Anda di halaman 1dari 16

Kesehatan jiwa dimasyarakat

Menurut Undang-Undang RI. No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kesehatan


adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang
hidup secara produktif secara social dan ekonomi.
Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan jasmani, rohani,
social, dan tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.Dikatakan sehat
secara fisik adalah orang tersebut tidak memiliki gangguan apapun secara klinis. Fungsi
organ tubuhnya berfungsi secara baik, dan dia memang tidak sakit. Sehat secara
mental/psikis adalah sehatnya pikiran, emosional, maupun spiritual dari seseorang. Ada
suatu kasus seseorang yang memeriksakan kondisi badannya serba tidak enak, akan tetapi
secara klinis/hasil pemeriksaan dokter menunjukan bahwa orang tersebut tidak sakit, hal ini
bisa disebabkan karena orang tersebut mengalami gangguan secara mental/psikis yang
mempengaruhi keadaan fisiknya. Contoh orang yang sehat secara mental adalah tidak
autis, tidak stress, tidak mengalami gangguan jiwa akut, tidak mempunyai masalah yang
berhubungan dengan kejiwaan, misalnya kleptomania, psikopat, dan lain-lain. Sedangkan
dikatakan sehat secara social adalah kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungan di mana ia tinggal. Contoh orang yang tidak sehat social diantaranya adalah
seorang Wanita Tuna Susila (WTS). Kemudaian orang dengan katagori sehat secara
ekonomi adalah orang yang produktif, produktifitasnya mengantarkan ia untuk bekerja dan
dengan bekerja ia akan dapat menunjang kehidupan keluarganya.
Penanganan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang
unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung, seperti
pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan
disebabkan berbagai hal kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi
mungkin muncul gejala yang berbeda banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak
dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan
kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan masalah juga
bervariasi. (Keliat, 2005).
Kesehatan jiwa menurut undang-undang no. 3 tahun 1966, adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang
dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa
mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan segi kehidupan manusia dan cara
berhubungan denan orang lain.
Melihat definisi sehat diatas dapat disimpulkan bahwa sehat adalah suatu keadaan
fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari suatu penyakit sehingga seseorang dapat
melakukan aktifitas secara optimal.

Sehat Jiwa
Menurut Undang-undang No 3 Tahun 1966 yang dimaksud dengan "Kesehatan Jiwa"
adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang
dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut "Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain". Makna
kesehatan jiwa mempunyaisifat-sifat yang harmonis (serasi) dan-memperhatikan semua
segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan
merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu
secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain.Seseorang yang sehat
jiwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Merasa senang terhadap dirinya serta
Mampu menghadapi situasi
Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup
Puas dengan kehidupannya sehari-hari
Mempunyai harga diri yang wajar
Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan
2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta
Mampu mencintai orang lain
Mempunyai hubungan pribadi yang tetap
Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
Merasa bagian dari suatu kelompok
Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain "mengakah"
dirinya
3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta
Menetapkan tujuan hidup yang realistis
Mampu mengambil keputusan
Mampu menerima tanggungjawab
Mampu merancang masa depan
Dapat menerima ide dan pengalaman baru
Puas dengan pekerjaannya
Untuk mencapai jiwa yang sehat diperlukan usaha dan waktu untuk mengembangkan
dan membinanya. Jiwa yang sehat dikembangkan sejak masa bayi hingga dewasa, dalam
berbagai tahapan perkembangan. Pengaruh lingkungan terutama keluarga sangat penting
dalam membina jiwa yang sehat.
Salah satu cara untuk mencapai jiwa yang sehat adalah dengan penilaian diri yaitu
bagaimana seseorang melihat dirinya yang berkaitan erat dengan cara berpikir, cara
berperan, dan cara bertindak. Penilaian diri seseorang positif apabila seseorang cenderung:

-Menemukan kepuasan dalam hidup


-Membina hubungan yang erat dan sehat
-Menetapkan tujuan dan mencapainya
-Menghadapi maju mundurnya kehidupan
-Mempunyai keyakinan untuk menyelesaikan masalah
Penilaian diri seseorang negatif apabila seseorang cenderung:
-Merasa hidup ini sulit dikendalikan
-Merasa stres
-Menghindari tantangan hidup
-Memikirkan kegagalan
Beberapa upaya untuk membangun penilaian diri:
1. Seseorang harus jujur terhadap diri sendiri.
2. Berupaya mengenali diri sendiri dan belajar menerima semua kekurangan dan
kelebihannya.
3. Bersedia memperbaiki diri sendiri untuk mengatasi kekurangannya
4. Menetapkan tujuan dan berusaha mencapainya dengan tidak membandingkan diri sendiri
dengan orang lain
5. Selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik sesuai dengan kemampuan, tetapi tidak
boleh terlalu memaksakan diri sendiri.
Definisi Stres
Kata stres bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu. Sebagian individu
mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional. Para psikolog juga
mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Stres bisa mengagumkan, tetapi bisa juga
fatal. Semuanyatergantung kepada para penderita.
Lazarus dan Folkman, 1984 menyatakan, stres psikologis adalah sebuah hubungan
antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh individu tersebut sebagai hal yang
membebani atau sangat melampaui kemampuan seseorang dan membahayakan
kesejahteraannya.
Stres juga bisa berarti ketegangan, tekanan batin, tegangan, dan konflik yang berarti:
a. Satu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau fisiologis
dari suatu organisme.
b. Sejenis frustasi, di mana aktifitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu
oleh atau dipersukar, tetapi terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh
perasaan was-was kuatir dalam percapaian tujuan.
c. Kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem, tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang
dikenakan pada tubuh dan pada pribadi.
d. Satu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan
dan kecemasan. Menurut Robert S. Fieldman (1989) stress adalah suatu proses yang

menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun


membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional,
kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stress dapat saja positif (misalnya:
merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh: kematian keluarga). Sesuatu
didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressfull event) atau tidak, bergantung
pada respon yang diberikan oleh individu.
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan
tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom
adaptasi umum atau Teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi
pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebutpositif atau negatif.
Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Issac,
2004)
Stres adalah reaksi atau respons psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan).
Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan
intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subyektif
terhadapat stres. Konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus
yang membuat stres, semuanya sebagai sistem (WHO,158) Menurut Hans Selye dalam
bukunya Hawari (2001) stress adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap
setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang telah mengalami stres mengalami gangguan
pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjelaskan
fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut distres. Pada gejala stres, gejala yang di
keluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula
disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif,
cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres:

Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang mengurangi

intensitas respon stres


Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang tidak

begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.


Persepsi: pendangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat

meningkatkan atau menurunkan intensitas respon stres.


Respons koping: ketersediaan dan efektifitas mekanisme mengikat ansietas, dapat
menambah atau mengurangi respon stres.
Sumber stres yang dapat menjadi pemicu munculnya stres pada individu yaitu:
- Stressor atau Frustrasi Eksternal(Frustrasi = kekecewaan yang mendalam).

Stressor eksternal : berasal dari luar diri seseorang, misalnya perubahan bermakna
dalam suhulingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari
pasangan.Stressor atau Frustrasi Internal
Stressor internal : berasal dari dalam diri seseorang, misalnya demam, kondisi

seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa
bersalah).
Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres
Beberapa tipe kepribadian yang rentan menderita gangguan stres adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan)


Kurang sabar, mudah tegang,mudah tersinggung dan marah (emosional)
Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over convidence)
Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam
Bekerja tidak mengenal waktu (workholic)
Pandai berorganisasi, memimpindan memerintah (otoriter)
Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan
Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks) dan serba tergesa-gesa.
Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak tercapai

maksudnya mudah bersikap bermusuhan


j. Tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel)
k. Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
l. Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.
Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:
1. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung,
detak nadi, dan sistem pernapasan.
2. Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).
3. Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi pelupa
dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
4. Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak
santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka kedutan (tic
facialis).
5. Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.
Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar
menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme
(muscle cramps) sehingga serasa tercekik.
6. Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam, pada kulit dari
sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain
kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada itu perubahan
kulit

lainnya

adalah

merupakan

penyakit

kulit,

seperti

munculnya

eksim,

urtikaria(biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne)
berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).
7. Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya nafas
terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan mulai
dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat
dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot antar tulang iga) mengalami spasme dan
tidak atau kurang elastis sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan
tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma
(asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paruparu juga
mengalami spasme.
8. Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya karena
stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation) atau
menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah atau
pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki
juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian
atau seluruh tubuh terasa panas (subfebril) atau sebaliknya terasa dingin.
9. Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada

sistem

pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini
disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah
kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit
maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus,
sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau
sebaliknya sering diare.
10. Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga terganggu.
Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari
biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus).
11. Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang
(musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti
ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang
persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan
anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan pegallinu.
Macam Coping Stres
Coping Stres dapat dibagi menjadi 2 macam:

a. Defensive Coping
Defensive Coping adalah saalah satu cara seseorang dalam menghadapi stress, yaitu
dengan lari dari masalah yang menimbulkan stres tersebut, baik secara fisik maupun
psikologis. Menurut Freud, seluruh tipe defensive coping merupakan penyesuaian diri
pada realitas yang tidak sehat. Kebanyakan pola defensive coping yang meliputi mental
atau fisik merupakan pelarian dari situasi yang traumatis.
b. Direct Coping
Direct Coping adalah salah satu cara seseorang dalam menghadapi stress, yaitu dengan
menghadapi permasalahan dan mengatasinya.
Apabila seseorang mengalami perubahan maka akan terjadi reaksi baik secara
jasmani maupun kejiwaan yang disebut dengan stres. Sebagai contoh misalnya para
karyawan atau manajer merasakan stres apabila ada pekerjaan yang menumpuk atau jika
ada kesulitan dalam hubungan kerja. Stres dapat terjadi pada setiap orang dan pada setiap
waktu, karena stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat
dihindarkan. Pada umumnya orang menyadari adanya stres, namun ada juga yang tidak
menyadari bahwa dirinya mengalami stres. Reaksi seseorang terhadap stres dapat bersifat
positif maupun dapat bersifat negatif. Reaksi yang bersifat negatif atau merugikan, jika
terjadi keluhan atau gangguan pada orang tersebut. Reaksi bersifat positif, jika
menimbulkan dampak yang menjadi pendorong agar orang berusaha. Stres yang bersifat
negatif/merugikan dapat terjadi apabila stres terlalu berat atau berlangsung cukup lama.
Faktor yang menyebabkan stres disebut sebagai stresor.
Ada beberapa macam penyebab stres:
a. Stresor fisik/jasmani, antara lain:Suhu dingin/panas, suara bising, rasa sakit, kelelahan
fisik, polusi udara, tempat tinggal tak memadai dan sebagainya.
b. Stresor psikologik, antara lain:Rasa takut, kesepian, patah hati, marah, jengkel, cemburu,
iri hati
c. Stresor sosial-budaya, antara lain:Hubungan sosial, kesulitan pekerjaan, menganggur,
pensiun, PHK, perpisahan, perceraian, keterasingan, konflikrumah tangga. Stres dapat
berpengaruh terhadap keadaan jasmani dan kejiwaan seseorang:
d. Reaksi yang bersifat jasmani dapat berupa: Jantung berdebar-debar, otot tegang, sakit
kepala, sakit perut/diare, lelah, gangguan makan, eksim.
e. Reaksi yang bersifat kejiwaan dapat berupa:Sukar konsentrasi, sukar tidur, cenderung
f.

menyalahkan orang lain, cemas, menarik d i r i , menyerang, mudah tersinggung.


Pada tahap yang berat stres dapat menimbulkan:Penyakit fisik (misal tekanan darah
tinggi, asma berat, serangan jantung dan sebagainya)
Stres tidak dapat dicegah akan tetapi dapat dikendalikan, berikut ini terdapat 12

langkah pengendalian stres:

-Merencanakan masa depan dengan lebih baik:Belajar hidup tertib dan teratur dan
menggunakan waktu sebaik-baiknya.
-Menghindari membuat beberapa perubahan besar dalam saat yang bersamaan: Misalnya
pindah rumah, pindah pekerjaan dan sebagainya. Memberi waktu untuk menyesuaikan
diri terhadap setiap perubahan yang baru sebelum melangkah lebih lanjut.
-Menerima diri sendiri sebagaimana adanya
-Menerima lingkungan sebagaimana adanya
-Berbuat sesuai kemampuan dan minat
-Membuat keputusan yang bijaksana
-Berpikir positif
-Membicarakan persoalan yang dihadapi dengan orang lain yang dapat dipercaya
-Memelihara kesehatan d i n sendiri
-Membina persahabatan dengan orang lain
-Meluangkan waktu untuk diri sendiri: Jika merasa tegang dan letih perlu istirahat atau
rekreasi
-Melakukan relaksasi:
Melalukan releksasi selama 10-15 menit setiap hari untuk mengendorkan ketegangan
otot yang diakibatkan oleh stres.
Teknik Relaksasi untuk Mengurangi Stres
Berikut ini adalah 7 teknik relaksasi sederhana yang sangat baik dilakukan untuk
mengurangi stres atau tekanan kehidupan:
1. Meditasi
Meditasi tidak harus dilakukan dengan duduk bersila, menutup mata, dan melafalkan
berbagai mantra. Meditasi di sini diartikan sebagai mengalihkan perhatian sementara dan
menenangkan pikiran dari keadaan stres, dan bisa dilakukan dengan melakukan banyak
cara dan aktivitas, seperti berjalan, berenang, menyulam, melukis dan lain sebagainya.
Aktivitas yang baik untuk meditasi adalah aktivitas yang memiliki pola tetap dan berulang.
Saat pikiran (masalah pekerjaan, hubungan, keluarga, dll) yang membuat kita stres
muncul, cobalah untuk membuang pikiran tersebut sementara. Buatlah diri dan pikiran
larut dalam aktivitas meditasi seperti yang disebutkan di atas. Lakukan selama 5 10
menit dan tingkat stres dalam kepala akan menurun.
2. Bayangkan sesuatu yang rileks
Saat berada dalam kondisi stres, pikiran dalam kepala akan sangat aktiv dan kompleks
sehingga menyulitkan untuk melakukan meditasi. Jika begitu, cobala untuk menciptakan
visualisasi yang damai dan menenangkan di dalam kepala kita. Ini bisa dimulai dengan
memikirkan sesuatu yang dapat mengalihkan pikiran dari keadaan sekarang yang penuh
tekanan. Bisa apa saja, seperti tempat liburan favorit, suasana pegunungan dan pantai
yang menenangkan, dan lain-lain.
3. Bernapas dalam-dalam
Perasaan stres akan meningkatkan tensi dan membuat napas menjadi pendek/dangkal,

sementara perasaan yang tenang membuat napas menjadi rileks. Jadi untuk merubah
tekanan menjadi relaksasi, ubahlah cara kita bernapas.
Cobalah metode berikut:

Tarik napas panjang-panjang dengan tenang, kemudian sambil menurunkan bahu


hembuskan napas secara perlahan dari mulut.

Rasakan aliran besar udara yang keluar masuk dan fokuskan pikiran ke sana.

Tarik napas, dan rasakan perut dan dada mengembang.

Buang napas, rasakan bahu menurun dan perut kembali mengecil.

Ulangi bernapas seperti itu 10-15 kali dan pikiran akan menjadi lebih rileks setiap
waktunya.

4. Minum teh hangat


Teh hangat adalah resep tradisional favorit untuk menenangkan pikiran dan menurunkan
stres. Selain baik untuk kesehatan, teh mampu menurunkan level cortisol (hormon stres)
dalam tubuh.
5. Memijat diri sendiri
Saat merasakan otot-otot menjadi tegang, lakukan pijatan ringan pada diri sendiri
sebagai relaksasi. Teknik ini bisa dimulai dengan meletakkan kedua tangan pada bahu
dan leher, kemudian lakukan pijatan ringan menggunakan jari dan telapak tangan.
Biarkan bahu menjadi rileks saat melakukan pijatan. Saat bahu sudah dirasa cukup
rileks, hentikan pijatan. Setelah itu letakkan satu tangan di atas lengan bawah (dari siku
hingga jari) tangan yang lain. Lakukan pijatan ringan di sana mulai dari siku hingga ke
jari-jari dan kembali lagi. Lakukan pula dengan tangan yang lain.
6. Berhenti sejenak (time-out)
Di saat tekanan ataupun emosi memuncak, hentikan sejenak apapun itu aktivitas yang
sedang dilakukan. Temukan tempat yang tenang untuk duduk atau bahkan berbaring.
Lakukan teknik relaksasi bernapas serta berfokus untuk melepaskan tekanan dan
menenangkan detak jantung. Tenangkan pikiran selama beberapa menit, nikmati waktu
tersebut. Stres bisa menunggu.
7. Mendengarkan musik
Musik dapat menenangkan detak jantung yang keras, juga pikiran. Jika tekanan sudah
memuncak, cobalah untuk menyisihkan waktu mendengarkan musik dengan tempo yang
ringan, atau dengarkan lagu yang bisa membuat rileks. Penelitian menunjukkan bahwa
musik dapat memberikan efek tenang setara dengan 10mg valium. Itulah mengapa
musik sering digunakan dalam terapi relaksasi.
Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi
jiwa.Gangguan jiwa adalah gangguan otakyang ditandai oleh terganggunya emosi, proses

berpikir,

perilaku,

dan

persepsi

(penangkapan

panca

indera).Gangguan

jiwa

ini

menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart & Sundeen,
1998).
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama,
maupun status sosial-ekonomi.Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di
masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa,
ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang
menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya.
Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena
pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo,
2005).
Penyebab Gangguan Jiwa
Penyebab Gangguan Jiwa Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti penyebab
dari suatu gangguan jiwa. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa gangguan
jiwa disebabkan oleh 3 faktor yang saling berinteraksi, yaitu faktor biologis(seperti:
keturunan,

keadaan

otak

ketika

didalam

kandungan

atau

bayi),

faktor

psikologis(pengalaman hidup yang menekan), dan faktor sosial(seperti kemiskinan).


Teori penyebab gangguan jiwa yang banyak dianut hingga sekarang adalah teori
stress vulnerability theory. Menurut teori tersebut seseorang menderita gangguan jiwa
karena adanya kerentanan dalam dirinya dan adanya stress (tekanan jiwa). Kerentanan
terhadap gangguan Pemulihan Gangguan Jiwa dr Gunawan Setiadi,MPH jiwa terbentuk
oleh berbagai keadaan, seperti: keturunan, pengalaman hidup waktu kecil yang menekan,
keadaan otak ketika masih menjadi janin atau bayi. Hal hal atau keadaan yang bisa
menimbulkan stress antara lain: ditinggal mati, kesulitan keuangan (hutang), tekanan
pekerjaan atau sekolah, konflik dalam rumah tangga atau dengan teman. Menurut stress
vulnerability (kerentanan) theory, seseorang terkena gangguan jiwa karena yang
bersangkutan mempunyai kerentanan dan adanya tekanan jiwa. Seseorang yang punya
kerentanan tinggi namun tidak ada stress, maka yang bersangkutan tidak akan menderita
gangguan jiwa. Hanya saja, seseorang yang punya kerentanan tinggi, akan mudah terkena
gangguan jiwa meskipun hanya dipicu oleh stress yang kecil. Padahal, stress kecil tersebut
tidak akan bisa menimbulkan gangguan jiwa bila menyerang pada seseorang yang punya
kerentanan rendah. Seseorang dengan kerentanan yang rendah baru akan menderita
gangguan jiwa bila mendapat stress yang berat. Akhir akhir ini, sebagian psikiater di Amerika
dan National Institute of Mental Health, Amerika cenderung menyatakan bahwa gangguan
jiwa adalah suatu penyakit otak. Mereka menyatakan bahwa gangguan jiwa terjadi akibat

gangguan struktur otak atauketidak seimbangan kimia otak seperti ketidak seimbangan
kadar dopamine.
Namun hingga sekarang, belum ada bukti yang kuat yang mendukung pernyataan
tersebut. Hingga sekarang belum ada tes laboratorium, foto otak atau pemeriksaan fisik
yang bisa menunjukkan bahwa seseorang menderita gangguan jiwa seperti skizofrenia atau
depresi. Dokter menegakkan diagnosa gangguan jiwa hanya berdasar perilaku yang terlihat
ataupun pernyataan yang disampaikan oleh pasien. Meskipun demikian, dokter spesialis
jiwa akan bisa membedakan orang awam yang berpura-pura gila dengan orang yang benar
benar menderita gangguan jiwa. Orang awam yang berpura-pura gila akan berperilaku aneh
tetapi tanpa pola tertentu. Padahal, perilaku atau pikiran aneh pada penderita gangguan jiwa
biasanya mengikuti pola tertentu sesuai dengan jenis penyakitnya.Karena belum diketahui
secara pasti penyebab gangguan jiwa, maka obat yang diberikan oleh dokter juga hanya
bertujuan mengurangi gejalanya saja, bukan mengobati atau memperbaiki penyebab dari
timbulnya gangguan jiwa. Hingga sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan
gangguan jiwa. Bahkan beberapa ahli menyatakan bahwa manfaat obat Pemulihan anti
gangguan jiwa dalam jangka panjang lebih banyak mudharatnya atau bahanya,
dibandingkan dengan manfaatnya. Dalam jangka panjang, obat anti gangguan jiwa yang
baru, yang biasa disebut sebagai atypical antipsychotic drug (obat anti gangguan jiwa
atipikal), seperti Risperdal, Zyprexa, Seroquel, Geodon dan Abilify ternyata tidak lebih efektif
dibanding obat anti gangguan jiwa yang lama. Obat gangguan jiwa baru juga lebih banyak
mempunyai efek samping seperti meningkatnya lemak di darah, cholesterol, meningkatnya
gula darah dan meningktakan berat badan, serta gangguan gerak anggota tubuh
(dyskinesia).
Oleh karena itu, sebaiknya obat gangguan jiwa dipakai bersamaan dengan
pemberian terapi psikososial sehingga dosis obat tersebut bisa minimal. Dalam jangka
panjangnya, sebaiknya dukungan psikososial yang menjadi andalam utama dalam
pemulihan gangguan jiwa sehingga bisa terhindar dari ketergantungan pada obat dan
terbebas dari efek sampingnya.
Macam-Macam Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala- gejala yang psikologik dari unsur
psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan
jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham,
gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku
yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan
perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan
perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.

a. Skizofrenia.
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi
personalitas yang terbesar.Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering
dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala.Meskipun demikian pengetahuan kita tentang
sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).Dalam kasus berat,
klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi
sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan
dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak cacat (Ingram
et al.,1995).
b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta
gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998).Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu
bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan,
keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain
sebagainya (Hawari, 1997).Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan
dengan penderitaan.Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau
perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis
terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan
kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan,
harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan
datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul
sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti
rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan
menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang
menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan
berkurangnya aktifitas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress
kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya
dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson,
2000).
c. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang
dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya,
Maslim (1991).Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk
reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993).Penyebabnya maupun sumber

biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari


kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat.Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi
rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan,
sedang, berat dan kecemasan panik.
d. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejalagejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi
ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosadan
gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak
berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif
atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau
obsesif-konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial,
Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate.(Maslim,1998).
e. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh
gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat
disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama
diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai
fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila
hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang
menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian
menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada
f.

suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.


Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis,
1994).Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau
semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu
neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering
disebut juga gangguan psikofisiologik.
Biasanya gangguan ini ditandai dengan mendengar suara-suara bisikan yang tidak
didengar oleh orang lain, bicara dan tertawa sendiri tanpa sebab, curiga berlebihan,
seolah-olah siaran radio dan tv membicarakan dirinya, merasa menjadi seseorang yang
hebat misalnya presiden/malaikat, bicara kacau yang sulit dimengerti, marah-marah
tanpa sebab/mengamuk, terlalu menyendiri, tidak mau bergaul, tidak mau mandi, tidak

menjaga kebersihan diri, buang air besar/kecil sembarangan.


g. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secar menyeluruh,


misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).
h. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan
permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994).Anak dengan
gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan.
Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan
tetapi akhirnya kedua faktor ini saling memengaruhi. Diketahuibahwa ciri dan bentuk
anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada
anaknya.Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat
mengakibatkan perubahan kepribadian.Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi
perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah,
maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.
Dari macam-macam gangguan jiwa tersebut, gangguan yang sering ditemukan yaitu
gangguan cemas, depresi, dan psikosis.
Tindakan yang harus dilakukan bila ada keluarga, kerabat, tetangga yang mengalami
gangguan jiwa :
1. Segera laporkan pada kader kesehatan atau tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan setempat.
2. Memberikan informasi kepada keluarga untuk membawa kerabatnya yang
mengalami gangguan jiwa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dengan
menyiapkan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
3. Dukung keluarga/kerabat yang mengalami gangguan jiwa untuk kontrol dan
mengingatkan minum obat secara teratur, dan jika kondisinya telah membaik,
libatkan dalam kegiatan sosial di masyarakat.
4. Jelaskan bahwa gangguan jiwa dapat diobati, sama dengan penyakit lain seperti
kencing manis, darah tinggi dll.
Tindakan yang harus dilakukan bila ada keluarga, kerabat, tetangga yang dipasung:
1. Segera laporkan pada kader kesehatan atau tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanana ksehatan setempat.
2. Memberikan informasi kepada keluarga dan RT setempat untuk membawa
kerabatnya yang mengalami gangguan jiwa ke fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat dengan menyiapkan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
3. Ingatkan keluarga/kerabat yang mengalami gangguan jiwa untuk kontrol dan
mengingatkan minum obat secara teratur, dan jika kondisinya telah membaik
libatkan dalam kegiatan sosial di masyarakat.
4. Jelaskan bahwa gangguan jiwa dapat diobati, sama dengan penyakit lain seperti
kencing manis, darah tinggi dll.

Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan penderita gangguan jiwa psikotik yang
menggelandang:
1. Laporkan kepada kader kesehatan/tokoh masyarakat agar dapat menghubungi
pekerja sosial masyarakat yang berada di wilayah setempat.
2. Menghubungi langsung ke dinas sosial atau pekerja sosial masyarakat yang akan
bekerjasama dengan satpol PP/kepolisian setempat.

DAFTAR PUSTAKA
Petrus Ng, Ricky W.K. Chun adnd Angela Tsun, Recovering from Hallucinations: A qualitative
Study of Coping with Voices Hearing of Pople with Schizophrenia in HongKong,
The Scientific World Journal, Volume 2012, Article ID 232619, 8 pages doi:
10.1100/2012/232619.
Mueser KT, Valentiner, DP, Agresta J., Coping with Negative Symptoms of Schizophrenia:
Patient and Family Prespectives, Schizophrenia Bull., 1997; 23(2): 329-39
Lestari,

Weny. 2014. Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat yang
Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol.17 No.2.

Stefan Klingberg, Wolfgang Wolwer, Corinna Engel, Andreas Wittorf, Jutta Herrlich,
Christoph Meisner, Gerhard Bukremer, dan George Weidemena, Negative
Symptoms of Schizophrenia as Primary Target of Cognitive Behaviour Therapy:
Results of the randomized Clinical TONES study, Schizophrenia Bulletin vol 37
suppl 2 pp. S 98-S110, 2011 doi:10.1093/schbul/sbr073.

Anda mungkin juga menyukai