Anamnesis:
Pasien datang ke IGD dengan keluhan tidak bisa BAB sejak 6 hari yang lalu.
Keluhan tersebut disertai dengan mual, nyeri perut, dan tidak bisa kentut. Pasien
mengakui adanya demam sehari sebelumnya. Pasien lemah dan buang air kecilnya
sedikit-sedikit. Pasien memiliki riwayat diare 3 hari sebelumnya sebanyak 10 kali
sehari, lendir (-), darah (-). Sebelumnya pasien minum obat loperamid 4 tablet
sehari. Pasien tidak memiliki riwayat operasi, dan trauma. Pasien baru pertama
kali mengalami keluhan seperti ini. Pasien tidak memiliki riwayat sakit darah
tinggi, jantung, kencing manis (DM), penyakit paru-paru lama, batu ginjal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah
: 125/90 mmHg.
Nadi
: 108 x/menit.
Suhu
: 36,00C.
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda vital
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Frekuensi Pernapasan
ASESSMENT
Ileus Paralitik
PLAN
Pemeriksaan : BOF
Pengobatan :
Loading RL 300 cc
IVFD aminofluid:futrolit = 2:2
Ceftriaxone 1x1 gr IV
Ranitidin 2x1 amp
Antrain 1 amp -> k/p
Kcl 25 meq dalam 100 cc PZ 20 tpm
Edukasi :
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit yang
dialami pasien, rencana terapi serta prognosisnya
Konsultasi :
Konsultasi awal dengan spesialis penyakit dalam untuk mendapat terapi lanjut yang
tepat
Penanganan pada ileus paralitik yaitu mencari kausa, hindari komplikasi, penanganan
bersifat konservatif, hindari lavement. Penanganan berupa rehidrasi, elektrolit, antibiotik,
obat-obat yang memacu spasmodik seperti pilokarpin, asetilkolin, gangren. Tindakan
operatif dilakukan bila terjadi perforasi dengan laparotomi, atau bila terjadi iskemik dan
gangrene dengan cara reseksi usus kemudia end to end anastomose.
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit
primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.
IDENTITAS
Nama
: Tn. P
Umur
: 37 tahun
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan
: SLTA
Pasien memiliki riwayat diare 3 hari sebelumnya sebanyak 10 kali sehari, lendir (-),
darah (-). Sebelumnya pasien minum obat loperamid 4 tablet sehari.
Riwayat Penyakit Keluarga:
tidak ada keluarga pasien yang memiliki sakit serupa
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Tampak sakit berat
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah
: 125/90 mmHg.
Nadi
: 108 x/menit.
Suhu
: 36,00C.
Frekuensi Pernapasan : 36 x/menit
Kepala Leher :
Mata
: Conjungtiva anemis (-) Sklera ikterik (-)
Telinga
: tidak ada kelainan
Hidung
: tidak ada kelainan
Mulut
: tidak ada kelainan
Leher
: Distensi vena jugularis (+)
Thoraks
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan
RBC
HgB
Hct
Plt
WBC
Na
K
Cl
UREUM
Creat
SGOT/SGPT
Hasil
3,9x 106/mm3
14,38 gr/dL
39 %
266.000/mm3
9.700/mm3
130 mEq/L
2,8 mEq/L
105 mEq/L
11,8 mg/dL
0,32 mg/dL
48/24 mg/dL
Foto BOF
ASSESSMENT
Ileus Paralitik
PENGOBATAN
Pasang kateter
O2 nasal
Puasakan
Loading RL 300 cc
Ceftriaxone 1x1 gr IV
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS PARALITIK
Definisi
Ileus merupakan keadaan penderita mengalami gangguan pasase atau jalannya makanan
dalam usus.1,4 Ileus paralitik termasuk salah satu kondisi kegawatan akut abdomen. Suatu
keadaan akut abdomen yang berupa keadaan usus tidak berkontraksi akibat adanya
gangguan motilitas. Ileus paralitik atau disebut juga adinamik usus merupakan kondisi
dimana usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan
isinya.2,3 Ileus paralitik terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis
dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Epidemiologi
Pada bagian penyakit dalam, ileus paralitik lebih sering diakibatkan peritonitis atau
sepsis.5 Penyebab yang lain disebutkan sering disebabkan pankreatitis akut. 6 Data spesifik
angka insiden ileus paralitik masih belum diketahui karena dipertimbangkan sebagai
kejadian transien gastrointestinal dengan prognosis yang baik. 5 Di Amerika, kejadian ileus
akibat pembedahan pasca operasi disebutkan bahkan mencapai 50% pada pasien terutama
yang menjalani operasi bedah mayor.6 Sumber lain kejadian ileus pasca operasi pada
pembedahan saluran pencernaan berkisar 15-20%, terjadi pada histerektomi (4%), pada
kolesistektomi (8,5%), appendektomi (6%), dan rata-rata 9% untuk prosedur lainnya.4
Etiologi
Ileus paralitik ini sering terjadi akibat penyakit lainnya, seperti tindakan operasi yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi otot
polos. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata,
sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Ilues paralitik bersifat primer
bila tidak terdapat penyebab lain yang berkontribusi dan disebut sekunder bila adanya
penyakit lain ikut berkontribusi terjadinya ileus.4
Gerakan usus merpakan kondisi yang terkoordinasi dengan baik dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon intestinal, sistem saraf
simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan lain-lain. Ileus paralitik biasanya
dijumpai pada pasien pasca operasi yang tergantung dari lamanya operasi, beratnya
anastesi dan manipulasi yang dilakukan terhadap usus. Keadaan ini biasanya berlangsung
antara 24-72 jam sampai ada juga yang menyebutkan sampai 5 hari. 4 Pencemaran rongga
peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin menimbulkan
paralisis usus.
Ileus paralitik dapat disebabkan beberapa hal seperti iritasi peritoneum. Iritasi
peritoneum dapat disebabkan melalui peritonitis yang menyebabkan radang pada dinding
usus kemudian hilangnya stimulus kontraksi ileus, penyebab lain yang merangsang iritasi
peritoneum yaitu adanya kolesistitis akut, appendisitis akut, dan post laparotomi yang
lama.2,3 Hal kedua yaitu melalui penyebab ekstra peritoneal seperti trauma abdomen
menyebabkan perdarahan intra peritoneal menyebakan ileus paralitik, kemudian trauma
ginjal menyebabkan perdarahan retriperitoneal mengganggu persarafan, kolik ureter.2,3
Penyebab yang lain yaitu adanya gangguan elektrolit seperti hipokalemi yang
menyebabkan gangguan kontraksi otot polos, syok, uremia, komplikasi dari DM, dan
infeksi abdomen seperti peritonitis. Penyebab lain yaitu neurogenik melalui lesi saraf,
kerusakan medulla spinalis, pada fraktur vertebra, atau fraktur costa bagian bawah,
penyebab lain seperti adanya pemakaian obat-obatan seperti opioid, antihipertensi,
narkotika, dan obat lainnya.2,3,5
Kausa Ileus Paralitik :1,2,3,6
1.Neurologik
-Pasca operasi
-Kerusakan medula spinalis
-Iritasi persarafan splanknikus
-Trauma pada tulang belakang
2.Metabolik
-Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia)
-Uremia
-Komplikasi DM
-Penyakit sistemik
3.Obat-obatan
-Narkotik
-Antikolinergik
-Antihipertensi
4.Infeksi
-Urosepsis
-Peritonitis
-Infeksi sistemik berat lainnya
Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem
saraf simpatis dengan dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal,
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap
yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos, dan (2) pada tahap
yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem
saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat
pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.4,7
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun
tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi saraf parasimpatis bersifat eksitatorik,
beberapa neuron bersifat inhibitorik. Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik
endokrin dan mediator inflamasi yang juga menyebabkan perkembangan ileus.7
1
Neurogenik
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut
sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis
mengatur refleks usus. Dalam keadaan terstimulasi, parasimpatis melepaskan asetilkolin
yang menyebabkan motilitas usus, sedangkan saraf simpatis melepaskan nordrenalin yang
menghambat peristaltik usus.6
Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus
Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa. Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan
parasimpatis. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak
bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan
simpatis dapat mengaktifakan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Pleksus mienterikus atau Auerbach terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan
pleksus submukosa atau Meissner terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran
darah lokal.6
2
Hormonal
Beberapa hormon yang disekresi saat proses pencernaan yaitu seperti gastrin,
kolesistokinin, motiline, P substance, dan insulin meningkatkan peristaltik usus, sedangkan
hormon vasoaktif intestinal polipeptida, dan glukagon menghambat aktivitas peristaltik
usus.6 Kolesistokinin salah satu contohnya, disekresi oleh sel dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak di dalam
usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas
kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu
kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga
mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin menghambat motilitas lambung secara
sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan
kandung empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung
untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus
gastrointestinal bagian atas.6
Inflamasi
Mediator mediator inflamasi juga menyebabkan terjadinya ileus. Mediator seperti
prostaglandin dapat menginhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat
gerak peristaltik yang diperlukan untuk gerakan propulsi. Opioid dengan efek inhibitor
menghambat excitatory neurons yang mempersarafi otot polos usus.4
5. Elektrolit
dapat
akibat
diare
kronis,
atau
kelebihan
penggunaan
diuretic.
Diagnosis
Tanda klinis ileus paralitik yaitu distensi, bunyi peristaltis usus kurang atau
menghilang, tidak ada nyeri tekan lokal atau strangulasi, nyeri hebat sekali, nyeri tekan
kurang jelas.
Perut kembung (distensi), muntah, tidak bisa buang air besar, dapat disertai
demam, keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan.
kesadaran, auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada
gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpa airfluid level. 2,3,6
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan
dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus,
rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.2,3,6
Pemeriksaan fisik
1
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab
ileus.
Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi2,3,6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, ureum, glukosa darah.
Foto abdomen 3 posisi tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum.
Penebalan dinding usus halus yang dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance (gambaran seperti tulang ikan), karena dua dinding usus halus yang menebal
dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Pada
ileus paralitik tampak gambaran air fluid level yang segaris (line up) berbeda pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti
tangga yang disebut step ladder appearance.6,8 Bila dianggap perlu dapat dilakukan
pemeriksaan seperti ultrasonografi atau bahkan CT scan.
Dari gambaran radiologis yaitu:
Terdapat distensi baik pada usus halus maupun usus besar, termasuk lambung dan
rektosigmoid
Air-fluid level pada usus halus dan usus besar muncul hanya jika ileus bertahan
sampai 5-7 hari.
Obstrktif
Paralitik
Udara lebih banyak pada Tidak ada
proksimal
preferensi
Dilatasi usus
dari obstruksi
Banyak gambaran
Gambaran
fluid level
lengkungan Step Ladder
abdomen
air Sedikit gambaran
fluid level
Pattern Herring Bone Sign
usus
Preperitoneal Fat
anak tangga
(+)
Diagnosis Banding
Tabel perbandingan diagnosis ileus:
(-)
air
Macam ileus
Nyeri Usus
Distensi
Obstruksi
simple tinggi
Obstruksi
simple rendah
++
(kolik)
+++
(Kolik)
Obstruksi
strangulasi
++++
(terusmenerus,
terlokalisir)
+
Paralitik
Muntah,
borborigmi
+++
Bising usus
+++
+
Lambat
Meningkat
++
+++
Tak tentu
biasanya
meningkat
++++
Menurun
Meningkat
Penanganan Ileus
Penanganan pada ileus paralitik yaitu mencari kausa, hindari komplikasi, penanganan
bersifat konservatif, hindari lavement. Penanganan berupa rehidrasi, elektrolit, antibiotik,
obat-obat yang memacu spasmodik seperti pilokarpin, asetilkolin, gangren. Tindakan
operatif dilakukan bila terjadi perforasi dengan laparotomi, atau bila terjadi iskemik dan
gangrene dengan cara reseksi usus kemudia end to end anastomose.2,3
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit
primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Tindakan dekompresi abdomen mempunyai
beberapa tujuan yaitu:
1. Mengurangi keluhan nyeri atau tidak nyaman pada abdomen
2. Mengurangi kesulitan bernapas
3. Mengurangi perasaan mual dan muntah
4. Mencegah aspirasi muntah ke saluran respirasi6
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal
tube).
Beberapa
obat-obatan
jenis
penyekat
simpatik
(simpatolitik)
atau
paralitik karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak
berespon setelah pengobatan konservatif. Metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis,
cisapride bermanfaat untuk ileus paralitik pasca operasi, dan klonidin dilaporkan
bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering
diberikan pada pasien ileus paralitik pasca operasi. Bila bisisng usus sudah mulai ada dapat
dilakukan feeding test, bila tidak ada retensi, dapat dimulai dengan diet cair kemudian
disesuaikan sejalan dengan intoleransi ususnya.2,3,6
1. Konservatif
-Penderita dirawat di rumah sakit.
-Penderita dipuasakan
-Cari kausa penyakit
-Kontrol status airway, breathing and circulation.
-Dekompresi dengan nasogastric tube.
-Intravenous fluids and electrolyte
-Puasa dan nutrisi parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang
angin melalui dubur
-Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
-Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
-Analgesik apabila nyeri.
-Prokinetik: obat obat seperti dopamine antagonis dan koliergik agonis seperti
metaklopromide secara teoritis dapat meningkatkan fungsi pencernaan. Obat
seperti cisapride yang merupakan agonis reseptor serotonin juga dapat digunakan
walaupun
sudah
jarang
digunakan
di Amerika
karena
efek
samping
kardiovaskularnya.4
-Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
-Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
-Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
-Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah
sepsis sekunder atau rupture usus.
-Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
Komplikasi
Komplikasi dari ileus ini yaitu adanya dehidrasi, timbunan makanan, kotoran, distensi,
vasa terjepit, iskemik, gangrene sampai nekrosis usus. Pada keadaan vasa terjepit dapat
terjadi toksemia, bakteremia sampai sepsis dan syok. Komplikasi lain dapat terjadinya
nekrosis usus, gangguan elektrolit, atau bila tidak tertangani dengan baik juga
menyebabkan kematian.
Prognosis
Prognosis dari ileus berbeda tergantung dari penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus akibat
kondisi operasi perut biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam.
Prognosis memburuk pada kasus dengan kematian jaringan usus, operasi menjadi
pertimbangan untuk menghilangkan jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus
cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis juga membaik bila ileus
cepat terdiagnosa dan cepat tertangani.6
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong Wim, Sjamsuhidayat R, Gawat Abdomen. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC.
Jakarta. 2004; p182-192.
2. Syam AF, Daldiyono. Nyeri Abdomen Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006. 303-304.
3. Syam AF, Djumhana A. Ileus Paralitik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006. 226.
4. Elizabeth AM. Preventing Paralytic Ileus: Can The Anesthesiologist Help. M.E.J.
Anesth. 2009; 20(2): p. 159-65.
5. Elizabeth MW, Ari FS, Marcellus S, Chudahman M. Management of Paralytic Ileus.
The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy.
2003: 4(3): p. 80-88..
6. Nicolas TS, Donna BS, Richard LS et al. Pathogenesis of Paralytic: Ileus Intestinal
Manipulation Opens a Transient Pathway Between the Intestinal Lumen and the
Leukocytic Infiltrate of the Jejunal Muscularis. Annals of Surgery. 2002; 235: p. 31-40.
7. Bickle IC, Kelly B. Abdominal X Ray Made Easy: Normal Radiographs. Student BMJ;
2002; 10: p. 102-3.