DEFINISI
REKRUITMEN
SDM
Schermerhorn, 1997
Rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan sekelompok kandidat untuk
mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang
pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan
keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan.
Filipo (1984)
“Penarikan calon pegawai/tenaga kerja adalah proses pencarian tenaga kerja yang
dilakukan secara seksama, sehingga dapat merangsang mereka untuk mau melamar
jabatan-jabatan tertentu yang ditawarkan oleh organisasi”.
Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai,
karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm
oraganisasi atau perusahaan.
Rekruitmen adalah proses menarik orang - orang atau pelamar yang mempunyai
minat dan kualifikasi yang tepat untuk mengisi posisi atau jabatan tertentu,proses
mencari dan mendorong calon pekerja untuk melamar pekerjaan dalam
organisasi,prosesyang dilakukan oleh suatu organisai untuk mendapatkan tambahan
pekerjaan.
REKRUITMEN
SUMBER DAYA
MANUSIA
Tujuan Rekrutmen
Menurut Henry Simamora (1997:214) rekrutmen memiliki beberapa tujuan, antara lain
sebagai berikut:
1. Untuk memikat sebagian besar pelamar kerja sehingga organisasi akan mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk melakukan pemilihan terhadap calon-calon
pekerja yang dianggap memenuhi standar kualifikasi organisasi.
2. Tujuan pascapengangkatan adalah penghasilan karyawan-karyawan yang
merupakan pelaksana-pelaksana yang baik dan akan tetap bersama dengan
perusahaan sampai jangka waktu yang masuk akal.
3. Meningkatkan citra umum organisasi, sehingga para pelamar yang gagal mempunyai
kesan-kesan positif terhadap organisasi atau perusahaan.
Proses Rekruitmen
Adapun dalam proses rekrutmen meliputi beberapa poin penting, yaitu sebagai berikut:
1. Penyusunan strategi untuk merekrut
Dalam penyusunan strategi ini, peran departemen sumber daya manusia
bertanggung jawab dalam menentukan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan, bagaimana
karyawan direkrut, dimana tempatnya, dan kapan pelaksanaannya.
Sumber rekruitmen
Sumber-sumber rekrutmen adalah pelamar langsung, lamaran tertulis, lamaran
berdasarkan informasi, orang lain, jalur iklan, perusahaan penempatan tenaga kerja,
perusahaan pencari tenaga kerja profesional, lembaga pendidikan, organisasi profesi,
serikat pekerja, dan melalui balai latihan kerja milik pemerintah.
1. Pelamar Langsung
Pelamar langsung sering dikenal dengan istilah applications at the gate. Artinya para
pencari pekerjaan datang sendiri ke suatu organisasi untuk melamar, ada kalanya
tanpa mengetahui apakah di organisasi yang bersangkutan ada atau tidak ada
lowongan yang sesuai dengan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman
pelamar yang bersangkutan.
2. Lamaran Tertulis
Para pelamar yang mengajukan lamaran tertulis melengkapi surat lamarannya
dengan berbagai bahan tertulis mengenai dirinya, seperti surat keterangan
berbadan sehat dari dokter, surat kelakuan baik dari instansi pemerintah yang
berwenang, salinan atau fotokopi ijasah dan piagam yang dimiliki, surat referensi
dan dokumen lainnya yang dianggap perlu diketahui oleh perekrut tenaga kerja
baru yang akan menerima dan meneliti surat lamaran tersebut.
a. Para pencari tenaga kerja baru memperoleh bantuan dari pihak dalam organisasi
untuk mencari tenaga kerja baru sehingga biaya yang harus dipikul oleh
organisasi menjadi lebih ringan.
b. Para pegawai yang menginformasikan lowongan itu kepada teman atau
kenalannya agar berusaha agar hanya yang paling memenuhi syaratlah yang
melamar.
c. Para pelamar sudah memiliki bahan informasi tentang organisasi yang akan
dimasukinya sehingga lebih mudah melakukan berbagai penyesuaian yang
diperlukan jika lamarannya ternyata diterima.
d. Pengalaman banyak organisasi menunjukkan bahwa pekerja yang diterima
melalui jalur ini menjadi pekerja yang baik karena mereka biasanya berusaha
untuk tidak mengecewakan orang yang membawa mereka ke dalam organisasi.
4. Iklan
Pemasangan iklan merupakan salah satu jalur rekrutmen yang paling sering dan
paling banyak digunakan. Iklan dapat dipasang diberbagai tempat dan
menggunakan berbagai media, baik visual, audio, maupun yang bersifat audio
visual.
5. Instansi Pemerintah
Di setiap pemerintahan negara dapat dipastikan adanya instansi yang tugas
fungsionalnya mengurus ketenagakerjaan secara nasional, seperti departemen
tenaga kerja, departemen pemburuhan, departemen sumber daya manusia atau
instansi pemerintah yang cakupan tugas sejenis.
8. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai sumber rekrutmen tenaga kerja baru adalah yang
menyelenggarakan pendidikan tingkat sekolah menengah tingkat atas dan
pendidikan tinggi. Pembatasan ini didasarkan kepadan pemikiran bahwa lembaga-
lembaga pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar pada
tingkat sekolah dasar meluluskan anak-anak yang belum layak diperlakukan sebagai
pencari lapangan kerja.
9. Organisasi Profesi
Makin maju suatau masyarakat makin banyak pula organisasi profesi yang dibentuk
seperti dibidang kedokteran, teknik, ahli ekonomi, ahli administrasi, ahli hukum, ahli
pekerja sosial, ahli statistik, ahli matematika, ahli komunikasi, ahli pertanian, dan
lain sebagainya.
Jalur ini merupakan salah satu jalur yang layak untuk dipertimbangkan oleh para
pencari tenaga kerja baru, terutama apabila yang dicari adalah tenaga kerja yang
mahir menyelenggarakan berbagai kegiatan teknis operasional.
Teknik Rekruitmen
Teknik-teknik rekutmen, baik di sektor publik maupun swasta, dapat dilakukan melalui
asas sentralisasi atau desentralisasi tergantung kepada keadaan organisasi, kebutuhan dan
jumlah calon pekerja yang hendak direkrut.
- Teknik Rekrutmen Sentralisasi
Rekrutmen yang dipusatkan akan lebih sering dipakai karena lebih efisien dari segi
biaya. Dalam penerapannya yang tepat mengenai kebutuhan pembayaran baru
tidak mudah karena beberapa hal, yaitu:
krisis politik atau pemotongan anggaran yang dapat secara drastic
mempengaruhi kebutuhan-kebutuhan rekrutmen dan kerenanya
berpengaruh terhadap kualitas daripada perkiraan.
para manager cenderung memperkirakan terlalu tinggi jumlah pekerja yang
mereka butuhkan, hanya karena menurut pandangan mereka lebih baik
mempunyai banyak pelamar daripada terlalu sedikit. Hal ini tentu
bertentangan dengan keinginan dari instansi-instansi yang menangani
manajemen sumber daya manusia di tingkat pusat untuk mengurangi biaya
seleksi dengan cara mengurangi biaya seleksi dengan cara mengurangi
jumlah pelamar pada jumlah minimum yang dibutuhkan untuk menjamin
bahwa semua posisi yang tersedia diisi oleh pelamar-pelamar yang memang
benar-benar berkualitas.
posisi posisi yang spesial membutuhkan sejumlah besar pelamar karena
suatu presentase yang tinggi dari para pelamar mungkin ditolak oleh instansi
yang menyeleksi karena tidak memenui persyaratan spesialisasi dari posisi
tersebut, walaupun mereka memenuhi persyaratan masuk yang umum.
- Metode Rekrutmen Internal (Werther & Davis 1996, Schuler & Jackson 2006)
a. Pengumuman lowongan pekerjaan (job-posting)
b. Persediaan bakat (talent inventory)
c. Promosi
d. Transfer
e. Aktivitas pengembangan
f. Para karyawan yang meninggalkan perusahaan
- Metode Rekrutmen Eksternal (Werther & Davis 1996, Schuler & Jackson 2006)
a. Pelamar yang dating(walk-ins) dan surat lamaran yang masuk (write-ins).
b. Rekomendasi karyawan
c. Iklan
d. Agen tenaga kerja/perusahaan jasa rekrutmen
e. Lembaga pendidikan
f. Asosiasi professional/organisasi ketenagakerjaan
g. Open house/job fair
h. Internet
Studi kasus ini akan mengkaji sistem pemilihan dan dinamika partai politik yang
mempengaruhi representasi perempuan di Indonesia. Partai-partai politik secara efektif
merupakan penjaga pintu bagi jabatan pilihan – bagaimana dan dimana perempuan
ditempatkan dalam daftar calon partai mempunyai pengaruh penting terhadap jumlah
perempuan yang terpilih masuk ke parlemen. Studi kasus ini juga akan memberikan saran-
saran untuk meningkatkan rekrutmen legislatif para perempuan dalam pemilihan di
Indonesia.
Konteks Nasional
Perempuan diberi hak untuk memilih dan bersaing dalam pemilihan pada tahun 1945.
Namun, secara historis, tingkat representasi politik perempuan di Indonesia tetap rendah.
Pada periode legislatif antara tahun 1950 dan 1955, perempuan merupakan 3,8 persen dari
seluruh anggota parlemen, dan 6,3 persen antara tahun 1955 dan 1960. Selama 30 tahun
berikutnya, representasi perempuan tertinggi sebesar 13 persen dicapai pada periode
legisltif tahun 1987 sampai 1992.2 Di parlemen, dan institusi-institusi politik lainnya di
tingkat lokal, propinsi dan nasional, representasi perempuan Indonesia masih saja rendah.
Selama periode legislatif dari tahun 1992 sampai 1997, perempuan memperoleh 12,5
persen kursi. Jumlah ini menurun ke 10,8 persen pada periode legislatif 1997-1998.
Kecenderungan penurunan dalam jumlah perempuan tersebut berlanjut terus, dimana pada
periode legislatif 1999-2004, hanya 9,0 persen dari seluruh jumlah anggota terpilih
parlemen nasional (DPR) yang perempuan.3 Meski sudah menjadi kenyataan bahwa pada
saat ini Indonesia memiliki seorang perempuan yang menjadi presiden, ada beberapa
pemegang jabatan partai yang terdiri dari perempuan, dan di jajaran pegawai negeri dan di
badan yudikatif, ada beberapa perempuan yang menempati posisi tinggi pengambilan
keputusan.
Pada pemilihan umum yang diadakan pada tahun 1999, kira-kira 57 persen dari
seluruh pemilih Indonesia adalah perempuan, walaupun saat ini tidak ada data lengkap
tersedia tentang jumlah pemilih perempuan yang sebenarnya. Kurangnya data yang
tersedia tentang isu khusus ini menunjukkan bagaimana publik politik Indonesia termasuk
pemerintah memandang relevansi dan signifikansinya.
Rendahnya representasi perempuan di Indonesia mengundang pertanyaan-
pertanyaan penting berkenaan dengan tantangan-tantangan dan hambatan-hambatan yang
menghalangi perempuan berpartisipasi dalam kehidupan publik.
Tantangan Kunci
Pada tahun 1999, 48 partai politik bersaing dalam pemilihan umum dan 21 di
antaranya memenangkan kursi di parlemen. Pemilihan tersebut diadakan menggunakan
representasi proporsional daftar tertutup. Meskipun pemilihan perempuan ke parlemen di
Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti patriarki, lingkungan yang tidak
bersahabat dan komitmen keluarga, factor yang penting adalah sifat dasar dari partai-partai
politik, basis politik perempuan, bagaimana mereka disosialisasikan dalam partai-partai
politik, dan prosedur-prosedur pemilihan.
oleh fungsionaris partai politik terhadap anggota perempuan mereka sendiri dalam
menyeleksi para calon mereka untuk parlemen daerah dan nasional.
Juga tidak ada strategi terpadu untuk menarik lebih banyak perempuan ke dalam
partai politik. Perempuan tidak terdorong, dan ada kekosongan program untuk
mensosialisasikan dan melatih anggota partai wanita untuk menjadi kader partai yang
memenuhi syarat dan berkemampuan tinggi. Pengaturan kegiatan organisasi oleh partai-
partai politik menunjukkan tiadanya usaha mempelajari kebutuhan dan kepentingan
perempuan. Sering ditemukan adanya pertentangan jadwal antara event-event dan rapat-
rapat partai politik dengan para anggota perempuan mereka sendiri yang harus
bertanggungjawab untuk urusan rumah tangga mereka sendiri. Ada kekurangan dari
rumusan kebijakan dan program-program resmi oleh partai-partai politik yang menyoroti
dan menekankan pentingnya kebutuhan, kepentingan dan isu-isu perempuan dalam partai-
partai itu sendiri, di parlemen dan dalam kehidupan public.
Beberapa Solusi
suatu proses yang lebih demokratis, pantas dan transparan yang memungkinkan
anggota perempuan menjadi
fungsionaris partai mereka. Yang juga penting adalah bagaimana partai-partai politik
menyusun daftar calon mereka untuk jabatan-jabatan yang dipilih, dan di mana
perempuan ditempatkan dalam daftar tersebut, sangat mempengaruhi representasi
dan pemilihan perempuan.
- Satu cara meningkatkan kontribusi perempuan dalam kehidupan politik adalah
melalui penerapan kebijakan-kebijakan tindakan afirmatif. Ini bisa diterapkan
melalui Undang-Undang Partai Politik yang mendemokratisasikan struktur internal
dari partai-partai politik, dan yang misalnya, mengharuskan fungsionaris partai
memilih minimal 30 persen calon perempuan untuk semua tingkatan. Undang-
undang seperti ini juga bisa menjamin agar cara partai-partai politik merekrut
fungsionaris mereka pada setiap tingkatan harus secara jelas dinyatakan dalam
peraturan partai-partai politik. Selanjutnya, kriteria untuk perekrutan para kandidat
sebagai fungsionaris partai politik haruslah bisa diukur dan transparan.
Aturan-aturan dan prosedur yang jelas, transparan, dan adil gender untuk perekrutan para
kandidat dalam partai-partai politik bisa membantu perempuan yang maju dalam pemilihan
untuk jabatan politis.
Secara alternatif, kebijakan tindakan afirmatif juga bisa diterapkan melalui sebuah Undang-
Undang Pemilihan Umum, yang terdiri dari:
- Salah satu kriteria yang akan dipertimbangkan dalam menyeleksi para kandidat
haruslah berupa prinsip kesetaraan gender yang harus bisa diukur dan transparan.
Rekrutmen dan penyeleksian para kandidat pemilihan harus mencakup minimal 30
persen perempuan.
- Penerapan metode silang-menyilang (dengan cara menetapkan alternative satu laki-
laki untuk satu perempuan) dalam penyusunan daftar partai politik dapat
dipertimbangkan.
- Persyaratan dan mekanisme untuk pemilihan para kandidat dalam partai-partai
politik harus dinyatakan dengan jelas dalam peraturan. Memperbolehkan orang-
orang yang bukan anggota partai menjadi calon anggota legislatif dalam pemilihan
umum bisa menjadi semacam insentif bagi perempuan untuk maju sebagai calon.
- Undang-Undang Pemilihan Umum No. 3, 1999, menyatakan bahwa ada dana publik
untuk pemilihan di Indonesia. Tapi undang-undang yang sama tidak menyatakan
alokasi dana secara khusus dan rinci tentang dana publik tersebut. Telah disarankan
agar alokasi dana public dapat dikaitkan pada jumlah perempuan yang diajukan
dalam pemilihan, sebagaimana yang terjadi di Perancis. Dukungan terhadap usulan
ini diantara partai-partai politik sangat terbatas, karena dianggap akan menjadi
semacam intenvensi dalam kerja internal partai.
Bersama dengan usulan diatas, adalah penting untuk mencatat beberapa strategi
positif yang telah digunakan oleh perempuan Indonesia:
Pertama, meliputi pembentukan jaringan lintas partai politik yang dibuat oleh para
anggota perempuan dari partai-partai politik (Kaukus Politik Perempuan Indonesia atau
KPPI) dan para anggota parlemen perempuan (Kaukus Perempuan Parlemen) Jaringan ini
masih dalam tahap embrio karena kedua kaukus tersebut baru dibentuk belum lama
berselang. Saat ini mereka mengarahkan upaya-upaya mereka untuk meningkatkan
representasi perempuan dalam sistem politik Indonesia.
Kedua, ada peningkatan kesadaran dan komitmen di kalangan beberapa organisasi
perempuan yang secara resmi terikat pada partai-partai politik untuk meningkatkan jumlah
anggota perempuan. Hal ini sedang diusulkan melalui penggunaan mekanisme tindakan
afirmatif, suatu langkah yang secara formal dicantumkan dalam agenda kongres beberapa
partai politik.
Ketiga, sudah terdapat upaya-upaya untuk menerapkan tindakan afirmatif oleh
beberapa partai politik, seperti PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), yang
memiliki satu kebijakan formal untuk memasukkan satu perempuan dalam setiap lima laki-
laki dalam memilih fungsionaris partai di cabang-cabang daerah. Namun, partai ini
menghadapi kesulitan menerapkan kebijakan ini karena tidak ada mekanisme pengawasan
dalam struktur internal partai. Satu contoh yang lebih positif adalah usaha PDI-P memilih
anggota perempuan untuk menggantikan anggota yang, karena berbagai faktor, tidak
mampu menyelesaikan masa jabatan penuh mereka sebagai anggota parlemen. Saat ini, ada
empat anggota parlemen perempuan yang telah dipilih melalui strategi ini.
Beberapa partai politik telah menerapkan tindakan afirmatif bagi perempuan ketika
merekrut kandidat untuk pemilihan, tapi karena tidak ada mekanisme bagi penerapannya
kebijakan ini tidak selalu diterapkan.
Keempat, perempuan Indonesia dari ornop yang prihatin dengan representasi politik
perempuan telah melakukan beberapa upaya untuk memperkuat para kandidat perempuan.
Upaya-upaya ini meliputi: menyelenggarakan diskusi publik tentang pentingnya peningkatan
representasi perempuan di lembaga perwakilan, menyelenggarakan diskusi dan sarasehan
untuk media di kota-kota dimana diskusi publik diadakan, wawancara dan talk show di
stasiun-stasiun radio dan televisi setempat, mengadakan sarasehan dan diskusi dengan
kaukus perempuan baik dari partai-partai politik maupun parlemen nasional,
memperjuangkan gagasan tentang pentingnya peningkatan representasi politik perempuan
melalui penggunaan mekanisme tindakan afirmatif dan pembaruann erhadap undang-
undang pemilihan, dan menyelenggarakan kampanye kesadaran publik dengan
menyebarkan publikasi-publikasi dan artikel-artikel yang berhubungan dengan gagasan
peningkatan keterwakilan perempuan dalam sistem politik.
14 Juni 2008
Beberapa hari ini di harian surat kabar banyak diberitakan mengenai disahkannya UU
SBSN dan rencana di sahkannya UU Perbankan Syariah pada tanggal 17 Juni 2008 sehingga
untuk kedepannya kegiatan perbankan syariah di tanah air mempunyai payung hukum, hal
ini merupakan sesuatu yang perlu kita patut syukuri dan kita sambut dengan penuh gembira
karena UU SBSN dan UU Perbankan syariah lahir di saat – saat para investor timur tengah
ingin masuk ke tanah air Indonesia yang tercinta ini untuk menanamkan modalnya dan juga
keinginan mereka untuk mengembangkan industri perbankan syariah.
Ibu Siti Fadjriah salah satu Gubernur BI, mengemukakan di beberapa surat kabar
bahwa tidak kurang 10 Bank Umum Syariah akan buka pada tahun 2008 ini termasuk
rencana BNI Syariah yang akan bertambah modalnya menjadi lebih besar karena akan
masuk salah satu Investor Timur Tengah ke dalam tubuh BNI Syariah. Ibu Siti Fadjriah juga
mengemukakan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) di Industri perbankan syariah
diperkirakan mencapai angka 20.000 orang, suatu angka yang banyak sekali untuk
menyerap tenaga kerja di tanah air di saat sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan. Untuk
memenuhi SDM sebanyak itu tidaklah mungkin dipenuhi hanya mengandalkan dari SDM
Bank Syariah yang telah ada, Bank Syariah harus mempunyai strategi khusus untuk
memenuhi SDM tsb, seperti yang telah sering dilakukan saat ini dengan merekrut karyawan
baru dari lulusan-lulusan perguruan tinggi jurusan semua disipilin ilmu atau merekrut
karyawan dari bank konvensional yang ingin hijrah bekerja dari Bank Konvensional ke Bank
Syariah, lalu oleh Bank Syariah diberikan pendidikan beberapa bulan mengenai konsep dan
tekhnis perbankan syariah.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah karyawan yang direkrut baik dari
perguruan tinggi jurusan semua disipilin ilmu maupun dari bank konvensional itu yang telah
diberikan training konsep dan tekhnis perbankan syariah itu benar-benar dalam prakteknya
tidak menyimpang dari konsep Bank Syariah seperti para karyawan bank syariah tsb benar –
benar tidak lagi memakai system kapitalisme yaitu seperti bunga bank dalam penyaluran
pembiayaan atau seperti meminta komisi untuk pencairan suatu pembiayaan di Bank
Syariah.
Memang di dalam Bank Syariah itu mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
mengawasi Bank Syariah tsb agar tidak menyimpang dari konsep perbankan syariah, tetapi
apakah DPS itu yang anggotanya berjumlah paling banyak 3-5 orang bisa mengawasi ribuan
karyawan bank syariah ?
Oleh karena itu diperlukan bantuan anggota masyarakat untuk mengawasi agar tidak
terjadi kapitalisme di Bank Syariah, bagaimanakah agar masyarakat itu bisa mengawasi Bank
Syariah ? tentu saja masyarakat harus diberikan pendidikan mengenai perbankan syariah,
tidak cukup hanya dari seminar-seminar perbankan syariah atau sosialisasi melalui media
massa karena sampai saat ini banyak sekali anggota masyarakat kita yang belum paham
mengenai perbankan syariah, saya melihat hal ini dari banyaknya pertanyaan dari anggota
masyarakat yang masuk baik via email maupun blog http ://Alihozi77.blogspot.com yang
belum mengerti mengenai konsep Bank Syariah .
Disinilah pentingnya peranan pemerintah untuk memberikan pendidikan bank syariah
kepada masyarakat dengan memasukkan kurikulum perbankan syariah minimal dari sejak
bangku sekolah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sampai dengan tingkat perguruan
tinggi.
Untuk mencegah kapitalisme di Bank Syariah bisa juga melalui sinergi antara
perguruan tinggi dengan industri perbankan syariah dalam memenuhi kebutuhan SDM Bank
Syariah yaitu dalam perekrutan SDM , perguruan tinggi membuka jurusan perbankan syariah
yang benar – benar berkualitas sehingga Bank Syariah bisa merekrut mahasiwa lulusan
perguruan tinggi jurusan perbankan syariah tsb menjadi karyawan. Hal ini bisa menghemat
waktu ,biaya dan tenaga Bank Syariah dalam perekrutan SDM, mungkin masih memerlukan
pelatihan atau training bagi SDM dari perguruan tinggi jurusan perbankan syariah, akan
tetapi Bank Syariah tidak lagi mengeluarkan biaya yang banyak dan waktu yang lama bila
dibandingkan dengan memberikan training/pelatihan bagi SDM lulusan perguruan tinggi
jurusan semua disipilin ilmu diluar jurusan perbankan syariah dan yang terakhir Bank
Syariah akan bias lebih fokus dan cepat dalam mengejar target-target yang telah ditetapkan.
Saya mengambil contoh dalam perekrutan kru di Bank Muamalat Indonesia untuk
bagian operation (bukan marketing), ternyata mengambil SDM dari perguruan tinggi jurusan
perbankan syariah itu lebih cepat dan mudah diberikan pelatihan tekhnis operasi perbankan
syariah dibandingkan dengan SDM dari perguruan tinggi yang bukan jurusan perbankan
syariah sehingga kru yang baru direkrut tsb sudah bisa langsung melayani nasabah –
nasabah yang datang untuk bertransaksi perbankan syariah.
DAFTAR REFERENSI