Artikel Isu Kedokteran
Artikel Isu Kedokteran
Seorang wanita berusia 80 tahun masuk ke rumah sakit anda dari rumah
perawatan karena menderita pneumonia. Dia mengalami demensia sedang dan lemah.
Anda berhasil mengatasi pneumonianya namun sesaat sebelum dia keluar dari rumah
sakit, dia menderita strok yang menyebabkannya lumpuh sisi kanan dan tidak
sanggup makan sendiri. Selang makanan digunakan namun sepertinya membuat dia
tidak nyaman dan setelah dia beberapa kali mencoba menariknya keluar dengan
tangan kirinya maka tangannya diikat. Dia juga tidak bisa menyampaikan
keinginannnya. Pencarian anak atau saudara yang lain yang dapat membantu
mengambil keputusan untuk pasien tersebut dalam perawatan tidak dapat ditemukan.
Setelah beberapa hari anda memutuskan bahwa kondisinya sepertinya tidak
membaik dan satu-satunya jalan untuk menghilangkan penderitaannya adalah dengan
memberikan obat tidur atau menghentikan penggunaan selang makanan dan
membiarkannya mati. Apa yang harus kamu lakukan sebagai seorang calon dokter?
Ketika diskusi dimulai, terdapat dua perbedaan pendapat. Pendapat pertama
menyatakan, bahwa menghentikan penggunan selang makanan adalah tindakan yang
paling tepat karena dapat menghilangkan rasa tidak nyaman yang dirasakan pasien.
Tindakan ini masuk dalam kategori eutahanasia pasif. Selain itu, cara ini lebih
manusiawi dibanding menggunakan obat tidur, karena pasien mati dengan
sendirinya, bukan ditentukan.
Pendapat kedua menyatakan untuk memberikan obat tidur kepada pasien agar
penderitaannya cepat hilang. Namun, hal ini bertentangan dengan berbagai aspek
seperti agama dan peraturan Negara Indonesia. Salah satu pasal dari Kode Etik
Kedokteran Indonesia yang relevan dengan masalah euthanasia, adalah pasal 9 yang
berbunyi: "Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani."
Kasus ini masuk dalam dilemma etik dan untuk menyelesaikannya
menggunakan prinsip Kaidah Dasar Bioetik (KDB). Prinsip KDB sendiri terdiri dari
4 poin, yaitu:
1. Beneficence
3. Justice