Anda di halaman 1dari 13

Topik: Appendicitis akut

Tanggal (kasus) : 11-05-2016

Presenter : dr. Bintari Anindhita

Tanggal presentasi: -

Pendamping:
dr. M. Thamrin
dr. Mario Abdullah

Tempat presentasi: RSUD Depati Hamzah


Obyektif Presentasi:
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostic

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonates

Bayi

Remaja

Anak

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi: laki-laki, 33 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
Tujuan : mengatasi keluhan nyeri perut kanan bawah
Bahan Bahasan

Tinjauan pustaka

Cara Membahas

Diskusi

Data Pasien:

Nama: Tn. H

Riset

Persentasi dan Diskusi

Nama Wahana: RSUD Depati Hamzah

Kasus

Audit

Email

Pos

No. Registrasi: 04.58.94


Terdaftar sejak: 11-05-2016

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis / gambaran klinis: appendicitis akut
2. Riwayat pengobatan: pasien minum obat maag promag bila sakit maag kambuh.
3. Riwayat kesehatan/penyakit: pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya.
4. Riwayat keluarga/masyarakat: 5. Riwayat pekerjaan: pelajar
6. Lain-lain: -

Daftar Pustaka
1. Maa J, Kirkwood KS. The Appendix. In Sabiston Textbook Of Surgery. 18th ed.:
Saunders Elsevier; 2008.
2. Berger DH, Jaffie BM. The Appendix. In Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Hunter JG, Pollock RE, editors. Scwartz's Manual Of Surgery. 8th ed.: The McGrawHill Company; 2006. p. 784-99.
3. Riwanto I, Hamami AH, Pieter J, Tjambolang T, Ahmadsyah B. Usus Halus, Apendiks,
Kolon dan Anorektum. In.
4. Ellis H. Clinical Anatomy. 11th ed.: Blackwell Publishing; 2006.
5. Chen LE, Buchman TG. Acute Abdominal Pain and Appendicitis. In Klingensmith ME,
Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Melby SJ. Washington Manual of Surgery. 5th ed.:
Lippincott Williams and Wilkins; 2008. p. 200-13.
6. Sigdel G, Lakhey P, Mishra P. Tzanakis Score vs Alvarado Score in Acute
Appendicitis. J Nepal Med Assoc. 2010; 49(178): p. 96-9.
7. Ohle R, O'Reilly F, O'Brien KK, Fahey T, Dimitrov BD. The Alvarado score for
predicting acute appendicitis: a systematic review. BMC Medicine. 2011; 9(139): p. 113.
8. Tzanakis NE, Efstathiou SP, Danulidis K, Rallis GE, Tsioulos DI, Chatzivasiliou A, et
al. A New Approach to Accurate Diagnosis of Acute Appendicitis. World Journal of
Surgery. 2005; 29(9): p. 1151-6.
9. Ansaloni L, Catena F, Coccolini F, Ercolani G, Gazzoti F, Pasqualini E, et al. Surgery
versus Conservative Antibiotic Treatment in Acute Appendicitis: A Systematic Review
and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Dig Surg. 2011; 28: p. 210-21.
10. Liu ZH, Li C, Zhang XW, Kang L, Wang JP. Meta-analysis of the therapeutic effects of
antibiotic versus appendicectomy for the treatment of acute appendicitis. Experimental
and Therapeutic Medicine. 2014; 7: p. 1181-6.

SUBYEKTIF
Pasien laki-laki, 33 tahun datang dengan keluhan sakit perut kanan bawah. Hal ini
dirasakan sejak 1 hari ini, memberat beberapa jam yang lalu. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati,
nyeri bersifat hilang timbul. Kemudian dalam beberapa jam menyebar ke perut kanan bawah
dan bersifat terus menerus. Demam (+) bersifat naik turun sejak 2 hari ini, mual dan muntah (+)
sejak 2 hari dengan jumlah gelas aqua, berisi makanan dan air. Sakit kepala (+), berdenyut
sejak 2 hari ini. BAB dan BAK (+) normal, nyeri saat BAK (-), frekuensi BAK normal, warna
BAK kuning jernih.
RPT
RPK
Riw. alergi
RPO

: sakit maag sejak 2 tahun ini.


: tidak pernah mengalami penyakit seperti pasien.
: tidak pernah mengalami alergi obat, makanan dan cuaca disangkal.
: selama ini hanya mengonsumsi obat maag promag.

OBYEKTIF

Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah

: tampak sakit sedang


: compos mentis
: 120/70 mmHg

Nadi
Pernafasan
Suhu

: 82 x/menit
: 20 x/menit
: 38,6 0C

Status Generalis:
Kepala : Mata: Conj. Palb.inf. Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RC +/+, pupil isokor,
diameter 3 mm/3mm
Telinga
: dbn
Hidung
: dbn
Mulut : dbn
Leher: Pemb. KGB (-), TVJ: Dbn, kakuk kuduk (-)
Thoraks:

Paru

I : Simetris
P: Simetris
P: Sonor/Sonor
A: BND Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor

I : pulsasi ictus cordis tidak terlihat.


P : pulsasi ictus cordis tidak teraba
P : tidak dilakukan
A : bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen:
Inspeksi

: simetris, distensi (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal.

Palpasi

: defens muscular (+), nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (+) pada titik mc
burney, rovsing sign (+), blumberg sign (+).

Perkusi

: nyeri ketok (+) pada titik mc burney.

Psoas sign (+), obturator sign (-)

Genitalia

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2

: Laki-laki, dbn.

Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)


Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-)

Rectal Touche:
- perineum biasa
- sphincter ani ketat
- mukosa licin
- nyeri tekan arah jam 10-11

ampula recti kosong


ST : feses(+), lendir (-) dan darah (-).

Pemeriksaan lab:
Darah rutin

Urine rutin:

Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit

: 12,8 g/dl
: 14.500 /mm
: 157.000 /mm
: 36.8%

Warna
BJ
pH
Protein
Reduksi
Bilirubin
Urobilinogen
Nitrit
Sedimen
Eritrosit
Leukosit
ephitel
bakteri
sel ragi
silinder
Kristal
Plano test

: Kuning Jernih
: 1.020
: 5.5
: (-)
: (-)
: (-)
: Normal
: (-)

Diagnosa kerja

: 0-1/lpb
: 1-2/lpb
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

: Appendicitis akut

Diagnosa banding:
- Appendicitis akut
- ISK
ASSESMENT
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien
ini didiagnosa dengan appendicitis akut.

PLAN
Diagnosis

: Apendisitis akut

Pengobatan :

IVFD RL 20 gtt/menit

Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam

Inj Gentamisin 3x1

Inf. Metronidazol 3x1 flc

Inj. Ranitidin 2x1

Pronalges supp 3x1

Konsul dokter spesialis bedah: Pro Appendictomi

Pendidikan : edukasi ke pasien untuk selalu makan tinggi serat dan rajin BAB untuk
mencegah terjadinya apendisitis akut.
Konsultasi

: dijelaskan secara rasional tentang penatalaksanaan yang dilakukan.

Rujukan

: pada pasien ini dilakukan rujukan kepada dokter spesialis bedah

TINJAUAN PUSTAKA
APPENDISITIS AKUT

LATAR BELAKANG
Appendisitis merupakan peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan kasus
emergensi bedah umum yang paling sering terjadi.1
Sekitar 8% warga negara Barat pernah mengalami appendisitis dalam hidup mereka,
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Insidens tertingga pada kelompok umur 20-40
tahun dengan usia rata-rata 31.3 tahun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding.1,2,3
Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat darsawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.3
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Obstruksi dari lumen dipercaya sebagai penyebab utama dari appendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lain yang jarang terjadi
adalah hiperplasia limfoid, biji-bijian sayur dan buah-buahan, parasit, atau neoplasma. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus appendisitis akut simple, 65% kasus appendisitis gangrenosa tanpa
perforasi dan hampir 90% kasus appendisitis gangrenosa dengan perforasi.1,2
Ukuran dari lumen appendiks yang kecil dibandingkan dengan panjangnya memberikan
kecendrungan terjadinya obstruksi loop tertutup. Obstruksi dari lumen appendiks berkontribusi
pada pertumbuhan bakteri dan sekresi mukus yang terus menerus menyebabkan distensi
intraluminal dan peningkatan tekanan dinding appendiks.1
Distensi intraluminal menstimulasi ujung saraf dari saraf viseral aferen menyebabkan
sensasi nyeri yang samar, tumpul dan diffuse pada midabdomen atau epigastrium bawah. Akibat
dari peningkatan tekanan intraluminal juga terjadi gangguan dari drainase vena dan limfatik yang
menyebabkan kongesti vaskular. Proses inflamasi kemudian berlanjut pada appendiks serosa dan

pada akhirnya pada peritoneum parietal yang menghasilkan nyeri pada kuadran kanan bawah
yang merupakan karakteristik dari appendisitis.1,2
Distensi intraluminal yang progresif pada akhirnya juga menyebabkan gangguan aliran
arteriolar yang menyebabkan area dengan suplai darah yang minim yaitu batas antimesenterik
mengalami infark. Akibat distensi, invasi bakteri, terganggunya suplai vaskular serta proses
infark yang terus berlanjut menyebabkan terjadi perforasi yang biasanya terjadi pada area infark
pada batas antimesenterik.2
Perforasi biasanya terjadi dalam waktu 48 jam sejak munculnya gejala dan biasanya disertai
dengan adanya dinding abses pada usus dan omentum. Perforasi juga dapat disertai dengan
peritonitis dan syok septik dan dapat diperberat dengan formasi abses intraperitoneal multipel.1
GEJALA KLINIS
Nyeri perut merupakan gejala utama dari appendisitis akut. Biasanya nyeri pada awalnya
terpusat pada epigastrium bagian bawah atau area umbilikal yang dirasakan sebagai nyeri difus,
moderate, dan terus menerus yang disertai dengan rasa kram yang terkadang muncul. Setelah
beberapa periode dari 1 sampai 12 jam, namun biasanya dalam 4-6 jam nyeri berlokalisasi ke
kuadran kanan bawah yang merupakan pola klasik dari appendisitis akut. Meskipun begitu, pada
beberapa pasien nyeri dapat berawal dan menetap pada kuadran kanan bawah.1,2
Variasi dari lokasi anatomik dari appendiks menyebabka variasi dari lokus utama fase
somatik dari nyeri. Appendiks retrosekal dapat menyebabkan nyeri pinggang; appendiks pada
pelvis menyebabkan nyeri suprapubik dan appendiks yang terletak pada retroileal menyebabkan
nyeri testikular akibat iritasi dari arteri spermatik dan ureter.2
Anoreksia hampir selalu menyertai appendisitis hingga diagnosis harus dipertanyakan bila
pasien tidak mengalami anoreksia. Muntah terjadi pada hampir 75% pasien, namun tidak sering
dan kebanyakan pasien hanya muntah sebanyak 1 atau 2 kali. Muntah disebabkan oleh stimulasi
neural dan adanya ileus.2
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi sebelum onset nyeri perut, dan kebanyakan
merasakan defekasi dapat memperingan nyeri perut mereka. Diare juga terjadi pada beberapa
pasien terutama pada anak-anak.1,2

Urutan gejala berperan penting dalam diagnosis appendisitis. Pada lebih dari 95% pasien
dengan appendisitis akut anoreksia merupakan gejala yang pertama muncul, diikuti oleh nyeri
abdomen dan muntah.2
PEMERIKSAAN FISIK
Temuan pada pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh posisi anatomis dari appendiks yang
meradang serta ada atau tidaknya perforasi.2
Tanda-tanda vital tidak terlalu berubah pada appendisitis tanpa komplikasi. Peningkatan
suhu jarang terjadi lebih dari 1oC dan frekuensi nadi biasanya normal atau sedikit meningkat.
Perubahan yang lebih besar biasanya mengindikasikan terjadinya komplikasi.2
Pasien dengan appendisitis biasanya memilih untuk berbaring pada posisi supine dengan
paha terutama paha kanan ditekuk ke atas. Bila diperintahkan untuk bergerak pasien akan
melakukannya dengan gerakan lambat dan hati-hati karena gerakan meningkatkan nyeri.2
Tanda klasik dari kuadran kanan bawah biasanya terjadi pada appendisitis dengan posisi
appendiks di anterior. Nyeri biasanya terjadi maksimal pada atau dekat titik McBurney. Nyeri
lepas juga dapat terjadi. Nyeri alih dan nyeri lepas tidak langsung juga dapat terjadi. Nyeri alih
ini terasa maksimal pada kuadran kanan bawah yang mengindikasikan iritasi peritoneal lokal.2
Rovsing sign yang merupakan nyeri pada kuadran kanan bawah saat dilakukan palpasi pada
kuadran kiri bawah mengindikasikan iritasi peritoneal. Hiperestesia kutan pada area yang
disuplai oleh nervus spinalis kanan T10, T11, T12 seringkali terjadi pada appendisitis akut.2
Defense muskular pada palpasi dinding abdomen menandakan kehebatan dari proses
inflamasi. Pada awal penyakit, defense muskular biasanya merupakan reflek pertahanan yang
volunter. Seiring dengan progresivitas iritasi peritoneal, terjadi peningkatan spasme otot yang
menjadi involunter yang merupakan refleks nyata akibat kontraksi otot diatas peritoneum parietal
yang meradang.2
Variasi anatomik dari posisi appendiks mengakibatkan adanya deviasi pada pemeriksaan
fisik. Pada posisi retrosekal, temuan fisik pada abdomen anterior tidak begitu jelas, dan nyeri
tekan biasanya paling menonjol pada sisi samping. Pada appendiks yang menggantung ke pelvis,
temuan pemeriksaan fisik abdomen dapat negatif dan diagnosis dapat terlewatkan kecuali

dilakukan pemeriksaan rektum. Saat jari pemeriksa menekan cavum Douglas dapat dirasakan
nyeri pada area suprapubik dan secara lokal pada rektum.2
Tanda dari iritasi otot lokal juga dapat terjadi. Psoas sign mengindikasikan fokus iritasi pada
otot psoas. Pemeriksaan dilakukan dengan pasien berbaring dan pemeriksa mengekstensikan
paha kanan pasien secara perlahan sehingga meregangkan otot iliopsoas. Hasil dikatakan positif
bila pada ekstensi terjadi nyeri. Obturator sign yang positif pada nyeri hipogastrik saat
meregangkan otot obturator internus menandakan adanya iritasi pada pelvis. Pemeriksaan
dilakukan dengan melakukan rotasi internal pasif dari paha kanan pasien dalam posisi fleksi
dengan pasien berbaring.2
Bila terjadi perforasi appendiks, nyeri abdomen menjadi semakin intens dan lebih difus serta
spasme otot abdomen semakin meningkat menyebabkan rigiditas. Frekuensi jantung meningkat,
disertai dengan peningkatan suhu diatas 39 oC. Terkadang nyeri abdomen berkurang setelah
perforasi meskipun jarang terjadi.1
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukositosis ringan yang bervariasi dari 10000 18000 sel/mm3 biasanya terjadi pada
pasien dengan appendisitis akut tanpa komplikasi dan biasanya didominasi oleh sel
polimorfonuklear (>75%). Leukositosis diatas 20000 sel/mm3 meningkatkan kemungkinan
adanya gangren atau perforasi appendiks dengan atau tanpa abses.1,2,5
Urinalisis dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya pyelonephritis atau nephrolithiasis.
Namun pada 25-40% pasien appendisitis bisa didapatkan hasil urinalisis yang abnormal karena
ureter dapat teriritasi oleh appendiks yang meradang. Biasanya didapatkan adanya pyuria,
albuminuria dan hematuria.1,5
Diagnosis appendisitis biasanya dapat ditegakkan tanpa pemeriksaan radiologi, namun pada
kasus yang kompleks pemeriksaan radiologi dapat membantu menegakkan diagnosis
appendisitis.5
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang membantu dalam menegakkan diagnosis
appendisitis. Suatu studi menunjukkan adanya appendicolith hanya pada 1.14% foto polos
abdomen pada pasien appendisitis. Penemuan radiologis lain yang mendukung diagnosis
appendisitis antara lain adalah caekum yang terdistensi dengan gambaran air-fluid level,

bayangan otot psoas kanan yang menghilang, dan adanya gas pada lumen appendiks. Pada
pemeriksaan appendikogram, kegagalan appendiks untuk terisi dengan barium enema
dihubungkan dengan adanya appendisitis, namun temuan ini kurang sensitiv dan spesifik karena
20% appendiks normal tidak terisi kontras.1,5
Pada pasien dengan nyeri abdomen, pemeriksaan ultrasonografi memiliki sensitivitas
sebesar 85% dan spesifisitas sebesar 90% untuk diagnosis appendisitis akut. Temuan sonografik
yang sering ditemukan pada appendisitis akut meliputi diameter anteroposterior appendiks lebih
dari sama dengan 7 cm dengan dinding yang tebal, struktur lumen yang terlihat sebagai target
lesion atau adanya appendicolith.1 Appendiks yang mengalami perforasi lebih sulit didiagnosis
dan ditandai dengan hilangnya submukosa yang ekogenik dan adanya cairan periappendiks atau
pelvik.5
Pemeriksaan CT scan direkomendasikan hanya pada kasus yang kompleks secara klinik.
Pemeriksaan CT scan memiliki sensitivitas mencapai 94% serta spesifisitas sebesar 95%.
Temuan pada CT scan pada kasus appendisitis meliputi dinding appendiks yang tebal dan
terdistensi dengan peradangan, abses perisekal, appendicolith, atau udara bebas intraabdominal
di kuadran kanan bawah yang menandakan adanya perforasi.5
DIAGNOSIS
Sekitar 20-33% pasien dengan suspek apendisitis akut memiliki temuan klinis yang atipikal
sehingga sulit menentukan diagnosis klinis. Ketidaktepatan diagnosis sering ditemui sehingga
menyebabkan terjadinya perforasi pada 20% kasus dan laparotomi yang tidak tepat pada 2-30%
kasus. Diagnosis yang tertunda dapat menyebabkan komplikasi dengan mortalitas dan morbiditas
yang tinggi.6
Skor Alvarado sering digunakan dalam mendiagnosis apendisitis akut. Sensitivitas dari skor
Alvarado mencapai 73-90% dan spesifitasnya mencapai 87-92%. Skor alvarado yang sering
dikenal dengan singkatan MANTRELS terdiri dari 10 poin untuk mendiagnosis appendisitis
berdasarkan gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan suspek appendisitis
akut. Penilaian gejala pada skor alvarado meliputi nyeri yang bermigrasi, anoreksia serta mual
dan muntah. Tanda pada skor alvarado meliputi nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, nyeri
lepas serta peningkatan suhu tubuh. Pemeriksaan laboratorium meliputi adanya leukositosis dan
pergeseran hitung jenis leukosit ke kiri. 6,7

10

Bagan 1. Skor Alvarado7

Skor Alvarado memungkinkan stratifikasi resiko pada pasien dengan nyeri abdomen,
menentukan apakah pasien dengan suspek appendisitis dapat dipulangkan, perlu observasi atau
membutuhkan intervensi bedah. Pasien dengan skor 1-4 memiliki 30% kemungkinan
appendisitis dan dapat dipulangkan. Pasien dengan skor 5-6 memiliki 66% kemungkinan
appendisitis dan membutuhkan observasi dan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis
appendisitis, sedangkan pasien dengan skor 7-10 memiliki 93% kemungkinan appendisitis dan
membutuhkan intervensi bedah.7

11

PENATALAKSANAAN
Pembedahan
Manajemen pada sebagian besar pasien dengan appendisitis akut berupa pembedahan
pengangkatan appendiks. Resusitasi cairan awal dibutuhkan untuk keamanan anastesi general.
Antibiotik yang melindungi dari koloni flora aerob dan anaerob dibutuhkan dalam persiapan
preoperatif. Pada pasien dengan appendisitis nonperforata, antibiotik preoperatif dosis tunggal
dapat mengurangi infeksi postoperatif dan formasi abses intraabdominal. Pemberian antibiotik
tidak perlu diteruskan setelah pembedahan karena tidak mengurangi insidens terjadinya infeksi
pada pasien appendisitis nonperforata. Pada pasien dengan appendisitis yang disertai perforasi
maupun gangren, pemberian antibiotik dapat diteruskan secara intravena sampai pasien afebril
dan jumlah leukosit normal.1,2
Appendektomi terbuka biasanya dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblique (McArthur-McBurney). Pada kasus dengan phlegmon
yang besar ataupun diagnosis yang ragu dapat menggunakan insisi garis tengah subumbilikal.
Untuk kasus tanpa komplikasi biasanya digunakan insisi transversal pada titik McBurney dengan
memisahkan otot ke lateral hingga otot rektus abdominis.1
Appendektomi laparoskopi merupakan tehnik alternatif yang sering dipakai. Laparoskopi
bermanfaat terutama pada appendisitis dengan diagnosis ragu. Keuntungan dari laparoskopi
appendektomi adalah nyeri postoperatif yang lebih rendah, waktu penyembuhan yang lebih cepat
dan luka insisi yang lebih kecil.1,2
Pasien dengan perforasi appendiks membutuhkan resusitasi cairan selama beberapa jam
sebelum diinduksi dengan anastesi general. Antibiotik spektrum luas untuk bakteri aerob dan
anaerob diberikan pada awal evaluasi dan fase resusitasi.
Konservatif
Meskipun penatalaksanaan tipikal dari appendisitis adalah appendektomi, namun terdapat
peningkatan penggunaan antibiotik secara konservatif sebagai tatalaksana utama pada
appendisitis akut.9

12

Sebuah studi meta analisis yang dilakukan oleh Liu ZH dkk yang membandingkan efikasi
dari antibiotik dengan appendektomi pada appendisitis akut menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan dari lama rawat inap dan komplikasi antara grup antibiotik dan grup
pembedahan. Selain itu, efikasi dari antibiotik dan pembedahan sebanding untuk terapi
appendisitis akut.10
Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Ansaloni dkk yang membandingkan tatalaksana
konservatif dengan antibiotik dengan pembedahan menunjukkan bahwa efikasi lebih besar secara
signifikan pada pembedahan, tidak ditemukan perbedaan jumlah dari appendiks yang mengalami
perforasi dan tingkat komplikasi lebih tinggi pada pembedahan. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun tatalaksana non bedah pada appendisitis akut dapat mengurangi tingkat komplikasi,
efikasinya yang rendah menyebabkan tatalaksana antibiotik secara konservatif tidak dapat
dijadikan alternatif terapi selain pembedahan.9

PROGNOSIS
Mortalitas setelah appendektomi kurang dari 1%. Morbiditas dari appendisitis perforata
lebih tinggi dari kasus nonperforata dan dihubungkan dengan pengingkatan insidens infeksi luka,
formasi abses intraabdominal, peningkatan lama rawat inap dan terlambatnya kembali ke
aktifitas normal.1
Infeksi pada luka operasi merupakan komplikasi tersering setelah appendektomi. Sekitar 5%
pasien dengan appendisitis tanpa komplikasi terjadi infeksi pada luka operasi setelah
appendektomi terbuka. Appendektomi laparoskopik memiliki insidens infeksi yang lebih
rendah.1
Obstruksi usus kecil terjadi pada

kurang dari 1% pasien setelah appendektomi pada

appendisitis tanpa komplikasi dan pada 3% pasien dengan appendisitis perforata. Sekitar satu
setengah dari pasien ini mengalami obstruksi pada tahun pertama setelah appendektomi.1

13

Anda mungkin juga menyukai