Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KATARAK DAN HORDEOLUM

Dosen Pengampu :
Dr. H. Djarizal, Sp.M, MPH

Disusun Oleh :
RACHILLA ARANDITA SARASWATI
G1A114080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2015/2016

KATARAK
PENDAHULUAN
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu, Katarak dapat
terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa
berhenti perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
WHO (2000) menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita kebutaan, dan 110
juta orang mengalami penurunan penglihatan. Perhitungan terakhir menyatakan bahwa
katarak terkait usia merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia. Diperkirakan 1 dari
1000 populasi akan menderita katarak pada setiap tahun di Afrika dan Asia. Prevalensi
katarak pada individu berusia 65-74 tahun sebesar 50%, dan meningkat hingga 70% pada usia
di atas 75 tahun.
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Prevalensi buta
karena katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5%. Hampir 16 20% buta katarak dialami
oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang masih termasuk dalam kelompok usia
produktif. Katarak dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah, tetapi pelayanan bedah katarak
di Indonesia belum merata.

PEMBAHASAN
A. Definisi
Katarak adalah Kelainan pada lensa berupa kekeruhan lensa yang menyebabkan tajam
penglihatan penderita berkurang. Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih
dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karenadengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan
bayangan

yang

kabur

pada

retina.

Katarak

disebabkan

hidrasi (penambahan

cairan

lensa),denaturasi protein lensa,proses penuaan (degeneratif).


Klasifikasi
a. Katarak Perkembangan/pertumbuhan
Katarak Kongenital dan juvenil disebut juga katarak perkembangan/pertumbuhan karena
secara biologik serat lensa masih dalam perkembangannya. Kekeruhan sebagian pada lensa
yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan jarang sekali
mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Katarak kongenital tersebut dapat dalam bentuk
katarak lamelar atau zonular, katrak polaris posterior (piramidalis posterior, kutub posterior),
polaris anterior (piramidalis anterior, kutub anterior), katrak inti (katarak nuklearis), dan
katrak sutural.

Katarak Lamelar atau Zonular


Katarak lamelar ini mempunyai sifat herediter dan ditransmisi secara dominan, katarak
biasanya bilateral. Katarak zonular terlihat segera sesudah bayi lahir. Kekeruhan dapat
menutupi seluruh celah pupil, bila tidak dilakukan dilatasi pupil sering dapat mengganggu
penglihatan. Gangguan penglihatan pada katarak zonular tergantung pada derajat
kekeruhan lensa. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga fundus tidak dapat terlihat pada
pemeriksaan oftalmoskopi maka perlu dilakukan aspirasi dan irigasi lensa.

Katarak Polaris Posterior


Katarak polaris posterior disebabkan menetapnya selubung vaskular lensa. Kadang-kadang
terdapat arteri hialoid yang menetap sehingga mengakibatkan kekeruhan pada lensa bagian

belakang. Pengobatannya dengan melakukan pembedahan lensa.


Katarak Polaris Anterior
Gangguan terjadi pada saat kornea belum seluruhnya melepaskan lensa dalam
perkembangan embrional. Hal ini juga mengakibatkan terlambatnya pembentukan bilik
mata depan pada perkembangan embrional. Pada kelainan yang terdapat di dalam bilik
mata depan yang menuju kornea sehingga memperlihatkan bentuk kekeruhan seperti
piramid. Katarak polaris anterior berjalan tidak progresif. Pengobatan sangat tergantung
keadaan kelainan. Bila sangat mengganggu tajam penglihatan atau tidak terlihatnya fundus
pada pemeriksaan oftalmoskopi maka dilakukan pembedahan.

Katarak Nuklear

Katarak semacam ini jarang ditemukan. Kekeruhan terletak di daerah nukleus lensa. Sering
hanya merupakan kekeruhan berbentuk titik-titik. Gangguan terjadi pada waktu kehamilan
3 bulan pertama. Biasanya bilateral dan berjalan tidak progresif, biasanya herediter dan
bersifat dominan. Tidak mengganggu tajam penglihatan. Pengobatan, bila tidak

mengganggu tajam penglihatan maka tidak memerlukan tindakan.


Katarak Sutural
Katarak sutural merupakan kekeruhan lensa pada daerah sutura fetal, bersifat statis, terjadi
bilateral dan familial. Karena letak kekeruhan ini tidak tepat mengenai media penglihatan

maka ia tidak akan mengganggu penglihatan. Biasanya tidak dilakukan tindakan.


b. Katarak Juvenil
Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir yaitu
kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga
biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract. Biasanya
katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit keturunan lain.
Pembedahan dilakukan bila kataraknya diperkirakan akan menimbulkan ambliopia. Hasil
tindakan pembedahan sangat bergantung pada usia penderita, bentuk katarak apakah mengenai
seluruh lensa atau sebagian lensa apakah disertai kelainan lain pada saat timbulnya katarak,
makin lama lensa menutupi media penglihatan menambah kemungkinan ambliopia.
c. Katarak Senilis
Perubahan yang tampak ialah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan
korteks lensa. Secara klinis, proses ketuaan lensa sudah tampak sejak terjadi pengurangan
kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada usia
dekade 4 dalam benuk keluhan presbiopia.
Katarak Senil dapat dibagai atas 4 Stadium :
Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan Lensa

Normal

Bertamba

Normal

Berkurang

Normal

Tremulans

Normal

Dalam

Iris

Normal

Terdoron
g

Bilik
Depan

Mata

Normal

Dangkal

Sudut

Bilik

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Shadow Test

Negatif

Positif

Negatif

Pseudopositif

Penyulit

Glaukom

Uveitis + Glaukoma

Mata

a
d. Katarak Komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa faktor fisik
atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejerniahan lensa. Katarak kompikata dapat terjadi
akibat iridosiklitis, myopia tinggi, ablasi retina, dan glaucoma. Katarak komplikata juga dapat
terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelinan local yang akan
mengenai satu mata.
1. Katarak akibat kelainan sistemik
Penyakit sistemik akan mengenai kedua mata, seperti pada :
Diabetes Melitus, merupakan katarak yang dapat terjadi pada usia muda akibat
gangguan keseimbangan cairan di dalam tubuh secara akut. DM akan menyebabkan
katarak ada kedua mata dengan bentuk seperti tebaran kapas atau salju di dalam bahan
lensa. Kekeruhan lensa dapat berjalan progresif sehingga terjadi gangguan penglihatan
yang berat.
Hipotiroidisme, akan menyebabkan kekeruhan berbentuk katarak kortikal posterior
pada kedua mata. Katarak ini terjadi akibat gangguan fungsi paratirois, berjalan
progresif lambat dan mengenai seluruh lensa. Kekeruhan akibat hipoparatiroid dapat
dicegah dengan hormone paratiroid dan kalsium
Miotonia distrofi, di mana keadaan umum sangat buruk, maka akan terjadi kekeruhan
lensa pada kedua mata. Bila pasien muda dapat dilakukan ekstraksi linear. Pada pasien
usia lanjut, dapat dilakukan ekstraksi lensa-intraokular. Tindakan bedah ini dilakukan
apabila telah mengganggu pekerjaan sehari hari.
2. Katarak akibat kelainan local
Uveitis, akan menimbulkan katarak kortikal posterior dan katarak pada tempat
terjadinya sinekia anterior.
Glaukoma, pada keadaan tekanan bola mata sangat tinggi, maka akan terjadi
gangguan permiabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa berupa titik-titik
yang tersebar di bawah kapsul anterior atau terjadi katarak pungtata disiminata
subskapsular anterior (katarak Vogt).
Miopia atau atau proses degenerasi pada satu mata lainnya, dapat memberikan
kekeruhan lensa yang mulai dari nucleus lensa dan kemudian menyebar ke seluruh
bagian lensa.
Tindakan bedah ekstraksi lensa ekstrakapsular dapat dilakukan pada katarak ini apabila
pasien memerlukan penglihatan binocular untuk pekerjaannya atau katarak telah total.

e. Katarak Sekunder
Katarak sekunder atau sering disebut after cataract yaitu katarak yang timbul beberapa bulan
setelah ekstraksi katarak ekstakapsular atau setelah emulsifikasi fako; berupa penebalan
kapsul posterior proliferasi sel-sel radang pada sisa-sisa korteks yang tertinggal. Bila
mengganggu tajam penglihatan penebalan tersebut dibuka dengan sayatan sinar laser,
f.

memakai alat Nd. YAG laser.


Katarak Trauma
Kekeruhan lensa akibat ruda paksa atau katarak traumadapat terjadi akibat ruda paksa tumpul
atau tajam. Ruda paksa ini dapat mengkibatkan katarak pada satu mata atau monokular
katarak. Pengobatan pada katarak trauma bila tidak terdapat penyulit dapat ditunggu sampai
mata menjadi tenang. Penyulit yang dapat terjadi dapat dalam bentuk glaukoma lensa yang
mencembung atau uveitis akibat lensa keluar melalui kapsul lensa.

B. Epidemiologi
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun ke
atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80
tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju
berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di
seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.
C. Etiologi
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa mata
menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok,
paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata, dan
polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal. Cedera pada mata seperti pukulan keras,
tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan
gejala seperti katarak. Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau
penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik
lainnya seperti diabetes mellitus.
D. Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar
lensa.

Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga

mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim

akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada di
subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan
menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut
semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus lensa, sedang
warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto
oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel
yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga
mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara progresif dan
merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari
katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

7. Sensitifitas terhadap kontras


8. Variasi Diurnal Penglihatan
9. Distorsi
10. Perubahan persepsi warna
F. Tatalaksana
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan kosmetik.
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu,
tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas
lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina
misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
(meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.
Terdapat beberapa jenis operasi yaitu :
1. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Pada kapsul
anterior dibuat sebuah saluran, kemudian nukleus dan korteks lensa diangkat, kemudian lensa
intraokular ditempatkan pada kantung kapsul yang sudah kosong, disangga oleh kapsul
posterior yang utuh. Insisi yang dibutuhkan biasanya berukuran 9-10 mm
2. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus yang keras,
sampai substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi. Ukuran insisi yang dibutuhkan adalah
3mm. Ukuran tersebut cukup untuk memasukkan foldable intraocular lens. Jika lensa yang
digunakan kaku, insisi perlu dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan dari fakoemulsifikasi
adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali, tidak memerlukan penjahitan, perbaikan luka
lebih cepat dengan derajat distorsi kornea lebih rendah. Risiko yang dapat ditimbulkan adalah
dapat terjadi pergeseran materi nukleus ke posterior melalui robekan kapsul posterior,
sehingga membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang kompleks
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan modifikasi dari EKEK. Insisi yang dibutuhkan pada prosedur SICS yaitu 5,5
7 mm. Kondisi ideal untuk dilakukan tindakan SICS adalah kondisi kornea yang jernih,
ketebalan normal, enndotel yang sehat, COA yang cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula
utuh. Keuntungan dari metode SICS adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko
astigmatisma yang minimal
4. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK merupakan tindakan pengangkatan lensa seluruhnya beserta dengan kapsulnya. EKIK
sudah jarang dilakukan karena insiden terjadinya ablasio retina lebih tinggi dibandingkan
dengan tindakan bedah lainnya. EKIK tetap dilakukan juka tidak terdapat fasilitas untuk

tindakan bedah yang lain. Kontraindikasi EKIK adalah pasien berusia < 40 tahun yang masih
memiliki ligamen hialoidea kapsular.
G. Komplikasi
Komplikasi katarak yang sering timbul adalah glaukoma, melalui proses fakomorfik, fakolitik dan
fakoanafilaktik.

Glaukoma fakomorfik terjadi pada katarak senilis imatur. Intumesensi lensa menyebabkan iris
terdorong ke depan sehingga sudut COA menjadi sempit. Aliran aqueous humor menjadi tidak
lancar sedangkan produksi tetap berjalan, menyebabkan tekanan intraokular akan meningkat

dan menyebabkan glaukoma


Glaukoma fakolitik terjadi pada katarak matur, dimana substansi lensa dengan berat molekul
kecil akan keluar melalui kapsul lensa yang meregang dan menumpuk di sudut COA dan
menghambat absorpsi aqueous humor. Substansi lensa juga dapat memicu makrofag dan

serbukan fagosit sehingga dapat terjadi uveitis


Glaukoma fakoanafilaktik terjadi pada katarak hipermatur atau katarak Morgagni, dimana
substansi lensa dalam jumlah banyak dan dengan berat molekul yang besar akan memicu
reaksi inflamasi granulomatosa yang berat. Glaukoma fakoanafilaktik biasanya terjadi
bersama uveitis (lens induced uveitis)

H. Prognosis
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki ketajaman
penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak
yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah
operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital
bilateral inkomplit yang proresif lambat.

KESIMPULAN
Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan penyebab kebutaan
nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh factor usia, radiasi dari sinar ultraviolet,

kurangnya gizi dan vitamin serta factor tingkat kesehatan dan penyakit yang diderita.
Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum seperti penglihatan mulai kabur,
kurang peka dalam menangkap cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang dilihat hanya
berbentuk lingkaran semu, lambut laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna putih di
bagian tengah lensa kemudian penderita katarak akan sulit menerima cahaya untuk mencapai
retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yautu katarak senile, congenital,
traumatic, toksis, asosiasi, dan komplikata. Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur
operasi. Ada 4 jenis teknik operasi katarak yaitu ICCE, ECCE, Phacoemulsification, SICS.
Akan tetapi jika gejala tidak mengganggu tindakan operasi tidak diperlukan, kadang kala
hanya dengan mengganti/menggunakan kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) sering terjadi
akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak
yang paling sering terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Ocampo, Vicente Victor D. 2016. Senile Cataract. diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview tanggal 10 Mei 2016 pukul
20.00 WIB
3. Ilyas,Sidharta. 2007. Katarak lensa mata Keruh. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2006. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika.

5. Kanski JJ, Bowling B. 2011. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach 7th ed. China: Elsevier.

HORDEOLUM
PENDAHULUAN
Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata melindungi
kornea dan berfungsi dalam pendisribusian dan eliminasi air mata. Penutupan kelopak mata
berguna untuk menyalurkan air mata ke seluruh permukaan mata dan memompa air mata
melalui punctum lakrimalis. Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam,
mulai dari yang jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi mau pun masalah struktur
seperti ektropion, entropion dan blepharoptosis. Untungnya, kebanyakan dari kelainan
kelopak mata tidak mengancam jiwa atau pun mengancam penglihatan.
Hordeolum adalah salah satu penyakit yang cukup sering terjadi pada kelopak mata.
Secara klinis kelainan ini sering sulit dibedakan dengan kalazion akut. Hordeolum merupakan

infeksi lokal atau proses peradangan pada kelopak mata. Bila kelenjar Meibom yang terkena
disebut hordeolum internum, sedangkan bila kelenjar Zeiss atau Moll yang terkena maka
disebut hordeolum eksternum. Gejalanya berupa kelopak mata seperti membengkak,
mengganjal dengan rassa sakit, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum biasanya menyerang pada dewasa muda, namun dapat juga terjadi pada
semua umur, terutama orang-orang dengan taraf kesehatan yang kurang. Mudah timbul pada
individu yang menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun.

PEMBAHASAN
A. Anatomi Palpebra
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan
melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan konjungtiva dari
dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi.
Pada palpebra terdapat bagian bagian :
Kelenjar seperti : sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal
rambut, kelenjar Meibom pada tarsus.
Otot seperti :
1. M. Orbikularis okuli berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah yang
terletak di bawah kulit kelopak.

2. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat muskulus orbikularis okuli yang disebut
muskulus Rionald. Muskulus orbikularis ini berfungsi menutup bola mata yang
dipersarafi n. Fasial.
3. Muskulus levator palpebra, bberorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada
tarsus atas dan sebagian menembus m. Orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian
tengah. Bagian kulit tempat inseersi m. Orbikularis okuli terlihat sebagai sulkus
palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak
mata atau membuka mata.
Palpebra terdiri atas 5 jaringan utama :
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan elastis,
dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi fissura
palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian serat
berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai
bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen luar
palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis.
3. Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis subaponeurotik
dari kujlit kepala.
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang disebut
tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong kelopak mata dengan
kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di kelopak bawah).
5. Konjungtiva Palpebrae
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva palpebra, yang
melekat erat pada tarsus.
Tepian palpebra dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan
posterior. Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll. Glandula Zeiss adalah
modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu
mata. Tepian posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat muaramuara kecil dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra. Persarafan sensorik
kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak mata bawah oleh
cabang kedua nervus V.

B. Definisi Hordeolum
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang terkena, timbul
pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Sedangkan hordeolum eksterna yang lebih
kecil dan superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Klasifikasi
1. Hordeolum eksternum
Hordeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll dengan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. Pada hordeolum eksternum, nanah dapat keluar
dari pangkal rambut. Tonjolannya ke arah kulit, ikut dengan pergerakkan kulit dan mengalami
supurasi, memecah sendiri ke arah kulit.
2. Hordeolum internum
Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam
tarsus dengan penonjolan terutama ke daerah kulit konjungtiva tarsal. Hordeolum internum
biasanya berukuran lebih besar dibandingkan hordeolum eksternum. Pada hordeolum
internum, benjolan menonjol ke arah konjungtiva dan tidak ikut bergerak dengan pergerakan
kulit,

jarang

mengalami

supurasi

dan

tidak

memecahsendiri.

C. Epidemiologi Hordeolum
Hordeolum merupakan jenis penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada
praktek kedokteran. insidensi tidak tergantung pada ras dan jenis kelamin. Hordeolum lebih sering
terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, mungkin karena kombinasi dari
androgenik yang lebih tinggi (dan peningkatan viskositas sebum), insiden yang lebih tinggi dari
meibomitis, dan rosacea pada orang dewasa. Namun, hordeolum dapat terjadi pada anak-anak.
D. Etiologi Hordeolum
Pada 90-95% kasus penyebab infeksi ahordeolum adalah Staphylococcus aureus.
Adapun faktor resiko hordeolumantara lain sebagai berikut : 5\
a. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
b. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
c. Diabetes.
d. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
e. Riwayat hordeolum sebelumnya.
f. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih.
g. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
E. Patogenesis Hordeolum
Patogenesis terjadinya hordeolum eksterna diawali dengan pembentukan nanah dalam lumen
kelenjar oleh infeksi Staphylococcus aureus. Biasanya mengenai kelenjar Zeis dan Moll.
Selanjutnya terjadi pengecilan lumen dan statis hasil sekresi kelenjar. Statis ini akan mencetuskan
infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Terjadi pembentukan nanah dalam lumen kelenjar.
Secara histologis akan tampak gambaran abses, dengan ditemukannya PMN dan debris nekrotik.
Hordeolum interna terjadi akibat adanya infeksi sekunder kelenjar Meibom di lempeng tarsal.
F. Gejala Klinis Hordeolum

Gejala dan tanda yang terdapat antara lain:


1) Pembengkakan.
2) Rasa nyeri pada kelopak mata.
3) Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata.
4) Eritema.
5) Edema.
6) Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata.
7) Seperti gambaran absces kecil.
G. Tatalaksana Hordeolum
Biasanya hordeolum dapat sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. 9
a. Non farmakologi 9
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu drainase.
Lakukan dengan mata tertutup.
2. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak
menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan.
Lakukan dengan mata tertutup.
3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih
serius.
4. Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab
infeksi.
5. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
b. Farmakologi
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan dan
bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum. 4
1. Antibiotik topikal
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10 hari.

Dapat juga

diberikan eritromisin salep mata untuk kasus hordeolum eksterna dan hordeolum interna yang
ringan.
2. Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda pembesaran kelenjar limfe
di preauricular.4 Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang sampai berat.
Dapat diberikan cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila
alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari
selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari. 10
c. Pembedahan

Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan mungkin
diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum. 9
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes mata.
Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan
insisi yang bila : 7
1. Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra.
2. Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang di
dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotic
Edukasi untuk pasien tentang pencegahan hordeolum yang dapat dilakukan dengan cara berikut :
a. Menjaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh wajah agar
hordeolum tidak mudah berulang.
b. Mengusap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat untuk membersihkan
ekskresi kelenjar lemak.
c. Menjaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi oleh kuman.
d. Menggunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah berdebu.
H. Komplikasi Hordeolum
Komplikasi hordeolum adalah mata kering, simblefaron, abses, atau selulitis palpebra yang
merupakan radang jaringan ikat jarang palpebra di depan septum orbita dan abses palpebra. Lesi
yang besar pada kelopak mata atas telah dilaporkan sebagai penyebab penurunan visus sekunder.
I.

Prognosis Hordeolum
Hordeolum biasanya dapat sembuh sendiri secara spontan dalam waktu antara 1-2 minggu.
Penyembuhan dapat dilakukan dengan penggunaan kompres hangat dan menjaga kebersihan
kelopak mata. Hordeolu internal terkadang dapat berkembang menjadi chalazia, yang mungkin
memerlukan steroid topikal atau intralesi atau bahkan insisi dan kuretase.

KESIMPULAN
Hordeolum merupakan infeksi lokal atau proses peradangan pada kelopak mata. Bila
kelenjar Meibom yang terkena disebut hordeolum internum, sedangkan bila kelenjar Zeiss
atau Moll yang terkena maka disebut hordeolum eksternum. Staphylococcus aureus adalah
agen infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.
Diagnosis

pada

pasien

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis

dan

pemeriksaan

oftalmologis. Dari anamnesis didapatkan adanya benjolan pada kelopak mata yang awalnya
hanya berupa benjolan kecil berwarna kemerahan namun makin lama makin membesar dan
disertai nyeri bila ditekan. Benjolan ini menjadi besar dan mengalami reaksi radang akibat
infeksi kuman stafilokokus pada kelenjar kelopak mata. Dari pemeriksaan oftalmologi
didapatkan adanya edema dan hiperemi pada palpebra yang disertai nyeri. Benjolan menonjol
kearah kulit dan ikut bergerak dengan pergerakan kulit disertai adanya supurasi tanpa injeksi
konjungtiva. Kadang ditemukan pseudoptosis atau ptosis yang terjadi akibat bertambah
beratnya kelopak sehingga sukar diangkat.
Penatalaksanaan terdiri dari perawatan umum seperti kompres hangat, antibiotik topikal
ataupun sistemik dan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2006. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika.
3. Sidarta, Ilyas, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
4. Ehrenhaus, Michael P. 2015. Hordeolum. diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/1213080 tanggal 11 Mei 2016 pukul 19.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai