukul 16.30 WITA dengan keluhan utama keluar air pervaginam sejak pukul
15.30 WITA (3 Agustus 2016) atau kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Saat itu pasien sedang mandi dan merasa keluar cairan merembes
dari kemaluan yang keluar secara tiba-tiba dan tidak bisa ditahan oleh pasien.
Volume cairan yang keluar awalnya sedikit, cairan berwarna jernih dan tidak
12
berbau. Saat tiba di RSUD Karangasem
volume cairan yang keluar semakin
: 7 Agustus 2016
Menarche
Keluhan saat haid tidak ada. Frekuensi ganti pembalut pada saat sedang haid 3
kali dalam 1 hari.
Riwayat ANC
Pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di bidan sejak usia
kehamilan 3-4 minggu. Kontrol di SpOG 3 kali dan. melakukan USG (+)
sebanyak 3 kali di SpOG dengan hasil normal saat usia kandungan 12 minggu, 20
minggu, dan 39 minggu.
13
Riwayat persalinan
Hamil ini merupakan kehamilan pertama bagi pasien.
Hamil
Ke:
Umur
Berat
Sex/
Cara
Penolong
Tempat
Kehamil
Badan
Umur
Persalina
Persalina
persalina
an
Lahir
Abortus
Lahir
Td
Hidup
/Mati
Ya
Hamil
saat ini
Riwayat pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada usia 27 tahun dengan lama pernikahan dengan suami
yaitu 3 tahun.
Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak pernah memakai kontrasepsi sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
14
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x / menit
Napas
: 20x / menit
Suhu axilla
: 36,5oC
Suhu rectal
: 36,8oC
Berat badan
: 90 kg
Tinggi badan
: 155 cm
Leher
Thoraks
: Jantung
Paru
Abdomen
Extremitas
: Akral hangat
, edema
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
15
His (-)
Penurunan 4/5
Auskultasi
Vagina
Inspeksi: Blood slym (-) Cairan ketuban (+)
Inspekulo: tampak keluar cairan dari OUE ketika bagian terbawah
digoyangkan, tes lakmus menjadi biru tua (+)
VT : Pembukaan servik 1 jari (1cm), efficement 25%, ketuban (-)
jernih, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I
tidak teraba bagian kecil atau tali pusat.
3.4
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap tanggal 3 Agustus 2016 di
RSUD Karangasem:
Parameter
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Platelet
HBsAg
Golongan Darah
Rhesus
3.5
Diagnosis
Hasil
Rujukan
Satuan
8,03
12,4
36,9
228
A
+
4,00-11,0
11,5-15,0
34,00-46,00
140-400
103/uL
g/dl
%
103/uL
16
:3
Penatalaksanaan
Pdx
:-
Tx
:
-
Mx
Exp. pervaginam
Cefoperazone 2 gr (IV)
:
MRS
KIE
:
Menjelaskan kepada pasien mengenai kondisi saat ini, janin, rencana
tindakan, dan risiko yang dapat terjadi pada pasien dan janin akibat kondisi pasien
saat ini. Perencanaan KB post partum.
3.7
A
G1P0000, UK 39 Dx : -
minggu
Tunggal/Hidup,
baik
RR : 20x / menit
PK
Tax : 36,5oC
grade II
Trec : 36,8 oC
St. Generalis:
Mata: Anemis -/Cor : S1S2 tunggal
I,
hari Tx : ekspektatif
pervaginam
Obesitas Mx
kelola
partograf WHO
17
hangat
edema
St. Obstetri
Abdomen : His : 34x/10 menit ~ 30-35
detik,
DJJ
140
x/menit
VT : P 4 cm, eff
25%,
ketuban
(-)
tidak
teraba
DJJ
150
x/menit
VT : P lengkap
ketuban (-) jernih
A
P
G1P0000, UK 39 Dx : Tx : pimpin
minggu 1 hari
persalinan
Tunggal/Hidup,
Mx : Keluhan,
PK II, Obesitas
vital sign, DJJ,
grade II
His
KIE:
Cara
mengedan.
18
depan,
tidak
A
G1P1001, PK III
P
Dx : -
Tx :
menjulur
N : 80x / menit
Management aktif
RR : 20x / menit
kala III
Tax : 36,7oC
-injeksi oksitoksin
St. Generalis:
10 IU IM
-PTT
(penegangan
pusat terkendali)
-masase
-/-; wh -/-
uteri
Abdomen : ~ status
Mx
obsetri
vital sign
Ekstremitas : Akral
hangat
edema
St. Obstetri
Abdomen
setinggi
TFU
pusat,
menjuntai,
tali
fundus
keluhan,
19
tampak
semburan
darah (+)
Tanggal 04/08/2016 Pukul 00.35
Lahir plasenta kesan lengkap, hematoma (-), kalsifikasi (-)
Evaluasi :
Perineum Intak
A
P1001, pspt B PP Dx : -
hari
ke-0
N : 84x / menit
akseptor IUD
+ Tx :
-asam mefenamat
RR : 20x / menit
3 x 500 mg PO
Tax : 36,7oC
Mx
St. Generalis:
vital sign
KIE
-mobilisasi dini
-pemberian
esklusif
-/-; wh -/-
-vulva higiene
Abdomen : ~ status
obsetri
Ekstremitas : Akral
hangat
edema
St. Obstetri
Abdomen : TFU 2
jari
bawah
pusat,
keluhan,
ASI
20
aktif (-)
3.8
Evaluasi Kala IV
Observasi 2 jam post partum
Waktu
Tensi
Nadi
Tax
TFU
Kont.
Perdar
VU
ahan
(-)
(-)
Pk. 01.05
(Mmhg)
110/80
(x/mnt)
84
(oC)
36
2 jari
Ut.
(+) baik
Pk. 01.20
110/80
84
36
bpst
2 jari
(+) baik
(-)
(-)
Pk. 01.35
110/80
80
36
bpst
2 jari
(+) baik
(-)
(-)
36
bpst
2 jari
(+) baik
(-)
(-)
(+) baik
(-)
(-)
(+) baik
(-)
(-)
Pk. 01.50
110/80
80
Pk. 02.20
110/80
80
36
bpst
2 jari
Pk. 02.50
110/80
80
36
bpst
2 jari
bpst
A
P1001, pspt B PP dx : -
hari
N : 84 x/menit
akseptor IUD
ke-0
+ tx :
-asam mefenamat
RR : 20 x/menit
3 x 500 mg PO
Tax : 36oC
Mx
Trec : 36,3 oC
vital sign
St. Generalis:
BPD
Kamboja
KIE
-mobilisasi dini
-pemberian
-/-; wh -/-
esklusif
Abdomen : ~ status
-vulva higiene
obsetri
keluhan,
ke
ruang
ASI
21
Ekstremitas : Akral
hangat
edema
St. Obstetri
Abdomen : TFU 2
jari
bawah
pusat,
3.9
Perkembangan Pasien
Tanggal 05/08/2016 Pukul 06.00
S
O
ASI (+), BAK St. Present:
A
P1001, pspt B PP Dx : -
(+),
hari
flatus
(+), N : 64 x/menit
akseptor IUD
mobilisasi
(+), RR : 20 x/menit
nyeri
BAB
perineum Tax : 36 oC
(+) berkurang
ke-1
+ Tx :
-asam mefenamat
3 x 500 mg PO
Mx
keluhan,
St. Generalis:
vital sign
KIE
-mobilisasi dini
-pemberian
esklusif
-/-; wh -/-
-vulva hygiene
Abdomen : ~ status
BPL
obsetri
Ekstremitas : Akral
ASI
22
hangat
edema
St. Obstetri
Abdomen : TFU 2
jari
bawah
pusat,
BAB IV
PEMBAHASAN
Masalah yang dibahas pada kasus ini adalah:
1. masalah diagnosis
2. masalah etiologi
3. masalah penatalaksanaan
4. masalah prognosis
4.1
Masalah Diagnosis
Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien mengatakan ini adalah kehamilan pertama kalinya
dan tidak terdapat riwayat keguguran. Dari anamnesis didapatkan tanda tidak pasti
kehamilan berupa amenorea dan terasa gerakan janin di dalam perut (quickening).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda tidak pasti kehamilan berupa
hiperpigmentasi areola mamae, pembesaran payudara, penonjolan kelenjar
montgomeri, striae gravidarum pada abdomen, dan pembesaran abdomen, serta
ditemukan tanda pasti kehamilan berupa terabanya bagian-bagian janin melalui
palpasi (pemeriksaan leopold) dan pada auskultasi terdengar denyut jantung janin
23
di regio kiri bawah umbilikus (140x/menit). Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
tersebut dapat ditentukan bahwa pasien merupakan G1P0000.
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar air pervaginam yang
tidak dapat ditahan, jernih, tidak berbau, dengan volume yang banyak. Keluhan
nyeri perut hilang timbul dan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan
disangkal. Hal ini sesuai dengan gejala dari KPD dimana terjadi perembesan
cairan ketuban dari kemaluan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan.1-4
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan secara umum diantaranya
pemeriksaan tanda-tanda vital masih dalam batas normal. Penilaian IMT juga
dilakukan pada pasien ini, dimana berat badan pasien sebelum hamil yaitu 77 kg
dan tinggi 155 cm, sehingga didapatkan IMT sebesar 31,68 kg/m2 (Obesitas kelas
2).10 Pemeriksaan secara menyeluruh dilakukan dari atas kepala sampai ujung
kaki, didapatkan pada pemeriksaan mata dalam batas normal, thorax dalam batas
normal, untuk perut sesuai dengan status obstetri, dan ekstremitas hangat. Pada
pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan pengeluaran dari vagina berupa air ketuban.
23
Dari pemeriksaan palpasi didapatkan tidak terdapat adanya his. Pada pemeriksaan
inspekulo didapatkan tampak keluar cairan dari OUE ketika bagian terbawah
digoyangkan. Pada pemeriksaan dalam vaginal toucher didapatkan hasil
pembukaan 1 cm dan selaput ketuban sudah tidak teraba disertai keluar cairan
jernih. Hal ini sesuai dengan tanda KPD dimana selaput ketuban sudah robek dan
menyebabkan perembesan cairan dari OUE. Cairan yang keluar biasanya
berwarna jernih dan sering berisi partikel partikel vernix caseosa dan terjadi
tanpa diikuti adanya tanda persalinan (tidak dirasakan his dan terdapat pembukaan
serviks 1 cm).1
Pada pemeriksaan penunjang tes lakmus didapatkan hasil positif dimana
lakmus merah berubah menjadi biru saat direndam dengan cairan yang keluar dari
OUE. Hal ini berarti bahwa cairan tersebut bersifat basa yang sesuai dengan
karakteristik cairan ketuban. Cairan ketuban dapat dibedakan dengan sekret
vagina yang produksinya meningkat menjelang persalinan melalui tes lakmus.
Sekret vagina bersifat asam (pH 4,5) sedangkan cairan ketuban bersifat basa (pH
sekitar 7,1 - 7,3) sehingga apabila cairan ketuban diteteskan pada kertas lakmus
merah akan terjadi perubahan warna menjadi biru karena sifat basanya.3
24
Masalah Etiologi
Pada pasien ini faktor predisposisi yang mungkin turut berperan terhadap
terjadinya KPD adalah paparan terhadap asap rokok. Paparan asap rokok dapat
menyebabkan rendahnya kadar tembaga dan asam aksorbat. Kadar tembaga dan
asam aksorbat yang rendah yang menyebabkan gangguan pembentukan kolagen
sehingga terjadi abnormalitas struktur membran kolagen plasenta.3
Selain itu, faktor sosioekonomi yang rendah dapat dipertimbangkan menjadi
faktor resiko pada pasien ini. Sosioekonomi yang rendah juga menyebabkan status
gizi yang kurang. Padahal, zat-zat makro dan mikro seperti Cu, Zn, serta vitamin
C diperlukan dalam pembentukan struktur kolagen yang normal dan berperan
dalam pembentukan kolagen. Kolagen sendiri merupakan komponen utama dari
selaput ketuban. Abnormalitas struktur kolagen akan menyebabkan berkurangnya
elastisitas selaput ketuban sehingga menjadi mudah pecah.2,3
Mendekati akhir masa kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron dan
esterogen yang berfungsi untuk menjaga ketenangan rahim, selain itu terjadi
peningkatan kadar prostaglandin yang menyebabkan terjadinya kontraksi rahim.
25
Adanya kontraksi uterus dan peregangan berulang ini akan meningkatkan resiko
pecahnya ketuban.
4.3
Masalah Penatalaksanaan
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda dan gejala gawat janin ataupun infeksi
intrauterin. Dari hasil anamnesis pasien menyangkal keluhan demam. Hasil
pemeriksaan fisik, frekuensi nadi pasien dalam batas normal (80x/menit), suhu
axilla 36,5oC dan suhu rectal 36,8oC, Denyut Jantung Janin (DJJ) dalam batas
normal (140x/menit), air ketuban yang keluar berwarna jernih dan tidak berbau.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 8,03x103/uL dan hasil Non
Stress test (NST) reaktif. Apabila terjadi infeksi intrauterin maka ketuban yang
keluar akan berwarna hijau keruh dan berbau, terjadi maternal takikardi, fetal
takikardi, peningkatan suhu tubuh maternal, keluar cairan ketuban dengan yang
berbau, dan terjadi leukositosis (WBC > 15.000/uL).
Tanpa adanya infeksi intrauterin dan gawat janin, pada KPD kehamilan
aterm dilakukan ekspektatif pervaginam. Pada pasien dilakukan penatalaksanaan
MRS, ekspektatif pervaginam, dan pemberian injeksi Cefoperazone Sulbactam 2
gram (iv). Kemudian dilakukan evaluasi 12 jam setelah pecahnya ketuban untuk
menunggu tanda-tanda inpartu.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan protap
yang ada. Dalam evaluasi 12 jam, 5 jam setelah ketuban pecah pasien memasuki
kala I fase aktif yang ditandai dengan keluhan sakit perut hilang timbul yang
dirasakan semakin sering dan semakin lama, dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan his 3-4x/10 menit ~ 30-35 detik dan pembukaan serviks 4 cm. Karena
pasien sudah inpartu sebelum 12 jam pecah ketuban, maka tidak dilakukan
induksi persalinan.
Pemberian antibiotik pada pasien ini dimaksudkan sebagai upaya preventif
untuk mencegah infeksi intrauterin. Namun disini antibiotik yang diberikan
merupakan golongan Cefoperazone Sulbactam 2 gr (iv). Sedangkan menurut
Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo antibiotik profilaksis yang
disarankan adalah Ampisilin 4x500 mg secara per oral. Hal ini dikarenakan
Ampisilin merupakan antibiotik lini utama dalam profilaksis infeksi. Pemberian
26
antibiotik yang lebih poten sejak awal akan menyebabkan semakin banyaknya
resistensi bakteri terhadap antibiotik. Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD
khususnya dalam pemberian antibiotika profilaksis. Pembatasan penggunaan
antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk mengurangi efek samping
antibiotika, mencegah resistensi kuman dan mengurangi biaya.
4.4
Masalah Prognosis
Prognosis pada pasien KPD adalah dubia dengan mempertimbangkan wanita yang
melahirkan dengan ketuban pecah dini, memiliki risiko terjadinya infeksi
intrauterin dan sepsis neonatorum. Oleh karena itu pada saat perawatan penting
untuk memonitoring keluhan yang dapat mengarah ke infeksi, dilakukan
pemantauan vital sign untuk mengetahui adanya peningkatan suhu tubuh dan
frekuesi nadi serta DJJ. Pada pasien ini, sudah dilakukan monitoring keluhan dan
vital sign. Selain itu, telah diberikan antibiotik profilaksis berupa Cefoperazone
Sulbactam 2 gr (iv) untuk mencegah infeksi. Pada kasus ini tidak terjadi
komplikasi pada ibu. Hal ini dapat dilihat dari tidak didapatkan keluhan demam,
peningkatan suhu tubuh, fetal takikardi, maternal takikardi, maupun cairan
amnion yang berbau. Komplikasi pada bayi juga tidak ditemukan. Bayi lahir
vigorous dengan AS 8-9, pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas
normal dimana N = 140x/menit, RR = 40x/menit, dan Tax = 36,6oC.
Pasien ini juga merupakan pasien obesitas kelas II yang beresiko
mengalami diabetes militus gestasional, persalinan preterm, serta resiko
persalinan seperti distosia bahu, seksio sesaria, dan BBLR. Prognosisnya adalah
dubia, tergantung perawatan antenatal yang dilakukan pasien. Pada saat perawatan
antenatal pertama dilakukan penilaian IMT, pemeriksaan gula darah sewaktu, gula
darah puasa, glukosa 2 jam setelah makan, dan kadar HbA1C. Hal ini dilakukan
untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat demi luaran kehamilan yang lebih
baik seperti pengaturan diet saat hamil untuk menghindari kemungkinan bayi lahir
besar dan mengidap diabetes di usia dewasa. Pada pasien ini peningkatan berat
badan melebihi target optimal (5-9 kg) yaitu sebesar 13 kg. Namun pada kasus ini
tidak terjadi komplikasi pada bayi dimana bayi normal yaitu memiliki berat badan
3100 gram dan panjang badan 51 cm.
27
BAB V
RINGKASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
dapat ditegakkan bahwa pasien ini mengalami KPD. Pasien mengeluh keluar air
pervaginam yang tidak dapat ditahan, jernih, tidak berbau, volume banyak. Pada
pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan keluar cairan dari vagina, pada inspekulo
tampak keluar cairan dari OUE, pada vaginal toucher selaput ketuban sudah
tidak dapat teraba disertai keluar cairan jernih, pada USG ditemukan cairan
ketuban yang sedikit (oligohidramion) dan tes lakmus positif. Selain itu, keluhan
nyeri perut hilang timbul dan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan
disangkal, serta tidak terdapat his, dan permbukaan porsio hanya 1 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami KPD dimana terjadi keadaan pecahnya
selaput ketuban tanpa diikuti tanda-tanda persalinan 1 jam kemudian.
Faktor predisposisi yang terdapat pada pasien ini diperkirakan adalah
paparan terhadap asap rokok dimana pasien sebagai perokok pasif, faktor
sosioekonomi yang rendah dan adanya perubahan hormon menjelang akhir
kehamilan. Paparan asap rokok dapat menyebabkan penghambatan penyerapan
kadar tembaga dan asam aksorbat yang penting untuk pembentukan kolagen,
sehingga kadar tersebut rendah. Zat-zat makro dan mikro seperti Cu, Zn, serta
28
29
DAFTAR PUSTAKA
1. RSUP Sanglah. Ketuban Pecah Dini dalam Prosedur Tetap Bagian/SMF
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah: Denpasar. 2004.
2. POGI. PNPK Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI, 2015.
3. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Wiknjosastro GH, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2008 : hal. 677 682.
4. Gjoni,M. Preterm Premature Rupture of the Membrane, available at :
http://www.gfmer.ch/Endo/PGC_network/Preterm_premature_rupture_Gjoni.ht
m, akses : 7 Agustus 2016.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD;
Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 22nd edition. McGraw Hill Medical
Publishing Division, USA. 2005. p: 855-873.
6. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division,
USA. 2001. p: 357-67.
7. Durfee RB, Pernoll ML, Premature rupture of the membranes In: Current
obsetrics & gyecologic diagnosis & treatment, Pernoll ML, ed, Lange Medical
Publications, New Jersey; 1991; 332-334.
8. Hariadi R. dan Karkata MK. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri:
Ketuban Pecah Dini. Himpunan Kedokteran Fetomaternal: Jakarta, 2012.
9. Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ketuban Pecah Prematur. HKFM
POGI: Surabaya, 2004.
10. Flier, J.S.; Maratos-Flier, E. Biology of obesity. Harrisons Principles of
Internal Medicine. 17thedition .McGraw Hill. 2008. 74: 362-367.
30
30